Hasil Kelompok Tikus Nonovariektomi

82

4.4.2. Hasil Kelompok Tikus Nonovariektomi

Pada penelitian ini, kurva pertumbuhan dan perkembangan bobot badan menunjukkan bahwa tikus perlakuan yang diberi ESP dengan berbagai rentang waktu pemberian menunjukkan bobot badan yang lebih berat dibandingkan dengan grup tikus kontrol NOV-0. Tikus yang diberi ESP selama 150 hari NOV-1 memiliki bobot badan 26.84 lebih berat dibandingkan dengan tikus kontrol, diikuti tikus yang diberi ESP selama 120 hari dan 90 hari, masing-masing sebesar 16,40 dan 17,01 serta tikus NOV-4 yang diberi ESP selama 60 hari mempunyai bobot badan hanya 9,76 lebih berat dibandingkan dengan tikus kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian ESP yang dilakukan selama 150, 120, 90, dan 60 hari memberi pengaruh nyata pada pertambahan bobot badan dibandingkan dengan tikus kontrol. Selain itu, hasil pengukuran panjang tulang femur tikus di akhir penelitian 180 hari pada grup tikus NOV-1 adalah 31,88 mm, NOV-2 29,64 mm, NOV-3 29,44 mm, dan NOV-4 29,26 mm yang semuanya lebih panjang dibandingkan dengan panjang tulang femur tikus kontrol, yaitu 28,74 mm. Pertambahan panjang tulang femur pada tikus-tikus perlakuan karena pemberian ESP mengindikasikan semakin besarnya ukuran rangka tubuh tikus-tikus tersebut. Dengan demikian, bobot badan tikus-tikus perlakuan lebih berat dari tikus kontrol karena pembesaran kerangka tubuh yang selalu diikuti dengan pembesaran otot dan organ lainnya sehingga tikus-tikus perlakuan lebih besar dibandingkan tikus-tikus kontrol. Kondisi ini, disebabkan oleh pengaruh pemberian ESP yang dapat meningkatkan osifikasi, menstimulasi proliferasi, dan diferensiasi kondrosit sehingga meningkatkan panjang tulang pada tikus sesuai pendapat Potu et al. 2007. Dengan demikian kandungan kalsium, fosfat, flavonoid, triterpenoid, dan beberapa biomolekul yang terkandung dalam ESP diduga berpengaruh pada pertambahan panjang tulang femur tikus perlakuan. Sementara itu Rao et al. 2007 menyatakan bahwa pemberian Cissus qudrangularis Linn pada tikus dalam masa pertumbuhan dapat meningkatkan secara signifikan ketebalan tulang kortikal dan trabekula yang turut mendukung peningkatan panjang tulang. Pada gambaran mikroskopis sayatan memanjang tulang tibia tikus perlakuan NOV-1, NOV-2, NOV-3, dan NOV-4 maupun pada tikus kontrol dari penelitian ini masih ditemukannya sasaran epifisis. Hal ini menunjukkan bahwa tikus-tikus ini masih dalam masa pertumbuhan dan belum mencapai dewasa 83 tubuh. Tulang tibia ini masih mengalami pertumbuhan baik memanjang maupun melebar, trabekula masih terlihat dalam proses pertumbuhan dengan terlihatnya sel-sel kondrosit yang sedang berproliferasi dan mengalami proses ossifikasi dari sasaran epifisis. Hal ini selaras dengan pernyataan Carola et al. 1990 bahwa tikus dalam masa pertumbuhan masih ditemukan adanya sasaran epifisis dan sel-sel kondrosit yang berproliferasi. Gambaran mikroskopis sayatan memanjang tulang tibia tikus NOV-1 yang diberi ESP selama 150 hari ditemukan adanya struktur trabekula yang lebih padat baik di daerah epifisis maupun metafisis dibandingkan dengan tikus kontrol NOV-0 maupun tikus perlakuan lainnya NOV-2, NOV-3, dan NOV-4. Di daerah epifisis, struktur trabekula relatif lebih konstan. Kondisi ini terjadi karena adanya penekanan tumpuan bobot badan langsung akibat aktivitas fisik tikus selama berada di kandang sehingga struktur trabekula lebih konstan. Sebaliknya, di daerah metafisis, kondisi trabekula lebih dinamis karena banyak terjadi perubahan struktur akibat kerja dari osteoblas dan osteoklas, dan sesuai pendapat Goldberg 2004 bahwa trabekula juga mempunyai fungsi sebagai pusat metabolisme kalsium. Penentuan kepadatan tulang dilakukan dengan metode radiografi tulang. Gambaran radiografi tulang tibia tikus yang diberikan ESP selama 150 hari, 120 hari, dan 90 hari menunjukkan densitas yang lebih radiopaque pada bagian epifisis, metafisis, dan diafisis dibandingkan pada tikus kontrol Gambar 18. Kondisi radiopaque tulang tibia tikus NOV-1, NOV-2, dan NOV-3 ini menunjukkan massa tulang yang lebih padat dibandingkan tikus kontrol yang radiolucent. Menurut Thrall 1996 gambaran radiopaque menunjukkan massa tulang yang lebih padat, sedangkan radiolucent memperlihatkan massa tulang yang kurang padat. Kepadatan tulang sangat ditentukan oleh keutuhan mikroarsitektur tulang sebagai hasil atau keseimbangan proses remodeling tulang yang mencakup proses formasi dan resorbsi tulang. Sesuai pendapat Sulistiawati 2004, kedua proses ini sangat dipengaruhi oleh keseimbangan metabolisme mineral yang menjadi komponen utama pembentuk tulang seperti kalsium dan fosfat. Aktivitas remodeling ini dimulai dari trabekula di bagian epifisis dan metafisis tulang Banks 1993. Tikus NOV-1 yang diberi ESP selama 150 hari, memiliki trabekula yang lebih padat dan rapat. Hal ini diperlihatkan oleh intensitas warna merah dan biru yang lebih pekat Gambar 20 serta