Self Assesment Remaja Terhadap Gaya Hidup Di Kota Medan

(1)

SELF ASSESSMENT REMAJA TERHADAP GAYA HIDUP DI KOTA MEDAN

S K R I P S I

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dalam Bidang Antropologi Sosial

Oleh :

Cory Magdalena Simanjuntak

100905038

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi Ini Telah Dipertahankan Oleh :

Nama : Cory Magdalena Simanjuntak Nim : 100905038

Departemen : Antropologi Sosial

Judul : Self Assesment Remaja Terhadap Gaya Hidup Di Kota Medan

Medan, Agustus 2014

Pembimbing Skripsi Ketua Departemen

( Drs. Yance M.Si ) ( Dr. Fikarwin Zuska )

NIP. NIP. 196212201989031005

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

(Prof. Dr. Badaruddin. M.Si) NIP. 1968052519920311002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

SELF ASSESSMENT REMAJA TERHADAP GAYA HIDUP

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi , dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Juli 2014

Penulis


(4)

ABSTRAK

Cory Magdalena Simanjuntak, 2014, Judul : Self Assessment RemajaTerhadap Gaya Hidup Remaja di Kota Medan. Skripsi ini terdiri dari 5 bab + 123 halaman + 34 daftar pustaka + 4 lampiran interview guide + 1 peta Sumatera Utara + 1 peta Kecamatan Polonia + 2 lampiran glosarium.

Penelitian ini mendeskripsikan tentang bagaimana penilaian remaja terhadap gaya hidup yang diikutinya di Kota Medan. Untuk mejawab permasalahan di atas penelitian ini menggunakan pendekatan Antropologi kognitif, dimana kebudayaan dianggap sebagai seperangkat pengetahuan yang diperoleh manusia yang digunakan untuk menginterprestasikan pengalaman dan tingkah laku.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode etnografi yang mendeskripsikan sebuah kebudayaan dengan cara mempelajari masyarakatnya dan belajar dari masyarakat. Oleh sebab itu, dalam hal ini peneliti akan menjelaskan tentang bagaimana penilaian remaja terhadap gaya hidup yang di ikutinya di Kota Medan dengan mendeskripsikan atau menggambarkan hal-hal dan fenomenasosial yang terjadi di dalam masyarakat.

Berbicara tentang remaja dan gaya hidup, tidak terlepas dari pengaruh globalisasi dan dampak budaya konsumen atas negara-negara pinggiran yang menghasilkan berbagai sektor industri. Nantinya juga penelitian ini akan melihat pengaruh-pengaruh lain diantaranya keberadaan budaya konsumen ditandai dengan munculnya produksi tanda dan makana terus-menerus. Selain itu pengaruh globalisasi dan dampak budaya konsumen juga mempengaruhi perkembangan gaya hidup pada remaja SMA melalui media massa, lingkungan sosial dan elektronik

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan alasan para remaja SMA memilih nongkrong, shopping, dan lainnya sebagai gaya hidup, serta bagaimana penilaian mereka terhadap gaya hidup yang mereka ikuti, dan bagaimana cara mereka untuk memenuhi gaya hidup yang mereka ikuti di Kota Medan, Khususnya di salah satu pusat perbelanjaanya itu Sun Plaza yang berada di Jalan Zainul Arifin secara etnografis.

Selain menggunakan observasi, saya juga melakukan wawancara dan mengumpulkan berbagai bahan data seperti, data literature, sekunder maupun primer dan juga cara saya dalam mendapatkan data yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana dan mengapa serta apa yang ada di balik gaya hidup yang diminati remaja di Kota Medan

Kata Kunci : Gaya hidup remaja, tempat berkumpul para remaja, yang dilakukan remaja saat berkumpul.


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama saya mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena berkat dan kasih karunia-Nyalah, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Sebagai manusia biasa tentunya tidak terlepas dari banyak kekurangan dan kelemahan. Sehingga penulisan skripsi ini masih belum bisa dikatakan sempurna, baik dalam penuturan kata ilmiah yang lazim maupun dalam penyajian data. Adapun penulisan skripsi ini adalah sebagai tugas akhir dari seorang mahasiswa dalam mencapai gelar sarjana khusunya dalam bidang Ilmu Antropologi, dan untuk penelitian ini berjudul “Self Assessment Remaja Terhadap Gaya Hidup di Kota Medan”.

Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof.Dr.Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. S (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Bapak Dr. Fikarwin Zuska, selaku Ketua Departemen Antropologi FISIP USU terima kasih atas ilmunya, dan Bapak Drs. Agustrisno, M.S.P, selaku Sekretaris Departemen Antropologi Sosial FISIP USU.

Saya sangat berterima kasih kepada Bapak Drs.Yance, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan ilmunya dan nasehat serta saran-saran dari penulisan proposal penelitian sampai kepada penulisan skripsi. Terima kasih banyak atas waktu, ilmu, dan nasehat serta saran-sarannya yang telah diberikan kepada penulis.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Cory Magdalena Simanjuntak, lahir di Medan pada tanggal 03 Juni 1992, anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda Benget T. Simanjuntak dan Ibunda Dormawati Purba S.Pd. Pendidikan formal Sekolah Dasar (SD) Negeri 064035 Medan, tamat tahun 2004. Sekolah Menengah pertama (SMP) Negeri 6 Medan, tamat tahun 2007. Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 14 Medan, tamat tahun 2010. Pada tahun 2010 mengikuti pendidikan (S1) di Departemen Antroplogi Sosial, Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sumatera Utara. Alamat email : CorySimanjuntak85@yahoo.com. Pengalaman organisasi dan beragam aktivitas yang dilakukan adalah pada tahun 2011-2012 menjadi anggota KMK FISIP USU, Pada Tahun 2012-2013 menjadi anggota di Organisasi Perempuan Mahardika, Pada tahun 2013 sampai sekarang menjadi anggota dari kegiatan muda-mudi Gereja di Gereja Protestan Persekutuan. Panitia Inti pada pelaksanaan Insiasi 2013. Dan pernah mengikuti Training Of Fasilitator pada tahun 2012.


(7)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas Berkat, Kuasa, Anugerah dan Kehendak-Nya, saya bisa menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Self Assessment Remaja Terhadap Gaya Hidup di Kota Medan”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana Ilmu Sosial dalam bidang Ilmu Antropologi, Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini membahas secara menyeluruh mengenai Pandangan Remaja Terhadap Gaya Hidup. Pembahasan tersebut diuraikan dari bab I sampai dengan bab V. Penguraian yang saya lakukan pada skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab pertama menguraikan garis besar penulisan skripsi secara menyeluruh, antara lain dikemukakan dari latar belakang masalah, perumusan masalah penelitian, sehingga dapat diketahui apa yang dikemukakan didalam penulisan skripsi ini. Selanjutnya, akan diuraikan juga tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan alat pengumpulan data, disertai juga dengan kesimpulan dan saran. Penguraian dalam bab ini, dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran secara keseluruhan mengenai materi penulisan yang dimaksudkan dalam penelitian skripsi.

Bab dua menggambarkan secara umum dan luas mengenai gambaran umum Kota medan, Kecamatan Medan Polonia, Kelurahan Madras Hulu, lokasi dan keadaan alam, batas wilayah, sejarah Kota Medan, keadaan penduduk berdasarkan jumlah


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN

PERNYATAAN ORIGINALITAS i

ABSTRAK ii

UCAPAN TERIMAKASIH iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP iv

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Tinjauan Pustaka 8

1.2.1. Konsumerisme& Konsumtif, Remaja, 8

Gaya Hidup, Self Assessment 8

1.2.2. Perkembangan Gaya Hidup di Indonesia 22

1.3. Rumusan Masalah 24

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 25

1.5. Metode Penelitian 26

1.6. Rangkaian Pengalaman Lapangan 34

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 36

2.1. Sejarah Singkat Kota Medan 36


(9)

2.3. Kependudukan 43

2.3.1. Keadaan Penduduk Kota Medan 43

2.3.2. Keadaan Penduduk di Kecamatan Medan Polonia 44

2.3.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur 46

2.3.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin 47

2.3.5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama 48

2.3.6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Etnik 51

2.4. Komposisi Pendudukan Berdasarkan Mata Pencaharian 52

2.5. Sarana dan Alat Transportasi 54

2.6. Remaja di Kota Medan 54

BAB III GAYA HIDUP REMAJA DI KOTA MEDAN 59

3.1. Remaja Kota Medan Secara Umum dan Luas 59

3.1.1. Anak jaman 61

3.1.2 . Cabe-Cabean 65

3.1.3. Remaja Alay 72

3.2. Kegiatan Yang Dilakukan Ketika Berkumpul 75

3.2.1 Berbelanja dan Shopping 76

3.2.2. Sekedar Bercanda Gurau 80


(10)

3.3. Tempat Mereka Berkumpul 86

3.3.1. Cafe 87

3.3.2. Pendopo USU 89

3.3.3. Mall 90

BAB IV SELF ASSESSMENT REMAJA TERHADAP GAYA HIDUP 93

4.1. Pandangan Remaja Terhadap Gaya Hidup 93

4.1.1. Gaya Hidup Nongkrong 98

4.1.2. Shopping Mall 102

4.1.3. Gadget 106

4.2. Cara Remaja Memenuhi Gaya Hidup Mereka 108

BAB V PENUTUP 112

5.1. Kesimpulan 112

5.2. Saran 115


(11)

DzFTAR TABEL Nomor

Tabel

Judul Halaman

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Kota Medan 44

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis kelamin 45 Tabel 2.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur 46 Tabel 2.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin 48

Tabel 2.5 Jumlah Sarana Ibadah 49

Tabel 2.6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama 50 Tabel 2.7 Komposisi Penduduk Berdasrkan Kelompok Etnik 51 Tabel 2.8 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian 53


(12)

ABSTRAK

Cory Magdalena Simanjuntak, 2014, Judul : Self Assessment RemajaTerhadap Gaya Hidup Remaja di Kota Medan. Skripsi ini terdiri dari 5 bab + 123 halaman + 34 daftar pustaka + 4 lampiran interview guide + 1 peta Sumatera Utara + 1 peta Kecamatan Polonia + 2 lampiran glosarium.

Penelitian ini mendeskripsikan tentang bagaimana penilaian remaja terhadap gaya hidup yang diikutinya di Kota Medan. Untuk mejawab permasalahan di atas penelitian ini menggunakan pendekatan Antropologi kognitif, dimana kebudayaan dianggap sebagai seperangkat pengetahuan yang diperoleh manusia yang digunakan untuk menginterprestasikan pengalaman dan tingkah laku.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode etnografi yang mendeskripsikan sebuah kebudayaan dengan cara mempelajari masyarakatnya dan belajar dari masyarakat. Oleh sebab itu, dalam hal ini peneliti akan menjelaskan tentang bagaimana penilaian remaja terhadap gaya hidup yang di ikutinya di Kota Medan dengan mendeskripsikan atau menggambarkan hal-hal dan fenomenasosial yang terjadi di dalam masyarakat.

