Penelitian Terdahulu Model Konseptual

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini telah dilakukan oleh Rahmawati, 2009 dengan judul penelitian “ Hubungan Antara Hedonic Shopping Value, Positive Emotion, dan Perilaku Impulse Buying Pada Konsumen Ritel di Surabaya”. Dalam penelitian ini permasalahan yang di ajukan adalah 1. Apakah Hedonic Shopping Value dan Positive Emotion mempunyai pengaruh terhadap Impulse Buying. 2. Apakah Positive Emotion merupakan variabel mediasi antara Hedonic Shopping Value terhadap Impulse Buying. Teknik analisis yang di gunakan adalah Regresi dan Hierarchcycal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari dua Hyphothesis yang di lakukan semua membuktikan kebenaran. Penelitian selanjutnya di lakukan oleh, Park et al, 2006. Dengan judul penelitian “A structural model of fashion-oriented impulse buying behaviour”. Permasalahan yang di ajukan adalah : menguji hubungan kausal antara Fashion Involvement, Positive Emotion, Hedonic Shopping Value, dan Impuls Buying dalam konteks belanja. Teknik analisis yang di gunakan adalah sebuah model persamaan struktural matriks korelasi dengan maksimum likelihood di perkirakan oleh LISREL 8,53. Hasil penelitian yang di dapat bahwa Fashion Involvement dan Positive Emotion memiliki dampak positif pada perilaku konsumen 8 pembelian Impuls berorientasi fashion dengan Fashion Involvement memiliki pengaruh terbesar. Kecenderungan Hedonic Shopping Value sebagai mediator yang penting dalam menentukan perilaku pembelian impuls berorientasi fashion. 2.2. Pemasaran 2.2.1. Arti dan Pentingnya Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu kegiatan-kegiatan pokok yang di lakukan oleh perusahaan dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Pemasaran perusahaan harus dapat memberikan kepuasan konsumen agar mempunyai pandangan baik terhadap perusahaan. Berhasil tidaknya dalam tujuan bisnis pada keahlian mereka dalam bidang lain. Selain itu juga, tergantung pada kemampuan mereka untuk mengkombinasikan perusahaan agar berjalan dengan lancar. Sebenarnya proses-proses pemasaran itu di nilai jauh sejak barang-barang di produksi, tidak di mulai pada saat produksi itu selesai, juga tidak berakhir dengan penjualan. Perusahaan dalam menjalankan aktifitas bisnisnya di dukung oleh fungsi bisnis utama yaitu pemasaran, dan operasi produksi, serta beberapa fungsi penunjang lainnya seperti keuangan, dan sumber daya manusia. Dalam menjalankan kegiatan pemasaran suatu perusahaan melakukan pengkoordinasian agar tujuan dan sasaran yang di harapkan dalam bidang pemasaran khususnya dapat tercapai secara efektif dan efisien. Pengamatan perilaku konsumen menjadi dasar pertimbangan yang penting dalam proses penetapan strategi pemasaran. Hal ini karena umumnya banyak perusahaan dalam menjalankan usahanya dengan menekankan pada falsafah pemasaran yang berorientasi pada konsumen. Menurut Kotler 1997 : 17 konsep pemasaran menyatakan bahwa kunci untuk meraih tujuan organisasi adalah menjadi lebih efektif dari para pesaing dalam memadukan kegiatan pemasaran guna menetapkan dan memuaskan kebutuhan dan keinginan pemasaran. Menurut Setiadi 2003 : 9 strategi pemasaran adalah suatu rencana yang didesain untuk mempengaruhi pertukaran dalam mencapai tujuan organisasi. Biasanya strategi pemasaran di arahkan untuk meningkatkan kemungkinan atau frekuensi perilaku kosumen, seperti peningkatan pada toko tertentu atau pembelian produk tertentu. Hal ini dapat tercapai dengan mengembangkan dan menyajikan bauran pemasaran yang diarahkan pada sasaran yang dipilih. Suatu bauran terdiri dari elemen produk, promosi, distribusi, dan harga. Kegiatan pemasaran beroperasi didalam suatu lingkungan yang terus menerus berkembang sebagai konsekuensi sosial dari perusahaan, tetapi juga dibatasi oleh sumber-sumber dari perusahaan itu sendiri dan peraturan yang ada. Bagi perusahaan, perubahan lingkungan dapat merupakan tantangan baru yang harus mendapatkan perhatian yang lebih dengan penyelesaian yang baru pula atau sebaliknya dapat berupa suatu peluang atau kesempatan mengembangkan usahanya juga. Sehubungan dengan itu tugas manager adalah memilih dan menentukan kegiatan pemasaran yang dapat membantu dalam pencapaian tujuan perusahaan serta dalam menyesuaikan diri dengan perubahan linkungan, kegiatan pemasaran ini harus di koordinasikan dan di kelola dengan cara yang baik. Alasan paling mendasar untuk mempelajari pemasaran adalah bahwa pemasaran memainkan peran besar ke dalam pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Pemasar merancang penelitian dan gagasan baru yang menimbulkan barang dan jasa baru. Pemasaran memberikan kesempatan bagi pelanggan untuk memilih produk yang di sukainya. Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan yang di lakukan oleh perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya untuk berkembang dan mendapatkan laba. Dengan semakin banyaknya perusahaan yang bergerak di bidang yang sama, mengakibatkan bermacam ragam pilihan barang dan jasa yang ada, sejalan dengan itu timbullah persaingan yang semakin tajam di antara perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus dapat menyalurkan barang dan jasa yang dapat memenuhi keinginan kebutuhan dan keinginan konsumen dengan harga sesuai dengan barang dan jasa yang ditawarkan tersebut.

