belajar terbaik dalam lingkungan yang terstruktur. Mereka memiliki pengetahuan, pemikir analitik dengan pengertian yang
jelas tentang objektivitas. Mereka lebih memilih proses yang sistematis dan menyeluruh dalam pekerjaan mereka.
3. Gaya belajar konkret acak. Merupakan gaya belajar yang membuat
siswa menjadi kreatif, petualang, dan tentu ingin tahu tentang
dunia di sekitar mereka. Mereka adalah pemikir inovatif. Mereka
menggunakan naluri dan intuisi mereka ketika membuat keputusan.
4. Gaya belajar abstrak acak. Merupakan gaya belajar yang membuat
siswa menjadi imajinatif dan idealis. Mereka sensitif dan merupakan siswa yang cenderung sentimental. Mereka lebih suka
fleksibilitas dan cenderung spontan. Mereka adalah siswa yang sangat perseptif.
Pendekatan gaya belajar berdasarkan profil kecerdasan dikembangkan oleh Howard Gardner. Gardner dikutip oleh Adi W. Gunawan awalnya
mengusulkan tujuh jenis kecerdasan yaitu: 1.
Linguistik. Merupakan kemampuan untuk menggunakan kata-kata secara efektif, baik secara lisan maupun tulisan.
2. Logika-matematika. Merupakan kemampuan seseorang dalam
memecahkan masalah.
3. Interpersonal. Merupakan kemampuan untuk mengamati dan
mengerti maksud, motivasi dan perasaan orang lain. 4.
Intrapersonal. Merupakan kemampuan yang berhubungan dengan kesadaran dan pengetahuan tentang diri sendiri.
5. Musikal. Merupakan kemampuan untuk menikmati, mengamati,
membedakan, mengarang, membentuk dan mengekspresikan bentuk-bentuk musik.
6. Visual-spasial. Merupakan kemampuan untuk melihat dan
mengamati dunia visual dan spasial secara akurat. 7.
Kinestetik. Merupakan kemampuan dalam menggunakan tubuh kita secara terampil untuk mengungkapkan ide, pemikiran dan
perasaan. Namun sesuai dengan perkembangan penelitian yang dilakukannya,
Gardner lalu memasukkan kecerdasan kedelapan yaitu kecerdasan naturalis. Merupakan kemampuan untuk mengenali, membedakan,
mengungkapkan dan membuat kategori terhadap apa yang di jumpai di alam maupun lingkungan.
Konsep kecerdasan ganda dapat dilihat sebagai pengembangan model gaya belajar Visual, Auditorial, dan Kinestetik yang biasanya disingkat
menjadi VAK dan membuat hubungan yang jelas antara kepribadian dan gaya belajar yang disukai Nick Rushby, 2008: 78. Konsep, teori dan
metode VAK pertama kali dikembangkan pada tahun 1920 oleh psikolog dan spesialis mengajar seperti Fernald, Keller, Orton, Gillingham,
Stillman dan Montessori Nick Rushby, 2008: 93. Spesialis VAK mengakui bahwa seseorang belajar dengan menggunakan berbagai cara,
misalnya ketika seseorang belajar untuk mengoperasikan peralatan baru dia akan memilih untuk membaca instruksi jika dia lebih dominan ke
gaya belajar visual. Namun jika dia lebih dominan ke gaya belajar auditorial, maka dia akan lebih memilih untuk mendengarkan penjelasan.
Model gaya belajar Visual, Auditorial, dan Kinestetik ini tidak menutup kecerdasan ganda Gardner, tetapi dengan adanya model VAK akan
memberikan perspektif yang berbeda untuk memahami dan menjelaskan pilihan seseorang untuk mengetahui gaya belajar dan kekuatannya.
Karena gaya belajar seseorang merupakan cerminan dari campuran kecerdasan mereka dan juga merupakan jenis refleksi otak.
Dari ketiga pendekatan diatas, yang dikenal luas di Indonesia adalah pendekatan berdasarkan preferensi sensori Adi W. Gunawan, 2007:142.
Selain itu, De Porter Hernacki 2006 menyatakan bahwa pada tahap awal untuk mengenali gaya belajar siswa, salah satu langkah diantara
langkah pertama yang sebaiknya dilakukan oleh guru adalah mengenali modalitas belajar siswa sebagai modalitas visual, auditorial, atau
kinestetik. Oleh karena ketenarannya di Indonesia dan penelitian ini
merupakan penelitian awal untuk mengenali gaya belajar siswa, maka penelitian ini hanya menitikberatkan pada pengklasifikasian gaya belajar
menurut preferensi sensori yaitu gaya belajar visual, gaya belajar auditorial, dan gaya belajar kinestetik. Selain itu, gaya belajar
berdasarkan preferensi sensori menurut Flemming dikutip oleh Suyono dan Hariyanto juga terdiri dari tiga modalitas belajar, yaitu visual,
auditorial, dan kinestetik.
