gerakan ikan menuju alat tersebut Sainsbury 1982. Alat ini juga bersifat pasif menunggu ikanhewan laut lainnya masuk ke dalam perangkap dan mencegah
ikan atau hewan laut lainnya keluar dari perangkap. Ikan dapat masuk dengan mudak ke dalam perangkap tanpa ada pemaksaan, tetapi ikan tersebut akan
sukar meloloskan diri keluar karena dihalangi dengan bermacam-macam cara untuk meloloskan Von Brant 1984 Pemasangannya berdasarkan pengetahuan
tentang lintasan-lintasan yang merupakan daerah ruaya ikan ke arah pantai pada waktu-waktu tertentu Gunarso 1985. Perangkap tersebut dapat berupa tempat
bersembunyi atau berlindung ikan, menghalang dalam bentuk dinding atau pagar-pagar.
Menurut Subani dan Barus 1989, perangkap terbuat dari anyaman bambu bamboos netting, anyaman rotan rottan netting, anyaman kawat wire netting,
kere bambu bamboos screen dan lain sebagainya. Alat tangkap tersebut dioperasikan secara temporer, semi permanen maupun menetap tetap,
dipasang ditanam di dasar laut, diapungkan atau dihanyutkan. Martasuganda 2003 mengatakan proses ikan, kepiting atau udang
terperangkap ke dalam perangkap kemungkinan dikarenakan adanya : 1
Tertarik bau umpan; 2
Dipakai untuk berlindung; 3
Karena sifat thigmotaksis dari ikan itu sendiri; dan 4
Tempat beristirahat sewaktu ikan bermigrasi.
2.2.1 Alat tangkap bubu pots
Alat penangkap ikan yang biasa digunakan untuk menangkap ikan dasar adalah bubu, jaring, pancing, muroami, tombak dan menyelam Widodo et al.
1998. Bubu merupakan salah satu alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan di Indonesia untuk menangkap ikan-ikan karang. Beberapa keuntungan
menggunakan bubu seperti: bahan mudah diperoleh dan harga relatif murah, desain dan konstruksinya sederhana, pengoperasiannya mudah, tidak
memerlukan kapal khusus, ikan hasil tangkapan masih memiliki tingkat kesegaran yang baik dan alat tangkap dapat dioperasikan di perairan karang
yang tidak terjangkau oleh alat tangkap lainnya Iskandar dan Diniah 1999. Menurut Rounsefelt dan Everhart 1962, bubu merupakan alat tangkap
yang sangat efektif untuk menangkap organisme yang bergerak lambat di dasar perairan, baik di laut maupun danau. Bubu banyak digunakan oleh nelayan
tradisional untuk menangkap udang, ikan demersal, ikan karang dan ikan hias.
Bubu didesain untuk menangkap crustacea, dengan berbagai bentuk dan terbuat dari berbagai bahan. Bubu memiliki satu atau lebih bukaan mulut. Bubu
biasanya dioperasikan di dasar perairan dengan sistem tunggal maupun rawai. Pada pengoperasiannya bisa diberi umpan maupun tidak. Bubu dilengkapi
dengan tali pelampung untuk menghubungkan bubu dengan pelampung. Pelampung berfungsi untuk menunjukkan posisi pemasangan bubu Nedelec dan
Prado 1990. Menurut Von Brant 1984, bubu digolongkan ke dalam kelompok alat
perangkap traps. IMAI 2001 menyatakan bahwa bubu dapat digunakan untuk menangkap ikan hias maupun ikan yang hidup di karang lainnya. Kelemahan
bubu konvensional adalah pemasangan biasanya menggunakan karang sebagai jangkar penahan sehingga merusak karang. Ikan baru dapat dipanen setelah
bubu diletakkan selama satu malam atau lebih. Untuk mengetahui berapa ikan yang telah terperangkap, nelayan harus mengangkat bubu ke permukaan atau
nelayan menyelam. Keuntungan bubu adalah ikan tertangkap hidup-hidup dan hanya ikan-ikan jenis tertentu saja yang tertangkap tergantung besar pintu dan
ukuran mata jaring. Secara garis besar komponen bubu di bagi menjadi tiga bagian, yaitu
rangka frame badan body, mulut funnel dan pintu masuk. Rangka biasanya terbuat dari bahan yang kuat seperti besi, besi behel, bambu atau kayu yang
bentuknya disesuaikan dengan konstruksi bubu yang diinginkan. Bentuk bubu sangat bervariasi, hampir setiap daerah di Indonesia memiliki bentuk sendiri-
sendiri. Rangka berfungsi untuk mempertahankan bentuk bubu selama pengoperasian di laut. Badan bubu berupa rongga, tempat dimana ikan-ikan
terkurung. Mulut bubu merupakan pintu dimana ikan dapat masuk tapi tidak dapat keluar dan umumnya berbentuk seperti corong. Pintu bubu berfungsi
untuk mengambil hasil tangkapan dari dalam badan bubu Subani dan Barus 1989.
Bubu digunakan sebagai alat untuk menangkap ikan-ikan karang karena mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya adalah:
1 Pembuatan alat mudah dan murah;
2 Pengoperasiannya mudah;
3 Kesegaran hasil tangkapan baik; dan
4 Daya tahan tinggi dan dapat dioperasikan di tempat-tempat dimana alat
tangkap lain tidak dapat dioperasikan Tirtana 2003.
Prinsip pengoperasian bubu yaitu dipasang secara pasif menghadang dan memerangkap ikan. Hal-hal yang membuat ikan tertarik pada bubu
khususnya pada bubu yang tidak menggunakan umpan antara lain : 1 Pergerakan acak ikan;
2 Menganggap bubu sebagai tempat istirahat dan berlindung; 3 Tingkah laku sosial interspesies;
4 Pemasangan; dan 5 Mencari pasangan.
Menurut Martasuganda 2003, secara umum ikan masuk ke dalam bubu karena faktor-faktor berikut :
1 Mencari makan; 2 Mencari tepat berlindung;
3 Mencari tempat beristirahat; dan 4 Sifat thigmotaxis ikan.
Unit penangkapan bubu terdiri atas kapal, alat tangkap bubu dan nelayan. Pemasangan bubu dasar biasanya dilakukan di perairan karang. Untuk
memudahkan dalam mengetahui tempat pemasangan bubu, biasanya bubu dilengkapi dengan pelampung tanda Subani dan Barus 1989. Posisi peletakan
bubu tanpa menggunakan pelampung tanda, posisi tersebut dicatat dengan menggunakan alat bantu Global Poition System GPS sehingga hanya nelayan
tersebut saja yang mengetahui posisi peletakan bubu. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pencurian hasil tangkapan bubu dan terseretnya bubu oleh
kapal.
2.2.2 Pengoperasian bubu