43
BAB IV ANALISIS IMPLIKASI CROSSDRESSER TERHADAP PERNIKAHAN
A. Analisis Hukum Pernikahan Crossdresser
Di satu sisi pernikahan merupakan sebuah perintah agama. Sedangkan di sisi lain adalah satu-satunya jalan penyaluran seks yang disahkan oleh agama. Maka pada
saat orang melakukan pernikahan pada saat yang bersamaan dia bukan saja memiliki keinginan untuk melakukan perintah agama, namun juga memiliki keinginan
memenuhi kebutuhan biologisnya yang secara kodrat memang harus disalurkan. Sebagaimana kebutuhan lainnya dalam kehidupan ini, kebutuhan biologis sebenarnya
juga harus dipenuhi. Agama Islam juga telah menetapkan bahwa satu-satunya jalan untuk
memenuhi kebutuhan biologis manusia adalah hanya dengan pernikahan, pernikahan merupakan satu hal yang sangat menarik jika kita lebih mencermati kandungan
makna tentang masalah pernikahan ini. Di dalam al-Qur’an telah dijelaskan bahwa pernikahan ternyata juga dapat membawa kedamaian dalam hidup seseorang
litaskunu ilaiha. Ini berarti pernikahan sesungguhnya bukan hanya sekedar sebagai sarana penyaluran kebutuhan sex namun lebih dari itu pernikahan juga menjanjikan
perdamaian hidup bagi manusia di mana setiap manusia dapat membangun surga dunia di dalamnya. Semua hal itu akan terjadi apabila pernikahan tersebut benar-
benar dijalani dengan cara yang sesuai dengan jalur yang sudah ditetapkan Islam.
44
Menikah bukan hanya merupakan hak, melainkan juga merupakan sebuah kodrat setiap manusia. Mereka pasti mempunyai naluri untuk memiliki pasangan
hidup. Akan tetapi ada beberapa keadaan yang dialami oleh sebagian manusia dimana mereka mengalami keadaan yang tidak sesuai dengan seharusnya. Contohnya seperti
apa yang terjadi pada kaum transgender, transeksual dan crossdresser. Mayoritas masyarakat masih belum mengetahui perbedaan di antara ketiga bentuk
penyimpangan tersebut, dan masih menganggap bahwa ketiga jenis penyimpangan ini adalah sama, dan masyarakat hanya mengenal mereka dengan sebutan banci. Padahal
dalam kenyataannya ketiga jenis penyimpangan ini berbeda. Pakar seksual Zoya Amirin mengatakan bahwa apa yang disebut oleh
masyarakat dengan banci, waria dan semacamnya, secara psikologis adalah transgender. Sedangkan transeksual merupakan bagian dari kategori transgender yang
sudah melakukan operasi kelamin. Transgender adalah individu yang memiliki gangguan psikologis karena merasa terjebak di tubuh yang salah. Transgender yang
melakukan operasi kelamin disebut transeksual. Dan sedangkan crossdresser adalah penyimpangan perilaku seksual dimana individu hanya bisa terangsang dan orgasme
jika menggunakan pakaian lawan jenisnya. Crossdresser adalah pria yang secara normal menyukai wanita, tetapi ia menikmati menggunakan pakaian wanita dan
tampil seperti seseorang perempuan pada saat-saat tertentu saja.
1
1
Didi Purwadi, 2015, Ini Perbedaan Transgender, Transeksual dan Crossdresser, Jakarta: Republika, 07 Maret 2015.
45
Seorang transgender merasa dirinya adalah seorang perempuan yang terjebak di dalam tubuh laki-laki, dan karena ia merasa dirinya adalah perempuan
menyebabkan mereka menyukai laki-laki dan cenderung tidak tertarik pada perempuan, akan tetapi ada juga seorang transgender yang menyukai laki-laki dan
perempuan atau biseksual. Sedangkan transeksual yang telah merubah alat kelaminnya dan merasa dirinya telah menjadi seks dan gender dari lawan jenisnya,
tentunya menyebabkan mereka cenderung menyukai sesama jenisnya. Berbeda dengan crossdresser, karena crossdresser hanya gemar menggunakan pakaian
perempuan, dengan kata lain seorang crossdresser tetap mempunyai seks yang prima. Dan sebagian besar kaum crossdresser melakukan pernikahan. Sebagaimana
penelitian yang dilakukan pada tahun 1997 melaporkan bahwa 60 dari lebih dari 1.000 kasus transvestik fetisisme pada saat di survei adalah laki laki menikah.
2
Pembahasan ini akan difokuskan pada pernikahan yang dilakukan oleh seorang crossdresser, untuk mengetahui hukum pernikahan crossdresser, tentunya
kita harus melihat rukun dan syarat pernikahan yang dikemukakan oleh para ulama. Imam Malik berpendapat bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu: wali dari
pihak perempuan, mahar maskawin, calon pengantin laki-laki dan sighat akad nikah. Sedangkan menurut Imam Syafi’i rukun nikah itu ada lima macam yaitu: calon
pengantin laki-laki, calon pengantin perempuan, wali, dua orang saksi dan sighat
2
Puri BK dan Laking PJ, Buku Ajaran Psikiatri,h..337.
46
akad nikah. Menurut imam Hanafi rukun nikah itu hanya ijab dan qabul saja, yaitu akad yang dilakukan oleh pihak wali perempuan dan calon pengantin laki-laki.
3
Sedangkan syarat pernikahan secara garis besar ada dua. Pertama: calon mempelai perempuannya halal dinikahi oleh laki-laki yang ingin menjadikannya istri.
Kedua: akad nikahnya dihadiri para saksi. Adapun secara rinci masing-masing rukun di atas adalah sebagai berikut:
1. Syarat-syarat Kedua Mempelai. a. Syarat-syarat calon pengantin pria.
Syari’at Islam menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon suami berdasarkan ijtihad para ulama, yaitu:
1. Calon suami beragama Islam. 2. Terang jelas bahwa calon suami itu betul laki-laki dan bukan banci.
3. Orangnya diketahui dan tertentu. 4. Calon laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri.
5. Calon mempelai laki-laki tahukenal pada calon istri serta tahu betul calon istrinya halal baginya.
6. Calon suami rela tidak dipaksa untuk melakukan pernikahan itu. 7. Tidak sedang melakukan ihram.
8. Tidak mempunyai istri yang haram untuk dimadu dengan calon istrinya. 9. Tidak sedang mempunyai istri empat.
4
3
Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, Jakarta: Prenada Media Grup, 2003, h. 48.