Analisis Hukum Hubungan Seksual yang Dilakukan Oleh Kaum Crossdresser

52 keinginan seksualnya jika isteri menolaknya. 15 Lebih lanjut Mazhab Hanafî memberikan penjelasan bahwa bila seorang laki-laki mempunyai seorang isteri dan dia sibuk dengan urusan ibadah atau yang lainnya sehingga tidak sempat untuk bermalam di rumah bersama isteri, oleh hakim ia hanya bisa dituntut untuk menginap di rumahnya dalam waktu tertentu. Akan tetapi bermalamnya laki-laki tersebut tidak harus dengan terjadi hubungan seksual antara dia dan isterinya karena hubungan seksual adalah hak suami bukan hak isteri. Karena itu maka isteri tidak berhak menuntutnya dari sang suami. 16 Pemilikan hak mutlak seksual suami atas isteri juga berimplikasi bahwa selain untuk urusan yang wajib atau ada halangan secara shar’î, suami berhak meminta pelayanan seksual dari sang isteri kapan pun dan dimana pun. 17 Hal ini berlaku baik siang atau malam, meskipun teks yang ada dalam Hadis adalah pada malam hari, akan tetapi memberikan pemahaman bahwa isteri senantiasa harus siap melayani suami terlepas apakah dia siap secara fisik maupun psikis atau tidak siap. Ketika hubungan seksual menjadi hak suami maka secara otomatis akan menjadi kewajiban bagi isteri. Isteri berkewajiban untuk melayani suami ketika suami meminta untuk berhubungan badan. Banyak Hadis yang dihubungkan dengan Nabi Saw. menuntut agar seorang isteri tidak pernah menolak berhubungan seksual dengan 15 Abd al-Rahman al-Jaziri, al-Fiqh Ala Madhahib al-Arba’ah, Beirut: Dar al-Fikr, 2000, h. 4. 16 Abd al-Rahman al-Jaziri, al-Fiqh Ala Madhahib al-Arba’ah, h. 115. 17 Abd Allah ibn Qudamah al-Maqdisi Abu Muhammad, al-Kafi fi Fiqh al-Imam Ahmad ibn Hanbal, T.tp, T.p, T.t, h. 81. 53 suami mereka, seperti Hadis, “Apabila seorang suami mengajak isterinya ke kasur lalu ia sang isteri menolak maka malaikat melaknatnya sampai subuh”. 18 Atau, “Demi Dia yang dalam tangan-Nya ada hidupku, bila seorang laki-laki memanggil isterinya ke tempat tidur dan ia tidak menanggapi maka ia yang ada di surga tidak disenangkan olehnya sampai ia suaminya disenangkan olehnya”. 19 Ada beberapa ayat dan Hadis yang sering dijadikan dalil untuk melegitimasi kesewenang-wenangan laki-laki dalam menuntut hak seksualnya. Di antaranya seperti dalam QS. al-Baqarah ayat 223:                     Artinya: isteri-isterimu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah amal yang baik untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. Q.S al-Baqarah: 223 Ayat tersebut sering dijadikan sebagai dasar untuk melegitimasi otoritas seksual laki-laki, padahal motif seperti itu telah melenceng jauh dari konteks dan asbâb al-nuzûl 20 ayat tersebut. Juga banyak dijumpai Hadis yang beredar di 18 Ahmad Ibnu Hanbal, Musnad al-Imam Ibnu Hanbal, al-Qahirah: Muasasah Qurtubah, T.t, h. 480. 19 Imam Muslim, Shahih Muslim, , juz 2, h. 1059. 20 Asbâb al-Nuzûl ayat tersebut adalah sebagai berikut: “Diriwayatkan oleh Imâm al-Bukhârî, Muslim, Abû Dâwûd, dan al-Tirmidhî yang bersumber dari Jâbir, bahwa orang-orang Yahudi beranggapan apabila menggauli isteri dari belakang ke farjinya maka anaknya akan lahir bermata juling. Lalu turunlah ayat tersebut. Dalam versi lain dari Imâm Ahmad dan al-Tirmidzi dari Ibn ‘Abbâs 54 masyarakat tanpa dikritisi validitas dan keshahihannya, baik dari segi sanad maupun matan. Misalnya Hadis dari Abû Hurayrah yang diriwayatkan al-Bukhârî dan Muslim yang artinya, “Apabila seorang suami mengajak isterinya ke kasur lalu ia sang isteri menolak maka malaikat melaknatnya sampai subuh” sebagaimana telah disebutkan