2.2.2. Pengertian Pemasaran

Dari definisi yang ada, maka dapat di lihat pengertian pemasaran. Beberapa definisi pemasaran dari para ahli yaitu : Di definisikan secara luas, pemasaran adalah proses sosial dan manajerial di mana pribadi atau organisasi memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan pertukaran nilai dengan yang lain. Dalam konteks bisnis yang lebih sempit, pemasaran mencakup menciptakan hubungan pertukaran muatan nilai dengan pelanggan yang menguntungkan. Karena itu, kita mendefinisikan pemasaran marketing sebagai proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan, dengan tujuan menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya Kotler dan Amstrong, 2006:6. Menurut Stanton 1985 : 3 pemasaran adalah sesuatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang di tujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Menurut AMA American Marketing Association yang di kutip oleh Alma 2004 : 3 pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penentuan harga, promosi dan pendistribusian barangjasa dan ide tersebut kepada pelanggan dengan tujuan perusahaan. Dari definisi diatas dapatlah di tetapkan bahwa pemasaran mencakup kegiatan perusahaan yang di awali dengan proses mengidentifikasi kebutuhan konsumen, penentuan produk, produksi, menyatukan harga serta promosi yang akan di pakai dan penyaluran produk yang di arahkan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran.

2.2.3. Konsep Pemasaran dan Orientasi pada Konsumen

Perusahaan yang sudah mengenal bahwa pemasaran adalah merupakan faktor yang penting untuk mencapai sukses usahanya, akan mengetahui adanya cara dan falsafah baru ini di sebut kosep pemasaran yang bertujuan memberikan kepuasan terhadap keinginan dan kebutuhan konsumen atau berorientasi pada konsumen consumer oriented Apabila orientasi dari konsep-konsep tersebut bertolak pada produk perusahaan dan memandang sebagai tugas perusahaan adalah penjualan dan promosi untuk menstimulir volume penjualan yang menguntungkan. Maka konsep suatu perusahaan harus di mulai dengan usaha mengenal dan merumuskan keinginan dan kebutuhan dari konsumen, kemudian perusahaan itu harus merumuskan dan menyusun suatu kombinasi dari kebijakan produk, harga promosi, dan distribusi sebaik-baiknya agar kebutuhan para konsumennya dapat terpenuhi secara maksimal. Jadi, secara definitif dapat di katakan bahwa : konsep pemasaran adalah suatu falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan Swastha dan Irawan, 1990 : 8 tiga unsur pokok konsep pemasaran : 1. Orientasi Konsumen a. Menentukan kebutuhan pokok dari pembeli yang ingin di penuhi dan dilayani. b. Menentukan kelompok pembeli yang akan di jadikan sasaran penjualan. c. Menentukan produksi dan program pemasarannya. d. Mengadakan penelitian pada konsumen untuk mengukur, menilai, dan menafsirkan pendapat, sikap dan perilaku mereka. 2. Volume Penjualan yang Menguntungkan Ini merupakan tujuan dari konsep pemasaran, artinya laba itu dapat di peroleh dengan melalui pemuasan konsumen. Dengan laba ini, perusahaan dapat tumbuh dan berkembang, dapat menggunakan kemampuan yang lebih besar, dapat memberikan tingkat kepuasan yang lebih besar pada konsumen, serta dapat memperkuat kondisi perekonomian secara keseluruhan. Jadi, laba merupakan pencerminan dari usaha-usaha perusahaan yang berhasil memberikan kepuasan kepada konsumen. untuk memberikan kepuasan tersebut, perusahaan dapat menyediakan atau menjual barang dan jasa yang paling baik dengan harga yang layak. 3 Koordinasi dan Integrasi Seluruh Kegiatan Pemasaran Dalam perusahaan perlu di lakukan untuk memberikan kepuasan konsumen. Juga, perlu di hindari adanya pertentangan di dalam perusahaan maupun antara perusahaan dengan pasarnya. Jadi, setiap orang dan setiap bagian dalam perusahaan turut berkecimping dalam suatu usaha yang terkoordinir untuk memberikan kepuasan konsumen, sehingga tujuan konsumen dapat di realisir.