Berbicara tentang remaja dan gaya hidup, tidak terlepas dari pengaruh globalisasi dan dampak budaya konsumen atas negara-negara pinggiran yang menghasilkan berbagai sektor industri. Nantinya juga penelitian ini akan melihat pengaruh-pengaruh lain diantaranya keberadaan budaya konsumen ditandai dengan munculnya produksi tanda dan makana terus-menerus. Selain itu pengaruh globalisasi dan dampak budaya konsumen juga mempengaruhi perkembangan gaya hidup pada remaja SMA melalui media massa, lingkungan sosial dan elektronik

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan alasan para remaja SMA memilih nongkrong, shopping, dan lainnya sebagai gaya hidup, serta bagaimana penilaian mereka terhadap gaya hidup yang mereka ikuti, dan bagaimana cara mereka untuk memenuhi gaya hidup yang mereka ikuti di Kota Medan, Khususnya di salah satu pusat perbelanjaanya itu Sun Plaza yang berada di Jalan Zainul Arifin secara etnografis.

Selain menggunakan observasi, saya juga melakukan wawancara dan mengumpulkan berbagai bahan data seperti, data literature, sekunder maupun primer dan juga cara saya dalam mendapatkan data yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana dan mengapa serta apa yang ada di balik gaya hidup yang diminati remaja di Kota Medan

Kata Kunci : Gaya hidup remaja, tempat berkumpul para remaja, yang dilakukan remaja saat berkumpul.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Penelitian ini mengkaji tentang berkembangnya gaya hidup yang sudah sangat mempengaruhi masyarakat umum khususnya remaja di Kota Medan.Loudun dan Bitta (1984) mengatakan bahwa remaja adalah kelompok yang berorientasi konsumtif, karena kelompok ini suka mencoba hal-hal yang dianggap baru. Kelompok usia remaja sendiri adalah salah satu pasar potensial bagi produsen, alasannya antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk di saat usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk oleh rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya.

Sifat-sifat remaja yang seperti inilah yang dimanfaatkan oleh para produsen untuk memasuki pasar remaja.Di kalangan remaja yang memiliki orang tua dengan kelas ekonomi yang cukup berada, terutama di Kota Medan yang termaksud metropolitan, mall dan café maupun tempat tongkrongan lainnya sudah menjadi rumah kedua bagi mereka. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang beredar (Tambunan, 2001).Banyak remaja di Kota Medan yang sangat ingin terlihat oke dan memiliki gaya yang sangat ngtrend dikalangan teman-temannya. Tidak asing lagi kita melihat para remaja ini berada di tempat-tempat nongkrong bersama teman-temannya, belanja


(14)

untuk memenuhi style keren dan membeli barang-barang yang branded demi kepuasan tersendiri. Beberapa remaja putri maupun putra mengaku bahwa mereka tidak dapat menahan diri atau mengendalikan diri ketika mereka memiliki kebutuhan akan suatu produk terbaru, atau barang yang hendak ingin dibelinya.

Adapun salah satu alasan mereka adalah ketika mereka membutuhkan suatu barang saat itu, umumnya mereka tidak mempertimbangkan terlebih dahulu dan langsung saja membelinya karena yang utama adalah mereka mendapatkan barang yang diinginkannya saat itu juga, dan mengikuti perkembangan zaman yang semakin hari semakin sangat mengglobal. Pada dasarnya remaja juga membeli barang-barang itu tidak berdasarkan kebutuhan mereka melainkan hanya sebagai keinginan pada saat itu juga. Adapun alasan mereka adalah kalau tidak segera dibeli, mereka khawatir akan kehabisan produk maupun barang-barang tersebut atau tidak mendapatkannya, bahkan mereka takut tidak terlihat gaul di kalangan teman-temannya. Seandainyapun mereka tidak memiliki uang yang cukup untuk memenuhi segala kebutuhan konsumtif mereka, banyak cara yang mereka lakukan baik itu usaha yang positif maupun negative.Selain itu, ketika mereka membutuhkan sesuatu mereka umumnya tidak melakukan survey terlebih dahulu. Alasan mereka adalah agar mereka tidak terlalu lama-lama memilih barang yang cocok dan sesuai dengan pilihan dan selera mereka (Handayani,2003).

Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat favorit tongkrongan remaja Kota Medan berkumpul yaitu di café-café dan butik di Sun Plaza.Salah satu alasan mereka berkumpul dan nongkrong di tempat-tempat tersebut adalah karena ajakan


(15)

teman, dan melihat beberapa remaja yang mengikuti zaman memilih tempat-tempat tersebut sebagai tempat-tempat nongkrong.Banyak kegiatan yang mereka lakukan ketika berkumpul, dan memiliki kepuasaan tersendiri dalam diri mereka karena sudah berkumpul dengan teman-temannya yang menurut mereka sudah gaul dan mengikuti zaman.

Hal-hal yang sedang berada menguasai remaja ini juga tentunya berkaitan dengan peran media massa, dengan pemahaman bahwa sebagian besar negara-negara yang mengkonsumsi “komoditi” tidak biasa terlepas dari konsumsi kesan dalam media, media juga yang memasarkan produk-produk terbaru seperti gadget, fashion, bahkan tempat tongkrongan. Meningkatnya dominasi negara-negara pusat dalam hal produksi serta distribusi budaya melalui media, sering ditunjukkan oleh negara-negara konsumen.

Budaya masayarakat akan konsumsi sangat meningkat, dan setiap orang yang memiliki sifat konsumtif tersebut sering diberi ciri matrealis dan tindakan mementingkan diri sendiri yang hedonistis yang membuat masyarakat termaksud remaja memusatkan kehidupannya pada konsumsi barang-barang. Hal ini terjadi karena peralihan produksi barang secara masaal dan munculnya pasar-pasar yang baru untuk barang konsumen yang diiringi dengan perubahan pada sarana produksi, seperti misalnya rasionalisasi pedagang yang awalnya eceran, yang selanjutnya mendorong munculnya tempat-tempat konsumsi baru seperti tokoserba ada, café, dan pusat-pusat perbelanjaan yang modern. Dalam tempat konsumsi tersebut, seluruh kegiatan peragaan bertujuan membuat barang tampak lebih bagus dengan memanipulasi kesan dan logika pemajangan yang


(16)

menghasilkan situasi dimana makna dialihkan melalui suatu proses kompetisi. Membeli barang berarti membeli kesan dan pengalaman, kegiatan belanja bukan lagi suatu transaksi ekonomi “sederhana” melainkan interaksi simbolis, dimana masyarakat terkhususnya remaja membeli dan mengkonsumsi kesan untuk mengikuti gaya hidup yang semakin modern.

Dalam masyarakat komoditas atau konsumer terdapat suatu proses adopsi cara belajar menuju aktivitas konsumsi dan pengembangan suatu gaya hidup yang lebih modern lagi. Pembelajaran ini dilakukan dari berbagai media seperti majalah, koran, televisi, dan radio maupun interaksi terhadap sesama yang banyak menekankan peningkatan diri, pengembangan diri, bagaimana mengelola kepemilikan, hubungan terhadap sesama dan ambisi serta bagaimana membangun gaya hidup yang lebih modern lagi.Dengan demikian mereka yang bekerja dimedia, desain, mode dan periklanan yang memuat segala jenis dan bentuk produk terbaru yang pekerjaannya adalah memberikan pelayanan serta memproduksi, memasarkan, dan menyebarkan barang-barang simbolik yang sebagai perantara budaya baru ke masyarakat banyak. Budaya konsumerisme sangat mempengaruhi gaya hidup remaja di zaman sekarang ini khususnya Kota Medan.

Konsumerisme, pada masa sekarang telah menjadi gaya hidup. Hal tersebut secara aktif memberi makna tentang hidup melalui mengkonsumsi material. Bahkan ideologi tersebut mendasari rasionalitas masyarakat sekarang khususnya remaja, sehingga segala sesuatu yang dipikirkan atau dilakukan dihitung dengan ukuran materi contohnya bagus atau tidaknya suatu produk


(17)

tertentu dilihat dari merek dan harganya, apabila pakaian, gadget yang digunakan oleh seorang remaja dilihat bermerk dan harganya mahal otomatis remaja tersebut akan dikatakan oleh teman-temannya keren dan gaul. Ideologi konsumerisme inilah yang pada akhirnya sekrang telah menyusup dan mempengaruhi erat segala aspek kehidupan masyarakat, mulai aspek politik hingga ke aspek sosial budaya.

Beberapa ilmuwan menyebut beberapa poin tertentu yang berkaitan dengan munculnya kapitalisme modern seiring dengan revolusi industri. Asal mula konsumerisme dikaitkan dengan proses industrialisasi pada awal abad ke-19 dan dihubungkan juga dengan munculnya kapitalisme. Kapitalisme yang bertujuan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya bagi pemilik modal dalam kegiatan ekonomi dapat disejajarkan dengan konsumerisme yang tujuannya adalah mendapatkan kepuasaan untuk individu tersebut.Budaya berakar dari kebiasaan. Artinya, prilaku manusia yang sudah membudaya berakar dari suatu prilaku yang dilakukan secara berulang-ulang. Misalnya, bangun pagi menjadi budaya dalam diri seseorang karena ia sudah melakukan aktivitas tersebut secara berulang-ulang. Begitu juga dengan konsumerisme yang sudah menjadi budaya dalam gaya hidup seorang remaja, mereka telah berulang-ulang kali melakukan kegiatan yang menurut mereka itu sangat berarti buat kepuasaan mereka dan sebagai cara untuk membentuk prestise dikalangan teman-temannya.

Disadari atau tidak, era globalisasi dan mudahnya mendapatkan informasi melalui berbagai sarana teknologi dapat mempengaruhi remaja untuk berprilaku konsumtif. Arus globalisasi begitu sangat cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama anak-anak remaja (ABG), bahkan mereka bisa saja setiap saat


(18)

mengakses informasi terkini atau istilahnya update dikalangan mereka melalui handphone yang sangat canggih yang mereka miliki. Di satu sisi globalisasi ini membawa dampak positif bagi masyarakat, namun di sisi lain globalisasi dapat menimbulkan dampak negatif dikalangan remaja seperti dis-orientasi, rmerebaknya gaya hidup konsumerisme. Pengamat social dari Universitas Jember Drs. Hadi Prayitno M.Kes mengatakan :

Prilaku konsumtif anak-anak remaja sangat berdampak pada pergeseran gaya hidup (lifestyle) yang dapat berpengaruh pada kepekaan sifat sosial mereka, sehingga cenderung mengabaikan dan tidak peduli dengan lingkungan social (diluar kelompoknya), pandangan anak-anak tentang kehidupan social yang baik dan buruk cenderung kabur karena mereka mengalami pergeseran nilai dengan gaya hidup yang lebih hedon dan individual”

Remaja yang ingin dianggap keberadaannya dan ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dan teman-temannya dengan berusaha menjadi lingkungan tersebut. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya itu menyebabkan remaja untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang popular dikalangannya maupun di media. Seperti istilah yang sanagat popular dari Descartes yaitu :

“Cogitu ergom sum : aku berpikir maka aku ada” tetapi sekarang istilah yang popular adalah : “I shop therefore I am : aku berbelanja maka aku ada”.