di atas. Jadi, seringkali perempuan dipaksa untuk melayani keinginan laki-laki atas nama agama. Dalam Islam, Alquran melukiskan hubungan seksual sebagai salah satu kesenangan dan kenikmatan dari Tuhan. Kenikmatan dan dorongan seksual bukan hanya hak laki-laki tetapi juga hak bagi perempuan, sebagai mana Allah Swt. berfirman, “Mereka itu adalah pakaian bagimu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka”. Laki-laki dan perempuan memang berbeda struktur alat reproduksinya, akan tetapi secara psikologis Allah memberikan perasaan yang sama dalam hal kebutuhan reproduksi ini. Oleh karena itu suami dan isteri tidak boleh bersifat egois mengikuti kemauan sendiri dan mengabaikan kebutuhan pasangannya. Sebab perkawinan memiliki tujuan yang agung dan merupakan suatu hubungan cinta kasih dan saling menghormati. al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 187 menegaskan:                             diriwayatkan bahwa ‘Umar datang menghadap kepada Rasulullah Saw. dan berkata, ”Ya Rasulullah, celakalah saya.” Nabi bertanya, ”Apa yang menyebabkan kamu celaka?”. Ia menjawab, ”Aku pindahkan sukdufku tadi malam berjimak dengan isteriku dari belakang”. Nabi SAW terdiam, dan turunlah Q.s. al-Baqarah 2: 223. Kemudian beliau bersabda, ”Berbuatlah dari depan maupun dari belakang, tetapi hindarkanlah dubur anus dan yang sedang haid.” 55                                               Artinya: Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam, tetapi janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beritikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.al-Baqarah: 187. Suami isteri digambarkan seperti baju. Baju berfungsi untuk menutup aurat, melindungi badan dari teriknya matahari dan dinginnya udara dan untuk menghias diri. Dalam konteks suami isteri memiliki hak untuk melakukan hubungan seksual pasangannya secara ma’ruf dalam arti setara, adil dan demokratis. Aktifitas seksual suami isteri diharapkan dapat menimbulkan perasaan yang indah, mengokohkan rasa kasih sayang dan juga melahirkan rasa syukur kepada Dzat yang memberi keindahan dan kasih sayang pada manusia. Ibrahim Hosen dalam buku Filsafat Hukum Islam menjelaskan bahwa perumpamaan perempuan sebagai ladangsawah menunjukkan betapa agung dan mulia kedudukan perempuan karena diserupakan dengan sawahladang yang produktif selaku unsur kemakmuran bagi manusia. Penciptaan manusia kini memang 56 tidak sama dengan penciptaan Adam As. Allah menciptakan manusia melalui pernikahan dan reproduksi manusia melalui rahim perempuan yang diumpamakan Allah dengan ladangsawah. Dengan demikian QS. al-Baqarah [2]: 223 pada hakekatnya mengutarakan pentingnya kedudukan perempuan dalam memakmurkan dunia sesuai dengan tujuan penciptaannya. 21 Pendapat Ibrahim Hosen lebih sesuai dengan tujuan syariat Islam, yaitu kesetaraan laki-laki dan perempuan di hadapan Allah SWT. al-Quran mengecam budaya Arab sebelum datangnya Islam yang tidak menghargai perempuan dan mengabaikan hak-hak pribadinya, terutama dalam relasi seksual suami isteri. Ketimpangan relasi seksual dalam keluarga akan berdampak pada hal-hal yang sangat merugikan perempuan. Adanya hak dan kewajiban yang sama antara suami dan isteri dalam rumah tangga dapat dilihat dalam beberapa ayat al-Quran, seperti dalam surat al-Baqarah ayat 228 yang berbunyi:              Artinya: Bagi isteri itu ada hak-hak berimbang dengan kewajiban- kewajibannya secara ma’ruf dan bagi suami setingkat lebih dari isteri”. QS. al- Baqarah: 228. Ayat ini menjelaskan bahwa arti hak dan kedudukan isteri semisal atau setara atau seimbang dengan hak dan kedudukan suami. Meskipun demikian, suami 21 Ibrahim Hosen, Bunga Rampai dari Percikan Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Yayasan Institut Ilmu Alquran, 1997, h. 119-121. 