37
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Anatomi, Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi; Bagian Patologi dan
Bagian Farmasi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB; Bagian Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu
Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan IPB; Laboratorium Fitokimia, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong; Laboratorium Biofarmaka
IPB Taman Kencana, Bogor, serta Laboratorium Pemeriksaan Doping dan Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, dari bulan Agustus
2008 sampai dengan bulan Juni 2009.
3.2. Materi 3.2.1. Tanaman Sipatah-patah Cissus quadrangula Salisb
Tanaman sipatah-patah yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Desa Lam Nga, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. Pengambilan sampel tanaman ini dilakukan pada bulan Maret 2007. Tanaman diidentifikasi oleh Herbarium Bogoriensis, LIPI
Cibinong Surat nomor: 177IPH.1.02IF.82007 tanggal 26 April 2007 dengan nama Cissus quadrangula Salisb Lampiran 1. Dalam penelitian ini diperlukan
4,5 kg batang kering tanaman sipatah-patah.
3.2.2. Hewan Coba
Hewan coba yang digunakan pada penelitian ini adalah 40 ekor tikus betina Rattus norvegicus umur 20 hari berasal dari galur Sprague Dawley yang
diperoleh dari Animal Lab. IPB Baranangsiang, Bogor. Sebelum dilakukan penelitian, semua kelompok tikus diadaptasikan di dalam kandang selama 10
hari. Selama masa adaptasi, dilakukan pemeriksaan klinis, pemberian antibiotika dan obat cacing Kalbazen 0,2 mloral untuk menghilangkan infeksi cacing yang
kemungkinan dapat menganggu jalannya penelitian. Tikus dipelihara di kandang berukuran 36 x 28 x 12 cm yang diberi alas sekam padi agar lingkungan kandang
tidak lembab, ruangan diberi ventilasi dan penyinaran yang cukup dengan lama terang 14 jam dan lama gelap 10 jam dan setiap kandang diisi dua ekor tikus.
Pakan tikus adalah pakan burung super berkicau P-588 produksi Indonesia Formula Feed komposisi dapat dilihat pada Lampiran 2. dan air minum
diberikan secara ad libitum.
38 Ovariektomi dilakukan melalui sayatan kulit daerah flank bagian kiri dan
kanan. Tikus terlebih dahulu dibius mengunakan campuran Xylazine Xylazine- 20, Troy Laboratories PTY Ltd, Australia dosis 0,3 mg 0,03 ml dan Ketamine
Ketamil, Troy Laboratories PTY Ltd, Australia dosis 1,5 mg 0,03 ml per ekor secara intraperitoneal ip. Setelah tikus terbius, kulit daerah flank disayat dengan
panjang sayatan lebih kurang 1-1,5 cm. Selanjutnya jaringan subkutan dikuakkan, lalu dinding abdomen disayat, kemudian bantalan lemak ditarik
sehingga ovarium beserta saluran tuba Fallopii tuba uterina dan kornua uteri ikut terbawa keluar rongga abdomen. Selanjutnya ovarium beserta bursa diambil
untuk menghindari adanya ovarium yang tersisa. Cornua uteri dan tuba Fallopii dikembalikan ke dalam rongga abdomen. Ovarium kanan diambil dengan cara
serupa. Setelah itu kulit dijahit dan diberi antibiotik Nebacetin, Pharos, Indonesia, untuk pemulihan dilakukan selama sepuluh hari dan selanjutnya tikus
tersebut telah siap untuk perlakuan ekstrak sipatah-patah ESP.
3.2.3. Bahan Penelitian
Untuk keperluan pembuatan preparat histologi digunakan
1. paraformaldehid 0,2 dalam phosphate buffered saline PBS 0,1 M pH 7,4, 2. normal buffer formalin 10 , 3. alkohol bertingkat, 4. silol dan 5. paraffin
histoplast dengan titik leleh 55-57 Bahan untuk pewarnaan Hematoksilin-eosin HE adalah pewarna
Hematoksilin Delafield, dan pewarna Eosin dalam alkohol. Untuk pewarnaan Masson trichrome MT modifikasi Goldner digunakan bahan pewarna ponceau
2R, orange G dan lightgreen. C.