2.3. Perilaku Konsumen

2.3.1. Pengertian Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen consumer behaviour di definisikan sebagai studi tentang unit pembelian buying units dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuangan barang, jasa, pengalaman, serta ide-ide Mowen dan Minor, 2002:6 Definisi perilaku konsumen menurut AMA American Marketing Association yang dikutip oleh Setiadi 2003 perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka. Perilaku konsumen adalah dinamis itu berarti bahwa perilaku seorang konsumen, grup konsumen ataupun masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. Salah satu implikasinya adalah bahwa generalisasi perilaku konsumen biasanya terbatas untuk jangka waktu tertentu, produk dan individu atau grup tertentu. Menurut Schifman Kanuk 1994 : 7 perilaku konsumen di artikan sebagai perilaku yang di perhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Adapun kesimpulan dari perilaku konsumen adalah serangkaian tindakan yang di lakukan konsumen yang di dahului maupun di ikuti oleh proses pembuatan keputusan dalam mendapatkan dan menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi kepuasan dan kebutuhannya.

2.3.2. Macam Peranan dalam Perilaku Konsumen

Untuk dapat mengetahui sebab konsumen membeli barang atau jasa tentu dapat di terangkan secara langsung dari hasil pengamatan saja. Tetapi di butuhkan analisa perilaku konsumen yang lebih dalam untuk membahas mengapa dan bagaimana perilaku konsumen tersebut, sehingga perusahaan dapat mengembalikan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barangnya secara baik. Tabel 2.1. Macam Peranan dalam Perilaku Konsumen No Peranan Keterangan 1. Iniator Orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu produk atau jasa tertentu. 2. Influencer Orang yang pandangan atau nasihatnya memberi bobot dalam pengambilan keputusan akhir. 3. Decider Orang yang sangat menentukan sebagian atau keseluruhan keputusan pembelian, apakah membeli, apa yang di beli, kapan hendak membeli, dengan bagaimana cara membeli dan di mana akan membeli. 4. Buyer Orang yang akan melakukan pembelian nyata. 5. User Orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa. Sumber : Simamora, Panduan Riset Perilaku Konsumen 2002 : 15.

2.4. Keputusan Pembelian

2.4.1. Pengertian Keputusan

Pembelian Pengertian keputusan dapat di artikan sebagai suatu proses penilaian dan pemilihan dari berbagai alternatif sesuai dengan kepentingan-kepentingan tertentu dengan menetapkan suatu pilihan yang di anggap paling menguntungkan. Peter dan Olson 1999 : 162 Pengambilan keputusan konsumen adalah suatu proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu di antaranya. Menurut Setiadi 2003 : 18 dua faktor yang berada di antara niat pembelian dan keputusan pembelian adalah : 1. Pendirian negatif orang lain terhadap alternatif yang di sukai seseorang. 2. Motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain.

