lxxix Substansi peristiwa sejarah pada sejarah lokal, seperti pada sejarah nasional,
dapat dipelajari berdasarkan pendekatan tertentu. Diantaranya pendekatan sejarah tematis, meliputi sejarah sosial, sejarah ekonomi, sejarah sosial ekonomi, sejarah
peradaban, sejarah teknologi, sejarah agraria, sejarah perkotaan, sejarah pedesaan, sejarah industrikerajinan, sejarah perkebunan, sejarah maritim, sejarah kebudayaan,
sejarah kepariwisataan, sejarah keagamaan, sejarah pendidikan, sejarah kesenian, pertunjukan tradisional Djoko Suryo, 2001:13-14. Sejarah tematik bersentuhan
bahkan bagian integral dari sejarah nasional, sehingga sejarah lokal sulit dapat dipelajari atau kurang menjadi jelas, apabila tanpa dihubungkan dengan peristiwa
sejarah nasional. Akan tetapi sejarah nasional bukan semata-mata kumpulan dari sejumlah sejarah lokal, sebab keduanya termasuk dalam dua kategori yang berlainan.
Perhatian terhadap sejarah lokal tidak untuk membangkitkan sentimen daerah atau etnisitas yang sempit, apalagi memecahbelah sebagai bangsa yang berdaulat.
Menurut Haryati Soebadiyo 1983 pengetahuan sejarah lokal justru menampilkan manfaat edukatif sebagai warga bangsa yang memiliki keberagaman, namun terikat
oleh kesamaan dasar-dasar sejarah dan budayanya.
B. Penelitian Yang Relevan
Kajian pendidikan sejarah yang ada selama ini lebih difokuskan pada lembaga pendidikan formal, masih kurang semarak dilakukan di luar pendidikan
formal. Bertalian dengan nilai pendidikan, nilai pendidikan sejarah banyak diteliti
lxxx dalam konteks studi sosial dari kancah pembelajaran dalam kelas di sekolah.
Sedangkan penelitian ini memusatkan pada nilai pendidikan sejarah dari kancah festival sejarah di luar pendidikan sekolah.
Penelitian Acar 2008 menunjukkan bahwa studi sosial mengakselerasi perkembangan nilai pebelajar untuk pembentukan kepribadian. Fungsi pembelajaran
sebagai sarana mengembangkan kemanusiaan. Penelitian Acar memiliki persamaan dengan penelitian ini yakni nilai sebagai pembentuk kepribadian dan kemanusiaan
pebelajargenerasi, namun berbeda segi sumber nilai dan cara menemukan nilai. Marsh 1991 dengan menggunakan strategi klarifikasi nilai mengungkap
nilai-nilai individual dan kelompok dalam mendemonstrasikan kebebasan, kooperatif, kesamaan dan toleransi. Peneliti dari Universitas Nevada Obenchain, Ives dan
Gardner 2007 menemukan perpaduan nilai-nilai dalam pembelajaran. Nilai-nilai pebelajar dan nilai-nilai pengajar melahirkan dialog yang dialogis dalam kerangka
klatifikasi nilai. Hal ini menjadi tujuan studi sosial yang diwujudkan dalam pembelajaran.Untuk itu harus dikembangkan kurikulum berbasis pendidikan
eksperiensial, agar pebelajar mengkonstruksi pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai dari pengalaman langsung. Kedua penelitian tersebut memiliki persamaan dengan
penelitian ini, yakni penggunaan klarifikasi nilai secara dialogis untuk menemukan dan
mengimplementasikan nilai-nilai
yang bersumber
dari pengalaman.