Salah satu caranya adalah dengan berprilaku konsumtif demi mengikuti gaya hidup seperti halnya : memakai barang-barang yang baru dan bermerk, memakai kendaraan mewah ke sekolah, pergi ke tempat-tempat mewah untuk


(19)

bersenang-senang serta berkumpul dengan kelompoknya. Pada 20 tahun yang lalu remaja Indonesia tidak menghadapi masalah seperti ini, sebab 20 tahun yang lalu instrument yang mendukungnya gaya hidup modern juga tidak terlalu banyak. Namun, saat ini puluhan pusat perbelanjaan berupa mall, café, bermunculan dengan begitu pesat. Hal ini sangat berpengaruh bagi perkembangan gaya hidup remaja yang tidak selayaknya.

Dengan adanya semua fasilitas-fasilitas dan tempat perbelanjaan yang ada tersebut, memudahkan akses bagi masyarakat terutama remaja untuk berprilaku konsumtif demi mengikuti gaya hidup. Karena untuk dianggap keberadaannya oleh lingkungan, ia harus menjadi lingkungan tersebut dengan cara mengkonsumsi dan menikmati semua fasilitas yang ada dan disediakan. Yang pada awalnya tujuan ini semua dilakukan oleh remaja semata-mata ingin diperhatikan dan ingin menunjukkan bahwa mereka (remaja) sudah menjadi dewasa, sudah bisa hidup dan bergaul layaknya orang dewasa. Tetapi pada akibatnya prilaku konsumtif ini akan terus menjadi kebiasaan gaya hidup remaja di Medan. Dalam pergaulannya, remaja biasanya mempunyai trend tersendiri yang dapat dilihat dari perwujudan sikap mereka dari bergaul dan berpacaran. Perwujudan sikap yang mencolok ini biasanya terjadi di remaja yang berdomisili di perkotaan, yang disebabkan karena kehidupan kota yang semakin kompleks dan penuh dengan dinamika.

Berdirinya gedung-gedung mall, distro, dan café juga memberikan banyak peluang kenyamanan yang ditawarkan.Akan tetapi remaja sering menyalahartikan kesenangan yang dimaksudkan dalam paham hedonisme yang


(20)

sesungguhnya.Generasi yang paling tidak aman terhadap sebutan hedonis adalah remaja. Daya pikat gaya hidup hedonis sangat luar biasa, bahkan mayoritas pemikiran remaja dewasa ini lebih memilih hidup enak, mewah dan serba berkecukupan tanpa harus berusaha. Title “remaja yang gaul dan zaman” baru melekat bila mampu mengikuti mode yang trend saat ini. Oleh karena semakin marak dan berkembangnya gaya hidup remaja zaman sekarang khususnya remaja yang ada di Kota Medan, maka peniliti sangat tertarik untuk mengkaji tentang self assessment remaja terhadap gaya hidup yang ada di Kota Medan baik dari segi fashion, gadget, dan tempat nongkrong yang ada.

1.2. Tinjauan Pustaka

1.2.1. Konsumerisme& Konsumtif, Remaja, Gaya Hidup, Self Assessment

Konsumerisme1

Cahyana (1995) memberikan defenisi konsumerisme sebagai tindakan yang dilakukan dalam mengkonsumsi berbagai macam barang kebutuhan demi kepuasaan tersendiri, dengan arti lain bahwa kegiatan konsumtif ini hanyalah

adalah paham atau ideologi yang menjadikan seseorang atau kelompok melakukan atau menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan. Hal tersebut menjadikan manusia menjadi pecandu dari suatu produk, sehingga ketergantungan tersebut tidak dapat atau susah dihilangkan.


(21)

bersifat memenuhi segala keinginan hanya untuk sementara. Lubis ( 1997) mendefinisikan bahwa prilaku konsumtif adalah prilaku membeli atau memakai suatu barang yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah tidak rasional lagi.

From (1998) mengatakan bahwa manusia sering dihadapkan pada persoalan untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan kehidupannya.Oleh karena itu, manusia harus melengkapi kebutuhannya tersebut.Pada masa awal peradaban manusia, segala kepenuhan tersebut langsung dipenuhi sendiri dengan jalan memproduksi dan mengahsilkan barang yang dibutuhkan secara langsung. Miasalnya, jika seseorang membutuhkan sesuatu untuk melindungi tubuhnya dari hawa dingin, maka ia akan berburu mencari kulit bintang sebagai penghangat tubuh. Jadi segala upaya, usaha, dan jerih payah dan pekerjaan yang dilakukannya adalah untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.

Ada beberapa indikator prilaku konsumtif menurut Sumartono (2002) yaitu:

- Membeli produk demi menjaga penampilan dan gengsi

Konsumen remaja mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya remaja mempunyai cirri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut dan sebagainya dengan tujuan agar mereka selalu berpenampilan yang dapat menarik oerhatian orang lain. Mereka membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang penampilan diri.


(22)

- Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat dan kegunaannya)

Remaja cenderung berprilaku yang ditandakan oleh adanya kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang dianggap mewah.

- Membeli produk hanya sekedar menjaga symbol status

Remaja mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam hal berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat menunjang sifat eksklusif dengan barang yang mahal dan member kesan berasal dari kelas social yang lebih tinggi. Dengan membeli suatu produk dapat memberikan simbol status agar kelihatan lebih keren dimata orang lain.

- Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan

Remaja cenderung meniru prilaku tokoh yang diidolakannya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dapat dipakai oleh tokoh idolanya. Mereka juga cenderung memakai dan mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan public figure produk tersebut.

- Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.

Mereka para remaja itu juga sangat terdorong untuk mencoba karena mereka percaya apa yang dikatakan iklan yaitu dapat


(23)

menumbuhkan rasa percaya diri. Cross dan Hurlock (1997) juga menambahkan bahwa dengan membeli produk yang mereka anggap dapat mempercantik penampilan fisik, mereka akan lebih merasa percaya diri.

Konsumerisme juga adalah sebuah paham yang dijadikan sebagai gaya hidup yang menganggap barang mewah sebagai ukuran kebahagian, kesenangan, dan pemuasaan diri sendiri. Budaya konsumerisme ini bisa dikatakan sebagai gaya hidup yang tidak hemat. Jika konsumerisme ini menjadi gaya hidup, maka akan menimbulkan suatu kebutuhan yang tidak pernah bisa dipuaskan oleh apa yang dikonsumsi dan membuat orang terus mengkonsumsi. Saat ini banyak dari beberapa bahakan semua lapisan masyarakat belum bisa memprioritaskan antara barang yang harus dipenuhi dan keinginan belaka (Puspita 2002).

Remaja2

Menurut Sri Rumini dan Siti Sundari (2004: 53) remaja adalah peralihan dari masa anak-anak dan masa dewasa yang mengalami perkembangan aspek atau adalah sekelompok manusia yang tidak mau dianggap anak-anak, tetapi belum mampu menempati dunia dewasa.Mereka berada pada jenjang tengah, tidak disebut anak kecil lagi namun belum bisa disebut orang dewasa.Intinya sedang dalam perjalanan menuju kedewasaan, pada masa remaja seseorang mulai ingin mencoba-coba menjadi manusia yang dewasa.Artinya remaja sudah mulai merasa cukup dewasa dalam mengambil keputusan sendiri dan segala sesuatunya dia lakukan sendiri.’

2


(24)

fungsi untuk memasuki masa dewasa. Rentang waktu remaja ini biasanya dibedakan atas tiga yaitu :

 12 – 15 tahun = masa remaja awal

 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan

 18 – 21 tahun = masa remaja akhir

Pada tahun 1974, WHO memberikan defenisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam defenisi tersebut dikemukakan tiga (3) kriteria yaitu bilogik, psikologik, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap defenisi tersebut berbunyi sebagai berikut (Sarwono 2001) :

1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual skundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

2. Individu mengalami psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang relatif lebih mandiri.

Jelasnya remaja adalah suatu priode dengan permulaan dan masa perlangsungan yang beragam, yang menandai berakhirnya masa anak dan merupakan masa diletakannya dasar-dasar menuju taraf kematangan.Perkembangan tersebut meliputi dimensi biologik, psikologik, dan sosiologik yang saling terkait antara satu dengan lainnya.Secara biologic ditandai dengan percepatan pertumbuhan tulang, secara psikologik ditandai dengan akhir


(25)

perkembangan kognitif dan pemantapan perkembangan kepribadian.Secara sosiologik ditandai dengan intesifnya persiapan dalam menyongsong peranannya kelak sebagai seorang dewasa muda.

Masa remaja adalah berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita.Dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Zakiah Drajat (1990) mengatakan :

masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun masa perkembanganperkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak,tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang”.

Batasan usia remaja menurut Kartono (1990) dibagi tiga (3) yaitu :

• Remaja Awal (12-15 Tahun)

Pada masa ini, remaja mengalami perubahan jasmani yang sangat pesat dan perkembangan intelektual yang sangat itensif sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar dan pada saat ini remaja tidak mau dianggap kanak-kanak lagi namun sebelum bisa meninggalkan pola kekanak-kanakannya.Selain itu pada masa ini remaja sering merasa sunyi, ragu-ragu, tidak stabil, tidak puas dan sering merasa kecewa.

• Remaja Pertengahan (15-18 Tahun)

Kepribadian remaja pada masa ini masih kekanak-kanakan tetapi pada masa remaja ini timbul unsur baru yaitu kesadaran akan


(26)

kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri. Remaja mulai menentukan nilai-nilai tertentu dan melakukan perenungan terhadap pemikiran filsofis dan etis.

Maka dari perasaan yang penuh keraguan pada masa remaja awal maka pada rentan usia ini mulai timbul kemantapan pada diri sendiri. Rasa percaya diri pada remaja menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang dilakukannya.Selain itu pada masa ini remaja menemukan diri sendiri atau jati dirinya.

• Remaja Akhir (18-21 Tahun)

Pada masa ini remaja sudah mantap dan stabil.Remaja sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola hidup yang digariskan sendiri dengan keberanian.Remaja mulai memahami arah hidupnya dan menyadari tujuan hidupnya.Remaja sudah mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola yang jelas yang baru ditemukannya.

Sedangkan Erickson (1990 :35) menyatakan bahwa :

“Masa remaja adalah masa kritis identitas atau masalah identitas-ego remaja.Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinyadan apa peranannya dalam masyarakat, serta usaha mencari perasaankesinambungan dan kesamaan baru para remaja harus memperjuangkan kembalidan seseorang akan siap menempatkan idola dan ideal seseorang sebagaipembimbing dalam mencapai identitas akhir”.