semakin besarnya ukuran rangka tubuh dibandingkan dengan tikus NOV-0, maupun tikus-tikus grup perlakuan lainnya NOV-2, NOV-3, dan NOV-4, baik di daerah epifisis maupun metafisis dari 84 tulang-tulangnya. Walaupun analisis terhadap kadar kalsium dan fosfat tulang tikus perlakuan memberikan hasil yang sama dengan tikus kontrol, belum terjadi gangguan resorbsi terhadap kadar kalsium dan fosfat dalam tulang. Di samping itu, tikus-tikus perlakuan memiliki rangka tubuh yang lebih besar dibandingkan tikus kontrol, sehingga kadar kalsium tulang relatif tidak setinggi kadar kalsium pada tulang tikus kontrol yang menunjukkan adanya aktivitas remodeling. Hal ini sesuai pendapat Palmer 1993 bahwa aktivitas remodeling tulang akan terpacu apabila terjadi penurunan kadar kalsium darah. Aktivitas osteoblas dan osteoklas di daerah metafisis lebih dominan ditemukan pada bagian sentral, dan jarang ditemukan di bagian tepi tulang. Karena di bagian tepi subtansia kompakta lebih padat sebagai akibat tenaga tekan dan tarik yang dialami tulang oleh ligamentum, serta tendo. Selain itu, buluh darah juga lebih banyak ditemukan di daerah metafisis, yang berdekatan dengan keberadaan osteoklas dalam proses resorbsi tulang. Anderson 1996 menyatakan bahwa peningkatan buluh darah di daerah sumsum tulang berhubungan erat dengan peningkatan aktivitas tulang, sebagai sarana transportasi hasil metabolisme tulang. Densitas osteoblas pada tikus NOV-1 lebih padat dibandingkan pada tikus kontrol, tetapi densitas osteoklas pada tikus NOV-1 lebih rendah dibandingkan pada tikus kontrol NOV-0 dan tikus-tikus perlakuan lainnya. Pemberian ESP menyebabkan peningkatan kadar kalsium darah, dan meningkatkan osteoblas aktif sehingga trabekula lebih padat. Hal ini sesuai pendapat Banks 1993 bahwa adanya peningkatan osteoblas aktif dan kepadatan trabekula disebabkan karena adanya proses modeling dan remodeling yang masih berjalan. Sebagai jaringan yang dinamis, trabekula secara konstan akan selalu memperbaharui dirinya. Pada tikus NOV-1 yang memperoleh ESP di awal perlakuan dan dalam waktu yang lebih lama, osteoblas dan kepadatan trabekula lebih meningkat, sebagai akibat pengaruh fitoestrogen yang terkandung dalam ESP yang mempengaruhi aktivitas osteoblas. Hal yang sama diungkapkan oleh Jainu dan Devi 2006 bahwa fitoestrogen yang ada dalam Cissus quadrangularis Linn tersebut juga berperan dalam meningkatkan densitas osteoblas dan merangsang pembentukan kolagen sebagai bahan dasar dari trabekula tulang Shirwaikar et al. 2003. Pada tikus yang diberi ESP selama 150 hari menunjukkan peningkatan kadar kalsium darah dibandingkan dengan grup kontrol yang justru menurun. Tetapi, kenaikan kadar kalsium darah paling tinggi selama masa pemberian ESP 85 ditunjukkan oleh grup tikus NOV-2, disusul oleh tikus-tikus NOV-3 dan NOV-4. Kondisi ini disebabkan oleh kadar kalsium darah pada tikus yang diberi ESP selama 150 hari NOV-1 sudah mencapai level optimum karena kadar kalsium ion dipertahankan oleh mekanisme homeostasis. Kondisi kalsium dapat dikatakan optimum jika pemberian ESP secara terus menerus tidak akan meningkatkan kadar kalsium dalam darah, melainkan dideposisi ke dalam tulang atau kelebihan kalsium diekskresikan melalui ginjal. Tetapi, kadar kalsium darah pada tikus NOV-2 dan NOV-3 mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan grup NOV-0, NOV-1, dan NOV-4. Hal ini diduga karena rentang waktu pemberian ESP pada kedua grup tersebut masih dalam periode peningkatan kadar kalsium darah untuk mencapai level optimal, sedangkan pada tikus NOV-4 peningkatan kadar kalsium darah relatif lebih rendah karena rentang waktu pemberian ESP terlalu singkat untuk dapat meningkatkan kadar kalsium darah. Kondisi ini menunjukkan bahwa kadar kalsium darah jelas dipengaruhi oleh waktu dan lamanya pemberian ESP selama masa perlakuan. Berbeda dari hasil yang diperoleh pada pengukuran kadar kalsium darah, pemberian ESP tidak memberikan pengaruh nyata pada kadar fosfat darah, karena kemungkinan kadar kalsium yang tinggi dalam darah akan meningkatkan kerja PTH sehingga ekskresi fosfat dalam ginjal meningkat, sesuai pendapat Guyton 1996. Asupan kalsium, fosfat, dan fitoestrogen yang ada di dalam ESP ikut berperan dalam proses peningkatan kadar kalsium dan fosfat serta mengoptimalkan level kadar kalsium dan fosfat dalam darah, terutama pada hewan muda. Boskey 1992 juga menyatakan bahwa kondisi kadar kalsium darah yang optimal akan menunjang deposisi kalsium ke dalam tulang. Pemberian ESP selama 150 hari,120 hari, 90 hari, dan 60 hari pada tikus betina yang berada dalam masa pertumbuhan memberikan efek peningkatan bobot badan disertai dengan peningkatan ukuran rangka tubuh dibandingkan dengan tikus kontrol. Pemberian ESP dalam waktu yang panjang dapat mengoptimalkan kadar kalsium darah, menghasilkan trabekula yang lebih padat, dan meningkatkan osteoblas aktif, sehingga memberikan efek pada deposisi kalsium ke dalam tulang.

