Latar Belakang Perikanan bubu dasar di Kabupaten Bangka Selatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumberdaya perikanan merupakan modal dasar pembangunan perikanan dan pemanfaatannya diperlukan bagi kesejahteraan masyarakat yang sebesar-besarnya. Perlu diketahui bahwa sifat sumberdaya perikanan adalah tidak tak terbatas, sehingga pemanfaatannya harus lebih berhati-hati agar tidak terjadi kepunahan. Dewasa ini di beberapa tempat telah terjadi tekanan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang kurang terkendali, penggunaan bahan peledak dan pemakaian alat tangkap yang terlarang, sementara dalam pelaksanaan pembangunannya masih terdapat berbagai permasalahan yang bersumber dari sumberdaya perikanan, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana perikanan, pascapanen dan pemasaran, pembangunan teknologi, agribisnis perikanan dan kelembagaan perikanan Baskoro 2006. Pengembangan penangkapan ikan pada hakekatnya mengarah pada pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal dan rasional bagi kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan nelayan khususnya, tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya ikan itu sendiri maupun lingkungannya. UU No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan, juga mengamanatkan bahwa pengelolaan perikanan, termasuk kegiatan perikanan tangkap, harus dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan Baskoro 2006. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 empat kali dari seluruh luas wilayah daratan Kepulauan Bangka Belitung yaitu sebesar 16.281 km 2 . Luas perairan Kepulauan Bangka Belitung diperkirakan sebesar 65.301 km 2 Kabupaten Bangka Selatan merupakan salah satu daerah sentra atau penghasil utama sektor perikanan di Kepulauan Bangka Belitung. Kekayaan sumberdaya pesisir dan kelautan yang cukup melimpah membuat banyak penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan tetap, disamping nelayan yang mempunyai mata pencaharian sampingan seperti berkebun dan beternak DPK. Kabupaten Bangka Selatan 2005. yang potensi produksi perikanan tangkap sebesar 499.500 ton DKP Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2005. Menurut DKP Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2008, hasil tangkapan yang didaratkan di Kabupaten Bangka Selatan pada tahun 2007 mencapai 11.027,50 ton atau sekitar 17,23 dari potensi yang ada 64.000 ton per tahun. Produksi tersebut diperoleh dari alat tangkap bagan, bubu, pancing rawai, jaring. Hasil tangkapan bubu sekitar 1.765 ton dengan jenis ikan utama kerapu Epinephelus sp, kakap Lates calcarifer, kurisi Nemipterus nematophorus, dan ekor kuning Caesio sp. Menurut DKP Kabupaten Bangka Selatan 2005, bubu merupakan jenis alat tangkap utama yang digunakan dalam pemanfaatan ikan karang di Kabupaten Bangka Selatan. Jenis bubu yang umumnya digunakan nelayan Kabupaten Bangka Selatan adalah jenis bubu dasar dengan bahan material yang terbuat dari kawat dan jaring. Jenis ikan yang tertangkap oleh bubu dasar dan didaratkan di Kabupaten Bangka Selatan adalah ekor kuning Caesio sp, Kerapu Epinephelus sp, baronang Siganus sp, kakap merahbambangan Lutjanus spp. Bubu dasar mempunyai ukuran yang bervariasi tergantung kebutuhan nelayan. Bubu kecil ukuran panjangnya 1 m, lebar 50-75 cm dan tinggi 25-30 cm,sedangkan bubu besar mempunyai ukuran panjang bias mencapai 3,5 m, lebar 2 m dan tinggi 75-100 cm. Pengoperasian bubu dasar biasaya dilakukan di perairan karang atau diantara bebatuan Subani dan Barus 1988. Pemasangan bubu biasanya ditandai oleh adanya pelampung tanda melalui tali panjang yang dihubungkan dengan bubu tersebut. Pengambilan hasil tangkapan dilakukan 2-3 hari setelah bubu dipasang, kadang bahkan beberapa hari setelah pemasangan. Hasil tangkapan dengan bubu dasar umumnya terdiri dari jenis-jenis ikan, udang kualitas baik seperti kuwe Caranx spp, baronang Siganus spp, kerapu Epinephelus spp, kakap Lutjanus spp, kakatua Scarus spp, ekor kuning Caesio spp, kaji Diagrama spp, lencam Lethrinus spp, udang paneid udang barong Subani dan Barus 1988. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Bennet 1974 dalam Krouse 1988, menjelaskan bahwa ada hubungan antara durasi waktu saat setting dimulai sampai hauling, dan hal ini sangat berkaitan dengan pengaruh lama perendaman alat tangkap terhadap hasil tangkapan rata-rata dari spesies yang menjadi target tangkapan. Penelitian Anung dan Barus 2000, pada bubu dengan mulut dua yang di rendam selama satu hari di Selat Sunda memberikan hasil tangkapan yang lebih baik bila dibandingkan dengan bubu dengan mulut satu dan dua yang di rendam selama tiga hari, dengan umpan ikan pelagis banyar dan ikan demersal remang. Penelitian-penelitian tentang alat tangkap bubu dalam operasi penangkapan yang telah dilakukan, antara lain: pengaruh kedalaman dan kontur dasar perairan terhadap hasil tangkapan kakap merah Lutjanus malabaricus Urbinas 2004; pengaruh kedalaman pemasangan bubu terhadap hasil tangkapan kakap merah Lujanus sanguineus Nurhidayat 2002; selektivitas ukuran ikan kakap Lutjanus sp. pada bubu yang dilengkapi dengan celah pelolosan escaping gaps Tirtana 2003; uji coba alat tangkap bubu dengan ukuran mesh size berbeda Ariefandi 2005; pengaruh penggunaan jenis umpan terhadap hasil tangkapan ikan karang pada alat tangkap bubu traps Mawardi 2001; pengoperasian bubu dengan umpan dan konstruksi funnel yang berbeda terhadap hasil tangkapan ikan laut dalam Susanto 2006 dan studi tentang pengaruh pemasangan leader net terhadap hasil tangkapan dan tinjauan tingkah laku ikan karang pada alat tangkap bubu sayap Mawardi 1998. Nelayan perikanan bubu dasar di Kabupaten Bangka Selatan dalam pengoperasiannya menggunakan bubu dasar dari material kawat dan jaring. Pada umumnya pengoperasian bubu dasar dari material kawat direndam selama 6 enam hari sedangkan material bubu dasar dari bahan jaring direndam selama 5 lima hari. Hingga saat ini, belum diketahui berapa lama perendaman yang efektif diantara kedua jenis bubu tersebut dan apakah usaha penangkapan ikan karang dengan menggunakan bubu dasar di Kabupaten Bangka Selatan masih memberikan keuntungan atau telah mengalami kerugian. Hal ini perlu diketahui, karena selama ini usaha perikanan bubu dasar di Kabupaten Bangka Selatan dijalankan lebih kepada tradisi, belum memperhitungkan faktor ekonomi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini juga dilakukan analisis finansial untuk menentukan usaha perikanan bubu dasar yang menguntungkan di Kabupaten Bangka Selatan. Upaya pengembangan perikanan bubu dasar di Kabupaten Bangka Selatan dengan menggunakan bahan material dari kawat maupun jaring membutuhkan identifikasi permasalahan beserta pemecahannya dilihat dari aspek teknis dan sosial ekonomi. Hal ini dapat dilakukan melalui penelitian perikanan bubu dasar di kabupaten Bangka Selatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

1.2 Perumusan Masalah