Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ibadah haji adalah sebuah fenomena keagamaan yang luar biasa, peristiwa akbar yang dipertunjukkan oleh Sang Pencipta kepada seluruh hamba-Nya. 1 Dalam ibadah haji tidak ada perbedaan kasta dan suku bangsa, tidak ada diskriminasi jenis kelamin, bahkan perbedaan warna kulit. Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima yang dilaksanakan dengan syarat dan rukun tertentu dan dilaksanakan disebuah tanah yang suci dimana Allah SWT memberikan sebuah tempat bagi orang-orang Muslim untuk melaksanakan tawaf dan beribadah lainnya, seperti yang tertera dalam firman Allah SWT yang berbunyi:                  Artinya: “Dan ingatlah, ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah dengan mengatakan: Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku dan sujud. Ibadah haji juga termasuk salah satu kewajiban umat Muslim dunia bagi yang mampu menjalankannya. 1 M. Basyuni, Muhammad, Pidato Penerimaan Gelar Doktor Honoris Causa HC dalam Bidang Manajemen Dakwah berjudul Reformasi Manajemen Haji: Formula Pelayanan Prima Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji Jakarta, 2008 hal. 16 Sesuai dengan firman Allah SWT:                              Artinya: “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, di antaranya maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya Baitullah itu menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu bagi orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari kewajiban haji, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya tidak memerlukan sesuatu dari semesta alam”. Q.S. Ali Imron : 97 Kata ﻉﺎﻄﺘﺴﭐ di atas yang berarti “mampu” adalah mampu dalam 3 hal yang biaya, memiliki jiwa dan raga yang sehat, menguasai segala ilmu tentang haji dan mampu menjaga diri dari perbuatan yang dilarang Allah selama proses pelaksanaan ibadah haji. Selain itu, jamaah haji juga harus mampu dalam hal perjalanan yang memadai dan aman serta mampu meninggalkan bekal untuk keluarga yang ditinggalkan di Indonesia. 2 Ibadah haji biasa dilakukan setiap bulan Dzulhijjah dengan kegiatan intinya pada tanggal 8-10 Dzulhijjah. Dimulai dengan bermalam di Mina, wukuf di Padang Arafah dan diakhiri dengan melempar jumrah, yakni melempar batu ke sebuah benda yang disimbolkan sebagai setan. 3 Penyelenggaraan ibadah haji telah dimulai sejak zaman Nabi Ibrahim AS, saat istri Nabi Ibrahim AS yang bernama Siti Hajar 2 Drs. H. M. Shalahuddin Hamid, MA, Agenda Haji Umrah, Jakarta : Intimedia Cipta Nusantara, 2006 h. 11-12 3 Prof. Dr. Zakiah Darajat, Haji Ibadah Yang Unik, Jakarta : Ruhama, 2000 Cet. VIII, h. 80 melahirkan putra pertamanya, Nabi Ismail AS. Nabi Ibrahim AS diperintahkan oleh Allah untuk membawa mereka ke sebuah padang pasir yang tandus dan kemudian Nabi Ibrahim AS meninggalkan mereka dengan penuh keyakinan dari Allah SWT. Saat Siti Hajar dan Ismail kecil mengalami kehausan, Siti Hajar berinisiatif untuk mencari sumber air dan makanan dengan berlari kecil dari satu bukit ke bukit lainnya secara terus- menerus, hingga kemudian Ismail kecil mengehentakan kaki kecilnya dan keluarlah mata air yang kemudian hingga sekarang diberi nama air zam- zam 4 . Praktek ibadah haji di Indonesia sendiri sudah mulai sejak awal akhir abad ke-12 pada saat para pedagang Muslim dari Arab, Persia dan Anak Benua India datang ke nusantara untuk kepentingan perdagangan sekaligus penyebaran agama Islam di nusantara. Kemudia pada abad selanjutnya, yakni pada abad ke-14 dan ke-15 jumlah jamaah haji Indonesia mengalami peningkatan ketika pada saat itu hubungan ekonomi, politik dan sosial keagamaan antar-negara Muslim Timur Tengah dengan nusantara semakin meningkat. 5 Namun manajemen penyelenggaraan ibadah haji yang terorganisir di Indonesia baru mulai dilaksanakan mulai dari selang 4 tahun setelah Indonesia merdeka, yakni pada tahun 1949 setelah pemerintah Indonesia pada tahun 1948 mengirimkan misi haji ke Arab Saudi untuk menjelaskan situasi politik pada saat itu sekaligus meminta dukungan terhadap kaum Muslim untuk menentang penjajahan. Ibadah 4 http:id.wikipedia.orgwikiIsmail 5 M. Basyuni, Muhammad, Reformasi Manajemen Haji Jakarta, FDK Press, 2008 hal. 18-19 haji pada saat itu adalah sebuah upaya yang sangat sulit untuk dilakukan karena bangsa Indonesia masih harus berusaha mengusir para penjajah dari bumi pertiwi. Meskipun demikian, pemerintah tetap melakukan pemberangkatan pertama pada tahun 1949 setelah pemerintah- Indonesia berhasil mengirimkan misi haji pada tahun sebelumnya untuk bertemu dengan raja Arab Saudi. 