1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses pembelajaran disekolah sangat dipengaruhi oleh peran guru dan peran siswa. Proses pembelajaran tidak akan berhasil tanpa adanya kesiapan dari
guru maupun siswa. Upaya guru memberikan materi dalam kegiatan belajar mengajar tidak akan terserap secara maksimal oleh siswa jika siswa tidak
mempunyai kesiapan belajar di kelas. Siswa merupakan sentral, maka aktivitas siswa merupakan syarat mutlak
berlangsungnya interaksi belajar mengajar. Aktivitas siswa dalam hal ini, baik secara fisik maupun mental aktif. Jadi tidak ada gunanya guru melakukan kegiatan
belajar mengajar jika siswa hanya pasif saja. Sebab para siswalah yang belajar, maka mereka harus aktif. Keaktifan siswa dapat terlaksana jika siswa mempunyai
kesiapan belajar. Dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat bahwa kesiapan belajar siswa
di kelas khususnya siswa sekolah dasar cenderung kurang, mereka cenderung suka bermain. Hal ini berdampak kegiatan belajar mengajar di sekolah dasar berjalan
kurang maksimal. Pada hakekatnya kesiapan belajar merupakan langkah awal yang harus ditempuh siswa untuk mencapai kegiatan belajar mengajar yang
maksimal. Kesiapan belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Baik faktor
yang datangnya dari dalam diri siswa itu sendiri intern maupun faktor yang
datangnya dari luar ekstern. Slameto 2010: 114 menjelaskan bahwa “ kondisi
kesiapan belajar mencakup tiga aspek, yaitu: 1 kondisi fisik, mental dan emosional; 2 kebutuhan, motif, dan tujuan; 3 keterampilan, pengetahuan dan
pengertian yang lain yang telah dipelajari”. Kata kesiapan berasal dari kata “siap” dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia KBBI diartikan sebagai sudah sedia atau sudah disediakan. Jadi kesiapan belajar merupakan suatu kondisi awal individu yang membuatnya siap
untuk merespon rangsangan dari luar, baik rangsangan yang diterima oleh indera penglihatan, pendengaran, perasa, maupun peraba untuk melakukan perubahan-
perubahan dalam hidupnya atau untuk mencapai pengajaran tertentu. Hintzman dalam Muhibbin 2008: 90 berpendapat “learning is a change
in organism due to experience which can affect the organism’s behavior”. Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme
manusia atau hewan disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organism tersebut. Jadi, dalam pandangan Hintzman, perubahan yang
ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi organisme.
Chaplin dalam Muhibbin 2008: 90 membatasi belajar dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama berbunyi “acquisition of any relatively
permanent change in behavior as a result of practice and experience”. Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relative menetap sebagai akibat
latihan dan pengalaman. Rumusan keduanya “Process of acquiring responses as a
result of special practice”. Artinya, belajar ialah proses memperoleh respon- respon sebagai akibat adanya latihan khusus.
Pada saat peneliti melaksanakan praktik lapangan bimbingan dan konseling selama dua setengah bulan di SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang,
peneliti menemukan fenomena kurang adanya kesiapan belajar pada siswa kelas VB. Fenomena ini diperkuat setelah peneliti melakukan observasi awal pada
tanggal 3 Februari 2015. Peneliti melakukan observasi, wawancara, dan menyebar Data Cek Masalah DCM di kelas VB. Pada saat peneliti melakukan observasi,
peneliti menemukan gejala kurang adanya kesiapan belajar pada siswa kelas VB. Hal ini ditunjukkan dengan ramainya siswa kelas VB pada saat kegiatan belajar
mengajar. Siswa ramai sendiri dan kurang memperhatikan guru yang sedang memberikan materi pelajaran. Ada beberapa siswa yang masih terlihat kurang siap
mengikuti proses pembelajaran di sekolah mereka bermain sendiri ketika guru sedang menerangkan.
Peneliti melakukan wawancara dengan guru bimbingan dan konseling untuk menggali informasi lebih dalam mengenai kesiapan belajar siswa kelas VB.