4.4.3. Hasil Kelompok Tikus Ovariektomi

Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Kulit Batang Kapuk Randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) Sebagai Penghambat Pembentukan Batu Ginjal Pada Tikus Putih Jantan

0 16 79

EFEKTIVITAS SALEP EKSTRAK BATANG PATAH TULANG (Euphorbia tirucalli) PADA PENYEMBUHAN LUKA SAYAT TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

1 17 61

Aktivitas ekstrak etanol batang sipatah patah (Cissus quadrangula salisb) sebagai antiosteoporosis pada tikus (Rattus norvegicus)

0 9 145

Efek Pemberian Ekstrak Batang Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb.) terhadap Proliferasi dan Diferensiasi Sel Tulang Tikus secara In Vitro

0 10 93

Efek Toksik Pemberian Ekstrak Batang Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb.) Terhadap Gambaran Histologi Hati dan Ginjal Mencit | Sari | Journal of BioLeuser 8304 18667 1 SM

0 0 7

PERUBAHAN STRUKTUR MIKROSKOPIS HATI DAN GINJAL MENCIT YANG DIBERI EKSTRAK BATANG SIPATAH-PATAH (Cissus quadrangula Salisb.)

0 1 7

EFEK TOKSIK PEMBERIAN EKSTRAK BATANG SIPATAH-PATAH (Cissus quadrangula Salisb.) TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGI HATI DAN GINJAL MENCIT

0 0 7

EKSTRAK ETANOL SELEDRI (Apium graveolens) SEBAGAI ANTI- ATHEROGENIK PADA TIKUS (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI HIPERLIPIDEMIA

0 0 18

Aktivitas Ekstrak Etanol Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) terhadap Penyembuhan Luka Sayat pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus L.)

0 0 6

EFEKTIVITAS SALEP EKSTRAK ETANOL BATANG PATAH TULANG (Euphrobia tirucalli) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA BAKAR PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) - repository perpustakaan

0 0 17