Perbedaannya, pengalaman dalam penelitian ini lebih bebas karena tidak dirstruktur dalam kurikulum sebagaimana penelitian Obenchain, Ives dan Gardner.
lxxxi Penelitian untuk disertasi Tanto Sukardi mengenai “Perubahan Sosial di
Banyumas 1830-1900: Aplikasi Pembelajaran Nilai Sejarah dalam kerangka PIPS”, menemukan nilai berbasis kearifan lokal seperti nilai identitas diri, nilai keagamaan,
nilai integrasi sosial, nilai solidaritas sosial dan nilai etos kerja, semuanya masih dominan dalam kehidupan masyarakat. Proses pembelajaran nilai-nilai sejarah yang
menekankan ketrampilan historical thinking yang dilaksanakan di kelas dapat memberi pengaruh terhadap kepekaan sosial peserta didik dalam bentuk empati baik
afektif, kognitif maupun komunikatif. Penelitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian ini, terutama penggunaan sejarah lokal sebagai sumber untuk menemukan
nilai-nilai. Perbedaannya, penelitian Tanto Sukardi menggunakan historical thinking unuk memperoleh nilai di kelas sehingga berbasis kurikulum sekolah, sedangkan
penelitian ini menggunakan klarifikasi nilai di luar kelas dan tidak berbasis kurikulum sekolah.
Berkenan dengan partisipasi, Kutut Suwondo dalam penelitiannya mengenai kredit pertanian yang menggerakkan partisipasi masyarakat pedesaan kasus di desa
sepanjang sungai Juwana yang dilaksanakan tahun 1976 menemukan gejala partisipasi terhadap suatu program sangat ditentukan oleh manfaat yang dapat
dirasakan dari program yang bersangkutan. Penelitian yang dilakukan Kasimanuddin Ismain mengenai Hubungan antara Sikap dan Partisipasi dalam Pelestarian
Peninggalan Sejarah 1987, diketahui bahwa semakin memadai pendidikan seseorang, maka semakin tinggi partisipasinya dalam pelestarian peninggalan sejarah
dan purbakala. Gejala serupa juga ditemukan oleh Rukmadi Warsito ketika meneliti
lxxxii mengenai “Petani dan Tuntutan Partisipasi” di desa Kecitran Banjarnegara 1977.
Persamaan kedua penelitian tersebut dengan penelitian ini, terletak pada intensitas kualitas partisipasi yang dipengaruhi oleh manfaat dan latar pendidikan partisipan.
Perbedaannya pada objek partisipasinya, karena objek partisipasi penelitian ini didisain secara temporal, tidak permanen, dibandingkan kedua penelitian tersebut.
Penelitian Kasimanuddin Ismain mengenai Partisipasi Masyarakat Pedesaan dalam Peringatan Hari Bersejarah di Kabupaten Malang 1990 menemukan persepsi
terhadap peringatan hari bersejarah identik dengan penyelenggaraan kesenian dan olahraga, dan ikatan primordial berpengaruh terhadap partisipasinya. Penelitian
tersebut memiliki persamaan dengan penelitian ini karena sama-sama meneliti partisipasi dan persepsi dalam peringatan hari bersejarah. Perbedaannya dengan
penelitian ini, selain pada objek dan subjek penelitiannya, juga pada penempatan partisipasi dan persepsi sebagai “prasyarat” menemukan nilai pendidikan sejarah.
Pelbagai penelitian terdahulu yang dikemukakan di atas menunjukkan ada relevansinya dengan penelitian ini, yakni penelitian pendidikan sejarah bertalian
dengan dimensi nilai pendidikan untuk membangun kepribadian, klarifikasi nilai sebagai metode perolehan nilai-nilai pendidikan, penelitian di luar pendidikan formal
bertalian dengan partisipasi, yang didorong faktor latar belakang pendidikan, dan manfaat yang dapat dirasakan partisipan. Akan tetapi belum diteliti nilai-nilai
pendidikan sejarah berbasis kearifan lokal yang bersumber dari suatu festival untuk memperingati hari bersejarah, keterkaitan partisipasi, persepsi dan nilai pendidikan
lxxxiii sejarah, serta nilai pendidikan sejarah dalam konteks identitas kolektif lokal sejarah
dan budaya lokal. Selaras dengan penelitian-penelitian tersebut, penelitian ini menekankan pada
klarifikasi nilai-nilai pendidikan sejarah untuk menumbuhkan identitas kolektif. Hal itu didasarkan pada partisipasi dan persepsinya dari festival kancah penelitian.
C. Kerangka Pikir