Komposisi Jenis Hasil Tangkapan

Beberapa famili ikan karang mendekati bubu dasar karena rasa keingintahuan dari ikan tersebut terhadap benda asing atau dikenal dengan sifat tigmotaksis. Beberapa famili menjadikan bubu dasar sebagai area mencari makan, seperti ikan dari famili Lutjanidae, Siganidae, Caesionidae, Holocentridae dan Serranidae. Selain itu bubu dasar diduga sebagai tempat beristirahat atau menunggu mangsa lewat, ikan karnivora masuk ke dalam bubu dasar karena tertarik oleh mangsa yang terperangkap di dalam bubu dasar. Hal ini sesuai dengan pendapat High dan Beardsley 1970 diacu oleh Furevik 1994, bahwa ada 6 enam alasan ikan tertarik pada bubu selain mengejar umpan, juga melakukan pergerakan secara acaktidak beraturan, menggunakan bubu sebagai tempat tinggal atau berlindung, keingintahuan, tingkah laku sosial di dalam spesies ikan atau pemangsaan. Hasil pengamatan High dan Beardsley 1970 pada bubu tanpa umpan menunjukkan bahwa jenis ikan squirefish dan goatfish Mullidae masuk ke dalam bubu secara bergerombol schooling sedangkan jenis parrotfish Scaridae dan big eye Priacanthidae masuk ke dalam bubu secara individu. High dan Ellis 1973 mengamati ikan four-eyed butterfly Chaetodon sp dan spotted goat fish Pseudupeneus maculatus disekitar bubu berenang maju mundur ketika melihat ikan lain terperangkap ke dalam bubu. Munro et al. 1971 mengamati spesies ikan di sekitar bubu berenang beriringan pada sisi lain mata jaring kawat. Riyanto et al. 2008 mengamati tentang perbandingan hasil tangkapan antara bubu dengan umpan dan bubu tanpa umpan yang menunjukkan bahwa bubu dengan umpan memiliki keragaman spesies dan famili lebih tinggi. Lolosnya ikan-ikan yang terlihat pada waktu pengamatan awal lebih disebabkan oleh ukuran mesh size bubu dasar yang lebih besar dari ukuran ikan, sehingga ikan dengan mudah meloloskan diri. Selektivitas bubu dasar bergantung pada hubungan antara keliling tubuh maksimum ikan body girth dan keliling mata bubu mesh perimeter dan juga hubungan antara panjang tubuh ikan dan mesh size. Hal ini sesuai dengan pendapat Riyanto et al 2008, bahwa ukuran layak tangkap ikan diduga dipengaruhi oelh mesh size dan konstruksi bubu. Hal tersebut juga diperkuat oleh Tirtana 2003, bahwa ikan yang masuk ke dalam bubu bisa meloloskan diri sangat ditentukan oleh tinggi tubuh body depth atau lingkar tubuh body girth dan celah pelolosan. Jadi semakin besar tinggi tubuh dan lingkar tubuh, maka peluang untuk meloloskan diri semakin kecil dan bila semakin tinggi tubuh atau lingkar tubuh, maka peluang untuk meloloskan diri semakin besar Tirtana 2003. FAO 1999 menyatakan bahwa selektivitas merupakan sifat alat tangkap tertentu untuk mengurangi atau mengeluarkan tangkapan yang tidak sesuai ukuran unwanted catch atau ikan-ikan tangkapan yang tidak diinginkan incidental catch dan selektivitas merupakan fungsi dari suatu alat penangkapan ikan dalam menangkap spesies ikan dalam jumlah dan selang ukuran tertentu pada suatu populasi di daerah penangkapan ikan. Selain itu, pengaturan alat tangkap tidak diiringi dengan adanya upaya restocking terhadap perairan akan menyebabkan terjadinya degredasi lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamdan et al. 2006, bahwa pengaturan alat tangkap tidak diiringi dengan adanya upaya restocking terhadap perairan yang ada akan menyebabkan terjadinya degredasi lingkungan yang berakibat buruk kepada produksi perikanan. Bubu dasar dengan material kawat memiliki meshsize lebih kecil di bandingkan dengan bubu dasar dengan material jaring, sehingga ikan-ikan yang tertangkap oleh bubu dasar dengan material kawat lebih kecil dibandingkan dengan bubu dasar dengan material jaring. Hal ini sesuai dengan pendapat matsuoka 1995, dimana bubu dikatakan selektif ukuran apabila ukuran badan ikan pada bagian operculum tutup insang lebih kecil dari keliling mata bubu atau keliling maksimum badan ikan lebih besar dari keliling mata bubu. Sebaliknya jika ukuran badan ikan pada bagian operculum sangat besar atau keliling maksimum badan ikan sangat kecil dibandingkan dengan keliling mata bubu, ikan kemungkinan tidak tertangkap lolos. Dominasi ikan yang tertangkap pada bubu dasar yang dioperasikan di perairan sekitar Bangka Selatan berlaku untuk semua perlakuan baik untuk perlakuan lama perendaman bubu dasar 3 hari, 4 hari, dan 5 hari adalah ikan tambangan Lutjanus johni. Hal tidak lepas dari pola penyebaran, struktur komunitas, dan musim penangkapan ikan di fishing ground. Jika suatu spesies ikan mendominasi suatu komunitas ikan dimana bubu dasar dioperasikan, maka dapat diduga hasil tangkapannya akan didominasi oleh spesies tersebut. Komposisi hasil tangkapan juga dipengaruhi oleh struktur komunitas dan musim ikan yang ada di fishing ground. Dalam hal ini jumlah populasi dari suatu spesies pada daerah penangkapan merupakan faktor yang sangat berpengaruh. Dominasi ikan tambangan Lutjanus johni dikarenakan kemungkinan merupakan spesies dengan populasi yang besar dibanding dengan spesies lainnya di perairan sekitar Bangka Selatan.

