Prokrastinasi Akademik LANDASAN TEORI

a. Functional Procrastination Prokrastinasi fungsional adalah perilaku menunda mengerjakan tugas yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang lengkap dan akurat. Mereka yang melakukan penundaan ini memandang sebuah tugas harus dikerjakan secara sempurna, dengan tujuan mendapatkan penyelesaian yang baik, meskipun mereka harus melewati waktu yang optimal untuk mulai mengerjakan tugas tersebut. b. Disfunctional Procrastination Prokrastinasi disfungsional adalah perilaku menunda yang tidak bertujuan, yang memiliki akibat buruk dan menimbulkan masalah bagi pelakunya. Bentuk penundaan ini dilakukan tanpa disertai suatu alasan yang berguna bagi pelakunya, maupun orang lain. Prokrastinasi jenis ini dapat menimbulkan masalah bagi pelaku prokrastinasi apabila tidak bisa melepaskan diri dari kebiasaan menunda tersebut. Prokrastinasi disfungsional dibagi lagi menjadi dua hal berdasarkan tujuan mereka melakukan penundaan : 1 Decisional procrastination Merupakan perilaku menunda dalam langkah mengambil keputusan, prokrastinasi ini terjadi karena kegagalan dalam mengidentifikasi tugas yang menyebabkan konflik dalam diri individu, sehingga memutuskan untuk melakukan perilaku menunda. Ferrari dalam Ghufron, 2003, menjelaskan bahwa prokrastinasi ini dilakukan sebagai bentuk coping yang ditawarkan untuk menyesuaikan diri dalam pembuatan keputusan pada situasi yang dipersepsikan penuh stres. Prokrastinasi jenis ini berhubungan dengan kelupaan atau kegagalan proses kognitif, akan tetapi tidak berkaitan dengan kurangnya tingkat intelegensi seseorang. 2 Avoidance procrastination Merupakan perilaku menunda yang dilakukan dalam perilaku yang tampak. Penundaan ini dilakukan sebagai sebuah cara untuk menghindari tugas yang dirasa kurang menyenangkan dan sulit untuk dilakukan. Prokrastinasi ini dilakukan untuk menghindari kegagalan dalam menyelesaikan pekerjaan, dimana hal ini akan mendatangkan nilai negatif dalam dirinya atau mengancam self-esteem nya sehingga seseorang menunda untuk melakukan sesuatu yang nyata yang berhubungan dengan tugasnya. Sedangkan menurut jenis tugasnya, prokrastinasi dibagi menjadi dua jenis yaitu prokrastinasi akademik, dan prokrastinasi non-akademik Ferrari, dkk., 1995. a. Prokrastinasi Akademik Adalah jenis penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal, yang berhubungan dengan bidang akademik, contohnya adalah penundaan terhadap tugas kuliah, tugas akhir atau tugas kursus. b. Prokrastinasi Non-Akademik Adalah penundaan yang dilakukan pada jenis tugas non formal atau berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, contohnya adalah penundaan terhadap tugas sosial, menunda membersihkan sangkar burung, dan memberi makan burung. Dalam penelitian ini, jenis prokrastinasi yang digunakan adalah prokrastinasi akademik yang disfungsional. Pelaku dari prokrastinasi mengarah pada mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsi dan melakukan perilaku menunda yang tidak bertujuan. Salomon dan Rothbum 1984 menjelaskan bahwa prokrastinasi akademik sekali lagi adalah kecenderungan yang dilakukan oleh individu untuk menunda tugas akademik hampir selalu dan selalu. Selain itu mereka juga menyebutkan terdapatnya 6 area akademik yang sering dijadikan sebagai “bahan” prokrastinasi oleh pelajar, yaitu : a. Menulis meliputi penundaan melaksanakan kewajiban menulis makalah, laporan praktikum, serta tugas menulis lainnya b. Belajar untuk menghadapi ujian mencakup penundaan belajar untuk menghadapi kuis, ujian tengah semester hingga ujian akhir semester c. Membaca menunda membaca buku referensi yang berkaitan dengan tugas