3. Gaya Belajar menurut Preferensi Sensori
Berdasarkan prefensi sensori atau kemampuan yang dimiliki otak dalam menyerap, mengelola dan menyampaikan informasi, maka gaya
belajar individu dapat dibagi dalam 3 tiga kategori. Ketiga kategori tersebut adalah gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik yang ditandai
dengan ciri-ciri perilaku tertentu. Pengkategorian ini tidak berarti bahwa setiap individu hanya memiliki salah satu karakteristik gaya belajar
tertentu. Pengkategorian ini hanya merupakan pedoman bahwa setiap individu memiliki salah satu karakteristik yang paling menonjol sehingga
jika dia mendapatkan rangsangan yang sesuai dalam belajar maka akan memudahkannya untuk menyerap pelajaran walaupun tidak dapat
dipungkiri bahwa setiap individu juga akan memanfaatkan kombinasi karakteristik gaya belajar tertentu.
Menurut Hamzah Uno 2006: 181 pada preferensi sensori terdapat
tiga tipe gaya belajar, yang terdiri dari:
a. Gaya belajar Visual Visual Learners
Gaya belajar visual adalah gaya belajar yang harus melihat terlebih dahulu buktinya untuk kemudian bisa mempercayainya. Untuk lebih
sederhananya, gaya belajar ini adalah belajar dengan cara melihat. b.
Gaya belajar Auditorial Auditory Learners Gaya belajar ini adalah belajar dengan cara mendengar. Gaya belajar
ini mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya.
c. Gaya Belajar Kinestetik Tactual Learners
Gaya belajar ini adalah belajar dengan cara bergerak, bekerja dan melibatkan aktivitas fisik. Gaya belajar ini harus menyentuh sesuatu
yang memberikan informasi tertentu agar kita bisa mengingatnya.
Adapun ciri-ciri perilaku individu dengan karakteristik gaya belajar seperti disebutkan diatas, Suyono dan Hariyanto 2011: 151
mengadaptasi dari Bobbi de Porter dan Mike Hernacki menyatakan sebagai berikut:
a. Gaya belajar Visual Visual Learners
Gaya belajar visual dapat dideteksi dari kebiasaan individu ketika belajar, antara lain:
- lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar;
- mudah mengingat dengan asosiasi visual;
- pembaca yang cepat dan tekun, memiliki hobi membaca;
- lebih suka membaca sendiri daripada dibacakan;
- biasa berbicara dengan cepat, karena dia tidak merasa perlu
mendengarkan esensi pembicaraannya; -
mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika dituliskan, dan seringkali meminta bantuan orang lain untuk
mengulangi instruksi verbal tersebut; -
sering lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain; -
pengeja yang baik, kata demi kata; -
sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat, ya atau tidak, sudah atau belum;
- mempunyai kebiasaan rapi dan teratur, karena itu yang akan di lihat
orang. Misalnya rapi dan teratur dalam berpakaian dan membuat catatan;
- mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun
presentasi; -
memiliki kemampuan dalam perencanaan dan pengaturan jangka panjang yang baik;
- teliti terhadap rincian dan hal-hal kecil yang harus dilakukan;
- biasanya tidak mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik
ketika sedang belajar, -
lebih suka
mendemonstrasikan sesuatu
daripada berpidatoberceramah;
- membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan
bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu
masalah atau proyek, dan terbiasa melakukan check dan recheck sebelum membuat kesimpulan;
- lebih menyukai seni visual daripada seni musik;
- suka mencorat-coret tanpa arti selama berbicara di telepon atau
pada saat melakukan rapat.
b. Gaya belajar Auditorial Auditory Learners
Gaya belajar auditorial dapat dideteksi dari kebiasaan individu ketika belajar, antara lain:
- belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang di
diskusikan daripada apa yang dilihat; -
berbicara kepada diri sendiri ketika sedang belajar dan bekerja; -
senang membaca dengan suara keras dan mendengarkannya; -
berbicara dengan irama yang terpola dengan baik; -
biasanya jadi pembicara yang fasih; -
menggerakan bibir dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca;
- senang berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu secara
panjang lebar; -
lebih pandai mengeja atau mengucapkan kata-kata dengan keras daripada menuliskannya;
- mengalami kesulitan untuk menuliskan sesuatu, tetapi sangat
pandai dalam bercerita;
- dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna
suara; -
mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik, karena dia akan sukar berkonsentrasi;
- mengalami kesulitan jika harus dihadapkan pada tugas-tugas yang
berhubungan dengan visualisasi; -
lebih suka humor atau gurauan lisan daripada membaca buku humorkomik.
