Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

hanya gemar menggunakan pakain perempuan saja dan tidak mempunyai kelainan seks untuk menjadi perempuan. Seorang transgender menyukai laki-laki karena ia merasa dirinya adalah seorang perempuan, akan tetapi crossdresser tetap menyukai perempuan karena ia tidak mempunyai kelainan seks sebagaimana seorang transgender. Seorang transgender ingin merubah kelaminnya menjadi kelamin perempuan, sedangkan crossdresser tidak ingin berganti kelamin. 8 Salah satu alasan seseorang menjadi crossdresser karena ia merasa mendapat kepuasaan seksual ketika ia menggunakan pakaian perempuan 9 , terlebih ketika ia sedang berhubungan seksual dengan lawan jenisnya. Karena seorang crossdresser tidak mempunyai kelainan seksual, banyak dari kalangan crossdresser yang sudah berkeluarga, tentu saja apa yang dideritanya dapat berpengaruh terhadap pernikahannya. Hal ini karena tidak semua perempuan dapat bertahan dan bersabar dengan kelainan yang diderita oleh suaminya. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengangkat tema tersebut kedalam bentuk skripsi dengan judul “Implikasi Crosdresser Terhadap Pernikahan”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perlu adanya pembatasan yang menjadi fokus dalam pembahasan skripsi ini. Untuk 8 Azi, crossdresser, diakses pada tanggal 19 Agustus 2015 dari http:bdsmindonesia.yolasite.combdsmcrossdresser 9 Noka Dara, Apakah Pria Crossdresser Itu Gay?, diakses pada tanggal 19 Agustus 2015 dari http:m.vemale.comtopicpenyakit-wanita43111-pria-crossdresser-itu-gay.html mengefektifkan dan memudahkan pembahasan, maka penulis membatasi permasalahan dalam penulisan skripsi ini pada pembahasan mengenai implikasi crossdresser terhadap pernikahan.

2. Perumusan Masalah

Berdasaran pembatasan masalah di atas maka penulis merumuskan pokok permasalahan pada skripsi ini adalah: Bagaimana implikasi crossdresser terhadap pernikahan?. Pokok permasalahan di atas diurai dalam pernyataan penelitian sebagai berikut: a. Bagaimanakah hukum pernikahan crossdresser? b. Bagaimanakah hukum hubungan seksual yang dilakukan oleh crossdresser? c. Bagaimanakah hukum perceraian dengan alasan crossdresser?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana hukum pernikahan crossdresser? b. Untuk mengetahui bagaimana hukum hubungan seksual yang dilakukan oleh crossdresser. c. Untuk mengetahui hukum perceraian dengan alasan crossdresser.

2. Manfaat Penelitian

a. Dalam bidang akademik penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan mengenai crossdresser dan pengaruhnya terhadap permikahan yang secara langsung dapat merespon kenyataan yang terjadi pada masa kini. b. Bagi masyarakat luas penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman yang mendalam dan meyakinkan terkait dengan pengaruh crossdresser terhadap pernikahan. D. Review Studi Terdahulu Penulis melakukan tinjauan terhadap kajian terdahulu di antaranya adalah skripsi yang berjudul Implikasi Nikah Di Bawah Umur Terhadap Hak-Hak Reproduksi Perempuan Analisis Pasal 7 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang ditulis oleh Fatimatuh Zahro’, Program Studi Ahwal Al-Syakhsihyah 2009. Skripsi ini menyimpulkan bahwa nikah dibawah umur sering berimplikasi terhadap hak-hak reproduksi perempuan baik secara fisik, secara mental dan secara sosial seperti memiliki banyak anak dan mengalami percaraian dan relatif muda, dalam kitab-kitab fikih klasik tidak terdapat ketentuan baik secara eksplisit maupun implisit mengenai aturan batas usia nikah sehingga dalam praktiknya tidak dapat diberlakukan sanksi moral atau sosial terlebih sanksi hukum bagi pihak yang melaksanakannya, padahal refrensi kitab- kitab klasik ini masih menjadi rujukan sebagian umat Islam di Indonesia. Begitu pula dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pun tidak terdapat ketentuan pidana yang jelas dan konkrit bagi pihak-pihak yang melaksanakan nikah di bawah umur. Sehingga dalam menyikapi permasalahan tersebut adalah perlunya sikap kritis dan bijak berbagai pihak baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, maupun instansi pemerintah. “Biseksual Salah Satu Penyebab Perceraian Analisis Putusan Nomor:0456Pdt.G2012TPA.Tng yang ditulis oleh M.Iqbal Warats, Program Studi Hukum Keluarga Islam 2014. Skripsi ini menyimpulkan bahwa hakim dalam memutuskan perkara perceraian yang disebabkan perilaku biseksual memiliki beberapa pertimbangan salah satunya karena Penggugat dan Tergugat sering terjadi selisih paham dan percekcokan yang alasannya disebabkan karena Tergugat ketahuan berselingkuh dengan beberapa wanita lain dan menjalani hubungan sesama jenis. Dan hakim mendasarkan putusan ini pada pasal 19 huruf f No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan jo. Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam. Memang kedua pasal ini tidak menyebutkan secara rinci bahwa biseksual suami dalam rumah tangga dapat dijadiakan alasan dalam perceraian. Akan tetapi, akibat dari biseksual suami tersebut menyebabkan ketidak harmonisan dalam rumah tangga sehingga menyebabkan percekcokan yang terus menerus, dan ini yang menjadi penekanan Majelis Hakim dalam memutus perkara tersebut. Penelitan selanjutnya Homoseksual Sebagai Pemicu Perceraian studi putusan perkara Nomor 1564pdt.G2008PAJT yang ditulis oleh Epni Juliana skripsi ini menyimpulkan bahwa Islam membolehkan isteri atau suami menggugat cerai bila salah satu pihak terbukti menderita cacat yang sulit disembuhkan. Dalam kasus ini, isteri yang merasa sudah tidak diberikan haknya karena suami mengidap homoseksual, homoseksual sendiri dalam Islam tidak diterangkan secara spesifik bahwa penyakit tersebut dianggap salah satu penyakit atau cacat ynag dibolehkan bagi sang isteri menggugat cerai. Menurut sebagaian ulama, pada