Pernyataan guru bimbingan dan konseling juga memperkuat fenomena yang ditemukan peneliti yaitu kurangnya kesiapan belajar siswa di kelas VB. Guru
bimbingan dan konseling mengatakan bahwa pada saat kegiatan belajar mengajar kelas VB cenderung ramai sehingga siswa kurang merespon materi pembelajaran
yang disampaikan oleh guru. Untuk memperkuat data, selain melakukan wawancara dengan guru bimbingan dan konseling, peneliti juga melakukan
wawancara dengan wali kelas VB. Peneliti mendapat informasi bahwa siswa
kelas VB kurang bisa merespon materi yang pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Jika guru memberikan pertanyaan mengenai materi yang telah disampaikan
hanya beberapa siswa yang mau menjawab dan sebagian besar siswa diam. Begitu pula sebaliknya, jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
menanyakan materi yang belum jelas maka hanya beberapa siswa yang mau bertanya dan sebagian besar siswa diam. Selain itu wali kelas juga menuturkan
bahwa ada beberapa siswa yang terlihat kurang antusias atau kurang bersemangat menerima pelajaran. Peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa siswa
kelas VB, siswa yang terlihat kurang antusias atau kurang bersemangat menerima pelajaran disebabkan karena siswa tidak menjaga kondisi fisiknya, siswa sering
tidur sampai larut malam. Selain itu peneliti juga menemukan jawaban bahwa siswa juga merasa malas mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas, dan siswa
juga mengakui bahwa siswa masih ramai sendiri ketika guru sedang memberikan materi pelajaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa kelas VB
kurang memiliki kesiapan belajar. Perilaku yang menunjukan tidak memiliki kesiapan belajar diperkuat
oleh hasil Data Cek Masalah DCM yang dianalisis oleh peneliti. Menurut hasil Data Cek Masalah DCM kelas VB yang mengalami masalah tidak memiliki
kesiapan belajar diantaranya, siswa sering merasa malas belajar dengan presentase sebesar 37,5 , ketika belajar siswa sering mengantuk dengan presentase sebesar
42,5 , siswa belajar kalau ada ulangan dengan presentase sebesar 42,5 , siswa belajar tidak teratur waktunya dengan presentase sebesar 37,5 , setiap malam
siswa lebih memilih nonton televisifilm daripada belajar dengan presentase
sebesar 50 , dan siswa lebih suka membaca buku-buku hiburan daripada buku- buku pelajaran dengan presentase sebesar 45 .
Dari berbagai teknik yang ada, teknik role playing dipilih peneliti untuk membantu meningkatkan kesiapan belajar siswa. Hal ini didasarkan dari pendapat
Roemlah 1994: 99 bahwa teknik role playing dapat digunakan sebagai media pengajaran, melalui proses modeling para anggota kelompok mempelajari
ketrampilan-ketrampilan hubungan antar pribadi. Roemlah 1994: 48 juga menjelaskan bahwa “teknik role playing adalah sesuatu yang
berkaitan dengan pendidikan, dimana seseorang memainkan situasi imajinatif dengan tujuan untuk
membantu tercapainya pemahaman diri, meningkatkan ketrampilan-ketrampilan berperilaku, menganalisis perilaku, atau menunjukkan kepada orang lain
bagaimana perilaku seseorang, atau bagaimana seseorang harus berperilaku ”.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa melalui teknik role playing seseorang yang kurang memiliki kesiapan belajar dapat melakukan
simulasi untuk meningkatkan ketrampilan-ketrampilan yang berkaitan dengan indicator-indikator kesiapan belajar.
Layanan bimbingan dan konseling meliputi layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, penguasaan konten, bimbingan kelompok, konseling
kelompok, konseling individu, mediasi, dan konsultasi. Salah satu layanan bimbingan dan konseling yang cocok diterapkan untuk dapat meningkatkan
kesiapan belajar siswa adalah layanan bimbingan kelompok karena layanan bimbingan kelompok merupakan sarana belajar bersama bagi siswa.
Menurut Romlah 2001: 3 mendefinisikan bahwa “bimbingan kelompok
merupakan salah satu teknik bimbingan yang berusaha membantu individu agar dapat mencapai perkembangannya secara optimal sesuai dengan kemampuan,
bakat, minat, serta nilai-nilai yang dianutnya dan dilaksanakan dalam situasi kelompok”.
Winkel Sri Hastuti 2006: 565 menyebutkan manfaat layanan bimbingan kelompok adalah:
Mendapat kesempatan untuk berkontak dengan banyak siswa; memberikan informasi yang dibutuhkan oleh siswa; siswa dapat
menyadari tantangan yang akan dihadapi: siswa dapat menerima dirinya setelah menyadari bahwa teman-temannya sering menghadapi persoalan;
kesulitan dan tantangan yang kerap kali sama; dan lebih berani mengemukakan pandangannya sendiri bila berada dalam kelompok;
diberikan kesempatan untuk mendiskusikan sesuatu bersama; lebih bersedia menerima suatu pandangan atau pendapat bila dikemukakan
oleh seorang teman daripada yang dikemukakan oleh seorang konselor.
Romlah 2001: 15 menyebutkan bahwa tujuan bimbingan kelompok dibagi menjadi 4 hal diantaranya yaitu:
1 Memberikan kesempatan-kesempatan pada siswa belajar hal-hal kelompok yang berguna bagi pengarahan dirinya yang berkaitan
dengan pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial. 2 Memberikan layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan-
kegiatan kelompok. 3 Untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan individu.
4 Untuk melaksanakan layanan konseling individual secara lebih aktif.
Melihat pengertian dan tujuan bimbingan kelompok yang dikemukakan para ahli maka dapat ditarik kesimpulan bahwa layanan bimbingan kelompok
memberikan kesempatan pada siswa belajar hal-hal kelompok yang berguna bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan pendidikan dan merupakan sarana
belajar bersama bagi siswa sehingga layanan bimbingan kelompok sangat tepat digunakan dalam usaha membantu meningkatkan kesiapan belajar siswa.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan mengenai pentingnya kesiapan belajar siswa di sekolah maka peneliti bermaksud ingin melakukan
penelitian eksperimen dengan judul “Meningkatkan Kesiapan Belajar Melalui Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing Pada Siswa Kelas
VB SD Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang Tahun Ajaran 2014 2015”.
1.2 Rumusan Masalah