57 mempunyai setingkat kedudukan yang lebih tinggi, yaitu sebagai kepala keluarga. Ayat di atas mempertegas argument yang menyatakan bahwa hak dan kewajiban suami isteri itu seimbang termasuk hak dan kewajiban dalam berhubungan seksual. Hubungan seksual juga harus didasarkan pada kebutuhan bersama, di mana dalam konteks tersebut suami tidak boleh diskriminatif, sebab hubungan seksual merupakan hak antara suami dan isteri. Imâm al-Ghazâlî mengatakan: Bahwa seorang suami seyogyanya mencampuri isterinya setiap empat malam sekali. Yang demikian itu adalah lebih baikadil karena jumlah maksimal isteri adalah empat, sehingga diperbolehkan baginya mengakhirkannya sampai batasan tersebut. Boleh juga lebih atau kurang dari itu, sesuai dengan kebutuhannya untuk memelihara mereka juga merupakan kewajiban baginya suami. 22 Jadi tidak benar anggapan bahwa hanya suami yang berhak menikmati hubungan seks sementara isteri tidak memiliki hak tersebut. Keduanya harus dapat menikmati hubungan tersebut. 23 Imâm al-Ghazâlî juga menyebutkan: Kemudian jika suami merasakan air maninya sudah hendak turun inzâl, maka hendaklah ia menahannya dan menunggu untuk bersama-sama menurunkannya bersama isteri karena pada inzâl mani yang bersamaan itulah kedua suami isteri merasakan puncak kenikmatan. 24 Selain itu, hubungan seksual yang baik adalah yang dilandasi atas cinta dan kasih sayang. Cinta 22 Abû Hâmid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazâlî, Ihyâ’ `Ulûm al-Dîn, Beirut: Dâr al- Ma’rifat, T.t juz II, h. 50. 23 Muhammad ibn `Umar Nawâwî al-Bantânî, `Uqûd al-Lujayn fi Bayân Huqûq al-Zawjayn, h. 11. 24 Abû Hâmid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazâlî, Ihyâ’ `Ulûm al-Dîn, juz II, h. 50. 58 kasih adalah kekuatan yang mengikat laki-laki dan perempuan dalam membentuk suatu rumah tangga. Kekuatan cinta kasih dapat berkurang, malah dapat menghilang, tetapi ia pun dapat ditingkatkan dan dilestarikan. 25 Dari yang telah dipaparkan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan seksual bukan saja merupakan hak suami dan kewajiban isteri melainkan hak dan kewajiban keduanya. Hubungan seksual yang dilakukan seorang suami yang mengidap crossdresser dan isterinya cenderung suamilah yang lebih banyak menikmati hubungan seksual tersebut, hal seperti ini terjadi disebabkan oleh salah satu pihak melaksanakan kehendak seksualnya sendiri terhadap pasangannya. 26 Jika suami melakukan hubungan seksual sebagaimana yang dilakukan oleh kaum crossdresser tentu itu melanggar hak isteri untuk mendapatkan hubungan seksual seperti yang seharusnya. Karena hubungan seksual merupakan hak dan kewajiban suami dan isteri, maka seharusnya keduanya dapat saling menghormati hak masing- masing dan memberikan apa yang menjadi kewajiban masing-masing. Rasulullah SAW bersabda: ﺖﻟﺎﻗ ﺎﮭﻨﻋ ﷲا ﻲﺿر ﺔﺸﺋﺎﻋ ﻦﻋ , ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﷲا لﻮﺳر لﺎﻗ : ﻢﻛﺮﯿﺧ ﺎﻧاو ﮫﻠھﻻ ﻢﻛﺮﯿﺧ ﻰﻠھﻻ . ىﺬﯿﻣﺮﺘﻟا هاور Artinya: dari Aisyah R.A berkata, “Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik- baiknya kalian adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluarganya 25 Ali Akbar dan Andi Hakim Nasution, dkk., Membina Keluarga Bahagia, Jakarta: Pustaka Antara, 1996, h. 155. 26 Sri Suhandjati Sukri, dkk, Bias Jender dalam Pemahaman Islam, Yogyakarta: Gama Media, 2002, h. 158. 