3.2.4. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan untuk fiksasi jaringan terdiri atas gelas objek, cover glass, entelan, jarum kupu-kupu, scalpel, gunting, tang arteri, needle
holder, pinset, spuit suntik, sonde feeding tube, benang cat gut, tampon, gouce dan wadah penyimpanan jaringan. Untuk proses parafinasi dan pemotongan
jaringan digunakan gelas piala, inkubator, sliding microtome. Selanjutnya untuk pengamatan hasil penelitian digunakan mikroskop cahaya, dan untuk pemotretan
digunakan alat mikrofotografi.
39
3.3. Metode 3.3.1. Pembuatan Ekstrak Batang Sipatah-patah ESP
Pembuatan ESP dilakukan di Laboratorium Biofarmaka IPB Taman Kencana, Bogor. Bagian batang tanaman sipatah-patah dipotong-potong
dengan panjang sekitar 1 cm, lalu diangin-anginkan sehingga menjadi kering. Bagian tanaman yang sudah kering dimasukkan ke dalam oven pada suhu
60°C selama 48 jam. Setelah kering kemudian dihaluskan dengan penggilingan sehingga menjadi serbuk. Selanjutnya proses pembuatan
ekstrak dari serbuk dilakukan di Laboratorium Farmasi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, FKH IPB. Proses pembuatan ESP secara rinci ada di
Lampiran 3.
3.3.2. Analisis Kandungan Kalsium dan Fosfat, Bahan Aktif dan Analisis Senyawa Fitokimia Batang Sipatah-patah
Analisis kandungan mineral kalsium dan fosfor sipatah-patah dilakukan dengan uji proksimat berdasarkan metode AOAC 1980 Lampiran 4.
Analisis bahan aktif sipatah-patah menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrophotometry
GC-MS FAMES1 M dilakukan di Laboratorium Pemeriksaan Doping dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta Lampiran 5.
3.3.3 Pembagian Kelompok Tikus
Penelitian ini dilakukan dengan membagi tikus percobaan menjadi dua kelompok yaitu: 1. Kelompok tikus nonovariektomi NOV untuk meneliti
kemampuan ESP terhadap pencegahan osteoporosis pada masa prepubertas, 2. Kelompok tikus ovariektomi OV untuk meneliti aktivitas ESP terhadap
pengobatan osteoporosis pada tikus betina yang diovariektomi. Masing-masing kelompok diberi ekstrak sipatah-patah dengan dosis 750 mgkg bbhariper oral
sesuai penelitian Shirwaikar et al. 2003.
3.3.4 Kelompok Tikus Nonovariektomi NOV
Penelitian pada kelompok tikus nonovariektomi ini bertujuan untuk meneliti kemampuan ESP untuk memperbaiki kondisi tulang sehingga dapat
mencegah terjadinya osteoporosis di kemudian hari. Sebelum percobaan dimulai, semua tikus diadaptasikan di lingkungan kandang percobaan selama
40 10 hari untuk tiap-tiap kelompok perlakuan. Setelah masa adaptasi, hewan coba
dibagi secara acak dalam lima grup perlakuan dan masing-masing diberi ekstrak sipatah-patah setiap hari selama penelitian. Penelitian ini menggunakan 20 ekor
tikus betina Rattus norvegicus galur Sprague Dawley umur 20 hari dengan bobot badan 95-100 g sebagai hewan coba. Tikus diberi pakan standar dan air
minum ad libitum. Hewan coba ditempatkan di dalam kandang individu dan diadaptasikan terhadap pakan dan lingkungan selama 10 hari.
Tikus-tikus pada grup kontrol diberi larutan karboksimetil selulosa CMC 1 sebagai plasebo NOV-0, sedangkan tikus grup perlakuan diberi ESP mulai
umur 30 hari NOV-1, 60 hari NOV-2, 90 hari NOV-3, dan 120 hari NOV-4. Pada tikus-tikus grup perlakuan ESP diberikan per oral dengan feeding tube
sebanyak satu mililiter ESP satu hari sekali yaitu pagi hari jam 08.00 wib dengan dosis 750 mgkgBBhari selama masa penelitian.
Penimbangan bobot badan dilakukan setiap 15 hari sekali. Pengambilan darah kurang lebih 2 ml
dilakukan setiap 30 hari sekali melalui vena coccygeae. Darah dikoleksi pada
tabung reaksi dan selanjutnya dianalisis kadar kalsium dan fosfor. Analisis kadar kalsium dan fosfor dilakukan di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor,
dengan mengunakan Atomic Absorbance Spectrophotometry AAS
Hitachi
®
5000 untuk kalsium, sedangkan untuk analisis kadar fosfor menggunakan metode spectrophotometry dengan alat Spectronic Camspecs
®
Pada akhir masa perlakuan pada umur tikus 180 hari, semua tikus dikorbankan dengan cara dislokasi tulang leher. Kemudian dilakukan nekropsi
untuk pengambilan kerangka tulang dan organ untuk diamati secara histologis . Pengamatan selanjutnya adalah pemeriksaan radiografi terhadap kondisi tulang
yang dilakukan setelah organ visceral dikeluarkan. Semua organ termasuk tulang diambil dan difiksasi dengan larutan formalin 10 . untuk proses
pembuatan sediaan histologi. Selanjutnya ossa radius-ulna kiri serta ossa vertebrae lumbalis II-V diambil untuk dianalisis kadar kalsium dan fosfat. Ossa
tibia-fibula kanan, ginjal, hati, dan kelenjar paratiroid diambil untuk pembuatan sediaan histologis. Sampel tulang tibia-fibula difiksasi dalam larutan pengawet
paraformaldehid 4 dan dilakukan dekalsifikasi dalam larutan asam nitrat 5 , selanjutnya tulang diproses dengan metode histokimia standar Humason
1967 dan ditanam dalam blok parafin. Sayatan jaringan ginjal, hati, dan kelenjar paratiroid serta ossa tibia-fibula diwarnai dengan pewarnaan HE
Humason 1967 dan pewarnaan MT Kiernan 1990 Lampiran 8. LW-200 Lampiran 7.
41
3.3.5 Kelompok Tikus Ovariektomi OV
Penelitian pada kelompok tikus ovariektomi bertujuan untuk meneliti pengaruh ESP dalam pengobatan osteoporosis pada tikus yang diovariektomi.
Ovariektomi adalah tindakan pembedahan pengambilan ovarium bilateral untuk menginduksi osteoporosis. Sebelum percobaan dimulai semua tikus
diadaptasikan di lingkungan kandang percobaan selama 10 hari. Percobaan mengunakan 20 ekor tikus betina. Tikus-tikus tersebut dibagi ke dalam lima grup
perlakuan masing-masing terdiri atas empat ekor tiap grup yaitu: tikus sham yang hanya dilakukan sayatan kulit lalu ditutup kembali OV-0, tikus perlakuan
ovariektomi tanpa diberikan ESP OV-1, dan tikus perlakuan ovariektomi dengan pemberian ESP mulai umur 90 selama 120 hari OV-2, umur 120 selama 90 hari
OV-3, dan umur 150 hari selama 60 hari OV-4. Tahapan perlakuan dilakukan selama 180 hari Gambar 11. Pemberian ESP diberikan per oral dengan
feeding tube sebanyak satu mililiter ESP satu hari sekali yaitu pagi hari jam 08.00 wib. Selama perlakuan, 15 hari sekali tikus ditimbang dan diambil
darahnya kurang lebih 2 ml setiap 30 hari sekali melalui vena coccygeae. Darah dikoleksi pada tabung reaksi dan didiamkan selama satu hari, selanjutnya
dianalisis kalsium dan fosfor. Pada akhir masa perlakuan umur tikus 210 hari, semua tikus
dikorbankan dengan cara dislokasi tulang leher. Kemudian dilakukan nekropsi untuk pengambilan kerangka tulang dan melihat perubahan patologi anatomi
pada organ hati, ginjal, dan kelenjar paratiroid yang mungkin terjadi. Pengamatan selanjutnya adalah pemeriksaan radiografi terhadap kondisi tulang
yang dilakukan setelah organ visceral dikeluarkan. Semua organ termasuk tulang diambil dan difiksasi dengan larutan formalin 10 , untuk proses
pembuatan sediaan histologi. Selanjutnya ossa radius-ulna kiri dan serta ossa vertebrae lumbales II-V diambil untuk dianalisis kadar kalsium dan fosfor.
Ossa tibia-fibula kanan, ginjal, hati, dan kelenjar paratiroid diambil untuk pembuatan sediaan histologis. Sampel ossa tibia-fibula difiksasi dalam larutan
pengawet paraformaldehid 4 dan dilakukan dekalsifikasi dalam larutan asam nitrat 5 , selanjutnya tulang diproses dengan metode histokimia standar
Humason 1967 dan ditanam dalam blok parafin. Sayatan jaringan ginjal, hati, dan kelenjar paratiroid serta ossa tibia-fibula diwarnai dengan pewarnaan HE
Humason 1967, selanjutnya ossa tibia-fibula juga diwarnai dengan pewarnaan MT Kiernan 1990 Lampiran 8.
42
3.4. Parameter
Parameter yang diamati adalah bobot badan, panjang tulang femur, radiografi tulang, kadar kalsium dan fosfor darah, kadar kalsium dan fosfor
tulang, gambaran mikroskopis tulang ossa tibia-fibula serta organ hati, ginjal, dan kelenjar paratiroid.
3.5. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan bobot badan, panjang tulang femur, kadar kalsium dan fosfor darah, serta kadar kalsium dan fosfor tulang,
dianalisis dengan ANOVA dan dilanjutkan dengan Duncan Test. Gambaran radiografi dan mikroskopis jaringan tulang serta organ hati, ginjal, dan kelenjar
paratiroid dianalisis secara deskriptif.
43
Gambar 11. Skema Alur Penelitian
Sipatah-patah
Ekstraksi Kandungan mineral Ca P
Kandungan fitokimia Identifikasi senyawa fitokimia
Pengujian Hewan coba tikus betina
Nonovariektomi Ovariektomi
Pengamatan
a. Bobot badan b. Radiografi tulang
c. Kadar Ca dan P darah d. Kadar Ca dan P tulang
e. Gambaran histologi tulang, hati,
ginjal, dan paratiroid
Analisis data
44 Gambar 12. Alur Penelitian Tikus Nonovariektomi
20 30
60 90
120 150
180
Adaptasi
Perlakuan
Nekropsi
Keterangan:
= Masa adaptasi = Masa sebelum perlakuan dimulai
= Masa pemberian ESP
= Pemeriksaan kadar kalsium dan fosfat darah NOV = Grup nonovariektomi
Umur
NOV-0 NOV-1
NOV-2
NOV-3
NOV-4
NOV
45
Gambar 13. Alur Penelitian Tikus Ovariektomi
Gambar 13. Alur Penelitian Tikus Ovariektomi
Perlakuan Nekropsi
Pemulihan Adaptasi
Keterangan
: =
Masa adaptasi = Masa pemulihan dari ovariektomi
= Masa sebelum perlakuan dimulai = Masa pemberian ESP
= Pemeriksaan kadar kalsium dan fosfat darah = Grup ovariektomi, diovariektomi pada umur 50 hari
OV-2 OV-3
OV-4 NOV -0 sham
OV-1
Umur hari
Ovariektomi
40 50
60 90
120 150
180 210
OV
45
HASIL DAN PEMBAHASAN
46
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil 4.1.1. Analisis Proksimat Batang Kering Sipatah-patah dan Penapisan