cxlvii fotografi, dan lain-lain. Pasca ditutup walikota, acara puncaknya adalah pagelaran
wayang kulit semalam suntuk oleh dua belas dalang sebagai cerminan kebersamaan, dengan lakon “Laire Gatutkaca”. Acara di pendopo agung ini menggunakan layar
panjang dan enam gunungan pengamatan tanggal 24 Mei 2009.
c. Evaluasi pelaksanaan Festival Malang Tempo Doeloe
Penyelenggaraan Festival Malang Tempo Doeloe telah mendorong kunjungan masyarakat dalam berbagai bentuk partisipasi.. Sejak diselenggarakan
pertama kali tahun 2006 sampai dengan yang keempat tahun 2009, festival ini mampu menyedot kunjungan dari pelbagai lapisan masyarakat Malang dan yang
datang dari beberapa daerah. Partisipasi dari sisi minat yang tinggi untuk mengisi kegiatan festival dan animo yang tinggi kunjungan penonton ke arena festival,
merupakan kriteria utama evaluasi, apakah festival ini berhasil atau tidak berhasil penyelenggaraannya.
Dari segi pengunjung dan peminat stand, Khalid Ari mengemukakan antusias pengunjung tiap tahun meningkat. Demikian pula peminat stand bertambah.
Tetapi tetap dibatasi, melalui kriteria barang-barang yang akan dipamer atau dijual. Kriteria itu antara lain, harus tradisional, khasunik, sesuai dengan tema wawancara
tanggal 08 Oktober 2009. Dari segi capaian tujuan penyelenggaraan festival, menurut Dwi Cahyono,
pelaksanaan Malang Tempo Doeloe bisa dikatakan mulai berhasil mencapai tujuannya. Terbukti, animo masyarakat sangat tinggi. Lebih kurang ratusan sampai
cxlviii duaratusan ribu masyarakat hadir setiap hari, Jika dikalikan dengan jumlah hari
penyelenggaraan yakni 4 hari, maka secara keseluruhan festival dikunjungi oleh 800.000 penonton wawancara tanggal 24 Pebruari 2010. Hal ini sesuai dengan
evaluasi pihak pemkot, yang mengemukakan bahwa animo masyarakat yang begitu besar terhadap penyelenggaraan festival, ternyata di luar perkiraan penyelenggara.
Bagaimana tidak, kesenian yang sudah usang ditambah penyajian segala jenis makanan yang sekarang sudah tidak akrab di telinga, dapat menarik ratusan ribu
orang untuk datang, sungguh luar biasa, padahal prediksi awal, berharap ada yang mau datang saja sudah cukup Dinas Pariwisata, Informasi dan Komunikasi Kota
Malang, tanpa tahun. Indikator evaluasi lainnya ialah kesaadaran masyarakat terhadap sejarah, seni
dan budaya kkotanya. Dalam hal ini dinilai masyarakat sudah mulai mengetahui sejarah, seni dan budaya Malang melalui visualisasi aneka bidang kehidupan tempo
dulu. Terbukti
banyak diantara
lapisan masyarakat
menyimpan atau
mendokumentasikan foto-foto atau gambar Malang Tempo dulu, dalam pelbagai cara dan pelbagai bentuk.
Bagi pemkot, moment festival dengan animo masyarakat yang luar biasa itu memiliki arti penting terutama dari segi Pendapatan Asli daerah PAD. Menurut Dwi
Cahyono, bagi pemkot festival ini merupakan salah satu sumber baru yang dapat meningkatkan PAD. Betapa tidak, potensi PAD dapat dikeruk dari penjualan stand,
pajak atau karcis parkir, dan karcis masuk. Kepentingan inilah yang kemnudian
cxlix memunculkan ada kecenderungan atau hasrat pemkot menangani langsung kegiatan
festival ini wawancara tanggal 24 pebruari 2010. Partisipasi masyarakat dalam festival tidak saja mendapat pengetahuan dan
hiburan bidang sejarah, seni dan budaya Malang tempo dulu, tetapi sekaligus mendapat kesejahteraan. Bertalian dengan yang disebut terakhir ini, Eva Nordiana
mengemukakan masyarakat mendapat manfaat dari segi kesejahteraan. Hal ini dapat dilihat dari kesibukan transaksi jual-beli yang berlangsung di setiap stand, baik di
dalam kawasan maupun di luar kawasan festival. Pedagang-pedagang yang menjual makanan tradisional lebih laku di acara festival dibandingkan di luar festival
wawancara tanggal 24 Mei 2009. Aspek lain yang dijadikan indikator keberhasilan penyelenggaraan festival
adalah ada-tidaknya minat daerah lain dan orang asing terhadap festival. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan, ternyata pengunjung festival banyak juga yang berasal dari
daerah lain, misalnya dari Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Jember, Pasuruan,. Jakarta, dan lain-lain. Misalnya, di arena festival sekelompok pemuda datang dari
Yogyakarta khusus untuk menyaksikan festival Malang Tempo Doleoe. Seorang dari mereka bernama M Huda mengatakan bersama-sama teman selalu berpartisipasi
sebagai pengunjung rutin festival setiap tahun dengan menggunakan pakaian tentara PETA. Ke sini karena memang di kota lain belum ada yang seperti ini wawancara
tanggal 21 Mei 2009. Banyak kalangan lain di luar institusi penyelenggara, menilai festival ini
termasuk unik dan berhasil dari sisi pendidikan dan sisi ekonomi, sehingga banyak
cl yang menganggapnya sebagai ikon kota Malang. Menurut Joko, kalangan legislatif
meminta agar festival ini diteruskan tiap tahun. Yayasan Inggil sering dikunjungi oleh pihak dari pemda Surabaya, DKI Jakarta. Mereka ingin menyelenggarakan acara
serupa di daerahnya masing-masing. Festival Malang Tempo Doeloe dijadikan referensi wawancara tanggal 22 Januari 2010. Pengakuan keberhasilan festival juga
disampaikan oleh Dewan Kesenian Jawa Timur, yang menyatakan bahwa festival ini sudah membuktikan diri sebagai peristiwa budaya yang dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi dan pendidikan di Kota Malang. Oleh karena itu pertemuan Dewan Kesenian se Indonesia dilaksanakan ditengah-tengah berlangsungnya festival,
agar para peserta mendapatkan pengalaman secara langsung surat Dewan Kesenian Jawa Timur nomor 14DK-JatimIV2009.
Selain evaluasi terhadap keberhasilan juga tidak dipungkiri terdapat beberapa kelemahan. Misalnya dalam koordinasi dengan pemandu sejarah, yang berasal dari
mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Malang ada kelemahan karena kurang adanya koordinasi. Hari pertama kurang koordinasi antara anggota pemandu dengan pembina
Ketua Laboratorium Sejarah. Tapi sebagai koordinator pemandu disuruh mengatur sendiri dengan Yayasan Inggil, padahal kurang mengenal orang-orang Inggil. Hal ini
ada pengaruhnya. Contoh pembagian tugas, sulit mencari siapa koordinatornya. Setelah dapat pun, ada perasaan kami dan teman-teman yang merasa dianaktirikan,
sebabnya antara lain sederhana, karena tidak diberi kaos identitas. Akibatnya, ketika diminta kembali menjadi pemandu pada tahun 2009, menolak, karena ada
pengalaman dianaktirikan wawancara dengan Novi tanggal 18 Pebruari 2010.
cli
3. Partisipasi Mahasiswa Pendidikan Sejarah dalam Festival Malang Tempo Doeloe