2.4.2. Proses Keputusan Pembelian Konsumen

Stimulus eksternal Situasi Respon Sumber : Ma’ruf 2005 : 63.

2.4.3. Teknik Pendekatan Untuk Mempengaruhi Keputusan Konsumen

Menurut Setiadi 2003 : 20, para pemasar harus juga mengerti berbagai partisipasi dalam proses pembelian dan pengaruh-pengaruh utama dalam perilaku membeli konsumen. Para pemasar dapat merancang program pemsaran yang lebih efektif bagi pemasaran mereka. Ada beberapa teknik pendekatan yang dapat di lakukan untuk mempengaruhi keputusan konsumen, yaitu : a. Teknik Pendekatan Stimulus Respon Lingkungan Pemasaran Ekonomi Merchandise Budaya Harga Sosial Lokasi Teknologi IklanPromosi Atmosfer Service Karakteristik Konsumen Proses Keputusan Membeli Pilihan produk merek Pilihan gerai Timing belanja Besarnya belanja Teknik ini merupakan teknik penyampaian ide-ide atau pengetahuan tentang suatu produk dan merek kepada konsumen agar konsumen tertarik atau termotivasi untuk mengambil keputusan membeli produk-produk yang di sampaikan itu. Dengan kata lain, pemilik toko atau pramuniaga memberikan stimulus beberapa produk-produk yang ada dalam toko, kemudian di harapkan konsumen dapat merespon secara positif. Misalnya seorang ibu menanyakan pakaian untuk bayi, maka pramuniaga memberikan informasi tentang merek, kualitas dan warna berbagai macam pakaian bayi. Kemudian konsumen di arahkan untuk membeli di antara alternatif yang cenderung mendapat perhatian atau tanggapan positif dari ibu tersebut. Dengan demikian ibu akan lebih mudah mengambil keputusan. b. Teknik Pendekatan Humanistik Teknik ini merupakan teknik pendekatan yang bersifat manusiawi. Dalam teknik ini keputusan membeli sepenuhnya di serahkan kepada konsumen yang bersangkutan. Pemilik toko atau pramuniaga hanya lebih bersifat menyediakan berbagai jenis produk, merek, warna, kualitas dan memberi informasi tentang mafaat, kebaikan dan kelemahan yang terdapat pada masing-masing produk yang tersedia. c. Teknik Pendekatan Kombinasi antara Stimulus-Respon dan Humanistik Teknik ini merupakan teknik pendekatan dan hasil kombinasi antara teknik stimulus-respon dan teknik humanistik. Pemilik toko atau pramuniaga dalam menghadapi konsumen lebih bersifat mengkondisikan perilaku yang memungkinkan konsumen termotivasi untuk membeli, namun keputusan membeli sepenuhnya di serahkan pada konsumen. Misalnya barang-barang di susun dengan berbagai bentuk yang menarik konsumen, display barang di susun teratur yang memungkinkan menjadi pusat perhatian konsumen, produk di tampilkan dengan berbagai merek yang menarik. d. Teknik Pendekatan dengan Komunikasi yang Persuasif Teknik ini merupakan teknik pendekatan dengan menggunakan komunikasi persuasive melalui rumus AIDDAS : A = Attention perhatian, I = Interest minat, D = Desire hasrat, D = Decision keputusan, A = Action tindakan, S = Satisfaction kepuasan. Pertama kali perlu di bangkitkan perhatian konsumen terhadap suatu produk agar timbul minatnya, kemudian kembangkan hasratnya untuk membeli produk tersebut. Setelah itu di arahkan konsumen untuk mengambil keputusan membeli produk yang sesuai kebutuhannya, dengan harapan konsumen merasa puas setelah membeli.

