108 pendapatnya. Hal ini disebabkan karena siswa masih malu dan kurang
termotivasi untuk belajar siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran yang baru dimana siswa dituntut untuk lebih aktif dan lebih dominan di dalam
proses pembelajaran. Untuk sebab itu pada siklus II guru harus lebih memberikan motivasi kepada siswa agar pembelajaran lebih maksimal.
Selain itu guru mempersiapkan reward berupa bolpoin. Bolpoin ini akan diberikan kepada siswa apabila siswa dapat menjawab pertanyaan dari guru,
dengan demikian siswa akan lebih termotivasi dalam belajar. Pada siklus II setelah guru lebih memotivasi dan memantau belajar
siswa serta memberikan reward, proses belajar pun berhasil. Kegiatan menjadi lebih maksimal, kondisi kelas pun semakin kondusif. Siswa sudah
tidak malu-malu lagi dalam bertanya, menjawab pertanyaan guru, serta mengemukakan pendapatnya. Model pembelajaran Talking Stick menuntut
siswa untuk aktif dan dapat berdiskusi serta bekerjasama di dalam kelompok, serta bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri
maupun pembelajaran orang lain. Selain itu model pembelajaran ini dapat menguji kesiapan mental siswa, melatih membaca dan memahami dengan
cepat, membuat siswa lebih giat dalam belajar, meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam pembelajaran, serta dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa.
c. Tahap Penutup
Tahap penutup yaitu tahapan menutup pembelajaran. Pada siklus I dan II mengalami kesamaan hasil yaitu guru bersama siswa mengulas secara
singkat materi yang telah dipelajari, kemudian guru memberikan kesimpulan
109 dari materi yang telah dipelajari. Setelah itu guru memberikan
evaluasipenilaian dengan cara siswa mengerjakan LKS Lembar kerja Siswa. Selanjutnya guru menutup kegiatan pembelajaran dengan doa dan
salam. Berdasarkan data yang diperoleh, penerapan model pembelajaran
talking stick pada siklus I dan II sudah dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dan tahapannya. Pada siklus I Keterlaksanaan pembelajaran
pemeliharaan bahan tekstil dengan model pembelajaran talking stick belum maksimal, masih ada beberapa langkah pembelajaran yang belum berjalan
dengan baik. Pada siklus I ini keterlakasanaan pembelajaran dengan model pembelajaran talking stick baru mencapai 75 yaitu baru 18 sub indikator
yang terlaksana dengan baik, sedangkan 25 atau 6 sub indikator belum terlaksana dengan baik. Sedangkan pada siklus II keterlaksanaan
pembelajaran pemeliharaan bahan tekstil dengan model pembelajaran talking stick sudah terlaksana 100 yaitu semua sub indikator telah dapat
dilaksanakan semua dengan baik. Melalui model pembelajaran talking stick siswa diberi kesempatan
maksimal untuk menunjukkan kemampuan terbaiknya yang ia miliki. Meskipun sedikit, akan tetapi adanya interaksi antara guru dengan siswa dan
siswa dengan siswa cukup berdampak positif dalam kegiatan pembelajaran. Pada siklus I prestasi belajar siswa sudah mencapai 88. Ada peningkatan
dibandingkan dengan pra siklus. Pada siklus II peningkatan prestasi belajar siswa mencapai 100, ada peningkatan yang sangat signifikan. Intensitas
guru dalam membangkitkan semangat dan motivasi siswa untuk aktif lebih
110 ditingkatkan. Guru juga lebih intensif dalam membimbing siswa yang
mengalami kesulitan. Berdasarkan uraian di atas, penerapan model pembelajaran talking
stick pada materi pemeliharaan bahan tekstil dalam penelitian ini berada pada kategori sangat baik dan dinyatakan berhasil dalam meningkatkan
keaktifan dan prestasi belajar siswa. Sehingga tindakan dihentikan pada siklus kedua.
2. Pencapaian Keaktifan dan Prestasi Belajar Pada Pembelajaran