akademik yang diwajibkan d. Kinerja administratif penundaan pengerjaan dan penyelesaian tugas-tugas administratif, seperti menyalin catatan kuliah, mendaftarkan diri dalam presensi kehadiran e. Menghadiri pertemuan penundaan atau keterlambatan menghadiri kuliah, praktikum dan pertemuan lainnya f. Kinerja akademik secara keseluruhan mencakup penundaan mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugas akademik secara keseluruhan. Kinerja akademik secara keseluruhan dapat berarti seseorang dapat melakukan prokrastinasi di beberapa area akademik, seperti menulis, membaca, menghadiri pertemuan, kinerja administratif, dll. 3. Aspek Prokrastinasi Akademik Ferrari, Johnson, dan McCown 1995 menjelaskan bahwa dinamika psikologis yang memunculkan prokrastinasi akademik dapat termanifestasikan dalam aspek-aspek sebagai berikut : a. Penundaan dalam proses memulai maupun menyelesaikan terhadap tugas Merupakan kondisi ketika seseorang mengetahui bahwa ia memiliki tugas yang sangat penting untuk diselesaikan, namun masih memilih untuk melakukan penundaan dalam proses memulai untuk mengerjakan atau bahkan saat proses pengerjaan. b. Melakukan kegiatan lain yang lebih menyenangkan daripada menyelesaikan tugas Merupakan kondisi dimana prokrastinator secara sengaja lebih memilih untuk melakukan kegiatan lain yang dipandang lebih menyenangkan, dibandingkan dengan menyelesaikan atau bahkan memulai untuk mengerjakan tugas yang seharusnya segera diselesaikan. c. Adanya kelambanan yang disengaja dalam mengerjakan tugas Merupakan kondisi dimana prokrastinator merasa membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk melakukan persiapan yang berlebihan, yang bahkan tidak berhubungan dengan tugas itu sendiri, dimana hal ini dilakukan tanpa memperhitungkan batas waktu yang dimiliki untuk menyelesaikan tugas yang berkaitan. Oleh karena hal inilah prokrastinator memerlukan waktu yang lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan suatu tugas. d. Ketidakselarasan waktu antara rencana pengerjaan tugas dengan kinerja aktual Merupakan kondisi dimana prokrastinatior sering mengalami kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya deadline. Batas waktu penyelesaian tugas sebenarnya sudah direncanakan dan dipahami oleh prokrastinator itu sendiri, namun pada kondisi ini prokrastinator tidak segera mengerjakan tugas sesuai dengan apa yang telah ia rencanakan, sehingga justru menyebabkan kegagalan dan keterlambatan dalam pengerjaan sebuah tugas. 4. Dampak Prokrastinasi Burka dan Yuen dalam Ghufron, 2008, menjelaskan bahwa prokrastinasi mengganggu dalam dua hal, yaitu : a. Prokrastinasi mengakibatkan munculnya masalah internal, seperti munculnya perasaan bersalah atau menyesal b. Prokrastinasi mengakibatkan munculnya masalah eksternal, seperti melakukan penundaan terhadap tugas, sehingga membuat pelaku prokrastinasi tidak dapat mengerjakan tugas dengan baik. Kemudian dijelaskan pula oleh Ferrari, Johnson dan McCown 1995, bahwa dampak prokrastinasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : a. Dampak Internal Beberapa penyebab prokrastinasi muncul dari dalam diri prokrastinator. Saat prokrastinator memiliki tendensi tertentu akan suatu hal, tendensi tersebut akan tertanam dalam diri prokrastinatior. Sebagai contoh, jika prokrastinatior memiliki perasaan takut gagal, dan prokrastinatior melakukan prokrastinasi kronis terhadap suatu tugas, maka prokrastinatior akan selalu melakukan penundaan dalam tugas, dimana prokrastinator merasa gagal. Siswa yang berpikir bahwa semua mata pelajaran itu sulit, maka siswa tersebut akan berpikir takut gagal atau berbuat kesalahan dan menunda