2.5. Usaha Eceran Retailling

2.5.1. Pengertian Usaha Eceran Retailling

Retailing atau usaha eceran menurut Bellenger dan Goldstucker 1983 : 4 “al theachivities involved in selling goods or services directly to final consumer for their personal, non business use”. Atau dapat di katakan bahwa retailing adalah semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang atau jasa langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan yang sifatnya pribadi, bukan untuk di perdagangkan lagi. Menurut Dunne et al 1992 : 3 yang menyebutkan bahwa retailing adalah semua aktifitas bisnis yang melakukan kegiatan penjualan barang maupun jasa kepada konsumen akhir, dengan kata lain retailling merupakan tingkat akhir dari aliran produk produsen ke konsumen. Sedangkan pengusaha eceran adalah perusahaan atau organisasi yang penjualannya terutama berasal dari penjualan secara eceran. Hal yang sama di kemukakan oleh Kotler 1997 : 170 yang menyebutkan bahwa retailing adalah semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung ke konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis.

2.6. Impulse Buying Pembelian Impulse

2.6.1. Pengertian Impulse Buying Pembelian Impulse

Menurut Engel 1995 : 202-203 bahwa pembelian berdasar impulse terjadi ketika konsumen mengalami desakan tiba-tiba, yang biasanya kuat dan menetap untuk membeli sesuatu dengan segera. Juga pembelian berdasar impulse cenderung terjadi dengan perhatian yang berkurang pada akibatnya. Menurut Han et al, 1991 dalam Park et al, 2006 pembelian impuls di klasifikasikan empat jenis, sebagai berikut: 1. Pembelian impulse di rencanakan, 2. Mengingatkan membeli impulse, 3. fashion berorientasi impulse buying dan, 4. Murni pembelian impulse. Konsekuensi impulse buying adalah adanya rasa senang dan perasaan yang lebih baik. Hal ini di sebabkan karena proses belanja yang di lakukan telah memberikan kesenangan tersendiri, sehingga impulse buying dapat memberikan suatu hedonic reward bagi pelakunya. Hal ini di jelaskan oleh Piron, 1991 bahwa pembelian tidak terencana adalah perilaku pembelian yang di lakukan tanpa adanya niat pembelian sebelum memasuki toko. Sehingga impulse buying yang merupakan sinonim dari pembelian tidak terencana adalah juga aktivitas pembelian yang di lakukan tanpa niat pembelian sebelum memasuki toko. Menurut Beatty dan Ferrel, 1998, secara lengkap menjelaskan jika impulse buying merupakan pembelian tiba-tiba dan di lakukan dengan segera tanpa tujuan pra-belanja untuk membeli sebuah produk tertentu terlebih dahulu atau untuk memenuhi kebutuhan pembelian produk yang sudah di rencanakan sebelumnya. Perilaku tersebut terjadi begitu saja karena adanya dorongan untuk membeli secara spontan dan tanpa banyak pemikiran. Sehingga konsumen tidak memikirkan konsekuensi dari pembelian yang di lakukan, konsumen di sini memikirkan konsekuensi setelah terjadinya keputusan pembelian pasca purchases.