(27)

Gaya hidup menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia didalam masyarakat. Gaya hidup menunjukkan bagaimana orang mengatur kehidupan pribadinya, kehidupan masyarakat, prilaku di depan umum, dan upaya membedakan statusnya dari orang lain melalui lambing-lambang social. Gaya hidup atau life style dapat diartikan juga sebagai segala sesuatu yang memiliki karakteristik, kekhususan, dan tata cara dalam kehidupan suatu masyarakat tertentu. Menurut Piliang (1998:208), gaya hidup merupakan kombinasi dan totalitas cara, tata, kebiasaan, pilihan serta objek-objek yang mendukungnya, dalam pelaksanaannya dilandasi oleh sistem nilai atau system kepercayaan tertentu. Kita bisa menilai seseorang dengan cara melihat gaya hidup orang tersebut. Itulah mengapa bagian dari departemen marketing sebuah produk selalu melakukan pengamatan terhadap gaya hidup seseorang yang menjadi target pasarnya untuk bisa mendapatkan hasil penjualan yang maksimal. Karena memang melalui gaya hidup lah seseorang bisa dengan tanpa sadar memperlihatkan kepada khalayak siapa diri mereka sebenarnya.

Menurut Kartodirjo (1987:53), gaya hidup merupakan suatu produksi dari stratifikasi sosial, sehingga faktor status (kedudukan) dan kekayaan dapat membentuk struktur gaya hidup. Gaya hidup ini, pada hakekatnya akan membentuk eksklusifme yang tidak lain bertujuan untuk membedakan status antara golongan yang satu dengan yang lainnya dalam suatu stratifikasi sosial.

Kottler (2002), gaya hidup merupakan sebuah penggambaran dari keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya, dan ini merupakan perpaduan antara kebutuhan ekspresi diri dan harapan kelompok


(28)

terhadap seseorang dalam bertindak berdasarkan pada norma yang berlaku. Oleh karena itu banyak diketahui macam gaya hidup yang berkembang di masyarakat sekarang misalnya gaya hidup hedonis, gaya hidup metropolis, gaya hidup global dan lain sebagainya. Gaya hidup hanyalah salah satu cara mengelompokkan konsumen secara psikografis, gaya hidup pada prinsipnya adalah bagaimana seseorang menghabiskan waktu dan uangnya. Ada orang yang senang mencari hiburan bersama kawan-kawannya, ada yang senang menyendiri, ada yang berpergian bersama keluarga, berbelanja, melakukan aktivitas yang dinamis, dan ada pula yang memiliki dan waktu luang dan uang yang berlebih untuk kegiatan sosial-keagamaan.Gaya hidup juga dapat mempengaruhi prilaku seseorang, dan akhirnya menentukan pilihan-pilihan konsumsi seseorang.

“Penampilan luar” menjadi salah satu situs yang penting bagi gaya hidup. Gaya dan desain menjadi lebih penting daripada fungsi. Gaya menggantikan substansi, kulit akan mengalahkan isi. Pemasaran penampilan luar, hal-hal yang bersifat permukaan atau kulit akan menjadi bisnis besar gaya hidup (Chaney 1996:16). Lebih jauh Chaney juga mengatakan bahwa pada akhir modernitas semua yang kita miliki akan menjadi budaya tontonan. Semua orang ingin menjadi penonton dan sekaligus ingin ditonton.Ingin melihat tapi sekaligus juga dilihat. Disinilah gaya mulai menjadi modus keberadaan manusia modern, kamu bergaya maka kamu ada ! Kalau kamu tidak bergaya siap-siaplah untuk dianggap ‘Tidak Ada’: diremehkan, diabaikan, atau bahkan dilecehkan. Itulah sebabnya mungkin orang sekarang bersolek atau berias diri. Tidak usah susah-susah


(29)

menjelaskan mengapa banyak di zaman sekarang ini pria dan wanita modern yang perlu tampil “beda”, modis, necis, parlente, dan funky.

Di zaman sekarang gaya hidup bukan lagi monopoli artis, model, peragawan(wati), atau selebriti yang memang sengaja mempercantik diri untuk tampil dimana saja. Tapi, gaya hidup golongan penganut Dandy Society itu kini sudah ditiru secara kreatif oleh orang banyak untuk tampil sehari-hari, ke kantor, seminar, pesta pernikahan, atau sekedar mencari kesenangan diri.

Gaya hidup merupakan cirri dari masyarakat modern, atau yang biasa juga disebut dengan modernitas, maksudnya adalah siapapun yang hidup dalam masyarakat modern akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri ataupun orang lain (Chaney 1996: 40). Cara khusus seseorang mengekspresikan diri tidak disangsikan lagi itu merupakan bagian dari usahanya mencari gaya hidup pribadinya. Dengan cara yang nyaris sama kita biasanya mengindividualisasikan gaya hidup kita, namun biasanya selalu ada kemiripan yang jelas dengan salah satu model gaya hidup yang telah dipaketkan dan dipasarkan oleh sebuah subkultural.

Maka tampaklah bahwa gaya hidup dianggap merupakan proyek yang lebih penting daripada aktivitas waktu luang yang khas, dan Giddens (2001 :23) mengatakan bahwa :

Gagasan gaya hidup telah dikorupsi oleh konsumerisme-meskipun pasar terutama ketika telah menjadi tema ideologis dalam politik non liberal, sepertinya menawarkan kebebasan memilih dan dengan demikian ber- maksud mempromosikan individualisme”


(30)

Orang yang berasal dari subkultural, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama dapat mempunyai gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup seseorang menunjukkan pola kehidupan orang yang bersangkutan yang tercermin dalam kegiatan, minat, dan pendapatnya. Konsep gaya hidup apabila digunakan pemasar secara cermat, akan dapat membantu untuk memahami nilai-nilai konsumen yang terus berubah dan bagaimana nilai-nilai tersebut mempengaruhi prilaku konsumen. Perubahan gaya hidup juga membawa implikasi pada perubahan selera baik itu wanita maupun pria, kebiasaan dan prilaku pembelian akan suatu produk tertentu untuk menunjang gaya hidup seseorang.

Selain itu pola konsumsi pada masayarakat kota juga menjadikan barang-barang ataupun jasa sebagai identitas mereka, barang-barang dan jasa dikonsumsi bukan karena kebutuhan melainkan hanya sebatas memenuhi keinginan dan petunjuk identitas sosial mereka ditengah-tengah lingkungan mereka. Identitas itu adalah struktur diri, suatu organisasi yang dinamis dari dorongan-dorongan, kemampuan-kemampuan, keyakinan-keyakinan yang terstruktur dengan sendirinya dalam diri individu selama perkembangan individu.Singkatnya, identitas adalah suatu yang ada pada diri kita yang tersusun atas keyakinan, dorongan, kemampuan, dan segala hal yang secara otomatis berkembang dalam diri sepanjang hidup3

Gaya hidup juga merupakan prilaku seseorang yang ditunjukan dalam aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan status sosialnya. Gaya hidup merupakan frame ofe reference yang

.

3


(31)

dipakai seseorang dalam bertingkah laku dan konsekeunsinya akan membentuk pola prilaku tertentu4

Self Assessment ( penilaian diri) adalah suatu teknik penilaian yang meminta seseorang (remaja) menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses, dan apa saja yang diketahuinya mengenai gaya hidup remaja yang ada di

. Terutama bagaimana seseorang ingin dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial yang disandangnya. Untuk merefleksikan image inilah, dibutuhkan simbol-simbol status tertentu, yang sangat berperan dalam mempengaruhi prilaku konsumsinya.Fenomena seperti ini pokok pangkalnya adalah, stratifikasi sosial, dan sebuah struktur sosial.

Istilah gaya hidup juga sangat berkaitan dengan budaya. Kedua istilah tersebut mengindikasikan cara hidup yang biasa dijalani dan diterapkan sehingga merupakan kebiasaan sekaligus cirri tersendiri (James Lull, 1998: 85). Jika dilihat dari pendapat James Lull tersebut, dapat dikemukakan bahwa gaya hidup memiliki cakupan luas, yakni meliputi seluruh sisi kehidupan seseorang. Jika dilihat dari segi aspek, maka gaya hidup itu meliputi aspek ekonomi, politik, kehidupan keluarga, dan kehidupan sosial. Gaya hidup juga mencakup pola konsumsi seseorang, dengan demikian istilah ini sering dihubungkan dengan dunia modern sehingga mengindikasikan kecenderungan memiliki dan menerapkan sesuatu yang spesifik dalam rangka identitas diri.

4


(32)

sekitarnya. Teknik penilaian diri ini dapat digunakan untuk mengukur dan mengetahui secara kognitif penilaian diri terhadap diri sendiri5

- Menumbuhkan rasa percaya diri, karena mereka diberi kepercayaan untuk menilai dirinya sendiri.

.

Self Assessment menurut Boud (1991) adalah keterlibatan pelajar dalam mengidentifikasi kriteria atau standar untuk diterapkan dalam belajar dan membuat keputusan mengenai pencapaian kriteria dan standar tersebut. Dengan kata lain self assessment adalah sebuah proses dimana seseorang memiliki tanggung jawab untuk menilai kepribadian dan tingkah lakunya sendiri. Penggunaan teknik self assessment ini member dampak positif terhadap perkembangan kepribadian seseorang. Keuntungan penggunaan penilaian diri sendiri ini adalah :

- Meningkatkan pemahaman seseorang terhadap kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri.

- Melatih dan membiasakan seseorang untuk membuat penilaian yang jujur terhadap dirinya sendiri.

Self Assessment juga merupakan penilaian yang dilakukan seseorang terhadap dirinya sendiri dalam menggali, menemukan, dan mengemukakan, tentang kelebihan dan kekurangan dirinya sendiri dalam berbagai hal termaksud dalam hal gaya hidup, serta mampu untuk menyikapi dan memperbaiki atas segala

5


(33)

kekurangan yang ada serta menguatkan dan mengembangkan lebih lanjut atas segala kelebihan yang ada didalam dirinya.

Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi (2002: 180), menjelaskan bahwa tindakan manusia adalah kebudayaan, karena hanya sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar, yaitu hanya beberapa tindakan naluri, beberapa refleks, beberapa tindakan akibat fisiologi. Atau kelakuan apabila ia sedang membabi buta, bahkan berbagai tindakan manusia dalam gennya bersama kelahirannya (makan, minum, berjalan dengan kedua kakinya) juga dirombak olehnya menjadi suatu tindakan berkebudayaan.

Geertz dalam bukunya Tafsir Kebudayaan (1992: 81), mengemukakan suatu definisi kebudayaan sebagai :

• Suatu sistem keteraturan dari makna dan simbol-simbol, yang dengan makna dan simbol tersebut individu-individu mendefenisikan dunia mereka, mengekspresikan perasaan-perasaan mereka, dan membuat penilaian mereka sendiri.

• Suatu pola makna-makna yang ditransmisikan secara historis yang terkandung dalam bentuk-bentuk simbolik, yang melalui tersebut manusia berkomunikasi, berinteraksi, memantapkan, dan mengembangkan pengetahuan mereka mengenai dan bersikap terhadap kehidupan.


(34)

• Suatu peralatan simbolik bagi mengontrol prilaku, sumber-sumber ekstrasomatik dari informasi.

