Semakin kuat tondi bersemayam di dalam badan, maka semakin kuat pula pancaran spiritual sehingga tua sahala seseorang semakin tinggi. Apabila
seseorang martua-marsahala, maka ia akan mempunyai kekuatan karismatis dan berwibawa. Raja yang mempunyai kekuatan karismatis akan sangat berwibawa
dan sangat dipatuhi pula oleh rakyatnya, demikian juga mora yang mampu mengayomi anak boru nya tersebut. Seseorang kakek atau nenek akan sangat
dihormati sebagai idola dan teladan oleh keturunannya apabila ia seorang yang sangat berwibawa dan dihormati oleh orang lain.
Itulah sebabnya upacara pemberian ulos dihubungkan dengan pemberian sahala kepada yang di ulosinya yang berwujud pengayoman dari yang mangulosi.
Menurut prinsip adat mangulosi, yang memberi ulos atau mangulosi, ialah tokoh atau figur yang lebih tinggi harkadnya, misalnya karena lebih tua atau lebih besar
kekuasaannya atau lebih bermartabat, lebih berilmu, kepada orang yang relatif lebih rendah kedudukannya.
4.2 Pengertian Mangupa
Upacara mangupa atau upah-upah merupakan salah satu adat yang berasal dari Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Upacara Mangupa bertujuan untuk
mengembalikan tondi kebadan dan memohon berkah dari Tuhan Yang Maha Esa agar selalu selamat, sehat dan murah rezeki dalam kehidupan. Upaya memanggil
tondi ke badan dilakukan dengan cara menghidangkan seperangkat bahan perangkat pangupa dan nasehat pangupa hata pangupa atau hata upah-upah
yang disusun secara sistematis dan dilakukan oleh berbagai pihak yang terdiri dari orang tua, raja-raja, dan pihak-pihak adat lainnya. Pangupa adalah alat atau sarana
Universitas Sumatera Utara
yang dibaca pada waktu upacara mangupa. Perkataan lain, pangupa adalah buku bacaan yang berisi petunjuk dan pesan agar selamat dalam menempuh kehidupan.
Menurut tradisi masyarakat Angkola, yang mempersembahkan upa-upa ialah sejumlah anggota kerabat dari orang yang dipersembahi upa-upa itu bersama
dengan tokoh-tokoh pimpinan tradisional setempat. Mereka mempersembahkan upa-upa dengan mengucap pidato adat. Upacara untuk mempersembahkan upa-
upa ada yang diselenggarakan sebagai bagian dari upacara perkawinan dan ada pula yang diselenggarakan secara berdiri sendiri. Hubungan ini, yang dijadikan
sebagai objek penelitian ialah mangupa dalam konteks upacara perkawinan yang diselenggarakan menurut tradisi Angkola.
Yang disebut sebagai upa-upa ialah beberapa jenis bahan makanan tertentu yang sudah dimasak yang diletakkan diatas wadah yang khusus. Masing-
masing bahan makanan yang bersangkutan dan wadahnya berfungsi untuk melambangkan berbagai makna dan harapan dari orang-orang yang
mempersembahkannya. Selain itu, upa-upa merupakan benda-benda atau perlengkapan upacara. Keadaannya yang terintegrasi sebagai satu kesatuan
perlengkapan upacara, upa-upa biasa disebut sebagai pangupa.
4.3 Komponen Upacara Mangupa
a. Tempat Upacara
Mangupa patobang anak atau haroan boru dilaksanakan sebelum tengah hari di rumah atau tempat pelaksanaan acara adat pernikahan horja.
Waktu dipergunakan sebagai tempat upacara, dinding ruang depan rumah, pada posisi yang disebut juluan dimana kedua pengantin dimana kedau penganti
disandingkan, ditutup dengan kain hias yang disebut tabir. Bagian atas dari
Universitas Sumatera Utara
ruangan itu pada posisi yang sama ditutup pula dengan kain hiasan yang disebut langit-langit. Sebahagian lantai ruangan biasanya dilapisi dengan ambal
permadani dan tikar pandan. Untuk tempat duduk tokoh-tokoh harajaon, hatobangon, dan Raja Panusunan Bulung disediakan tikar adat yang dinamakan
lage lapisan atau amak lapisan yang terbuat dari anyaman daun pandan. Tempat duduk kedua pengantin juga dilapisi dengan tikar adat yang sama. Tikar adat itu
ada yang berlapis tiga dan ada pula yang berlapis lima. Tikar yang terbanyak lapisannya disediakan untuk tempat duduk tokoh-tokoh yang paling tinggi
kedudukannya menurut ketentuan adat, seperti Raja Panusunan Bulung.
b. Pemimpin dan Peserta