2.7. Hedonic Shopping Value

2.7.1. Pengertian Hedonic Shopping Value

Umumnya istilah hedonisme hedonism merujuk pada perolehan kesenangan melalui perasaan. Akan tetapi, dalam konteks perilaku konsumen istilah ini lebih kompleks, yaitu perasaan yang di cari konsumen mungkin bukanlah kesenangan yang seragam. Jenis konsumsi hedonik lainnya adalah keinginan untuk melakukan kegiatan waktu luang, yaitu semua kegiatan yang di cari untuk mengisi “waktu luang” atau “waktu non kerja” . Waktu luang adalah hal yang multidimensional, dan sejumlah kebutuhan yang berbeda akan mendorong orang untuk mencarinya Mowen dan Minor, 2002 : 221-223. Hedonic shopping value mencerminkan instrument yang menyajikan secara langsung manfaat dari suatu pengalaman dalam melakukan pembelanjaan, seperti kesenangan dan hal-hal baru. Hedonic shopping value atau nilai intrinsik yang lebih merefleksikan pengalaman keuntungan yang di nyatakan langsung sebagai pengalaman belanja Samuel, 2005. Menurut Hirschman dan Holbrook, 1982 nilai hedonis lebih subyektif dan personal sebagai pertimbangan dan menghasilkan lebih dari senang dalam permainan. Terdapat 3 hal yang merepresentasikan aspek hedonik dalam mengkonsumsi yaitu : 3F fantasies, feelings, dan fun. Menurut Babin et al, 1994 nilai hedonik di karakteristikan dengan tujuan diri self purposeful dan orientasi diri self oroiented, di mana sifat dari nilai hedonik lebih abstrak. Hiburan entertainment dan eksplorasi exploration juga di sadari berkontribusi pada nilai hedonik. Hedonism atau intrinsic, mencerminkan nilai manfaat yang lebih di berikan secara langsung dengan pengalaman belanja misalnya, menyenangkan, baru, dan menggambarkan potensi hiburan berbelanja yang bernilai emosional Babin dan Darden, 1995. Jadi, aktivitas belanja yang di lakukan oleh konsumen dapat memberikan rasa senang dan perasaan yang lebih baik. Rasa senang yang di alami oleh konsumen di karenakan karena aktivitas belanja yang menyenangkan dan memberikan rasa kecanduan bagi pelakunya dan proses pemenuhan kebutuhannya.

2.8. Fashion Involvement

2.8.1. Pengertian Fashion Involvement

Involvement adalah suatu sistem metrik yang sangat menolong menjelaskan perilaku konsumen dan segmen pasar konsumen Kapferer dan Laurent, 1985; dan Martin, 1998; dalam Park et al, 2006. Involvement adalah minat atau bagian motivasional yang di timbulkan oleh stimulus atau situasi tertentu, dan di tunjukkan melalui ciri penampilan O’Cass, 2004 dalam Park et al, 2006. Keterlibatan konsumen consumer involvement adalah pribadi yang dirasakan penting dan atau minat konsumen terhadap perolehan, konsumsi, dan disposisi barang fashion pakaian, jasa, atau ide. Dengan semakin meningkatnya keterlibatan, konsumen memiliki motivasi yang lebih besar untuk memperhatikan, memahami, dan mengelaborasi informasi tentang pembelian. Mowen dan dan Minor, 2002 : 83-84 Secara umum, involvement adalah secara konseptual merupakan interaksi konsumen dengan suatu produk. Dalam pemasaran, fashion involvement mengacu pada ketertarikan perhatian dengan kategori produk fashion seperti pakaian. Fashion Involvement di gunakan terutama untuk meramalkan variabel tingkah laku yang berhubungan dengan produk pakaian seperti keterlibatan produk, perilaku pembelian, dan karakteristikan konsumen Browne dan Karldenberg, 1997; Fairhust et al, 1989; Flynn dan Goldsmith, 1993; dalam Park et al, 2006 Sebagai contoh, O Cass 2004 dalam Park et al 2006 menemukan bahwa fashion involvement pada pakaian berhubungan sangat erat dengan karakteristik pribadi yaitu wanita dan kaum muda dan pengetahuan fashion, yang mana pada gilirannya mempengaruhi kepercayaan konsumen di dalam membuat keputusan pembelian.

2.9. Hubungan Kausalitas

2.9.1. Pengaruh Hedonic Shopping Value terhadap Impulse Buying Pembelian Impulse

Ketika pengalaman berbelanja seseorang menjadi tujuan untuk memenuhi kepuasan kebutuhan yang bersifat hedonism, maka produk yang di pilih untuk di beli bukan berdasarkan rencana awal ketika menuju ke toko tersebut, melainkan karena impulse buying yang di sebabkan oleh pemenuhan kebutuhan yang bersifat hedonism atau sebab lain di luar alasan ekonomi seperti karena rasa senang dan fantasi Park et al , 2006. Para peneliti tampaknya setuju bahwa terdapat hubungan positif antara pembelian impulse yang melibatkan komponen hedonis atau afektif Cobb dan Hoyer,1986; Piron, 1991; Rook dan Fisher, 1995; Weinberg dan Gootwald, 1982 dalam Park et al 2006. Karena tujuan dari pengalaman berbelanja adalah memberikan kepuasan kebutuhan hedonism, produk yang di beli selama ini di pilih tanpa perencanaan sebelumnya dan merupakan suatu pembelian impulse. Pembelian impulse memainkan peran penting dalam memenuhi hasrat hedonism terkait dengan konsumsi hedonism Haussman, 2000. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat di simpulkan bahwa orang yang berbelanja karena kesenangannya ketika melihat suatu produk, kemudian ingin mendapatkannya karena merasakan kepuasan pada awalnya setelah berangan- berangan dari produk tersebut. Ada kecenderungan orang tersebut bersikap impulse buying. Jadi, semakin terdorong memunculkan hedonic shopping value maka semakin terjadi impulse buying pembelian impulse.