1.2.2. Perkembangan Gaya Hidup di Indonesia

Gaya hidup masyarakat Indonesia di kota besar maupun di kota kecil rata-rata sangat boros. Bahkan banyak diantaranya tidak bisa menabung, hal ini dapat dilihat dari hasil survey konsumen yang dilakukan Lembaga Kandance Internasional Indonesia. Penelitian ini berusaha memahami pola pendapatan dan pengeluaran masyarakat Indonesia. Dalam survey yang dilakukan pada Juli hingga Oktober 2013 terdapat 300 responden di Indonesia, masyarakatnya mengakui Cuma bisa menabung maksimal Rp 1 juta dari pendapatan bulanannya. Dari analisanya berdasarkan hasil survey, kebanyakan kelompok masyarakat yang boros karena mereka ingin merasakan gaya hidup kelas atas atau elite. Banyak pengeluaran tersier, terutama makanan mahal, pakaian yang branded hingga jalan-jalan ke tempat-tempat wisata yang sangat mahal6

6

http://www.sindotrijaya.com/news/detail/5024/gaya-hidup-masyarakat-indonesia-boros#.U3w5mdKSz5M

.

Kelompok yang tidak bisa menabung ini, mereka ingin tampil mewah dihadapan orang-orang banyak baik itu di lingkungan kerjanya, di lingkungan sosialnya dan kebanyakan berasal dari kelas menengah yang ingin tampil sebagai kelas atas. Sementara Managing Director Kadence Indonesia Vivek Thomas mengatakan :


(35)

“banyak golongan yang hampir bangkrut jumlahnya hampir 28 persen dan kelompok ini belum menikah dan masih di usia yang produktif defisit yang mereka alami sampai 35 persen lantaran kebanyakan dari mereka memakai kartu kredit dan meminjam uang dari teman”

Survey ini menunjukkan, banyak generasi muda atau produktif Indonesia tidak suka lagi menabung.Berbeda dari generasi sebelumnya yang sangat disiplin menyisihkan uangnya maupun pedapatan bulanannya. Vivek juga menambahkan :

kalau mengikuti trend gaya hidup seperti sekarang ini, prediksinya dua tahun kedepan yang bangkrut akan lebih banyak lagi. Ada gaya hidup untuk memiliki produk-produk terbaru, di generasi ini akansemakin kuatnya tekanan untuk berbelanja dan berfoya-foya”.

Melihat perkembangan gaya hidup seperti ini, proses saling mempengaruhi adalah gejala yang wajar dalam interaksi sosial masyarakat. Melalui interaksi dengan masyarakat lain, bangsa Indonesia ataupun kelompok-kelompok masyarakat yang mendiami Indonesia telah mengalami proses dipengaruhi dan mempengaruhi. Perubahan gaya hidup yang terjadi saat ini berlangsung begitu cepat. Hanya dalam jangka waktu yang sebentar, globalisasi dapat mempengaruhi segalanya baik itu dari aspek politik, sosial-ekonomi, dan budaya.

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dalam berbagai hal, seperti anekaragam budaya, lingkungan alam, dan wilayah geografisnya. Keanekaragaman yang ada pada masyarakat Indonesia inilah sangat cepat meyerap kemajuan globalisasi yang datang dari luar Indonesia dan dengan segera mengikuti perkembangan itu salah contohnya adalah perkembangan gaya hidup.


(36)

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang masalah dan tinjauan pustaka diatas, maka penulis menyimpulkan rumusan masalah adalah sebagai, berikut :

1. Bagaimana pandangan remaja terhadap gaya hidup remaja itu sendiri ?

2. Bagaimana remaja memenuhi gaya hidup yang mereka inginkan atau ikuti ?

Dari rumusan masalah tersebut, penulis menyusun beberapa pertanyaan penelitian seperti berikut :

- Bagaimana pandangan remaja terhadap gaya hidup. - Menurut remaja apa itu gaya hidup.

- Mengapa harus mengikuti gaya hidup.

- Bagaimana penilaian informan terhadap gaya hidup yang diikutinya.

- Seharusnya kah gaya hidup itu diikuti.

- Apa dampaknya kalau gaya hidup itu tidak informan ikuti.

- Apa yang informan lakukan untuk memenuhi dan mengikuti gaya hidup dikalangan teman-teman maupun lingkungan informan. - Dimanakah biasanya informan berkumpul dengan teman-teman


(37)

- Apa yang dilakukan ketika berkumpul bersama teman-teman kelompoknya.

- Seperti apakah gaya hidup yang ngtrend menurut informan.

1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan secara etnografi bagaimana pandangan dan penilaian seorang remaja terhadap gaya hidup remaja itu sendiri, dan bagaimana cara remaja untuk memenuhi gaya hidup yang mereka inginkan dan yang mereka ikuti. Penelitian ini dilakukan terhadap remaja Kota Medan, khususnya di pusat perbelanjaan Sun Plaza di jalan K.H Zainul Arifin No: 7 Medan.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini secara akademis, penelitian ini dapat meningkatkan keilmuan dan wawasan di kalangan mahasiswa, akademisi, dan ilmuan di bidang sosial dan budaya khususnya Antropologi Sosial terkait gaya hidup remaja yang termasuk salah satu fenomena sosial. Harus dijelaskan dan di perdalam lebih lanjut karena hal-hal ini dapat membantu sebagai bahan informasi dan masukkan serta refrensi bagi peneliti lainnya yang berminat untuk meneliti gaya hidup remaja yang mungkin saja nantinya akan semakin berkembang lagi khususnya di Kota Medan.

Secara praktis, penelitian ini juga diharapkan juga bermanfaat kepada kalangan masyarakat, khususnya remaja. Dan penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya informasi bagi masyarakat mengenai gaya hidup remaja serta


(38)

masyarakat dapat mengetahui bahwa gaya hidup telah menjadi fenomena sosial yang semakin mengglobal.

1.5. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode etnografi.Etnografi digunakan untuk meneliti prilaku-prilaku manusia terkait dengan perkembangan teknologi, komunikasi dalam setting sosial dan budaya tertentu. Spradley (1997:12) menjelaskan metode etnografi yaitu mendeskripsikan sebuah kebudayaan dengan cara mempelajari masyarakatnya dan belajar dari masyarakat. Oleh karena itu, dalam hal ini peneliti akan menjelaskan bagaimana penilaian remaja terhadap gaya hidup remaja itu sendiri dengan mendeskripsikan atau menggambarkan hal-hal dan fenomena sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Hal ini juga diungkapkan oleh Emzir (1990 :23)

etnografi adalah suatu bentuk peneltian yang berfokus pada makna antropologi melalui observasi. Biasanya para peneliti etnografi memfokuskan penelitiannyapada masyarakat (tidak selalu secara geografis, juga memperhatikan pekerjaan,pengangguran, dan masyarakat lainnya)”.

Jhon Van Maanen ( 1996: 263) juga menambahkan bahwa etnografi merupakan :


(39)

“when used as a method, ethnography typically refers to fieldwork (alternatively,participant-observation) conducted by a single investigator who ‘lives with andlives like’ those who are studied usually for a year or more”.

“ketika digunakan sebagai sebuah metode, etnografi biasanya mengacu pada kerja lapangan (alternative, peserta observasi) yang dilakukan oleh penyidik tunggal yangtinggal bersama dan hidup seperti mereka yang dipelajari, biasanya selama satu tahun atau lebih”.

Spradley (1997:3) juga mengungkapkan bahwa etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan yang bertujuan untuk memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli. Dengan menggunakan metode etnografi yang dipilih oleh penulis ini diharapkan hasilnya dapat digunakan sebagai salah satu pemecahan masalah-masalah sosial-budaya di masyarakat khususnya terkait masalah yang berkenaan dengan gaya hidupdi zaman sekarang yang semakin banyak mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat. Karena ilmu harus memiliki kegunaan praktis dalam menyelesaikan masalah-masalah kemanusiaan, begitu juga dengan penelitian etnografi, seorang peneliti yang berhasil adalah juga seorang problem solver (Spradley,2007).

Meskipun penelitian ini menggunakan metode etnografi yang tujuannya untuk mengungkapkan sudut pandang suatu masyarakat terhadap budayanya sendiri, penulis juga tetap menggunakan landasan teori-teori khususnya teori antropologi terkait topik penelitian ini untuk memperkuat metode etnografi yang digunakan penulis. Saifuddin (2005:33) mengatakan sering sekali mahasiswa antropologi berkata bahwa untuk apa perlunya teori dalam memahami budayanya


(40)

suatu masyarakat yang tidak selalu sama. Tetapi, Saifuddin melanjutkan pernyataannya bahwa teori dan etnografi merupakan satu kesatuan seperti dua sisi mata uang logam yang tidak bisa dipisahkan sehingga teori tanpa etnografi atau sebaliknya menjadi kurang bermakna, karena pemahaman mengenai perbedaan kebudayaan sekurang-kurangnya merupakan salah satu tujuan terpenting dari kajian antropologi.

Dengan menggunakan metode etnografi penulis tidak hanya menulis hal-hal yang hanya dapat diamati saja. Tetapi penulis juga akan menggali secara

holistik7

7

mendalam

segala hal yang saling berkaitan dengan topic penelitian. Penulis akan menggali subjektivitas informan terkait gaya hidup lebih dalam dan akan dikaitkan dengan unsure-unsur lain yang berhubungan dengan topik penelitian. Misalnya, bagaimana penilaian informan terhadap gaya hidup yang informan ikuti? Hal ini sangat berkaitan dengan kondisi psikologis, dan akan sangat berkaitan dengan pola pikir dan subjektivitas informan itu sendiri.

Saifuddin (2005:35) memang menyarankan hal diatas dalam penelitian antropologi terlebih dengan metode etnografi.Karena menurutnya hal itulah yang membedakan pendekatan antropologi dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, khususnya sosiologi. Selanjutnya Saifuddin juga mengatakan ada dua (2) aspek yang perlu diperhatikan dalam penelitian etnografi, yaitu :


(41)

1. Mengamati suatu masyarakat secara keseluruhan, untuk melihat bagaimana setiap unsur dari masyarakat tersebut bersesuaina bersama dengan, atau bermakna dalam konteks , dan unsure-unsur lain.

2. Mengkaji suatu masyarakat dalam hubungannya dengan yang lain, untuk menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan.

Untuk memenuhi kedua aspek yang dikatakn diatas, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan Observasi Partisipatif8

Observasi partisipasi yang dilakukan oleh penulis tidak akan mungkin bisa berjalan mulus ketika para informan tidak dapat menerima penulis ditengah-tengah komunitas mereka. Maka, untuk menghindari penolakan itu, penulis terlebih dahulu harus membangun hubungan baik (rapport) serta menyampaikan tujuan penelitian kepada informan secara jujur (Spradley, 2007:54). Untuk mendapatkan informasi terkait topik penelitian, penulis juga akan membuat

, dengan cara melihat secara langsung kegiatan-kegiatan para remaja di area café, maupun pusat perbelanjaan. Diharapkan dengan melakukan observasi partisipasi peneliti dapat merasakan langsung apa saja yang dirasakan informan sehingga dapat memberikan data dan informasi yang bai dan valid. Ditengah-tengah keterlibatan tersebut penulis juga akan melakukan wawancara mendalam atau depth interview

dilakukan dengan alat bantu seperti pedoman wawancara sesuai dengan topik penelitian, tujuannya untuk mendapatkan informasi, persepsi, opini dari permasalahan penelitian.