belajar atau mengerjakan tugas- tugasnya. Dampak internal prokrastinasi adalah apa yang dirasakan oleh individu terkait dengan kondisi afektif, yaitu dapat menyebabkan rasa frustrasi, marah serta perasaan bersalah. Tice dan Baumister 1997 menyebutkan bahwa prokrastinasi akademik akan menimbulkan munculnya symtom penyakit dan stres yang semakin meningkat, yang akan berdampak pada melemahnya kondisi fisik dan mental seseorang. b. Dampak Eksternal Gunawinata, Nanik, dan Lasmono 2008, menjelaskan bahwa dampak eksternal prokrastinasi berkaitan dengan hal-hal di luar pribadi seseorang, seperti menurunnya prestasi akademik, hilangnya kesempatan untuk maju, serta hilangnya waktu dengan sia-sia. Surijah dan Sia 2006 menjelaskan bahwa berdasarkan meta-analisis r=-0,27 prokrastinasi berkorelasi negatif dengan prestasi akademik, artinya semakin tinggi prokrastinasi, maka prestasi akademik seseorang akan semakin rendah. Rizvi, 1997 menambahkan bahwa akibat dari perilaku prokrastinasi akademik adalah terganggunya penyediaan dan persiapan lulusan yang berkualitas, berkurangnya kesempatan bagi yang lain untuk belajar, serta terjadinya pemborosan waktu, tenaga, dan biaya. Roig dan DeTomasso 1995, menjelaskan bahwa selain menimbulkan dampak negatif bagi pribadi, prokrastinasi juga memiliki dampak negatif bagi sebuah institusi, seperti terjadinya kecurangan akademis atau plagiat. Selain itu Grunschel, Partzek, dan Fries 2013 juga menambahkan bahwa terdapat enam kategori yang menjadi dampak dari perilaku prokrastinasi, yaitu : 1 Affective Meliputi munculnya perasaan marah kecemasan, ketidaknyamanan, perasaan tertekan, sedih serta perasaan negatif lainnya. 2 Mental and physycal states Meliputi munculnya kondisi stres yang kemudian akan berdampak pada fisik, keletihan, masalah tidur seperti insomnia, hingga munculnya penyakit dalam tubug seseorang. 3 Behavioural Menyebabkan seseorang tidak dapat merubah perilaku negatifnya prokrastinasi menjadi sebuah kebiasaan 4 Personality Hadirnya self-concept yang negatif, atau konsep diri yang negatif dalam diri seseorang 5 Course of study Meliputi tugas-tugas yang menumpuk, keterlambatan pengumpulan tugas, terdesak oleh waktu, kualitas kerja yang menurun, lamanya penyelesaian studi, hingga terjadinya dropout dalam lingkup mahasiwa. 6 Private life Mengalami problema dalam hubungan sosial, pembengkakan biaya yang biasa terjadi karena lamanya waktu untuk berkuliah, serta pandangan yang terbatas akan masa depan dirinya. Melalui beberapa penjelasan mengenai dampak prokrastinasi di atas, dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi memberikan begitu banyak dampak negatif, meskipun ada dampak positif dari prokrastinasi yaitu dapat mengatasi kecemasan dan bad mood, namun hanya untuk sementara waktu. Prokrastinasi memberikan dampak negatif dalam aspek-aspek kehidupan seseorang, misalnya dampak negatif yang terkait dengan perasaan, atau hal-hal di luar individu, hal ini menjelaskan bahwa prokrastinasi memberikan dampak yang merugikan bagi pelakunya atau bagi orang yang berada di dalam lingkup kehidupan pelaku prokrastinasi prokrastinator. 