2.9.2. Pengaruh Fashion Involvement terhadap Impulse Buying Pembelian Impulse

Fashion berorientasi pembelian impulse. Merupakan konsep keterlibatan konsumen dengan spesifikasi sebuah produk Jones et al, 2003 dalam Park et al, 2006. Fashion yang berorientasi pembelian impulse mengacu pada kesadaran seseorang atau persepsi fashionability yang di kaitkan dengan suatu desain atau gaya inovatif. Artinya, fashion berorientasi pembelian impulse terjadi ketika konsumen termotivasi melihat produk mode baru pakaian. Awal penelitian perilaku pembelian impuls yang terkonsentrasi pada tipologi pembelian impulse, memprediksi tentang pemahaman peran keterlibatan fashion-oriented Han et al, 1991 dalam Park et al, 2006. Menurut Fairhust et al 1989 dan Seo et al 2001 dalam Park et al 2006, terdapat hubungan positif, fashion yang berorientasi pembelian impulse. Oleh karena itu, kita mengasumsikan konsumen dengan keterlibatan fashion yang tinggi lebih mungkin terlibat dalam fashion yang berorientasi pembelian impuls. Berdasarkan penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa konsumen membeli produk fashion dengan motivasi yang berlipat tanpa perkiraan sebelumnya, seperti pakaian untuk melengkapi dan mendukung fashion penampilan pribadinya salah satunya di wujudkan dengan pembelian impuls. Jadi, semakin tertarik memenuhi fashion involvement maka semakin terjadi impulse buying pembelian impulse.

2.10. Model Konseptual

Dari penjelasan sebagaimana di uraikan dapat di ringkas menjadi sebuah kerangka konseptual seperti gambar di bawah ini yang sekaligus menjadi kerangka acuan peneliti dan menjadi dasar untuk merumuskan hipotesis penelitian. Hipotesis 1. Di duga hedonic shopping value berpengaruh positif terhadap impulse buying pembelian impulse. 2. Di duga fashion involvement berpengaruh positif terhadap impulse buying pembelian impulse. Hedonic Shopping Value X1 Impulse Buying Y Fashion Involvement X2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

3.1.1. Definisi Operasional

Yang dimaksud dengan definisi operasional adalah pernyataan tentang definisi dan pengukuran variabel-variabel penelitian secara operasional berdasarkan teori yang ada dalam pengalaman empiris. Dalam usulan penelitian ini definisi operasionalnya terdiri dari : Hedonic Shopping Value X1: Umumnya istilah hedonisme hedonism merujuk pada perolehan kesenangan melalui perasaan. Akan tetapi, dalam konteks perilaku konsumen istilah ini lebih kompleks, yaitu perasaan yang dicari konsumen mungkin bukanlah kesenangan yang seragam. Jenis konsumsi hedonik lainnya adalah keinginan untuk melakukan kegiatan waktu luang, yaitu semua kegiatan yang dicari untuk mengisi “waktu luang” atau “waktu non kerja” . Waktu luang adalah hal yang multidimensional, dan sejumlah kebutuhan yang berbeda akan mendorong orang untuk mencarinya. Indikator yang digunakan dalam mengukur variabel hedonic shopping value sebagaimana dikembangkan oleh Mowen dan Minor, 2002 : 221-223 meliputi:  X1.1 Keinginan. Di sini kegiatan dipandang oleh konsumen sebagai penghargaan untuk dirinya sendiri. 28