8


(42)

kriteria informan. Penulis akan mengacu pada pendapat Spradley (2007:65) ada lima (5) syarat dalam menentukan informan yaitu :

1. Enkulturasi penuh, artinya mengetahui budaya miliknya dengan baik

2. Keterlibatan langsung, yaitu orang yang masih berada dalam budaya yang diteliti serta masih menggunakan penegtahuan dari budaya itu untuk menuntun tindakannya.

3. Suasana budaya tidak dikenal, biasanya akan semakin menerima tindak budaya sebagaimana adanya, dia tidak akan basa-basi. 4. Memiliki waktu yang cukup.

5. Non-analistik.

Mungkin, ketika dilapangan kelima syarat ini tidak dapat terpenuhi seutuhnya, karena syarat-syarat diatas sangatlah ideal, sehingga kalaupun peneliti hanya mampu memenuhi dua sampai tiga syarat adalah sebuah hal yang sah-sah saja.Apalagi, ketika memasuki lapangan, peneliti juga masih menduga-duga siapa yang pantas menjadi informan yang tepat sesuai penelitiannya.

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan mencari data primer dan data skunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari lapangan melalui observasi partisipasi, wawancara mendalam, catatan harian (fieldnote) dan dokumentasi sedangkan data skunder merupakan data yang didapat dari kepustakaan, buku-buku, jurnal, tesis, laporan penelitian, skripsi, serta bahan-bahan bacaan yang relevan dengan gaya hidup remaja yang ada di Kota Medan.


(43)

Selain itu peneliti juga menggunakan observasi non partisipasi dengan cara mengamati apa saja yang mereka lakukan ketika berkumpul, dan bagaimana gaya serta cara berpakaian mereka ketika berbelanja, nongkrong, dan lain-lain. Hasil observasi atau pengamatan ini kemudian dituangkan dalam bentuk catatan lapangan.

Observasi secara non-partisipasi dan partisipasi merupakan bentuk dari kerja lapangan untuk mendapatkan informasi yang mendukung jalannya suatu penelitian. Kutipan dari Emerson (1995:1-2) member penekanan terhadap kerja lapangan seorang etnografer sebagai berikut:

“Etnografer berkomitmen untuk pergi keluar dan semakin dekat dengankegiatan dan pengalaman sehari-hari orang lain.”Mendapatkan kedekatan” minimal membutuhkan kedekatan fisik dan sosial untukputaran harian kehidupan masyarakat dan kegiatan, peneliti lapanganharus mampu mengambil posisi ditengah-tengah situs kunci dan adegankehidupan lain untuk mengamati dan memahami mereka.”

Pertanyaan-pertanyaan awal hingga informasi yang dibutuhkan untuk mendeskripsikan kondisi objektif, sangat efektif dengan metode ini.Metode ini juga dapat lebih mendekatkan diri secara emosional kepada informan.Selain itu, data-data autentik dari sudut pandang masyarakat (emic view) juga dapat dimulai dengan metode wawancara.Menurut Burhan Bungin (2007;107) wawancara adalah merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara,


(44)

dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang cukup lama.

Ada berbagai tujuan yang dapat dicapai penulis melalu wawancara yaitu:

- Menciptakan hubungan baik diantara dua belah pihak yang terlibat (subyek wawancara dan pewawancara). Pertemuan itu harus bebas dari segala kecemasan dan ketakutan sehingga memungkinkan subyek wawancara menyatakan sikap dan perasaan dengan bebas, tanpa mekanisme pertahanan diri yang kadang-kadang dapat menghambat pernyataannya.

- Meredakan ketegangan yang terdapat dalam subyek wawancara. Oleh karena subyek wawancara pada umumnya membawa berbagai ketegangan emosi ke dalam pertemuan wawancara itu, maka kedua belah pihak harus berusaha meredakan ketegangan di dalam diri masaing-masing antara pewawancara dan informan.

- Menyediakan informasi yang dibutuhkan. Dalam wawancara kedua belah pihak akan mendapat kesempatan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.

- Mendorong kearah pemahaman diri pada pihak subyek wawancara, hamper semua subyek menginginkan pemahaman diri yang lebih baik lagi.

Teknik wawancara dilakukan dengan melakukan tanya jawab secara langsung dengan informan yang ada di pusat perbelanjaan Sun Plaza. Untuk


(45)

menjaga terstrukturnya wawancara mendalam, peneliti menggunakan pedoman wawancara (interview guide).Pedoman wawancara yang disusun oleh peneliti sebelum melakukan wawancara kelapangan bersifat fleksibel. Artinya, bila selama melakukan wawancara peneliti menemukan jawaban-jawaban tidak dimengerti oleh peneliti, maka peneliti akan melakukan perubahan-perubahan terhadap pertanyaan yang telah disusun tersebut.

Ketika melakukan wawancara peneliti juga menggunakan beberapa alat dokumentasi visual untuk menyimpan atau mengarsipkan data yang telah didapat baik dari hasil observasi partisipasi, maupun wawanacara baik itu wawancara mendalam.Bahan atau peralatan yang digunakan untuk mendukung dokumentasi visual ini dapat disajikan dalam bentuk foto, rekaman dan video, tidak lupa juga peneliti untuk membuat fieldnote (catatan lapangan).Spradley (1997) juga mengungkapkan semua makna budaya diciptakan dengan menggunakan simbol-simbol.Semua kata yang digunakan oleh informan dalam menjawab pertanyaan penelitian adalah simbol-simbol.Peneliti juga sangat terbantu karena adanya bahan visual ini, peneliti dapat dengan mudah mengingat apa yang telah dijelaskan dan dikatakan oleh informan, selain ini alat visual ini juga memudahkan peneliti dalam melakukan penyimpanan data yang telah diperoleh dari lokasi penelitian yang telah dipilih oleh peneliti.

Setelah semua data telah terkumpul dan dikumpulkan dengan lengkap dari lapangan, tahap selanjutnya yang harus peneliti lakukan adalah menganalisis data


(46)

yang telah terkumpul.Tahap ini adalah tahap yang penting dan menentukan hasil akhir dari penelitian ini. Pada tahap inilah data akan dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai berhasil mengumpulkan kebenaran dan informasi yang berguna untuk menjawab fenomena sosial tentang gaya hidup remaja yang ada di Kota Medan.

1.6. Rangkaian Pengalaman Lapangan

Hari pertama peneliti turun kelapangan pada tanggal 21 Januari 2013.Pada awalnya peneliti hanya ingin sekedar hangout dan memilih pusat perbelanjaan Sun Plaza sebagai lokasi untuk mencari hiburan. Sampainya disana peneliti hanya jalan mengitari pusat perbelanjaan tersebut, ketika asyiknya berjalan-jalan sambil mencuci mata melihat-lihat toko fashion yang ada di sana peneliti bertemu dengan temannya adik peneliti yang kebetulan sedang ngopi bersama teman-temannya, namanya Dinda (18 Tahun). dari pertemuan inilah akhirnya peneliti dikenalkan kepada teman-temannya.Selama dua jam peneliti ikut gabung dan juga mengorder cappuccino dingin untuk penghilang dahaga selama berjalan mengitari pusat perbelanjaan tersebut, akhirnya peneliti pamit untuk pulang duluan.

Dari pertemuan dengan Dinda tersebut, akhirnya peneliti memutuskan Dinda adalah informan pertama yang akan peneliti wawancarai.Ketika tiba di rumah, peneliti langsung meminta pin bb si Dinda tersebut kepada si adik peneliti.dari berteman di bbm, peneliti punmulai sering berkomunikasi kepada


(47)

dinda, agar sekali-sekali mengajak peneliti untuk ikut berkumpul bersama dia dan temannya. Awalnya ketika peneliti berkumpul dengan teman-teman Dinda, mereka kurang merespon peneliti sehingga awal pertama pertemuan peneliti masih mengamati apa saja yang mereka bicarakan dan lakukan ketika berkumpul.

Sehingga selanjutnya ketika Dinda kembali berkumpul bersama teman-temannya, mereka mulai memberi respon baik kepada peneliti. Sehingga peneliti secara pelan-pelan mulai membiasakan diri dengan semua yang mereka lakukan baik itu dari gaya berbicara terhadap teman-teman kelompoknya, dan gaya berpakaian serta apa saja yang jadi cemilan mereka ketika berkumpul.

Banyak informasi yang peneliti dapatkan ketika masih mewawancarai Dinda, mulai dari dimana saja tempat mereka berkumpul dan Dinda pun memperkenalkan peneliti kepada teman-temannya.Akhirnya dengan berjalannya waktu dan terjalinnya komunikasi yang baik antara peniliti dan mereka para remaja, peneliti pun memiliki hubungan perteman kepada mereka yang telah menjadi informan peneliti.


(48)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1. Sejarah Singkat Kota Medan

Medan masih merupakan hutan rimba dan disana-sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari Karo dan semenanjung Malaya.Pada tahun 1863 orang-orang Belanda mulai membuka kebun tembakau di Deli yang sempat menjadi primadona Tanah Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera Utara

Mengenai asal nama Medan, ada yang mengatakan kalau itu berasal dari kata maidandalam bahasa India yang artinya tanah datar. Dalam bahasa Melayu sendiri kata medan berasal dari kata berkumpul, sehingga kata itu digunakan sebagai peranan daerah (yang kelak menjadi sebuah kota) yang sejak dahulu telah menjadi tempat berkumpul orang-orang dari berbagai penjuru. Mereka melakukan berbagai aktivitas di kota ini, termaksud aktivitas perekonomian. Adapun bakal pusat kota Medan didirikan pada pertapakan yang terdiri atas perkampungan penduduk asli Melayu Deli.

Sebulum bangsa Belanda menguasai daerah Sumatera Utara, penduduk Sumatera Utara telah mengenal bangsa lain seperti Portugis, Spanyol, dan Inggris. Masa pemerintahan Belanda yang ditandai dengan dikeluarkannya peraturan dasar


(49)

ketatanegraan Pemerintah Hindia Belanda.Medan dalam bahasa Melayu, berarti tempat berkumpul, karena sejak zaman dulu merupakan tempat berkumpul orang-orang dari Hamparan Perak, Sukapiring, dan daerah lainnya untuk berdagang dan bertaruh. Daerah ini dikenal dengan nama Kampung Melayu. Kampung ini dikelilingi oleh kampong-kampung lain seperti Kesawan, Binuang, Tebing Tinggi, dan Merbau.Keberadaan kampong-kampung ini sekarang sudah tidak ada lagi, karena terdesak oleh perluasan Kota Medan yang semakin luas.

