14 mengarah pada komoditas yang bersifat umum dimana setiap orang dapat
mengangganya sebagai tempat pembuangan sampah. 5. Penggunaannya dapat digunakan secara beruntun sequential use.
Penggunaan secara beruntun ini terjadi ketika air mengalir dari hulu ke hilir sampai ke laut dan dengan beruntunnya penggunaan air selama perjalanan
alirannya akan mengubah kualitas dan kuantitas air sehingga sering menimbulkan eksternalitas.
6. Penggunaannya yang serba guna multiple use. Dengan kegunannya yang banyak tersebut maka pihak individu atau swasta dapat memanfaatkannya dan
sisanya menjadi barang umum yang dapat menimbulkan eksternalitas. 7. Berbobot besar dan memakan tempat bulky. Apabila ditambah dengan biaya
yang tinggi untuk mewujudkan hak-hak kepemilikannya, akan menyebabkan air bersifat open access.
8. Nilai kultural yang melekat pada sumberdaya air. Sebagian besar masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menganggap air sebagai barang bebas
anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang tidak patut untuk dikomersialkan, sehingga menjadi kendala dalam alokasinya pada sistem pasar.
2.2 Konsep Ekonomi Sumberdaya Air
Sumberdaya air sebagai komoditas ekonomi pertama kali dideklarasikan pada International Conference on Water and Environment di Dublin pada tahun
1992. Menurut Perry et al. 1997, air dikategorikan sebagai barang ekonomi karena air memenuhi kriteria sebagaimana definisi ilmu ekonomi, yaitu ilmu yang
mempelajari perilaku manusia terkait dengan pemenuhan kebutuhannya dengan sumberdaya yang terbatas yang bisa digunakan dalam berbagai alternatif
15 pemanfaatan. Air memenuhi kebutuhan manusia dari untuk minum, mandi dan
mencuci, hingga untuk keperluan irigasi, rekreasi, hingga kebutuhan lingkungan. Selain sebagai barang ekonomi, air juga dikategorikan sebagai barang publik
public goods. Meskipun pada banyak kasus air dapat diperlakukan sebagai barang ekonomi murni, namun peran air sebagai kebutuhan dasar semua mahluk
hidup, barang yang mempunyai manfaat ekonomi, sosial, finansial, dan lingkungan, menyebabkan sumberdaya yang penting ini dikategorikan pula
sebagai barang publik. Artinya, pengelolaan sumberdaya air harus dilakukan secara ekstra hati-hati agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara efektif
dan efisien. Tietenberg 1984 menyatakan bahwa sumberdaya dapat dikelola secara
efisien asalkan sistem kepemilikan terhadap sumberdaya tersebut dibangun atas sistem property right yang efisien pula, antara lain:
1. Universality, yang berarti bahwa semua sumberdaya dimiliki secara pribadi private owned dan seluruh hak-haknya diperinci dengan lengkap dan jelas.
2. Exclusivity, berarti bahwa semua keuntungan dan biaya yang dibutuhkan sebagai akibat dari kepemilikan dan pemanfaatan sumberdaya tersebut harus
dimiliki hanya oleh pemilik tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dalam transaksi atau penjualan ke pihak lain.
3. Tranferability, berarti seluruh hak kepemilikan dapat dipindahtangankan dari satu pemilik ke pihak lainnya dengan transaksi yang bebas dan jelas.
4. Enforceability, berarti bahwa hak kepemilikan tersebut harus aman dari perampasan atau pengambilalihan secara tidak baik dari pihak lain.
16 Kusuma 2006 menyatakan bahwa sumberdaya air secara ekonomi
tergolong ke dalam sumberdaya milik bersama. Sumberdaya semacam ini biasanya akan menghadapi masalah eksploitasi yang melebihi daya generasinya.
Adanya permasalahan yang timbul menimbulkan sulitnya menegaskan hak-hak kepemilikan sumberdaya yang bersangkutan. Nilai dari air dibedakan dari dua
elemen yaitu permintaan yang merupakan kebutuhan manusia dan keinginan membayar untuk kebutuhan tersebut serta penawaran yang merupakan biaya
untuk menyediakan sumberdaya pada kuantitas, kualitas dan lokasi tertentu Cech, 2005.
2.3 Konsep Perusahaan Daerah Air Minum PDAM