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik Di dalam lingkup pendidikan prokrastinasi akademik telah memberikan banyak keraguan dan dampak negatif bagi pelakunya. Seseorang yang melakukan perilaku prokrastinasi melakukan prokrastinasi karena sebab-sebab yang berbeda, oleh karena itu beberapa peneliti mengelompokkan hal tersebut dalam sebutan faktor. Prokrastinasi merupakan hasil kombinasi a ketidakpercayaan akan kemampuannya melakukan suatu tugas b ketidakmampuan untuk menunda kesenangan dan c menyalahkan sesuatu di luar dirinya untuk kesalahan yang dilakukannya Elis Knaus, dalam Gunawinata, dkk., 2008. Selain itu, Steel 2003 menjelaskan terdapatnya empat faktor yang mendukung terjadinya perilaku prokrastinasi, antara lain sebagai berikut : a. Karakteristik Tugas Faktor ini mengindikasikan kemungkinan terdapatnya pengaruh luar indvidu yang menyebabkan perilaku prokrastinasi. Karakteristik tugas ini meliputi : 1 Waktu pemberian reward dan punishment Dimana dijelaskan adanya temporal proximity jika tugas semakin dekat prokrastinasi menurun, jika tugas masih berada tenggang waktu yang lama dari deadline maka prokrastinasi terjadi, yang merupakan penyebab alami dari perilaku prokrastinasi. Samuel Johnson dalam Steel, 2007, menambahkan bahwa kecemasan yang paling besar saat-saat terakhir akan menimbulkan kesan yang kuat. 2 Task Aversiveness Seseorang menunda sebuah tugas karena berbagai alasan, namun ketika alasannya adalah karena tidak menyukai tugas yang harus dihadapi, maka hal ini disebut sebagai task aversiveness, penundaan atas alasan tidak menyukai sebuah tugas. b. Perbedaan Individual Steel 2007 melakukan penelitian dan pengelompokan terhadap lima tipe kepribadian yang dianggap berkaitan dengan prokrastinasi, yaitu Neurocitism, Extraversion, Agreeableness, Openess to experience, dan Conscientiousness. Di dalam penelitian tersebut dijelaskan mana yang memiliki andil terhadap terjadinya perilaku prokrastinasi, dan mana yang tidak. Tipe kepribadian openess to experience yang dicerminkan dengan fantasi seseorang, kedalaman perasaan, perilaku yang fleksibel, serta rasa keingintahuan seseorang, disebutkan tidak berkorelasi dengan prokrastinasi. Berbeda dengan tipe kepribadian agreeableness yang memiliki korelasi negatif dengan perilaku prokrastinasi. Kemudian disebutkan pula bahwa tipe kepribadian conscientiousness merupakan prediktor negatif terkuat terhadap perilaku prokrastinasi, demikian pula dengan tipe kepribadian extraversion, melalui komponen impulsiveness yang dipercaya turut memberikan andil dalam terjadinya perilaku prokrastinasi. Dari studi literatur yang dilakukan oleh beberapa peneliti disebutkan bahwa tipe kepribadian neurocitism merupakan sumber utama terjadinya perilaku prokrastinasi, karena terdapatnya komponen dalam tipe kepribadian ini, seperti depression, low self-efficacy and low self-esteem, yang disinyalir menjadi penyebab terjadinya perilaku prokrastinasi. c. Demografi Munculnya perilaku prokrastinasi di dalam sebuah populasi tidak hanya disebabkan oleh sifat-sifat kepribadian saja, penelitian telah menyebutkan terdapatnya faktor demografi yang menyebabkan perilaku prokrastinasi. Faktor demografi tersebut meliputi usia seseorang, dimana ketika usia bertambah dan pola pemikiran berkembang orang akan mereduksi perilaku prokrastinasi. Kemudian, terdapat pula gender, dimana pria disebutkan lebih banyak melakukan prokrastinasi dibandingkan dengan wanita Steel, 2007. d. Fenomenologi prokrastinasi Merupakan intended-action gap, mood, dan kinerja Steel, 2007. Disebutkan bahwa orang yang melakukan prokrastinasi pada awalnya tidak memiliki maksud untuk melakukan perilaku tersebut, tetapi kemudian secara tak sadar ia akan melakukan perilaku tersebut. Berkaitan dengan kinerja, seseorang akan melakukan prokrastinasi dengan tujuan untuk menghindari kecemasan dan meningkatkan kinerja terhadap sebuah tugas, karena dengan melakukan prokrastinasi mereka dapat mengeluarkan seluruh kemampuan fisik dan kognitif ketika tenggat waktu mendekat. Menurut Ferrari dalam Ghufron, 2003, penyebab perilaku prokrastinasi dibagi ke dalam dua faktor: a. Faktor Internal Merupakan faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu yang mempengaruhi prokrastinasi. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi invidiu untuk melakukan prokrastinasi, meliputi : 1 Kondisi kodrati, yang terdiri dari jenis kelamin anak, umur, dan urutan kelahiran. Dalam hal ini anak sulung cenderung lebih diperhatikan, dilindungi, dibantu, apalagi untuk orang tua yang belum berpengalaman dalam mendidik seorang anak. Anak bungsu cenderung dimanja, apalagi bila selisih usianya cukup jauh dari sang kakak. Hal-hal tersebut akan mempengaruhi perilaku prokrastinasi dalam kehidupan seseorang. 2 Kondisi fisik dan kondisi kesehatan juga merupakan faktor yang mempengaruhi munculnya prokrastinasi akademik. Menurut Ferrari dalam Ghufron, 2003, tingkat intelegensi tidak mempengaruhi prokrastinasi walaupun prokrastinasi sering disebabkan oleh adanya beliefs keyakinan dalam diri seseorang. Selain itu, menurut Bruno dalam Ferrari, dkk., 1995, fatigue juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prokrastinasi, ia mengatakan bahwa orang yang mengalami fatigue atau kondisi keletihan akan memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk melakukan prokrastinasi, daripada yang tidak. 3 Kondisi psikologis, trait kepribadian yang dimiliki individu turut mempengaruhi munculnya perilaku prokrastinasi. Sikap perfeksionis yang dimiliki seseorang biasanya mempengaruhi perilaku prokrastinasi lebih tinggi. Besarnya motivasi dalam diri seseorang juga akan mempengaruhi prokrastinasi secara negatif, ini artinya semakin tinggi motivasi seseorang ketika menghadapi tugas, maka kecenderungan untuk melakukan prokrastinasi akan semakin rendah Briordy, dalam Ghufron, 2003. Kontrol diri juga turut mempengaruhi terjadinya prokrastinasi Wistrich, dalam Elly Desi, 2014, individu yang memiliki kontrol diri rendah tidak mampu mengarahkan dan mengatur perilakunya, dalam hal akademis mereka akan lebih banyak melakukan hal- hal yang bersifat menyenangkan dirinya, sehingga akan menunda tugas yang seharusnya diprioritaskan. 4 Faktor internal lain yang mempengaruhi, antara lain adalah fear of failure perasaan takut gagal, task aversiveness ketidaksukaan terhadap tugas, serta adanya ketergantungan kuat terhadap orang lain. b. Faktor Eksternal Selain faktor internal, beberapa faktor eksternal juga ikut menyebabkan kecenderungan munculnya prokrastinasi dalam diri seseorang, yaitu faktor pola asuh orang tua, lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah. Ferrari dan Ollivete dalam Ghufron, 2003, menyebutkan bahwa tingkat pengasuhan otoriter ayah akan menyebabkan munculnya kecenderungan prokrastinasi yang kronis pada anak wanita. Selain itu, Millgram dalam Ghufron, 2003 menyebutkan pula bahwa kondisi lingkungan yang toleran terhadap prokrastinasi juga mempengaruhi tinggi rendahnya perilaku prokrastinasi, dibandingkan dengan lingkungan yang penuh dengan pengawasan. Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, Bernard 1991 juga mengungkapkan adanya sepuluh penyebab yang berpengaruh terhadap prokrastinasi akademik, yang menjadi faktor-faktor dilakukannya prokrastinasi akademik itu sendiri : a. Anxiety Anxiety dapat diartikan sebagai kecemasan. Kecemasan pada akhirnya menjadi kekuatan magnetik yang berlawanan, dimana tugas-tugas yang diharapkan dapat diselesaikan dengan tepat waktu berkorelasi dengan kecemasan yang tinggi, sehingga seseorang cenderung menunda tugas tersebut. b. Self-Depreciation Dapat diartikan sebagai pencelaan terhadap diri sendiri. Seseorang memiliki penghargaan yang rendah atas dirinya sendiri dan selalu siap untuk menyalahkan diri sendiri ketika terjadi kesalahan dan juga merasa tidak percaya