Dalam perkembangannya, Medan dijadikan Kotapraja oleh Pemerintah Hindia Belanda, berbagai perkantoran didirikan.Pada tanggal 3 Maret 1887 Medan dijadikan Ibukota Keresidenan Sumatera Timur.Akibat perkembangan yang semakin pesat oleh statusnya sebgai ibukota Keresidenan, maka pada tanggal 4 April 1909 Medan diberi status pemerintahan otonom. Di bawah pemerintahan Kotapraja Medan mengadakan pembangunan jalan-jalan baru, jembatan, pipa air, listrik.

Hal yang cukup menarik, bahwa secara fisik perkembangan kota tidak hanya berurusan dengan kebutuhan orang hidup, seperti tempat tinggal, perkantoran, dan stasiun kereta api. Perkembangan Kota Medan yang pesat menjadikan Medan sebuah kota Modern yang yang ditandai dengan berdirinya bangunan-bangunan beragam gaya arsitektural. Banyak orang mengatakan bahwa Kota Medan menjadi betul-betul unik di Hindia Belanda, karena telah menjadi kota yang bergaya Eropa dalam nuansa Inggris.


(50)

Pemenuhan kebutuhan kehidupan sebuah perkotaan juga berhubungan dengan pusat perbelanjaan.Di Medan pada bulan Maret 1933 diresmikan pusat pasar yang menempati areal di sekitar jalan Sutomo.Demikian pula halnya dengan bentuk dan pola taman di Medan, mendapat pengaruh dari model taman-taman yang ada di Paris. Pesatnya perkembangan kota Medan tampak pula dari pembagian wilayah administrasinya. Pada tahun 1959 wilayah Kota Medan terbagi atas 4 (empat) wilayah kecamatan, dan pada saat itu terbagi atas 21 wilayah kecamatan.Hal ini disesuaikan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan luasan wilayah.Sesuai dengan namanya, Medan bukan hanya merupakan pusat pertemuan berbagai bangsa dan kebudayaan melainkan juga sebagai tempat pembauran budaya.Dikatakan bahwa penduduk aslinya yang etnik Melayu sebenarnya adalah sebuah kelompok etnik yang berdarah campuran.

Kehadiran Kota Medan menjadi sebagai sebuah bentuk kota memiliki proses perjalan sejarah yang panjang dan kompleks, hal ini dibuktikan dengan berkembangnya daerah yang dinamakan sebagai Medan ini menuju pada bentuk Kota Metropolitan. Sebagai hari lahir Kota Medan adalah 1 Juli 1590. Dan di Kota Medan juga kelompok pendatang cenderung membentuk komunitas sendiri antara lain dengan menempati daerah tertentu. Hal ini memunculkan kesan bahwa sebuah daerah di suatu kota identik dengan sebuah kelompok mayarakat perantau. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila perantau itu mat berperan dalam meningkatakan jumlah penduduk serta komposisi kelompok masyarakat di sebuah kota. Keberagaman akan hal itu tampak pula di Medan, dan anatara lain terlihat


(51)

pada peninggalan budaya dalam bentuk karya arsitekturnya, dan pembagian cara pemukiman berdasarkan etnik.

Medan juga telah memiliki kelengkapan infrastruktur yang memadai sebagai sebuah kota modern. Jalan-jalan di kota ini telah diaspal dan diberi penerangan listrik. Hotel dan rumah sakit telah menampung tamu dan pasien dalam jumlah yang cukup memadai, dan bentuk banguanan yang ada di Kota Medan sangat mencolok dari dulu hingga sekarang.

Mayoritas penduduk Kota Medan sekarang ialah Suku Jawa dan suku-suku dari Tapanuli (Batak, Mandailing, dan Karo). Di medan juga banyak pula orang keturunan Hindia dan Tionghoa. Medan adalah salah satu kota di Indonesia yang memiliki populasi orang Tionghoa yang cukup banyak. Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah bangunan tempat ibadah seperti mesjid, gereja, vihara, candi.Karakter penduduk pada setiap lingkungan di Kota Medan juga sangat berbeda-beda.

2.2.Letak Geografis dan Lingkungan Alam

Kota Medan (dahulu daerah tingkat II berstatus kotamadya) adalah ibukota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Medan adalah pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dan juga sebagai pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju objek wisata Brastagi di daerah dataran tinggi Karo, objek wisata Orangutan di Bukit Lawang, Danau Toba yang dikenal dengan tempat wisata yang indah, serta Pantai Cermin, yang terkenal dengan pemandangan lautnya.


(52)

Kota Medan memiliki luas 26.510 Hektar (265,10 Km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota atau kabupaten lainnya, Kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil, tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30’- 3° 43’ Lintang Utara dan 98° 35’- 98º 44’ Bujur Timur. Untuk itu topografi Kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 meter diatas permukaan laut.

Secara administratif, wilayah Kota Medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli serdang, yaitu sebelah barat, sebelah timur, dan sebelah selatan. Sepanjang wilayah utaranya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lintas terpadat di dunia. Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 (dua) kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.


(53)

a) Keadaan Alam/Topografi

Kota Medan berada pada ketinggian 2,5m di bagian Utara-Belawan sampai 37,5mdi atas permukaan laut. Daerah utara sampai 3 km dari pantai, terdiri dari rawa-rawa yang mempunyai kedalaman 0,5m sampai 2,5m ketika pasang surut dan pasang naik

b)Keadaan Iklim

Iklim Kota Medan, dipengaruhi oleh letaknya yang berada di Pesisisr Timur Pulau Sumatera yang berarti dekat dengan Selat Malaka. Keadaan ini menyebabkan iklim Kota Medan cenderung panas dengan suhu berkisar anatar 24’-36’.

Sungai-sungai yang mengalir melalui Kotamadya Medan ialah Sungai Babura, Sungai Deli, Sungai Kera, Sungai Sikambing, Sungai Putih. Sungai-sungai ini dapat dipergunakan sebagai tempat saluran pembuangan air hujan dan mengatasi banjir.

c) Batas Wilayah

Sebelah Utara :Berbatasan dengan Selat Malaka

Sebelah Selatan :Berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

Sebelah Barat :Berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang


(54)

Sesuai dengan dinamika pembangunan Kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951 yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 kecamatan dengan 59 kelurahan. Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat 1 Sumatera Utara, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan.

Di Kota Medan memiliki beberapa Kecamatan dan Keluruhan seperti yang telah terurai di atas.Salah satu Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Medan Polonia yang menjadi pusat penelitian peneliti, karena di Kecamatan tersebut terdapat pusat perbelanjaan SUN PLAZA yang termaksud salah satu pusat perbelanjaan di Medan.Kecamatan Medan Polonia ini memiliki luas wilayah sebesar 9,01Km², dan terletak di Kelurahan Madras Hulu. Daerah Kecamatan Medan Polonia ini adalah dearah pusat perdagangan Kota Medan dengan penduduknya berjumlah 46.316 jiwa, dan di daerah ini juga terdapat banyak pusat-pusat perbelanjaan, pertokoan, perbankan. Adapun batas wilayah Kecamatan Medan Polonia ini adalah :

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Baru

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Maimun

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor


(55)

2.3. Kependudukan

2.3.1 Keadaan Penduduk Kota Medan

Berdasarkan data kependudukan tahun 2012, penduduk Medan diperkirakan telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita lebih banyak dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa).Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter. Dengan demikian Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar.

Di siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2,5 juta jiwa dengan dihitungnya jumlah penglaju (komuter). Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk). Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif (15-59 tahun).

Laju pertumbuhan penduduk Medan priode tahun 2000-2006 cenderung mengalami peningkatan, tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2006. Sedangkan tingkat kepadatan penduduk mengalami peningkatan dari 7.183 jiwa per km² pada tahun 2006.Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Medan Helvetia, dan Medan Tembung.Jumlah penduduk yang sedikit, terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Polonia, dan Medan Maimun.Tingkat kepadatan penduduk tertinggi ada di Kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area, dan


(56)

Medan Timur.Pada tahun 2006 angka harapan hidup bagi laki-laki adalah 69 tahun dan bagi perempuan adalah 71 tahun.

Tabel 2.1

Jumlah Penduduk Kota Medan

Tahun Jumlah Penduduk

2001 1.962.052

2002 1.963.086

2003 1.993.060

2004 2.006.014

2005 2.036.018

2006 2.083.156

2007 2.102.105

2008 2.122.804

2009 2.121.053

2010 2.109.036

2.3.2 Keadaan Penduduk di Kecamatan Medan Polonia

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kelurahan Madras Hulu, jumlah penduduk yang tersebar di 11 lingkungan adalah 11.152 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 5.097 jiwa, dan perempuan sebanyak 6.055 jiwa.


(57)

Perbandingan antara data kependudukan Kelurahan tahun 2012 dan 2008 menunjukan berkurangnya jumlah penduduk di Kelurahan Madras Hulu.

Kecamatan Medan Polonia mempunyai jumlah penduduk sebesar 48.316 jiwa dengan kepadatan penduduk adalah 5.140,51 jiwa/km² yang terdapat di lima kelurahan yakni Kelurahan Anggrung, Kelurahan Madras Hulu, Kelurahan Polonia, Kelurahan Sari Rejo, Kelurahan Suka Damai. Untuk lebih lengkapnya bisa dilihat dari tabel berikut :

Tabel 2.2

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Dirinci Menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Polonia Tahun 2013

No Kelurahan Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Kelurahan Anggrung 4.531 4.565 9.096

2 Kelurhan Madras Hulu 5.097 6.055 11.152

3 Kelurahan Polonia 3.626 3.762 7.388

4 Kelurahan Sari Rejo 5.347 5.321 10.668

5 Kelurahan Suka Damai 4.480 5.532 10.012

Jumlah 23.081 25.235 48.316

Sumber : Badan Pusat Statistik 2010

Dilihat dari data kependudukan di atas, maka jumlah penduduk yang paling padat terdapat di Kelurahan Madras Hulu dengan jumlah penduduk sebanyak 11.152 jiwa.Sedangkan kelurahan yang paling sedikit jumlah


(58)

penduduknya adalah di Kelurahan Polonia dengan jumlah penduduk sebanyak 7.388 jiwa.Jumlah laki-laki dengan jumlah perempuan dapat dilihat bahwa jumlah perempuan lebih banyak dibanding jumlah laki-laki.Dengan demikian jumlah perempuan mendominasi di Kecamatan Medan Polonia.

2.3.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur

Komposisi penduduk berdasarkan umur, ini dapat digunakan oleh Pemerintah setempat sebagai dasar kebijakan untuk membangun pendidikan, penyediaan, lapangan pekerjaan, sarana dan prasarana, dan juga transportasi.Komposisi penduduk berdasarkan umur dapat dilihat pada table 3 (tiga).

