Pembahasan Penetapan Zonasi Kawasan Konservasi
46
Gambar 14 Zonasi kawasan pada Skenario 2.
47
Gambar 15 Zonasi kawasan pada Skenario 3.
Ga ambar 16 Konektivitas zonasi kawasan konservasi laut
48
Berdasarkan luas terumbu karang yang terpilih untuk dikonservasi zona inti dan zona pemanfaatan terbatas, maka skenario 1 mempunyai daerah
konservasi yang lebih kecil yaitu hanya 14,94 dari total luas terumbu karang. Pada skenario 2 dan 3, luas terumbu karang yang dikonservasi cukup luas yaitu
30,91 dan 31,22. Dari segi ekologi, skenario 2 dan 3 lebih baik dari skenario 1, karena daerah yang dikonservasi yang lebih luas sehingga cakupan biota yang
dilindungi lebih banyak. Skenario 2 dan 3 mempunyai luas daerah yang terpilih untuk dikonservasi
relatif sama, tapi berbeda lokasi daerah yang terpilih tersebut. Pada skenario 2, daerah yang terpilih menyebar di daerah yang berpenduduk dan Pulau
Liwutongidi hanya sebagian kecil. Sedangkan pada skenario 3, seluruh wilayah terumbu karang Pulau Liwutongkidi terpilih menjadi zona yang dikonservasi.
Perbedaan cakupan zonasi juga akan berpengaruh pada kebijakan pengelolaannya.
Berdasarkan kajian sosial dan ekologi maka skenario 3 lebih baik dari skenario 2. Segi sosial bahwa mengurangi zonasi di daerah yang berpenghuni
akan mengurangi benturan dengan masyarakat. Secara ekologi bahwa terpilihnya seluruh wilayah Pulau Liwutongkidi sebagai daerah konservasi akan
berpengaruh baik bagi kelanjutan ekosistem. Zonasi pada skenario 3 cukup baik, dimana zona inti yang terpilih meliputi
seluruh daerah pemijahan dan sebagian kecil Pulau Liwutongkidi. Zona pemanfaatan terbatas yang berfungsi sebagai zona penyangga
buffer berada
antara zona inti dan zona pemanfaatan tradisional dan sebagian besar Pulau Liwutongkidi. Hal ini cukup baik untuk menjaga keberlangsungan zona inti.
Wilayah Pulau Liwutongidi terpilih sebagai zona inti dan zona pemanfaatan terbatas berdasarkan skenario 3 sangat baik ekologi dan sosial. Terpilihnya
daerah ini juga didukung oleh kondisi ekologinya yang mempunyai persentase penutupan karang hidup rata-rata paling tinggi dibandingkan dengan lokasi lain
yaitu 38,50 dan kondisi ikan karang yang beranekaragam serta ditemukan banyak udang lobster ukuran kecil. Daerah ini juga dijumpai biota yang menarik
bagi wisatawan seperti ikan pari Aeotobatus narinari
dan ikan katak Antennarius commersonii
Gambar 7. Pemusatan daerah konservasi di Liwutongkidid akan memudahkan
pengawasan terhadap kegiatan yang merusak. Sebagian besar wilayah pulau ini merupakan zona pemanfaatan terbatas dimana pada zona ini dapat
dimanfaatkan secara tidak langsung dengan tidak mengambil biota didalamnya, sehingga juga pulau ini memungkinkan untuk dikembangkan kegiatan yang
bermanfaat bagi masyarakat seperti
wisata bahari
sehingga dapat
meningkatakan pendapatan masyarakat sesuai dengan tujuan KKLD. Kajian zonasi kawasan konservasi di Kabupaten Buton, sebelumnya telah
dilakukan oleh DKP tahun 2007 meliputi 9 kecamatan yaitu Kecamatan Batu Atas, Sampolawa, Batauga, Siompu, Siompu Barat, Kadatua, Mawasangka,
Mawasangka Timur dan Talaga Raya. Zonasi yang terpilih meliputi zona inti, zona pemanfaatan, zona perikanan berkelanjutan dan zona lainnya. Lokasi zona
inti yang terpilih meliputi seluruh lokasi DPL pada 9 kecamatan dan seluruh perairan disekitar Pulau Liwutongkidi.
Perbedaan hasil zonasi atara kajian yang dilakukan sebelumnya dengan kajian ini adalah status perairan Pulau Liwutongkidi. Pada kajian sebelumnya
menetapkan perairan Pulau Liwutongkidi sebagai zona inti. Hal ini akan sulit diimplementasikan karena saat ini kepemilikan tanah di Pulau Liwutongkidi
merupakan kebun masyarakat setempat dan juga Liwutongkidi merupakan tujuan wisata bagi masyarakat lokal maupun yang datang dari Kota Bau-Bau. Hal ini
karena Liwutongkidi mempunyai panorama pantai dan bawah laut yang indah, juga mudah diakses karena lokasinya cukup dekat. Pada kajian ini menetapkan
sebagian kecil perairan Liwutongkidi sebagai zona inti dan selebihnya merupakan zona pemanfaatan terbatas. Hasil tersebut lebih diterima oleh
masyarakat karena perairan Liwutongkidi masih bisa dimanfaatkan secara tidak langsung seperti untuk kegiatan rekreasi.
6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
Sumberdaya ekosistem pesisir di perairan Basilika terdiri dari ekosistem terumbu karang sebagai ekosistem utama dan ekosistem lamun. Terumbu
karang dan ikan karang menyebar merata ke seluruh wilayah pesisir. Persentase penutupan karang dilokasi pengamatan berkisar antara 0,70-50,70 sedang ikan
karang yang ditemukan ada 182 species pada 43 famili. Persentase penutupan lamun di stasiun pengamatan berkisar antara 13,67-80,67.
Skenario 3 merupakan hasil analisis Marxan dengan target terumbu karang 40, daerah pemijahan 100, daerah pembesaran 50, ikan katak 40, ikan
pari 50 dan ikan lumba-lumba 10 merupakan skenario yang paling tepat dalam penetapan kawasan konservasi. Zonasi yang dihasilkan pada penelitian ini
berbeda dengan zonasi sebelumnya yaitu terletak pada status perairan di Pulau Liwutongkidi, dimana perairan ini sebelumnya merupakan zona ini, sedang pada
penelitian ini menetapkan sebagian merupakan zona pemanfaatan terbatas, sedang selebihnya merupakan zona inti.