59 isterinya, dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.” HR. Tirmidzi. Hadits tersebut mengisyaratkan relasi seksual suami isteri merupakan pahala jika dilakukan dengan cara-cara yang ma’ruf, karena masing-masing atau istri mempunyai hak dan kewajiban terkait dengan relasi seksual ini diharapkan dapat memelihara komunikasi lahir batin dalam mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah. Hanya saja ditekankan bahwa semua itu harus dilakukan dengan memperhatikan etika, tanpa merugikan satu pihak atas pihak lainnya. Mengingat pentingnya mengelola relasi seksual suami istri dalam rumah tangga, maka diharapkan suami atau istri berpenampilan yang menyenangkan bagi pasangannya. Mengenali selera pasangan merupakan cara yang tepat. 27 Cara berhubungan yang dilakukan oleh kaum crossdresser tidak sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, bahkan hal ini menyimpang dari ajaran agama, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW bahwa Allah melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan juga sebagainya. Meski crossdresser tidak seperti transgender yang gemar menyerupai perempuan di saat apapun tetapi pada saat berhubungan ia memakai pakaian yang tidak seharusnya ia pakai, maka saat itu ia juga telah melanggar apa yang telah ditetapkan oleh syariat Islam. Maka jelas bahwa cara berhubungan seksual yang dilakukan oleh kaum crossdresser adalah dilarang dan tidak sesuai dengan syariat Islam. 27 Veratih Iskadi Putri, Tujuan Fikih Terhadap Bentuk Pemaksaan Hubungan Seksual Suami Kepada Isteri, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. 60

C. Analisis Hukum Perceraian dengan Alasan Crossdresser

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, pola berhubungan seksual yang dilakukan oleh seorang crossdresser adalah tidak sesuai dengan syariat Islam dan dapat melanggar hak isteri untuk mendapatkan hubungan seksual seperti yang seharusnya. Hal ini bisa saja menjadi sumber pertengkaran dan ketidak harmonisan di dalam rumah tangga, bahkan bisa menyebabkan pada perceraian. Sebagaimana yang terjadi pada Rianto dan Diandra dari keterangan yang mereka berikan, pola berhubungan yang tidak seperti biasanya ini sering menjadi pemicu pertengkaran hingga akhirnya isteri-isteri mereka menggugat cerai dan rumah tangga merekapun harus dipertaruhkan karena hal tersebut. Al-Qur’an sebagai sumber Hukum Islam pertama dalam banyak kesempatan selalu menyarankan agar suami isteri bergaul secara ma’ruf. Pada dasarnya hukum Islam menetapkan bahwa alasan perceraian hanya satu macam saja yaitu pertengkaran yang sangat memuncak dan membahayakan keselamatan jiwa yang disebut dengan al-syiqaq sebagaimana Firman Allah dalam al-Qur’an Surat al-Nisa ayat 35 yang berbunyi:                         Artinya: Dan jika kamu khawatir terjadinya perselisihan diantara keduanya suami dan isteri, maka utuslah seorang hakam dari keluarga suaminya dan seorang hakam dari keluarga isteri. Dan jika keduanya menghendaki kebaikan, niscaya Allah meberikan petunjuk kepada keduanya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengawasi. al-Nisa: 35 61 Sedangkan menurut hukum perdata, perceraian hanya dapat terjadi berdasarkan alasan-alasan yang ditentukan Undang-undang dan harus dilakukan didepan siding pengadilan. Dalam kaitan ini ada dua pengertian yang perlu dipahami yaitu istilah bubarnya perkawinan dan perceraian. Perceraian adalah salah satu sebab dari bubarnya atau putusnya perkawinan. Dalam pasal 199 Kitab Undang-undang Hukum perdata BW disebutkan perkawinan dapat bubar karena 1 kematian salah satu pihak, 2 keadaan