diri untuk mendapatkan masa depan yang cerah. c. Low Discomfort Tolerance Dapat diartikan sebagai rendahnya toleransi terhadap ketidaknyamanan. Adanya kesulitan pada tugas yang dikerjakan membuat seseorang mengalami kesulitan untuk mentolerir rasa frustastasi dan kecemasan, sehingga mereka mengalihkan diri sendiri kepada tugas-tugas yang mengurangi ketidaknyamanan dalam diri mereka. d. Pleasure-seeking Merupakan seseorang yang sering diartikan sebagai orang yang gemar mencari kesenangan. Seseorang yang mencari kenyamanan cenderung tidak mau lepas dari situasi yang membuat mereka dalam kondisi nyaman tersebut. Jika seseorang memiliki kecenderungan tinggi dalam mencari situasi yang nyaman, maka orang tersebut akan memiliki hasrat kuat untuk melakukan kesenangan dan memiliki kontrol impuls yang rendah, contohnya adalah orang yang menunda sebuah tugas demi melakukan hal yang lebih ia sukai. e. Time Disorganization Dapat diartikan sebagai tidak teraturnya waktu. Mengatur waktu bisa memperkirakan dengan baik berapa lama seseorang membutuhkan waktu untuk menyeesaikan pekerjaan tersebut. Aspek yang lain dari lemahnya pengaturan waktu adalah sulitnya seseorang memutuskan pekerjaan mana yang lebih penting dan kurang penting untuk dilakukan hari ini. Semua pekerjaan terlihat sangat penting sehingga muncul kesulitan untuk menentukan apa yang harus dikerjakan terlebih dahulu. f. Environmental Disorganization Dapat diartikan sebagai tidak teraturnya lingkungan. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya prokrastinasi adalah kenyataan bahwa lingkungan disekitarnya berantakan atau tidak teratur dengan baik, hal ini mungkin terjadi karena kesalahan dari individu tersebut. Tidak teraturnya lingkungan bisa dalam bentuk interupsi dari orang lain, kurangnya privasi, kertas yang bertebaran dimana-mana, dan alat-alat yang dibutuhkan dalam pekerjaan tersebut tidak tersedia. Adanya begitu banyak gangguan pada area wilayah pekerjaan menyulitkan seseorang untuk berkonsentrasi sehingga pekerjaan tersebut tidak bisa selesai tepat pada waktunya. g. Poor Task Approach Dapat diartian sebagai pendekatan yang lemah terhadap tugas. Jika akhirnya seseorang merasa siap untuk bekerja, ada kemungkinan dia akan meletakkan kembali pekerjaan tersebut karena tidak tahu darimana harus memulai, sehingga pengerjaan tugas cenderung menjadi tertahan oleh karena orang tersebut tidak memahami tentang bagaimana harus memulai dan menyelesaikan pekerjaan tersebut. h. Lack of Assertion Dapat diartikan sebagai kurangnya memberikan pernyataan yang tegas, terhadap diri sendiri. Contohnya adalah seseorang yang mengalami kesulitan untuk berkata terhadap permintaan yang ditujukan kepadanya, sedangkan pada kenyataannya banyak hal yang harus dikerjakan karena telah dijadwalkan terlebih dahulu. Hal ini dapat terjadi oleh karena kurangnya memberikan kehormatan atas semua komitmen dan tanggung jawab yang dimiliki. i. Hosility with others Dapat diartikan sebagai permusuhan terhadap orang lain. Kemarahan yang terus menerus bisa menimbulkan dendam dan sikap bermusuhan, sehingga bisa menuju pada sikap menolak atau menentang apapun yang dikatakan oleh orang tersebut. j. Stress and fatigue Dapat diartikan sebagai perasaan tertekan dan kelelahan. Stres merupakan hasil dari sejumlah intensitas tuntutan negatif dalam hidup yang digabung dengan gaya hidup dan kemampuan mengatasi masalah pada diri individu. Semakin banyak dan semakin lemah sikap seseorang dalam memecahkan masalah, serta gaya hidup yang kurang baik, maka semakin tinggi stres seseorang yang akan berdampak terhadap terjadinya perilaku prokrastinasi dalam kehidupan seseorang.

