Pembatasan Masalah Pembatasan dan Perumusan Masalah

“Biseksual Salah Satu Penyebab Perceraian Analisis Putusan Nomor:0456Pdt.G2012TPA.Tng yang ditulis oleh M.Iqbal Warats, Program Studi Hukum Keluarga Islam 2014. Skripsi ini menyimpulkan bahwa hakim dalam memutuskan perkara perceraian yang disebabkan perilaku biseksual memiliki beberapa pertimbangan salah satunya karena Penggugat dan Tergugat sering terjadi selisih paham dan percekcokan yang alasannya disebabkan karena Tergugat ketahuan berselingkuh dengan beberapa wanita lain dan menjalani hubungan sesama jenis. Dan hakim mendasarkan putusan ini pada pasal 19 huruf f No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan jo. Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam. Memang kedua pasal ini tidak menyebutkan secara rinci bahwa biseksual suami dalam rumah tangga dapat dijadiakan alasan dalam perceraian. Akan tetapi, akibat dari biseksual suami tersebut menyebabkan ketidak harmonisan dalam rumah tangga sehingga menyebabkan percekcokan yang terus menerus, dan ini yang menjadi penekanan Majelis Hakim dalam memutus perkara tersebut. Penelitan selanjutnya Homoseksual Sebagai Pemicu Perceraian studi putusan perkara Nomor 1564pdt.G2008PAJT yang ditulis oleh Epni Juliana skripsi ini menyimpulkan bahwa Islam membolehkan isteri atau suami menggugat cerai bila salah satu pihak terbukti menderita cacat yang sulit disembuhkan. Dalam kasus ini, isteri yang merasa sudah tidak diberikan haknya karena suami mengidap homoseksual, homoseksual sendiri dalam Islam tidak diterangkan secara spesifik bahwa penyakit tersebut dianggap salah satu penyakit atau cacat ynag dibolehkan bagi sang isteri menggugat cerai. Menurut sebagaian ulama, pada dasarnya penyakit apapun yang menyebabkan penderitaan bagi salah satu pihak, yang berakibat tidak mampu lagi menjalankan bagi suami isteri dengan baik, maka dianggap sah dan dibolehkan untuk menuntut cerai ke Pengadilan Agama. Dengan demikian homoseksual dapat menjadi pemicu perceraian akan tetapi tidak bisa menjadi alasan perceraian. Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam memutus perkara cerai gugat dalam kasus ini mengacu pada pasal 39 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, dan pasal 116 huruf f KHI Inpres RI No. 2 Tahun 1991. Menurut hakim dengan adanya kelainan seks yang diderita suami maka akan mengakibatkan ketidak harmonisan dalam rumah tangga, dan sehingga sering terjadi pertengkaran, dan masalah tersebut menjadi tidak sesuai dengan tujuan perkawinan yaitu membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah. Penelitian selanjutnya Kelainan Seks Pada Suami Sebagai Pemicu Terjadinya Perceraian yang ditulis oleh Jamilah, Program Studi Peradilan Agama 2010. Skripsi ini menyimpulkan bahwa kelainan seks seperti suami suka mengintip orang mandi dan orang yang sedang berhubungan seksual dapat dijadikan sebagai alasan perceraian karena dengan adanya kelainan seks terhadap suami dapat menyebabkan perselisihan dan pertengkaran antara suami isteri. Pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara ini mengacu pada pasal 116 KHI huruf f dan Q.S Arrum ayat 20 serta PP No 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.