5.2 Pengaruh Posisi Perendaman Bubu Ikan Terhadap Hasil Tangkapan

Berat total hasil tangkapan terbanyak pada pengoperasian bubu dasar baik bubu dasar dari material kawat maupun bubu dasar dari material jaring dengan lama perendaman 5 hari dibandingkan dengan lama perendaman 3 hari maupun 4 hari, hal ini diduga sangat berkaitan erat dengan adanya bau-bauan yang berasal dari material yang digunakan untuk membuat bubu dasar. Bau-bauan ini dapat memanipulasi ikan bahwa di tempat tersebut ada makanan. Selain itu dengan lamanya perendaman bubu dasar maka ikan memanfaatkan bubu tersebut untuk tempat berlindung maupun tempat untuk beristirahat pada saat bermigrasi. Menurut Martasuganda 2003, proses ikan, kepiting atau udang terperangkap ke dalam perangkap kemungkinan disebabkan oleh: 1 tertarik bau umpan; 2 dipakai untuk berlindung; 3karena sifat thigmotaksis dari ikan itu sendiri; 4 tempat beristirahat sewaktu ikan bermigrasi. Berdasarkan uji statistika untuk lama perendama bubu dasar dalam air, F hitung F tabel dengan nilai F hitung = 38,59 dan F tabel = 19.00. Uji hipotesis didapatkan tolak H , maka pada selang kepercayaan 95 lama perendaman bubu dasar dalam air memberikan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah hasil tangkapan. Pada jenis bubu dasar F hitung F tabel dengan nilai F hitung = 4,49 dan F tabel = 18,51. Uji hipotesis didapatkan tolak H

5.3 Analisis Kelayakan Usaha

, maka pada selang kepercayaan 95 jenis bubu dasar material kawat dan jaring tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah hasil tangkapan. Hal memberikan arti bahwa pengoperasian bubu dasar dari material kawat dan jaring menghasilkan tangkapan yang sama. Pada usaha perikanan bubu dasar dengan material kawat dan jaring dengan analisis usaha, maka nilai ROI dan PP memiliki nilai yang layak untuk dikembangkan. Nilai imbangan penerimaan dan biaya RC telah memberi manfaat yang positif, artinya usaha tersebut dapat dilaksanakan. Usaha tersebut akan lebih banyak memberikan keuntungan dan layak untuk dikembangkan, apabila modal usaha berasal dari bantuan. Usaha perikanan bubu dasar dengan material kawat dan jaring dengan analisis kriteria investasi, maka nilai NPV0, net BC1 dan IRR tingkat suku bunga yang berlaku 15. Besarnya nilai Net BC dan ROI dipengaruhi oleh hasil tangkapan dan biaya usaha yang dikeluarkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sobari et al. 2006, bahwa besarnya nilai Net BC, BEP dan ROI sangat dipengaruhi oleh hasil tangkapn yang diperoleh dan besarnya biaya usaha yang dikeluarkan. Hal ini menunjukkan usaha tersebut layak untuk dikembangkan Lampiran 10 dan 14. Kenaikan harga bahan bakar solar pada usaha perikanan bubu dasar dengan alat tangkap bubu kawat sebesar 65,4 dan dan bubu jaring sebesar 160, dengan demikian dapat dikatakan bahwa usaha tersebut tidak sensitif terhadap kenaikan harga bahan bakar solar. Apabila sampai terjadi kenaikan harga bahan bakar solar, maka sebaiknya harga jual ikan per kg dinaikkan. Selain itu, perlu adanya bantuan subsidi solar dari pemerintah atau membentuk agen yang khusus untuk menjual alat dan bahan untuk perbekalan dan peralatan melaut seperti solar, sehingga harga beli solar akan sama dengan harga yang beredar di pasaran atau pemerintah memberikan subsidi solar, sehingga harga beli solar akan terjangkau oleh nelayan. Penurunan harga ikan pada usaha perikanan bubu dasar dengan alat tangkap bubu kawat sebesar 29,5 dari harga rata-rata Rp 54.250,00 per kg menjadi Rp 38.246,25 per kg dan pada alat tangkap bubu jaring sebesar 25,82 dari harga rata-rata Rp 54.250,00 per kg menjadi Rp 40.242,00 per kg usaha menjadi tidak layak dan menjadi sensitif terhadap pengembangan usaha. Hal ini harus diperhatikan oleh stakeholder pelaku usaha untuk tetap menjaga mutu ikan agar harga ikan tetap stabil di pasaran.