B. Hardiness

1. Definisi Hardiness Hardiness merupakan kombinasi dari beberapa sikap atau perilaku yang menyumbangkan apa yang disebut dengan keberanian serta motivasi untuk melakukan yang terbaik, yang juga merupakan sebuah strategi untuk mengatasi keadaan yang penuh dengan stres, yang dapat menyebabkan “bencana”, untuk kemudian mengubahnya menjadi kesempatan untuk berkembang Maddi, 2006. Hardiness juga dikenal sebagai sebuah trait atau sifat yang bertujuan untuk membedakan antara seseorang yang dapat bekerja dengan baik dan seseorang yang bekerja dengan baik dalam situasi yang penuh stres Cash Gardner, 2011 Sebenarnya konsep mengenai hardiness ini bukanlah konsep yang baru dalam dunia psikologi. Beberapa psikolog seperti Heidger 1986, Frankl 1960, dan Biswanger 1963 telah mempergunakan teori hardiness, selain itu teori ini juga digunakan dalam bidang ilmu filsuf eksistensial. Konsep hardiness ini terlibat dalam terciptanya makna hidup dalam pandangan seperti “meskipun hidup terkadang menyakitkan dan penuh dengan ketidakjelasan”, serta “memiliki keberanian untuk hidup secara utuh, meskipun tidak dapat dipisahkan dari derita dan tak berguna” Bartone, 2006. Kobasa dalam Hystad, 2012, untuk pertama kalinya memperkenalkan teori hardiness sebagai susunan karakteristik kepribadian yang berfungsi sebagai sumber daya pantul dalam menghalangi stres dalam kehidupan yang penuh stres. Pengertian ini menunjukkan bahwa hardiness merupakan kepribadian yang berguna bagi seseorang, agar ia dapat mengatasi stres yang sedang dialaminya. Kobasa 1982, menjelaskan pula bahwa kepribadian hardiness merupakan suatu konstelasi kepribadian yang menguntungkan bagi individu untuk dapat menghadapi tekanan dalam hidupnya. Kemudian diungkapkan secara lebih lanjut oleh Gentry dan Kobasa 1984, bahwa hardiness ini menjadi tipe kepribadian yang sangat penting dalam perlawanan terhadap stres. Hal ini menjelaskan bahwa tipe kepribadian hardiness merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dalam kaitannya untuk bertahan, serta keluar dari kondisi yang penuh dengan tekanan atau stres. Individu dengan kepribadian hardiness akan munjukkan tiga sifat kepribadian, yaitu kontrol, komitmen, dan tantangan. Hal ini dibenarkan melalui definisi yang diungkapkan oleh Baronte dalam Hystad, 2012, yang mengatakan bahwa penyusunan kepribadian yang dikenal sebagai hardiness dideskripsikan sebagai cara umum dari fungsi karakteristik dengan perasaan yang kuat akan kontrol, komitmen, dan juga tantangan. Maddi dalam Kalantar, Khedri, Nikbakht, Motvalian, 2013 juga mengatakan bahwa hardiness merupakan penggabungan dari tiga komponen Commitment, Control, dan Challenge atau perilaku yang secara bersama-sama membuat seseorang bisa mengubah keadaan yang penuh dengan tekanan, dari sesuatu yang mengancam menjadi sesuatu yang menguntungkan. Definisi ini ingin mengartikan bahwa seseorang yang memiliki hardiness yang tinggi, diprediksi akan memiliki kontrol, komitmen serta challenge tantangan yang baik di dalam dirinya, dan ia akan dapat melihat situasi yang penuh stres sebagai suatu yang menguntungkan dirinya, bukan sebagai sebuah ancaman. Hardiness secara umum juga dipahami sebagai sebuah sifat yang dimiliki oleh seseorang, sifat disini diperjelas sebagai sesuatu yang relatif stabil dari tahun ke tahun. Namun, Funder 1991 justru berpendapat bahwa sifat dapat ditumbuhkan melalui interaksi antara pengalaman pribadi seseorang dengan genetis manusia. Maka dari itu, dengan adanya kondisi dan pengalaman dalam diri seseorang, maka sangatlah memungkinkan apabila kepribadian hardiness ini dapat dipelajari serta dikembangkan Maddi, dalam Cash Gardner, 2011. Selain itu, Bartone