clxxxi
3. Penyelenggaraan Festival Malang Tempo Doeloe
Persiapan penyelenggaraan festival dilakukan oleh Disbudpar Pemkot Malang dan Yayasan Inggil Kota Malang. Kedua institusi ini membangun perjanjian
kerjasama menggunakan dana APBD dan sponsor. Posisi Pemkot Malang adalah pengambil kebijakan penyelenggarakan festival, dan Yayasan Inggil pelaksana
teknis peyelenggaraan festival. Profil festival didisain dan dimplementasikan Yayasan Inggil melalui serangkaian pengkajian dalam bentuk studi kepustakaan, survei, dan
diskusi sesuai tema festival. Pasca pembukaan suasana “kehidupan Malang tempo dulu” terrepresentasi
dalam festival, yang dimunculkan oleh pengunjung, khususnya dari kalangan generasi muda dengan aneka busana tempo dulu, persenjataan dan kendaraan tempo
dulu, baliho yang menampilkan gambar sejarah lokal Malang, zona yang menampilkan sejarah, seni dan budaya tempo dulu, stand-stand yang menjual
pelbagai produk dan makanan tempo dulu. Akan tetapi hal itu semua tidak cukup memadai memberi informasi dan pengetahuan kepada generasi muda, khususnya
mahasiswa Pendidikan Sejarah, sebab tidak dilengkapi dengan deskripsi terutama pada visualisasi sejarah dan budaya.
Sejarah lokal Malang yang disajikan dalam pelbagai ragam visualisasi, tidak dilengkapi dengan deksripsi sejarah. Pengunjung hanya melihat foto, gambar, atau
replika, tanpa mengetahui sejarahnya, atau peristiwa sejarah yang terkait dengan visualisasi tersebut. Hal ini berimplikasi pada satu sisi fungsi visualisasi sebagai
clxxxii pajangan dan tempat berfoto, pada sisi lain tidak diikuti oleh pemilikan pengetahuan
fakta sejarah Malang yang relevan dengan visualisasi tersebut. Urutan pemasangan atau penyajian foto, gambar, atau replika, tidak didasarkan pada kronologi sejarah
lokal Malang. Meskipun sajian didasarkan pendekatan tematis, tetapi kronologi tema- tema atau episode sejarah seharusnya tetap menjadi perhatian sajian.
Di luar bangunan dan stand, ada seniman lepas atau pedagang lepas yang secara mandiri menampilkan jasa dan produk di taman pinggir jalan. Namun kriteria
tempo dulu tidak mutlak karena masih ada yang berasal dari masa kini, seperti pelbagai kaos, batik, makanan, dan sebagainya. Apresiasi generasi muda pada
umumnya kurang antusias terhadap sejarah, tetapi lebih pada hiburan dan kuliner. Evaluasi pasca penutupan festival, yang dilakukan oleh internal panitia
penyelenggara menilai masyarakat sudah mulai mengetahui sejarah, seni dan budaya Malang melalui visualisasi aneka bidang kehidupan tempo dulu. Terbukti banyak
diantara lapisan masyarakat menyimpan atau mendokumentasikan foto-foto atau gambar Malang tempo dulu. Festival dapat dijadikan sumber baru PAD dari
penjualan stand, pajak atau karcis parkir, dan karcis masuk. Perputaran uang bisa mencapai milyaran rupiah setiap hari, yang berpengaruh pada perbaikan
kesejahteraan masyarakat. Selain itu menimbulkan multiplyer effect terhadap stand- stand di dalam dan di luar arena festival
Ada pengakuan pihak atau daerah lain terhadap festival, seperti kehadiran penonton dari Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Jember, Pasuruan,. Jakarta, dan lain-
lain. Dijadikan rujukan daerah lain untuk menyelenggarakan acara serupa, misalnya
clxxxiii dari pemda Surabaya dan DKI Jakarta Dewan Kesenian Jawa Timur menyatakan
festival ini sudah membuktikan diri sebagai event budaya yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendidikan di Kota Malang. Pertemuan Dewan Kesenian
se Indonesia dilaksanakan ditengah-tengah berlangsungnya festival, agar para peserta mendapatkan pengalaman secara langsung. Selain itu terdapat beberapa kelemahan.
Misalnya kelemahan koordinasi dengan pemandu acara, sehingga ada kesan merasa dianaktirikan, adanya dualisme kedua institusi penyelenggara bertalian klaim gagasan
festival dari tiap institusi.
4. Partisipasi Mahasiswa Pendidikan Sejarah dalam Festival Malang Tempo Doeloe