- lebih menyukai seni musik dibandingkan seni yang lainnya;
c. Gaya Belajar Kinestetik Tactual Learners
Gaya belajar kinestetik dapat dideteksi dari kebiasaan individu ketika belajar, antara lain:
- selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak;
- banyak menggunakan isyarat tubuh;
- menggunakan jari sebagai penunjuk tatkala membaca;
- menghafal dengan cara berjalan atau melihat langsung;
- memiliki perkembangan awal otot-otot yang besar;
- menanggapi perhatian fisik;
- tidak dapat duduk diam dalam waktu yang lama;
- menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian mereka;
- menggunakan kata-kata yang mengandung aksi;
- ingin melakukan segala sesuatu.
- berdiri dekat ketika sedang berbicara dengan orang lain;
- berbicara dengan perlahan;
- belajar melalui praktek langsung dan manipulasi mengembangkan
data atau fakta; -
tidak dapat mengingat letak geografi, kecuali jika ia pernah datang ke tempat tersebut;
- menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot, mencerminkan
aksi dengan gerakan tubuh saat membaca sebagai bentuk penghayatan terhadap apa yang di baca;
- kemungkinan memiliki tulisan yang jelek;
- menyukai kegiatan atau permainan yang menyibukkan secara
fisik;
4. Manfaat Pemahaman Gaya Belajar
Berdasarkan beberapa gaya belajar diatas, maka dapat dilihat bahwa mengetahui gaya belajar itu sangat penting. Pemahaman gaya belajar bagi
siswa dapat berguna untuk mengetahui dengan sadar strategi-strategi apa yang harus mereka gunakan dalam belajar sehingga menjadi pelajar yang
lebih percaya diri dan lebih puas dengan kemajuan belajar mereka
Barbara, 2007: 93.
Sedangkan pemahaman gaya belajar bagi guru berguna untuk mengetahui cara mengidentifikasi dan mengajar siswa yang memiliki
gaya belajar yang unik De Porter Hernacki, 2010: 213. Selain itu,
pemahaman akan gaya belajar dapat membuat guru menjadi lebih kreatif dalam mengajar di dalam suatu kelas sehingga dapat menciptakan
lingkungan belajar yang bersifat multi indrawi, yang melayani sebaik mungkin kebutuhan individual setiap murid Barbara, 2007: 93. Karena
dengan itu metode mengajar guru bisa menggunakan berbagai kombinasi seperti pengalaman, refleksi, konseptualisasi, dan eksperimentasi. Guru
juga dapat memperkenalkan berbagai unsur pengalaman ke dalam kelas misalnya dengan bunyi-bunyian, musik, gambar visual, gerakan-gerakan,
pengalaman, dan bahkan percakapan Suyono dan Hariyanto, 2011: 164. Bahkan guru juga dapat menerapkan berbagai teknik penilaian yang
berfokus pada gaya belajar yang berbeda-beda. Misalnya menggunakan tes lisan untuk siswa dengan gaya belajar auditorial, karena siswa dengan
gaya belajar auditorial lebih pandai dalam bercerita, namun merasa kesulitan dalam menulis. Menggunakan tes tertulis untuk siswa dengan
gaya belajar visual dan menggunakan ujian praktek untuk siswa dengan gaya belajar kinestetik. Sehingga diharapkan selama proses pembelajaran
guru dapat memberikan porsi penilaian secara adil bagi setiap siswa.
C. Gaya Mengajar Guru
1. Pengertian Mengajar
Istilah mengajar sudah dikenal sejak lama, bahkan sejak disadari pentingnya pendidikan dan persekolahan. Konsep mengajar sering
ditafsirkan berbeda-beda karena senantiasa dilandasi oleh teori belajar
tertentu, sedangkan tafsiran tentang belajar juga banyak macam
ragamnya.
Dalam mengkaji pengertian mengajar, Muhibbin 1995: 182 membahas pendapat Nasution yang mendefinisikan mengajar adalah
suatu aktifitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar.
Lingkungan dalam pengertian ini tidak hanya ruang kelas ruang belajar, tetapi juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium, dan
sebagainya yang relevan dengan kegiatan belajar siswa. Slameto 2010: 30 mengulas pendapat DeQueliy dan Gazali yang
menyatakan bahwa definisi mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada seseorang dengan cara paling singkat dan tepat. Dalam hal ini
pengertian waktu yang singkat sangat penting. Guru kurang memperhatikan bahwa di antara siswa ada perbedaan individual,
sehingga memerlukan pelayanan yang berbeda-beda. Bila semua siswa dianggap sama kemampuannya, maka bahan pelajaran yang diberikan
pun akan sama pula. Hal ini bertentangan dengan kenyataan yang ada. Dalam penelitian Van Rossum dan Hammer 2010: 10 disimpulkan
enam konsep mengajar, yaitu: 1.