dalam Kalantar, dkk., 2013 juga telah memandang hardiness dengan menggambarkannya sebagai sebuah gaya kepribadian umum atau yang digeneralisir sebagai sebuah fungsi yang melibatkan kualitas kognitif, emosional, dan behavioral. Tipe kepribadian hardiness dipandang oleh Schultz dan Schultz 1988 sebagai kepribadian tahan banting yang merupakan struktur kepribadian yang dapat digunakan dalam menjelaskan perbedaan individu ketika mengalami stres yang terjadi, sehingga individu mampu mengatasi stres tersebut. Kemudian salah satu strategi yang penyesuaian yang dimiliki orang dengan tipe kepribadian ini adalah dengan menggunakan sumber-sumber sosial yang ada di sekitarnya Schultz dan Schultz 1988. Hadjam 2004, mengatakan bahwa hardiness dapat mengurangi pengaruh kejadian-kejadian hidup yang mencekam dengan meningkatkan penggunaan strategi penyesuaian, antara lain dengan menggunakan sumber-sumber sosial yang ada di lingkungannya untuk dijadikan tameng, motivasi, serta dukungan dalam menghadapi masalah ketegangan yang dihadapinya, dan memberikan kesuksesan. Saat menghadapi kondisi yang menekan, individu yang tahan banting juga akan mengalami stres atau tekanan. Namun tipe kepribadian ini dapat menyikapi secara positif keadaan tidak menyenangkan tersebut, agar dapat menimbulkan kenyamanan melalui cara-cara yang sehat. Dari beberapa definisi yang telah terungkap dan dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Hardiness merupakan sebuah tipe kepribadian yang sangatlah penting dalam kehidupan manusia, yang melibatkan strategi-strategi positif untuk dapat bertahan serta menghadapi situasi dan kondisi yang penuh dengan tekanan atau stres, dengan diikat oleh tiga buah komponen kontrol, komitmen, dan tantangan yang menjadi dasar dari terbentuknya kepribadian hardiness itu sendiri. 2. Aspek-aspek Kepribadian Hardiness Seseorang yang memiliki Hardiness yang tinggi memiliki sebuah kepercayaan bahwa mereka akan dapat mengontrol atau mempengaruhi sesuatu yang akan terjadi, serta menikmati situasi yang baru dan tantangan-tantangan yang harus mereka hadapi Bartone, Roland, Picano, dan Williams, 2008. Menurut Kobasa 1979, Hardiness terdiri dari tiga buah aspek yaitu :

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA DAYA JUANG DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR YANG Hubungan Antara Daya Juang Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Yang Mengerjakan Skripsi.

0 7 12

HUBUNGAN ANTARA DAYA JUANG DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR YANG Hubungan Antara Daya Juang Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Yang Mengerjakan Skripsi.

0 3 17

PENDAHULUAN Hubungan Antara Daya Juang Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Yang Mengerjakan Skripsi.

1 8 9

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA INTI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK MAHASISWA Hubungan Antara Dukungan Keluarga Inti Dengan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa.

0 3 24

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK Hubungan Antara Harga Diri Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa.

1 1 16

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK Hubungan Antara Harga Diri Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa.

1 0 21

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa.

1 5 19

HUBUNGAN ANTARA KEAKTIFAN BERORGANISASI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA Hubungan Antara Keaktifan Berorganisasi dengan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Aktivis Organisasi.

4 16 15

Hubungan antara kematangan emosi dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa.

3 14 142