27 ataupun dari SMP ke SMA tetap melalui PSB akan tetapi lebih sederhana
karena sudah memiliki hubungan hirarkhis.
b. Pendidikan Dasar Terpadu dengan Satu Pengelola
1 Pada SD dan SMP model ini perpindahan dari kelas VI ke kelas
VII kelas I SMP dilakukan dengan system PSB. Tetapi karena satu pengelola maka prosedurnya menjadi lebih sederhana.
2 SD-SMP dikelola terpadu oleh satu pengelola.
3 Guru sepanjang memungkinkan dapat mengajar di SD dan juga
SMP. 4
Bisa terdiri dari satu SD dan satu SMP baik sejak awal ataupun karena melalui proses regrouping.
Pola pengelolaan sekolah satu pengelola ini diterapakan di daerah yang sulit dijangkau. Dengan model pengelolaan ini menjadi lebih mudah karena
pengelolaannya menjadi terpadu oleh satu pengelola. Model pengelolaan satu pengelola dapat digambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut.
JENJANG PENDIDIKAN DASAR SD
SMP KELAS
KELAS I
II III
IV V
VI VII
I VIII
II IX
III
Gambar 2. Model Pengelolaan Satu Pengelola SD-SMP Satu Atap dengan satu pengelola cocok untuk diterapkan pada:
1 SD-SMP Satu Atap yang terletak di daerah yang sulit
dijangkauterpencil atau sulit transportasinya. 2
Daerah yang sulit mendapatkan tenaga yang berkualitas.
28 3
Jumlah SDMI dan SMP relatif sedikit, yaitu sekitar 200 siswa Dedi Koswara, 2012: 7.
Pemilihan mengenai model pengelolaan Pendidikan Dasar Terpadu SD- SMP satu atap diserahkan kepada Kepala Daerah masing-masing sesuai
dengan kewenangannya. Hal ini disebabkan kondisi setiap daerah berbeda- beda antara satu dengan lainya.
c. Kelembagaan Pendidikan Dasar Terpadu
Kelembagaan sekolah satu atap dapat dijabarkan sebagai berikut : 1
Lembaga dari SD-SMP Satu Atap dengan dua pengelola tetap terdiri dari dua lembaga, yaitu SD dan SMP, dengan dua 2 kepala sekolah.
2 Lembaga dari SD-SMP Satu Atap dengan satu pengelola tetap terdiri dari
dua lembaga, yaitu SD dan SMP tetapi kepala sekolah hanya satu, sedang wakilnya dua yaitu wakil kepala yang menangani SD dan
wakil kepala yang menangani SMP. Kelembagaan dan pengelolaan yang seperti ini sama dengan kelembagaan pada Sekolah Indonesia di
luar negeri dan SLB. 3
SD-SMP Satu Atap dengan satu lembaga tidak dimungkinkan, karena dalam Undang-Undang no. 20 tahun 2003 dengan tegas
dinyatakan bahwa satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar adalah SD dan SMP atau bentuk lain yang sederajat. Dedi Koswara,
2012: 6 Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa sekolah satu atap merupakan salah satu kebijkan
29 pendidikan yang difokuskan untuk penuntasan wajib belajar sembilan tahun
di daerah terpencil. Untuk pengelolaan baik satu pengelola ataupun dua pengelola diserahkan sepenuhnya kepada kabupatenkota penyelenggara
sekolah satu atap.
D. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian tentang implementasi program sekolah satu atap di SD-SMP Negeri Satu Atap Canggal adalah
penelitian yang dilakukan oleh Wiwik Wijayanti tahun 2011 yang berjudul Implementasi kebijakan SD-SMP Satu Atap studi multisitus di Kecamatan
Ngablak, Pakis dan Sawangan Kabupaten Magelang. Hasil penelitian menunjukan bahwa:
1. Perencanaan pendirian SD-SMP Satu Atap sesuai dengan persyaratan
terisolir, terpencil dan terpencar, berdasarkan kebutuhan masyarakat
social demand approach
, dalam perencanaan melibatkan berbagai pihak.
2. Sosialisasi dilakukan oleh Kepala SD-SMP Satu Atap kepada tokoh
masyarakat untuk disampaikan kepada warga masyarakat; kesadaran masyarakat dalam pendidikan semakin meningkat.
3. Pihak SD, SMP dan desa bekerja sama dan saling mendukung dalam
pelaksanaan kebijakan SD-SMP Satu Atap; penyelenggaraan SD-SMP Satu Atap dapat menyerap tenaga kerja.
4. Peran
stakeholders
dalam pendidikan sesuai dengan kewenangan dan kemampuan masing-masing.