6 Namun seiring perjalanannya, masih sering ditemukan berbagai masalah yang menyelimuti pelaksanaan ibadah haji Indonesia. Pada tahun 2010 dan 2011 saja masih sering terjadi hambatan klasik penyelenggaraan haji di Indonesia, mulai dari pendaftaran, pemberangkatan, transportasi dan akomodasi, katering, kesehatan, keamanan, hingga pemulangan debarkasi jamaah kembali ke Indonesia. Menurut Taufiq Erwin Haryadi, Kasubbag Pengelolaan Sistem Jaringan di Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umroh Ditjen PHU Kementerian Agama Republik Indonesia Kemenag RI, ada tiga hal prior dalam sebuah penyelenggaraan ibadah haji, yakni pada saat pemberangkatan, pada saat wukuf di Arafah dan pada saat pemulangan kembali jamaah ke Indonesia. 7 Sebagai contoh pada saat pemberangkatan, tidak adanya pesawat yang delay sehingga jamaah mendapatkan kepuasan tersendiri selama perjalanan menuju Jeddah. Kemudian pada saat wukuf di Arafah, semua pelayanan dari mulai akomodasi, katering dan lainnya harus sesuai dengan keinginan dan pemahaman jamaah. Kemudian pada saat 6 M. Basyuni, Muhammad, Reformasi Manajemen Haji Jakarta, FDK Press, 2008 hal. 51-52 7 Wawancara langsung dengan Bapak Taufiq Erwin Haryadi. pemulangan, tidak ada jamaah yang tertinggal. Banyaknya masalah yang timbul adalah pada saat pelaksanaan wukuf di Arafah, antara lain seperti katering nasi mentah, kasus kriminalitas yang dialami jamaah haji saat di Jeddah, Mekkah dan Madinah, kemudian ada juga kasus jamaah haji yang tersesat di Madinah. Padahal hakikatnya para jamaah haji harus mendapatkan segala pelayanan yang ideal, yang sudah diatur dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Pasal 7, yakni yang berisi tentang para jamaah haji berhak mendapatkan segala pelayanan yang memadai, mulai dari bimbingan manasik, akomodasi, konsumsi, transportasi, pelayanan kesehatan, perlindungan sebagai Warga Negara Indonesia WNI, hingga kenyamanan fasilitas selama jamaah haji ada di tanah air, Arab Saudi dan saat kepulangan kembali ke Indonesia. 8 Setiap penyelenggaraan sebuah kegiatan, dibutuhkan sebuah sistem evaluasi. Evaluasi adalah sebuah proses penilaian 9 ,dimana terjadinya sebuah pengukuran terhadap efektifitas rencana dalam sebuah program yang pada hasil akhirnya akan dijadikan tolak ukur keberhasilan dan dijadikan rancangan atau standarisasi untuk melakukan sebuah kegiatan yang selanjutnya. Begitu juga dengan penyelenggaraan ibadah haji, sangat membutuhkan sebuah sistem evaluasi untuk mencari penyebab dari berbagai masalah yang timbul dan mengatasi semua masalah yang timbul 8 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Bab III, pasal 7. 9 Dan B Curtis; James J. Floyd; Jerry L. Winsor, Komunikasi Bisnis dan Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996 h. 414 serta merancang sebuah gagasan atau solusi cemerlang agar pada saat penyelenggaraan ibadah haji selanjutnya bisa berlangsung dengan keadaan yang lebih baik dan ideal, sesuai dengan yang tertera dalam undang- undang penyelenggaraan ibadah haji yang dijadikan sebagai standarisasi penyelenggaraan ibadah haji yang semestinya. Sebagai acuan, pada tahun 2008 mantan Menteri Agama RI telah membuat buku berjudul Reformasi Manajemen Haji yang didalamnya terdapat kajian tentang evaluasi penyelenggaraan haji dari awal dilaksanakan hingga tahun 2007. Di antara evaluasi yang dilakukan pada saat itu adalah memberikan layanan katering di Madinah agar sejak tiba di Madinah jamaah haji tidak perlu memikirkan penyiapan makan dan minum. 10 Evaluasi pada penyelenggaraan ibadah haji ini mencakup berbagai aspek,antara lain dalam proses pendaftaran, pemberangkatan yang mencakup pelayanan transportasi, pelayanan akomodasi, pelayanan konsumsi, serta juga mencakup aspek pelayanan kesehatan, pelayanan jaminan keamanan sebagai WNI, jaminan keamanan sebagai warga negara Indonesia WNI dan juga termasuk evaluasi pada proses pemulangan jamaah haji kembali ke Indonesia. Kejadian yang cukup mencengangkan pada musim haji tahun 2010 dan 2011 adalah banyaknya jamaah haji Indonesia yang meninggal dunia, yakni mencapai angka lebih dari 400 jamaah dari jumlah keseluruhan total 10 Muhammad M. Basyuni, Reformasi Manajemen Haji Jakarta: FDK Press, 2008 h. 165 lebih kurang 200.000 jamaah haji Indonesia tiap tahunnya. Kasus meninggalnya jamaah haji tersebut diakibatkan oleh berbagai penyebab,seperti kesehatan jamaah yang tidak terprediksi pada saat pelaksanaan ibadah di tanah suci dan juga disebabkan faktor usia. Berdasarkan berbagai uraian yang tertulis diatas, maka penulis telah membuat dan mengkaji sebuah penelitian berjudul “EVALUASI PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI OLEH DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMROH KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010- 2011”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah