Gambar 38. Kebun Bambu Dengan Tumbuhan Bawah Pandan
4.6.3 Pengelolaan Tegakan Bambu Berbasis Pengetahuan Ekologi Lokal
Pengetahuan lokal, pengetahuan tradisional, atau pengetahuan indigenous merupakan sinonim untuk menjelaskan istilah local ecological knowledge atau
LEK yang digunakan dalam penelitian ini. Pengetahuan merupakan pemahaman terhadap suatu data maupun informasi. Pengetahuan ekologi lokal atau LEK pada
lokasi pengamatan dilihat dari aspek kepemilikan tegakan bambu di ketiga lokasi pengamatan sebagian besar dikelola oleh petani atau masyarakat lokal yang telah
turun-temurun bertempat tinggal di lokasi pengamatan Tabel 21. Tabel 21. Analisis Pengetahuan Ekologi Lokal Bambu di Hulu DAS Kali Bekasi
Lokasi Hulu DAS Aspek Pengamatan
Atas
Kepemilikan
a. Lama tinggal: dari tiga generasi
b. Luas lahan yang dikelola: 1000-2000 m
2
Nilai Penting
a. Persepsi tentang kebun bambu:
- Memiliki banyak manfaat untuk kehidupan sehari-hari,
- Menciptakan lingkungan yang nyaman sejuk dan mencegah
longsor serta menjaga sumber mata air b.
Nilai penting: Penting, dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari subsisten serta
menjaga lingkungan
Sumber: Dok. Pribadi
Lanjutan Tabel 21
Lokasi Hulu DAS Aspek Pengamatan
Atas
Nilai Penting
c. Peran bagi masyarakat dan lingkungan:
- Keperluan sosial jembatan, pemakaman
- Menjaga kuantitas dan kualitas sumber mata air
- Mencegah erosi tanah pada lahan curam dan sungai
Pengelolaan
a. Pelaku pengelolaan:
Mandiri b.
Kegiatan pengelolaan: -
Mengolah tanah 1x -
Menanam 1x -
Memanen bila dibutuhkan Membersihkan tidak ada
c. Frekuensi pemelihaaan dan pemanenan:
sd 2x setahun 3-4 HOKpengelolaan d.
Biaya: Tidak ada
LEK
a. Asal
Turun-temurun diwariskan b.
Introduksi luar Tidak ada
Tengah
Kepemilikan
a. Lama tinggal: dari tiga generasi
b. Luas lahan yang dikelola: 1000-1500 m
2
Nilai Penting
a. Persepsi tentang kebun bambu:
- Memiliki banyak manfaat untuk kehidupan sehari-hari,
- Menciptakan lingkungan yang nyaman sejuk dan mencegah
longsor serta menjaga sumber mata air -
Batas kepemilikan lahan b.
Nilai penting: Penting, dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari subsisten serta
menjaga lingkungan c.
Peran bagi masyarakat dan lingkungan: -
Keperluan sosial jembatan, pemakaman Mencegah erosi tanah pada lahan miring dan sungai
Pengelolaan
a. Pelaku pengelolaan:
Mandiri, tenaga buruh b.
Kegiatan pengelolaan: -
Mengolah tanah 1x -
Menanam 1x -
Memanen bila dibutuhkan dijual Membersihkan ada
c. Frekuensi pemelihaaan dan pemanenan:
sd 4x setahun 2-3 HOKpengelolaan d.
Biaya: Rp. 15.000-20.000HOK
Lanjutan Tabel 21
Lokasi Hulu DAS Aspek Pengamatan
Tengah LEK
a. Asal
Turun-temurun diwariskan b.
Introduksi luar Ada
Bawah
Kepemilikan
a. Lama tinggal: dari tiga generasi
b. Luas lahan yang dikelola: 300-800 m
2
Nilai Penting
a. Persepsi tentang kebun bambu:
- Memiliki banyak manfaat untuk kehidupan sehari-hari,
- Batas kepemilikan lahan
b. Nilai penting:
Penting, dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari subsisten, menjaga lingkungan, dan sumber penghasilan
c. Peran bagi masyarakat dan lingkungan:
Mencegah erosi tanah pada lahan miring dan sungai
Pengelolaan
a. Pelaku pengelolaan:
Mandiri, tenaga buruh b.
Kegiatan pengelolaan: -
Mengolah tanah 1x -
Menanam 1x -
Memanen dijual Membersihkan ada
c. Frekuensi pemelihaaan dan pemanenan:
3-4x setahun 1-2 HOKpengelolaan d.
Biaya: Rp. 15.000-20.000HOK
LEK
a. Asal
Turun-temurun diwariskan b.
Introduksi luar Ada
Sumber: Wawancara dengan informan kunci
Luas lahan yang dimiliki maupun dikelola oleh petani atau masyarakat di hulu DAS bagian atas rata-rata adalah seluas 1000 – 2000 m
2
. Sedangkan di hulu DAS bagian tengah dan bawah luas lahan yang dimiliki maupun dikelola lebih
sempit dibandingkan dengan lahan di hulu DAS bagian atas yaitu sekitar 1000 – 1500 m
2
untuk hulu DAS bagian tengah dan sekitar 300-800 m
2
untuk hulu DAS bagian bawah. Persepsi petani maupun masyarakat mengenai kebun bambu di
ketiga lokasi secara umum adalah sama. Petani maupun masyarakat lokal memiliki persepsi bahwa dengan keberadaan kebun bambu memberikan banyak
manfaat terutama da seperti untuk memban
Gambar 39, dapat m serta untuk menjaga
maupun masyarakat lahan mulai dijumpai di
Keberadaan ke lokasi terutama dalam
bahan baku banguna peralatan rumah tangga
Secara ekologis, petani bagi lingkungan.
Gambar 39. Be
Masyarakat m akan menjadi “subur”
yang dikeluarkan lebi
Sumber: Dok. Pribadi P
dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari- bangun rumah, peralatan rumah tangga, dan akt
t menciptakan lingkungan yang sejuk dan me ga kuantitas dan kualitas sumber mata air.
at lokal mengenai kebun bambu sebagai bat pai di hulu DAS bagian tengah dan bawah.
kebun bambu memiliki nilai penting bagi masy lam memenuhi kebutuhan pribadi subsisten
unan misalnya membangun rumah atau je ngga seperti alat-alat dapur dan furnitur, pertani
tani maupun masyarakat menyadari bahwa bam
Berbagai Pemanfaatan Bambu di Hulu DAS Ka
meyakini bahwa dengan ditanamnya bambu ubur” atau bahkan menjadi “lebih subur” lagi de
ebih banyak dari sebelumnya. Persepsi ini mas
Pratitou
-hari subsisten aktivitas pertanian
encegah longsor, r. Persepsi petani
batas kepemilikan
asyarakat di ketiga ten seperti untuk
jembatan, untuk anian, dan lainnya.
bambu bermanfaat
Kali Bekasi
bu maka mata air dengan jumlah air
asih diyakini oleh
masyarakat hulu DAS bagian atas dimana masih banyak dijumpai sumber mata air. Mereka juga memahami dengan adanya penanaman bambu pada lahan miring
maupun sungai dapat mengontrol erosi tanah. Dengan tingkat kekerabatan diantara masyarakat kampung yang masih
cukup tinggi kadangkala bambu dapat diberikan secara cuma-cuma untuk kebutuhan kurang dari 5 batang. Bambu dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan
sosial seperti pembuatan jembatan dan kebutuhan pemakamanliang lahat Gambar 40. Namun nilai sosial bambu tampaknya mulai memudar bagi petani
dan masyarakat di hulu DAS bagian bawah. Hal ini karena bambu merupakan salah satu komoditas hasil pertanian yang memiliki nilai jual atau bernilai
ekonomis. Bagi petani dan masyarakat di hulu DAS bagian bawah terdapat kecenderungan menanam bambu sebagai salah satu komoditas pertanian yang
menjadi sumber penghasilan produksi.
Gambar 40. Sebuah Makam Dalam Kebun Bambu
Pemanfaatan bambu oleh masyarakat hulu DAS Kali Bekasi baik itu untuk pemanfaatan sendiri subsisten maupun pemanfaatan bersama masih banyak
ditemui. Secara rinci berbagai jenis penggunaan bambu di hulu DAS Kali Bekasi bagain atas, tengah, maupun bawah dapat dilihat pada Tabel 22. Berbagai
pemanfaatan bambu sebagai material bangunan, peralatan rumah tangga, peralatan pertanian, kebutuhan pemakaman, maupun industri aci masih banyak dijumpai di
hulu DAS bagian atas. Penggunaan bambu baik itu untuk keperluan pemakaman maupun dalam industri aci pada umumnya dijumpai di ketiga lokasi pengamatan.
