acuannya berupa hubungan kemiripan. Misalnya, sebuah peta geografis dengan sebuah potret. Indeks adalah hubungan tanda dengan acuannya karena adanya
hubungan sebab akibat. Misalnya, asap berarti api karena api umumnya penyebab asap. Simbol adalah hubungan antara tanda dan konsepnya bersifat arbitrer dan
konvensional. Misalnya, anggukan kepala yang menandakan persetujuan dan tanda kebahasaan.
Dua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa Pierce memandang semiotika sebagai tanda pada umumnya dan segala sesuatu bisa menjadi tanda.
Saussure juga memandang semiotika sebagai sistem tanda yang utama. Sesuai dengan hipotesis bahwa semiotika meengkaji semua proses
kebudayaan sebagai proses komunikasi serta merupakan suatu studi yang mempelajari tentang tanda dan lambang yang mempunyai makna sesuai dengan
pemahaman si pengirim dan si penerima. Penelitian ini lebih menitikberatkan kepada semiotika komunikasi.
Ferdinand de Saussure berpendapat semiotika komunikasi adalah tanda sebagai bagian dari proses komunikasi. Artinya, dikatakan tanda adalah apabila seorang
pengirim menyampaikan sesuatu maksud dengan menggunakan kode atau benda kepada penerima dan penerima mengerti apa yang disampaikan oleh pengirim.
Oleh karena itu, setiap tanda memberi makna atau informasi apa saja yang terkandung di dalamnya.
2.2.2 Teori Makna
Ferdinan de Saussure mengatakan bahwa tanda memiliki dua entitas yaitu signifier dan signified’ atau ‘tanda dan makna’ atau ‘penanda dan tanda’.
Keduanya saling berkaitan satu sama lain. Kombinasi keduanya dalam semiotika
Universitas Sumatera Utara
disebut tanda. Istilah tanda dapat pula diidentikkan dengan bentuk yang mempunyai makna.
Makna merupakan hubungan antara penanda-penanda dan objeknya.Makna sangat berperan dalam suatu tanda karena suatu tanda
mengandung makna dan informasi.
2.2.3 Teori Fungsi
Fungsi menurut Bascom dalam Danandjaja, 1991 :19 ada tiga yaitu : 1.
Sebagai sistem proyeksi projective system, yakni sebagai alat pencermin angan-angan kolektif.
2. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga
kebudayaan. 3.
Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.
Menurut Koentjaraningrat dalam Danandjaja, 1991:76 mengatakan: “Fungsi yang paling menonjol dalah sebagai penebal emosi keagamann
dan kepercayaan. Hal ini disebabkan manusia yakin akan adanya mahluk- mahluk gaib yang menempati alam sekeliling tempat tinggalnya dan yang
berasal dari jiwa orang mati, atau manusia yakin adanya dengan gejala- gejala yang tidak dapat diterangkan dan dikuasai oleh akalnya, atau
manusia percaya akan adanya suatu kekuatan sakti dalam alam, atau manusia mendapat suatu firman dari Tuhan, atau semua sebab tersebut
diatas.
Fungsi-fungsi ini berkaitan dengan makna dan tanda yang ada dalam upacara mangupa tersebut. Tanda-tanda ini merupakan suatu bentuk pencerminan
angan-angan masyarakat Ankgola. Mereka menciptakan fungsi setiap tanda itu berdasarkan aturan-aturan yang ada pada kebudayaan mereka. Mereka mematuhi
adat sesuai dengan ciri khas mereka sendiri dan menjaganya agar dapat diwariskan secara turun temurun.
Universitas Sumatera Utara
Seperti pendapat dari Admansyah1994:53, “Adat itu merupakan ketentuan hukum sehingga merupakan norma-norma
sesuai dengan ciri khas dari suatu suku atau tiap suku atau bangsa akan memupuknya menurut falsafah daerah atau negerinya masing-masing.
Dengan demikian berarti generasi demi generasi akan mewarisinya sebagai pusaka yang diamanahkan oleh para leluhurnya dahulu yang harus
diteruskan turun temurun secara sadar dan penuh tanggung jawab”.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN