PENUTUP YANG MELIPUTI KESIMPULAN DAN SARAN
Definisi yang diberikan oleh ulama-ulama fikih di atas, sebagaimana akan hanya sebagai akad yang menyebabkan kehalalan melakukan persetubuhan. Hal
ini semakin tegas karena menurut al-Azhari makna asal kata nikah bagi orang Arab adalah al-wat’ persetubuhan.
9
Definisi beberapa pakar Indonesia juga akan dikutipkan di sini. Menurut Sajuti Thalib, perkawinan adalah suatu perjanjian yang suci kuat dan kokoh untuk
hidup bersama secara sah antara laki-laki dengan seorang perempuan membentuk keluarga yang kekal, santun-menyantuni, kasih-mengasihi, tentram dan bahagia
10
. Hazairin menyatakan bahwa inti dari sebuah perkawinan adalah hubungan
seksual. Menurutnya tidak ada nikah perkawinan bila tidak ada hubungan seksual
11
. Senada dengan Hazairin, Mahmud Yunus mendefinisikan perkawinan sebagai hubungan seksual. Sedangkan Ibrahim Hosein mendefinisikan
perkawinan sebagai akad yang dengannya menjadi halal hubungan kelamin antara pria dan wanita. Secara lebih tegas perkawinan juga dapat didefinisikan sebagai
hubungan seksual bersetubuh.
12
Definisi lain dapat dikemukakan di sini sebagaimana yang dinyatakan oleh Lord Penzance seperti yang dikutip Lili Rasjidi dalam Disertasinya :
8
Imam Taqiyuddin, kifayat al-Akhyar fi Hal Ghayat al-Ikhtiyar, Bandung: Al-Ma’arif, t.t, h. 36
9
Imam Taqiyuddin, kifayat al-Akhyar fi Hal Ghayat al-Ikhtiyar, h. 36.
10
Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis dari Undang- Undangan No, 1 Tahun 1974 dan kompilasi hukum islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, h. 2.
11
Hazairin, Hukum Kekeluargaan Nasional Indonesia Jakrta: Tintamas, 1961, h. 61.
12
Ibrahim Hosen, Fikih Perbandingan Dalam Masalah Nikah, Talak dan Rujuk Jakatra: Ihya Ulumuddin, 1971, h. 65.
I conceive that marriage as understood in Christendom, may…be difened as the voluntary union for life of one man and one women to the exclusion of all
others
13
. Dari definisi ini di atas setidaknya ada tiga hal yang menjadikan intisari
sebuah perkawinan yaitu ; perkawinan itu haruslah berdasarkan sukarela. Selanjudnya perkawinan dimaksudkan untuk seumur hidup dan bersifat
monogami. Tentu saja definisi ini berlaku bagi wilayah yang hukumnya berkiblat pada Inggris termasuk Malaysia.
14
Perspektif Undang-Undang No 11974 Di dalam UU perkawinan No 1 Tahun 1974 seperti yang termuat dalam
pasal 1 ayat 2 perkawinan didefinisikan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
ketuhanan Yang Maha Esa. Pencantuman berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah negara
Indonesia berdasrkan kepada Pancasila yang pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sampai di sini tegas dinyatakan bahwa perkawinan mempunyai
hubungan yang erat sekali dengan agama, kerohanian sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir atau jasmani tetapi juga memiliki unsur batin atau
rohani.
15
13
Lili Rasjidi, HUkum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan di Indonesia, Bandung: Alumni, 1982, h. 5.
14
Lili Rasjidi, HUkum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan di Indonesia, h. 5.
15
Moh. Idris Ramulyo, HukumPerkawinan Islam: Suatu Analisis dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Komlikasi Hukum Islam, h. 2.