Mengajar adalah menanamkan dengan jelasinformasi yang diberikan terstruktur dengan baik
Artinya mengajar adalah menyajikan materi pelajaran yang harus dipelajari sedemikian rupa sehingga tidak terlalu kering disajikan
dengan humor jika mungkin. Materi pelajaran perlu dijelaskan dengan baik dan disajikan dalam cara yang terorganisir dengan baik,
sehingga siswa tidak merasa kesulitan ketika harus belajar sendiri. 2.
Mengajar adalah mengirimkan pengetahuan terstruktur, mengakui keberadan siswa
Dalam konsep ini, mengajar adalah proses yang harus dilakukan dengan jelas, teratur, efisien, menghibur dan termasuk memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara siswa dan guru, sehingga siswa
merasa keberadaannya di dalam kelas diakui. 3.
Mengajar adalah berinteraksi dan pembentukan Dalam hal ini, mengajar ditandai dengan diskusi yang didominasi
oleh guru, dimana di dalamnya ada seorang guru yang antusias membentuk dan memotivasi para siswa menggunakan umpan balik
positif dan negatif. Yang paling penting dalam hal ini adalah bahwa seorang guru dan siswanya memiliki kontak yang baik. Guru tidak
boleh otoriter dan tidak harus menunjukkan bahwa dirinya sendiri lebih unggul dari pada siswanya. Dalam hal ini guru harus
mendengarkan pendapat siswa, sehingga segala permasalahan yang ada dapat diselesaikan dengan diskusi.
4. Mengajar adalah tantangan dan pengembangan jalan pikir bagi diri
sendiri
Dalam hal ini mengajar adalah menantang siswa untuk berpikir dalam mencapai tujuan. Guru tidak mengarahkan siswa terlalu
banyak, atau membiarkan siswa mencari tahu sendiri apakah sesuatu itu tidak mungkin atau benar. Sehingga penilaian yang diberikan
oleh guru harus fokus pada proses dan tidak bergantung pada hasil akhir. Dalam proses ini siswa menjadi peserta aktif, sedangkan peran
guru terletak lebih dalam pembinaan proses pembelajaran. 5.
Mengajar adalah pengajaran dialog Dalam hal ini, mengajar adalah melibatkan siswa sebanyak mungkin
ke dalam subyek. Dalam hal ini, guru dan siswa bersama-sama mengerjakan suatu masalah dan membahasnya, sehingga semua
pihak dapat mengajar. 6.
Mengajar adalah saling percaya dan saling peduli Mengajar saling percaya dan peduli berarti mengajar yang
berkembang dalam situasi pemahaman total antara siswa dan guru sehingga metode pengajaran tidak lagi penting.
Dari pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang bertujuan untuk
memberikan informasi secara terstruktur dengan singkat dan tepat, agar informasi tersebut dapat tertanam jelas dalam pikiran siswa dan
membentuk pengembangan jalan pikir siswa.
2. Pengertian Gaya Mengajar
Dalam mengkaji definisi gaya mengajar, Ika Marisa 2013: 3 mengulas pendapat Suparman yang menyatakan bahwa gaya mengajar
adalah cara atau metode yang dipakai oleh guru ketika sedang melakukan pengajaran. Gaya mengajar guru biasanya sangat erat hubungannya
dengan gaya belajar anak didik. Sedangkan menurut Sara Ashworth 1998, gaya mengajar adalah
metode, model, strategi yang digunakan sebagai rencana dalam sebuah kegiatan dimana di dalamnya didefinisikan perilaku guru dan siswa untuk
mencapai tujuan dalam materi pelajaran. Menurut Felder 1988 gaya mengajar adalah metode mengajar yang
sesuai dengan kemampuan siswa dalam mengatasi komponen belajar yang diusulkan.
Selain itu, Mehrak Rahimi 2012 mengulas pendapat Kaplan dan Kies menyatakan bahwa gaya mengajar itu terdiri dari perilaku pribadi
guru dan media yang digunakan untuk mengirimkan informasi kepada siswa.
Dari pengertian-pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa gaya mengajar adalah metode dan media yang digunakan oleh guru
dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa untuk mencapai tujuan dalam materi pelajaran. Sehingga dalam hal ini gaya
mengajar guru melibatkan metode dan media, juga urutan kegiatan dan alokasi waktu pada saat proses pembelajaran berlangsung.