Tabel 2.3

Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur

No Umur Jumlah %

1 0-10 Tahun 1352 13,52

2 11-20 Tahun 2356 23,56

3 20-30 Tahun 2.890 28,90

4 31-40 Tahun 2.676 26,76

5 41-50 Tahun 1.478 14,78

6 51-60 Tahun 877 8,77

7 60 Tahun ke atas 569 5,69


(59)

Sumber : Kantor Kelurahan Madras Hulu 2010

Pengelompokkan penduduk menurut umur berdasarkan table 3 di atas, dapat dilihat bahwa besarnya kelompok penduduk yang berumur 0-10 tahun sebesar 13,52%, kelompok penduduk yang berumur 11-60 tahun sebesar 102,77% dan kelompok penduduk berumur 60 tahun ke atas berjumlah 5,69%. Pada pengelompokkan tersebut dapat dikatakan bahwa daerah penelitian tersebut merupakan daerah yang berstruktur muda dan padat serta Kelurahan ini dapat dikatagorikan sangat memiliki tenaga kerja yang produktif lebih banyak tersedia.

Kelompok penduduk yang masih produktif dan kelompok penduduk yang tidak lagi produktif di suatu wilayah atau di suatu daerah dapat dikatakan berstruktur yang berumur muda dan produktif, sedangkan kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas kurang dari 3,00% di suatu wilayah dikatakan berstruktur umur tua. Apabila penduduk yang berumur 20 tahun ke bawah jumlahnya lebih kecil dari semua jumlah penduduk.

2.3.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah penduduk Kelurahan Madras Hulu pada tahun 2010 berdasarkan jenis kelamin yang terdiri dari laki-laki 5.097 orang (50,97%) dan perempuan sebanyak 6.055 orang (60,55%). Dari data yang ada dapat disimpulkan bahwa penduduk dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak dari pada penduduk berjenis kelamin laki-laki. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat melalui table 4(empat) di bawah ini :


(60)

Tabel 2.4

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah %

1 Laki-laki 5.097 50,97

2 Perempuan 6.055 60,55

Total 11.152 100

Sumber : Kantor Kelurahan Madras Hulu 2010

2.3.5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Penduduk Kecamatan Medan Polonia merupakan masyarakt yang terdiri dari berbagai agama, yakni agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu dan Budhha.Kehidupan keagamaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa semakin berkembang sehingga terbina hidup rukun diantara sesame umat beragama.Kerukunan antar umat beragama tersebut menjadikan penduduk merasa bersatu dan tetap memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa.Adapun komposisi mengenai tempat ibadah umat beragama di Kecamatan Medan Polonia adalah Mesjid, Gereja, Langgar dan Kelenteng. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat melalui tabel 5 (lima) di bawah ini :


(61)

Tabel 2.5

Jumlah Sarana Ibadah menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Polonia Tahun 2012

No Kelurahan Mesjid Langgar Gereja Kelenteng Jumlah

1 Anggrung 3 2 4 3 12

2 Madras Hulu 2 3 5 3 13

3 Polonia 3 2 4 2 11

4 Sari Rejo 4 2 5 3 14

5 Suka Damai 3 2 4 2 11

Total 61

Sumber : Kantor Kecamatan Medan Polonia 2012

Rumah ibadah merupakan tempat masyarakat untuk bersembahyang atau berdoa maupun beribadah. Hal ini dapat dilihat pada data dalam tabel diatas, kecamatan Medan Polonia mempunyai tempat beribadah yang di dominasi oleh rumah ibadah atau Gereja yang berjumlah 22 bangunan, sedangkan rumah ibadah lainnya seperti Mesjid berjumlah 15 bangunan dan diikuti juga jumlah rumah ibadah Langgar sebanyak 11 bangunan, serta rumah ibadah Kelenteng berjumlah 13 bangunan. Sedangkan di Kelurahan madras Hulu sendiri, penduduk yang memeluk agama Islam berjumlah 4025 orang, Kristen Protestan berjumlah 4011 orang, Katolik berjumlah 325 orang, Budha berjumlah 1320 orang, dan Hindu berjumlah 1471 orang.


(62)

Jumlah tersebut sama dengan jumlah penduduk yang ada di Kelurahan Madras Hulu, artinya seluruh penduduk yang tercatat di Kelurahan tersebut sudah memiliki atau memeluk agama. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui tabel 6 (enam) di bawah ini.

Tabel 2.6

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama di Kelurahan Madras Hulu

No Agama Jumlah %

1 Islam 4025 40,25

2 Kristen Protestan 4011 40,11

3 Kristen Katolik 325 3,25

4 Hindu 1320 13,20

5 Budha 1471 14.71

Total 11.152 100

Sumber : kantor Kelurahan Madras Hulu 2010

Masyarakat di Kelurahan Madras Hulu hidup beragama dengan bertoleransi yang cukup tinggi.Mereka tidak pernah mengkotak-kotakan perbedaan agama, justru hubungan masyarakat tersebut lebih kepada saling membantu, menghargai, dan saling bertegur sapa. Toleransi beragama cukup tinggi, terlihat pada saat pemeluk agama sedang merayakan hari besar agamanya, dan pemeluk agama lainnya sangat menghargai dan menghormati pemeluk agama yang sedang merayakan hari besar agamanya.


(63)

Toleransi perbedaan agama ini juga dapat terlihat pada acara-acara pesta pernikahan, ulang tahun, sunatan, dan lain-lain, sebagian masyarakat Kelurahan Madras Hulu saling mengundang tanpa membedakan agamanya. Penganut agama islam, Kristen dan lainnya memiliki berbagai organisasi kemasyarakatan.

2.3.6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Etnik

Masyarakat Kelurahan Madras Hulu terdiri dari beberapa kelompok etnik seperti Jawa, Minangkabau, Melayu, Aceh, Batak Toba, Karo, India, dan Tionghoa. Setiap kelompok etnik memiliki bahasa sendiri.Untuk lebih jelas dapat dilihata pada tabel 7 (tujuh) di bawah ini.

Tabel 2.7

Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Etnik

No Kelompok Etnik Jumlah %

1 Jawa 1670 16,70

2 Minangkabau 856 8,56

3 Melayu 923 9,23

4 Aceh 1092 10,92

5 Batak Toba 2099 20,99

6 Karo 1412 14,12

7 India 1602 16,02

8 Tionghoa 1498 14,98

Total 11152 100


(64)

Pada tabel diatas jelas dapat kita lihat penduduk di Kelurahan ini memiliki bermacam-macam kelompok etnik. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Kelurahan ini menggunakan bahasa daerah masing-masing dengan sesame kelompok etnik mereka, tetapi kebanyakan penduduk yang bertempat tinggal di Kelurahan Madras Hulu ini mayoritasnya menggunakan bahasa Indonesia jika berbicara dengan kelompok etnik yang berbeda. Banyak juga penduduk yang melakukan pernikahan berbeda etnik di Kelurahan ini, sehingga dalam sebuah keluarga dapat menguasai dua bahasa daerah sekaligus.

Meskipun terdapat banyak perbedaan etnik di Kelurahan ini, tetapi pada umumnya penduduk di Kelurahan ini hidup damai, tanpa memandang perbedaan baik itu dari segi agama maupun etnik. Mereka hidup bersosialisasi dan saling menghargai, ini juga dapat dilihat dari bangunan mesjid dan gereja yang berhadap-hadapan tanpa mengganggu umat agama lain untuk beribadah.

2.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata pencaharian atau pekerjaan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan setiap manusia, karena tanpa pekerjaan manusia akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, setiap orang harus selalu berusaha untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya serta keberlangsungan hidupnya di dunia ini.

Penduduk Kelurahan Madras Hulu memiliki berbagai jenis mata pencaharian dan pekerjaan masing-masing untuk dapat bertahan hidup.Jenis mata


(65)

pencaharian dan pekerjaan utama penduduk Kelurahan Madras Hulu bermacam-macam.Ada yang bekerja sebagai pedagang, Karyawan Swasta, Pegawai Negeri Sipil, Polisi, dan lain-lain.Berikut adalah tabel jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kelurahan Madras Hulu.

Tabel 2.8

Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah %

1 Pegawai Negeri Sipil 95 9,5

2 Pegawai Swasta 378 3,78

3 Pedagang 526 5,26

4 Polisi 31 3,1

5 Pensiunan 91 9,1

6 Lain-lain 379 3,79

Total 1500 100

Sumber :Kantor Kelurahan Madras Hulu 2010

Pada umumnya masyarakat di Kelurahan Madras Hulu bermata pencaharian sebagai pedagang dengan berbagai jenis dagangan seperti pakaian, makanan, bahan pangan, sayur-sayuran, alat music dan olahraga, alat kantor dan lain-lain.Banyak juga yang bekerja sebagai karyawan swasta seperti bekerja di pabrik, bank-bank swasta dan membuka tempat-tempat kecantikan seperti salon, tempat nongkrong, dan lain-lainnya.


(1)

hidup

- seperti apakah gaya hidup yang trend bagi informan -berapa besar biaya yang mereka habiskan untuk gaya hidup yang mereka ikuti -dimana saja tempat dan lokasi mereka berkumpul

Data Skunder Dokumen, buku, internet, jurnal

-Sejarah Kota Medan dan monografi masyarakat di kecamatan Medan Polonia, Kelurahan Madras Hulu -Pembagian administrasi masyarakat Kota Medan


(2)

-Kependudukan di Kota Medan Kecamatan Medan Polonia Keluruhan Madras Hulu -Peta Kota Medan -Peta Kecamatan Medan Polonia


(3)

GLOSARIUM

Nongkrong : Kegiatan bersantai dengan teman-teman, atau orang terdekat. Modem : Terbaru, mutakhir, cara-cara yang mengikuti zaman.

Konsumerisme : Paham atau gaya hidup yang menganggap barang-barang mewah sebagai ukuran kesenangan dan kepuasan.

Gengsi : Harga diri, martabat, kehormatan

Modis : mengikuti mode pakaian terbaru, mengikuti mode Necis : bersih, rapi

Parlente : gaya berpakaian yang sengaja dibuat necis Funky : Keren, mengikuti zaman

Dandy Society : Citra diri untuk tampil di masyarakat Komoditi : Barang-barang dagangan/diperdagangkan

Hedonistis : Yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama dari hidup

Ekslusifme : Paham yang mempunyai kecenderungan untuk berbeda dari yang lain

Prestise : Kedudukan, derajat Rapport : Hubungan baik

Globalisasi : Proses masuknya ke ruang lingkup dunia Mode : Gaya berpakaian yang populer

Update : Pembaharuan terhadap yang lebih popular, pembaharuan Basecamp : Tempat berkumpul, sekretariat


(4)

Shopping : Belanja

Distro : Jenis toko yang menjual pakaian, dan aksesoris

Produk : Barang atau jasa yang ditambah nilai gunanya atau nilainya untuk diproduksi

Hobby : Kegiatan yang dilakukan untuk hiburan, yang dilakukan pada waktu luang.

Skateboard : Papan selucur yang biasa dimainkan oleh anak muda

Rail : Salah satu trick para skateboard dalam mengayunkan papan skate

Kickflip : Trick dimana para skateboard untuk menendang papannya berputar sebanyak 360 derajat

Gowes : bersepeda ( bahasa yang digunakan oleh para remaja yang mempunyai hobby bersepeda


(5)

(6)