tidak hadirnya suami atau isteri selama 10 tahun diikuti perkawinan baru si isteri atau suami setelah mendapat izin dari Hakim, 3 karena putusan hakim setelah adanya perpisahn meja dan ranjang, serta pembuktian bubarnya pekawinan dalam register catatan sipil, 4 perceraian. Sedangkan perceraian yang menjadi dasar bubarnya perkawinan adalah perceraian yang tidak didahului oleh perpisahan meja dan ranjang. Tentang hal ini ditentukan dalam pasal 209 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu 1 zina baik yang dilakukan oleh suami atau isteri, 2 meninggalkan tempat tinggal bersama dengan sengaja, 3 suami atau isteri dihukum selama 5 tahun penjara atau lebih dijatuhkan setelah perkawinan dilaksankan, 4 salah satu pihak melakukan penganiayaan berat yang membahayakan jiwa pihak lain suamiisteri. 28 Dalam pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan disebutkan bahwa putusnya perkawinan dapat terjadi karena salah satu pihak meninggal dunia, karena perceraian dan karena adanya putusan pengadilan. 28 KItab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 119 dan 209. 62 Kemudian dalam Pasal 39 ayat 2 ditentukan bahwa untuk melaksanakan perceraian harus cukup alasan yaitu antara suami isteri tidak akan hidup sebagai suami isteri. 29 Ketentuan ini dipertegas lagi dalam penjelasan pasal 39 ayat 2 tersebut dan pasal 19 Peraturan pemerintah Nomor 9 tahun 1975 yang mana disebutkan bahwa alasan yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan perceraian adalah: - Salah satu pihak perbuat zina atau pemabuk, pemadat lain sebagainya yang sukar disembuhkan. - Salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemaunya. - Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. - Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiyaan berat yang membahayakan pihak yang lain. - Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri. - Antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. 30 Alasan perceraian ini adalah sama seperti yang tersebut dalam pasal 116 kompilasi Hukum Islam dengan penambahan dua ayat yaitu : a suami melanggar 29 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 38 dan 39. 30 Peraturan pemerintah Nomor 9 tahun 1975 Pasal 19. 63 taklik talak dan b peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga. 31 Kaitannya dengan keadaan rumah tangga seorang crossdresser, jika dalam berumah tangga itu salah satu pihak tidak dapat menjalankan kewajibannya dengan baik hingga tujuan dari perkawinan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah tidak tercapai. Kehidupan rumah tangga yang semula bahagia tetapi karna pola berhubungan seksual suami yang tidak seperti biasanya menyebabkan isteri merasa tidak mendapatkan haknya untuk menikmati hubungan seksual seperti seharusnya dan hal ini menyebabkan ketidak rukunan dalam rumah tangga hingga dapat berakhir dengan perceraian. Dalam undang-undang perkawinan, untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa suami isteri tidak dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri. crossdresser dapat dijadikan sebagai alasan yang cukup untuk mengajukan perceraian jika hal tersebut dapat menyebabkan percekcokan dan ketidak harmonisan di dalam kehidupan rumah tangga yang dijalaninya. Hal ini juga sesuai dengan pasal 19 Peraturan pemerintah Nomor 9 tahun 1975 dan pasal 116 KHI yang mana disebutkan bahwa alasan yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan perceraian salah satunya adalah antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Oleh karena itu 31 Kompilasi Hukum Islam Pasal 116.