Sumber: Dok. Pribadi
Pemanfaatan bambu s suling saat ini sudah
maupun bawah. Seda masih dapat dijumpai di
Tabel 22. Jenis Pengg
Lokasi Hulu DAS
Atas Material
jemuran Peralata
furnitur Peralata
caping Kebutuh
Industri Makana
Alat mus Kerajina
Tengah Material
jemuran Peralata
furnitur Peralata
caping Kebutuh
Industri Makana
Alat mus Kerajina
Bawah Material
jemuran Peralata
furnitur Peralata
caping Kebutuh
Industri Makana
Alat mus Kerajina
Sumber: Pengamatan di Keterangan:
banyak
Pengelolaan ke pertanian semusim m
secara mandiri tanpa bu sebagai bahan pangan rebung serta alat m
udah tidak dijumpai lagi baik di hulu DAS bagi edangkan pemanfaatan bambu sebagai bahan
pai di ketiga lokasi hulu DAS bagian atas, tenga
nggunaan Bambu di Hulu DAS Kali Bekasi
Jenis Penggunaan
rial bangunan rumah, pagar, jembatan, kandang, uran
atan rumah tangga kukusan, nampan, tempat air, tur
atan pertanian ajir, penghalau burung, pipa irigasi, tuhan pemakaman lubang lahat
tri aci nampan penjemur aci nan rebung
musik angklung, suling inan anyaman bilikdinding bangunan
rial bangunan rumah, pagar, jembatan, kandang, uran
atan rumah tangga kukusan, nampan, tempat air, tur
atan pertanian ajir, penghalau burung, pipa irigasi, tuhan pemakaman lubang lahat
tri aci nampan penjemur aci nan rebung
musik angklung, suling inan anyaman bilikdinding bangunan
rial bangunan rumah, pagar, jembatan, kandang, uran
atan rumah tangga kukusan, nampan, tempat air, tur
atan pertanian ajir, penghalau burung, pipa irigasi, tuhan pemakaman lubang lahat
tri aci nampan penjemur aci nan rebung
musik angklung, suling inan anyaman bilikdinding bangunan
n di lapangan ak dijumpai
sedikit dijumpai tidak di
n kebun bambu yang ditanam bercampur de maupun tahunan di hulu DAS bagian atas bias
npa biaya dan dengan frekuensi yang tida 84
musik angklung, bagian atas, tengah,
han baku kerajinan gah, dan bawah.
Keterangan
• si,
• •
• -
- o
o o
si, o
• •
- -
o o
- si,
o •
• -
- o
dijumpai
dengan tanaman biasanya dilakukan
idak intensif dan
umumnya dilakukan pada awal pembukaan lahan. Sedangkan di hulu DAS bagian tengah dan bawah pengelolaan dilakukan sendiri dan dengan tenaga sewa harian.
Aktivitas yang dilakukan saat pengelolaan meliputi kegiatan untuk mengolah lahan sebelum menanam bambu yang dilakukan hanya satu kali yaitu pada awal
penanaman. Frekuensi pengelolaan kebun bambu yang dilakukan penduduk di hulu DAS bagian tengah dan bawah pada umumnya lebih intensif dibandingkan
dengan di hulu DAS bagian atas. Pengelolaan kebun bambu di hulu DAS bagian bawah dilakukan sebanyak
3-4 kali dalam setahun 1-2 HOKpengelolaan yang meliputi kegiatan
pembersihan lahan dan budidaya penanaman, perawatan, pemanenan. Sedangkan di hulu DAS bagian atas, kegiatan pengelolaan dilakukan maksimal
dua kali dalam setahun 3-4 HOKpengelolaan serta di hulu DAS bagian tengah
maksimal sampai empat kali dalam setahun 2-3 HOKpengelolaan. Biaya yang dikeluarkan untuk mengganti jasa tenaga buruh tani dalam mengelola kebun
bambu di hulu DAS bagian tengah dan bawah adalah sebesar 15.000 rupiah sampai 20.000 rupiah per HOK perkiraan biaya berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan tahun 2010. Frekuensi pengelolaan kebun bambu akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya usia tanaman bambu maupun tanaman
keras lainnya yang ada di dalam kebun bambu. Perdagangan bambu yang dilakukan secara pasif mempengaruhi
pengelolaan kebun bambu. Di hulu DAS bagian atas, kegiatan pengelolaan yang berkaitan dengan pemanenan sama sekali tidak dilakukan. Pemanenan dilakukan
dengan tujuan hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri subsisten. Pada saat bambu dibutuhkan maka pada saat itulah bambu dipanen. Di hulu DAS bagian
tengah dan bawah, kegiatan pengelolaan yang berkaitan dengan pemanenan biasanya dilakukan oleh pemilik atau pengelola kebun saat pembeli bambu
datang. Kadangkala pembeli dapat memanen bambu secara langsung dengan kompensasi harga bambu sedikit lebih murah dibandingkan dengan pemanenan
yang dilakukan oleh petani atau masyarakat pemilik kebun. Satu batang bambu memiliki harga sekitar Rp. 4000 sd Rp. 5.000 per batang apabila dipanen oleh
pemilik atau pengelola kebun. Sedangkan apabila bambu dipanen sendiri oleh
pembeli, maka haganya menjadi lebih murah menjadi sekitar Rp. 3.500 sd Rp. 4.000 per batang.
Bagi masyarakat Jawa Barat, terdapat pengetahuan lokal terkait ritual pemanenan bambu sebagai salah satu pengalaman ekologis yang diperoleh dari
leluhur masyarakat Sunda Kompas, 2007. Dalam penebangan bambu terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain tidak memanen bambu pada pagi
hari, saat terang bulan, saat muncul rebung, dan saat rumpun bambu mulai berbunga. Berikut penjelasan mengenai pengetahuan ekologis masyarakat Sunda
mengenai pemanenan bambu: 1.
Tidak menebang bambu di pagi hari, karena di pagi hari bambu biasanya sedang menghisap nutrisi yang mengandung banyak glukosa. Apabila
bambu ditebang pada pagi hari, bambu akan memiliki kadar glukosa tinggi yang akan menyebabkan bambu mudah dimakan rayap dan tidak tahan
lama. 2.
Tidak menebang bambu saat terang bulan, karena kadar air bambu pada pagi hari sedang tinggi. Kadar air yang tinggi menimbulkan kadar glukosa
yang tinggi pula. 3.
Tidak menebang bambu pada saat sedang memiliki rebung, karena berat bambu akan berkurang menjadi setengahnya yang disebabkan bambu yang
lebih tua sedang mengalihkan zat kalk pada anak bambu atau rebung. Sebatang bambu yang biasanya memiliki berat sekitar10 kg, pada saat
memiliki rebung maka beratnya menjadi sekitar 5 kg. 4.
Tidak menebang bambu saat berbunga, karena bambu yang sedang berbunga menandakan bambu tersebut akan mati karena stres dengan
keadaan di sekitarnya. Stres pada bambu bisa disebabkan oleh banyaknya zat kimia beracun di sekitar rumpun bambu atau terpaan angin besar.
Pengetahuan petani maupun masyarakat lokal dalam membudidayakan bambu diperoleh secara turun-temurun yang merupakan warisan dari orang tua.
Dari keyakinan akan manfaat yang diperoleh ini kemudian memacu keinginan petani maupun masyarakat lokal di ketiga lokasi untuk tetap membudidayakan
bambu hingga beragam jenis bambu masih dapat dijumpai dengan mudah. Selama ini bagi petani maupun masyarakat di hulu DAS bagian atas, pengetahuan
mengenai teknik budidaya dan pengelolaan bambu hanya didapatkan sebatas pada pengetahuan turun temurun dan belum pernah mendapatkan introduksi dari luar
berupa penyuluhan baik oleh instansi pemerintah maupun institusi penelitian. Sedangkan bagi petani maupun masyarakat di hulu DAS bagian tengah dan
bawah, baik petani maupun masyarakat pemilik dan pengelola kebun pernah mendapatkan introduksi pengetahuan dari luar melalui kegiatan penyuluhan
pertanian yang dilakukan oleh pemerintah.
4.7 Analisis Konsep Pengelolaan Lanskap Tegakan Bambu Berkelanjutan
Pola pengelolaan tegakan bambu dengan sistem agroforestri kebun campuran seperti yang dijumpai di hulu DAS Kali Bekasi merupakan suatu pola
tumpang sari yang memadukan antara jenis tanaman hutan seperti pohon termasuk bambu dengan tanaman pertanian seperti pisang, talas, dan singkong. Adanya
perpaduan pola pertanian dan kehutanan seperti dalam sistem agroforestri bagi kalangan kehutanan merupakan suatu pendekatan baru dalam rangka pelestarian
hutan dan pembangunan untuk wilayah-wilayah dimana perlindungan secara total tidak mungkin bisa dilakukan. Sedangkan bagi pembangunan pertanian,
agroforestri merupakan model pertanian komersil yang asli, menguntungkan, berkesinambungan, dan sesuai dengan keadaan petani kecil de Foresta et al.,
2000. Menurut Atmojo 2008, pola agroforestri merupakan pilihan yang tepat
untuk dikembangkan dalam pengelolaan DAS dengan berbagai pertimbangan antara lain:
1. Tutupan tajuk rapat mampu menutup permukaan tanah dengan baik,
sehingga efektif untuk menekan infiltrasi dan cadangan air tanah. 2.
Variasi tanaman tebing, membentuk jaringan perakaran yang kuat, baik pada lapisan tanah atas maupun bawah, akan meningkatkan stabilitas
tebing, sehingga mengurangi kerentanan terhadap longsor. 3.
Terkait rehabilitasi lahan, mampu meningkatkan kesuburan fisika perbaikan struktur tanah dan kandungan air, kesuburan kimia
peningkatan kadar bahan organik dan ketersediaan hara dan biologi tanah meningkatkan aktivitas dan diversitas, morfologi tanah pembentukan
solum.