Analisis kriteria investasi Analisis Finansial .1 Analisis usaha

2 Tahun pertama proyek dimulai tahun 2009 dengan penilaian investasi dinilai pada tahun tersebut, penggantian investasi berikutnya menggunakan barang baru dan harga baru; 3 Sumber modal yang digunakan adalah modal sendiri; 4 Populasi ikan berada di daerah penangkapan ikan karang; 5 Hasil tangkapan yang masuk ke dalam perhitungan adalah jenis ikan karang ekonomis; 6 Jumlah trip unit penangkapan dengan alat tangkap bubu kawat jumlah dalam setahun 56 trip atau selama 8 bulan dan jumlah trip unit penangkapan dengan alat tangkap bubu jaring dalam setahun 52 trip 7 bulan 3 minggu. 7 Harga ikan hasil tangkapan merupakan harga yang diperoleh dari hasil wawancara dengan nelayan bubu kawat dan bubu jaring setempat dan harga ikan per satuan hasil tangkapan adalah konstan; 8 Biaya perawatan kapal, mesin dan alat tangkap meningkat 5 per tahun proyek. Hal ini disebabkan kapal, mesin dan alat tangkap meningkat 5 per tahun proyek; 9 Discount factor pada tahun 2009 didasarkan pada tingkat suku bunga 15 per tahun yang berlaku pada Bank Sumsel Babel Cabang Bangka Selatan; 10 Biaya operasional yang digunakan sepanjang umur proyek dianggap tetap. 11 Kebutuhan solar dan minyak tanah meningkat 5 per tahun proyek. Hal ini disebabkan oleh umur teknis semakin, tua sehingga kebutuhan bahan bakar semakin bertambah; dan 12 Kebutuhan oli meningkat 5 per tahun proyek, hal ini disebabkan oleh umur teknis mesin semakin tua, sehingga kebutuhan bahan bakar semakin bertambah. Analisis kriteria investasi usaha perikanan bubu dasar dengan material kawat dan jaring di Kabupaten Bangka Selatan terdiri dari Net Present Value NPV, Net Benefit Cost Ratio Net BC dan Internal Rate of Return IRR. 1 Net Present Value NPV Suatu usaha layak untuk dilanjutkan jika nilai NPV adalah selisih antara benefit pendapatan dengan cost pengeluaran yang telah di present valuekan lebih dari nol. Dalam metode ini discount rate yang digunakan adalah sebesar 12 sesuai dengan tingkat bunga bank rata-rata yang berlaku saat ini. Nilai NPV pada unit usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap bubu kawat dan bubu jaring bernilai positif yaitu sebesar 314.926.267,14 dan Rp 132.093.915,15 yang berarti bahwa usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap bubu kawat dan bubu jaring akan memperoleh net benefit sebesar Rp 314.926.267,14 dan Rp 132.093.915,15 selama umur proyek 10 tahun pada discount rate sebesar 15 per tahun, apabila dinilai sekarang Lampiran 11 dan Lampiran 15. Nilai NPV bubu jaring lebih besar dari nilai NPV bubu kawat dikarenakan jumlah aliran kas pada net cash flow yang merupakan selisih total inflow pendapatan dengan total outflow investasi dan biaya total yang besar. Hal ini disebabkan oleh biaya total unit usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap bubu jaring lebih kecil dibandingkan dengan bubu kawat, sehingga berpengaruh pada nilai NPV nya. Pada usaha perikanan bubu dasar dengan terbuat dari kawat dan jaring, maka nilai dari kriteria investasi NPV0, net BC1 dan IRRinterest rate layak untuk dilanjutkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sobari et al. 2006, jika dilihat dari kriteria investasi NPV0, net BC1 dan IRRinternal rate, maka dapat dikatakan bahwa usaha tersebut layak memenuhi persyaratan dan masih layak untuk dikembangkan. 2 Internal Rate of Return IRR Perhitungan IRR dilakukan dengan cara mencari discount rate yang dapat menyamakan antara present value dari aliran kas dengan present value dari investasi initial investment. Jika perhitungan IRR dari discount rate dikatakan usaha tersebut feasible layak dijalankan, bila sama dengan discount rate berarti pulang pokok dan di bawah discount rate usaha tersebut tidak feasible. Nilai IRR dari unit usaha penangkapan dengan alat tangkap bubu kawat dan bubu jaring di Kabupaten Bangka Selatan layak diusahakan sebab nilai IRR-nya memiliki nilai yang lebih tinggi dari nilai discount rate 15 yaitu sebesar 148 dan 114. Hal ini menunjukkan bahwa usaha tersebut akan memberikan manfaat baik internal dari nilai investasi yang ditanamkan untuk usaha penangkapan dengan menggunakan alat tangkap bubu kawat dan bubu jaring sebesar 148 dan 114 tiap tahunnya selama umur proyek Lampiran 11 dan Lampiran 15. Usaha penangkapan alat tangkap bubu jaring lebih layak diusahakan karena memiliki nilai IRR yang lebih besar dibandingkan dengan nilai IRR jaring. Hal ini disebabkan oleh besarnya NPV dan discount rate yang digunakan untuk membuat nilai NPV negatif. 3 Net BC Net BC unit usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap bubu kawat dan bubu jaring yaitu sebesar 4,16 dan 4,25 net BC1, artinya selama tahun proyek pada tingkat discount rate 15 per tahun setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memberikan benefit bersih sebesar Rp 4,16 dan Rp 4,25, sehingga dapat dikatakan usaha tersebut layak untuk dikembangkan Lampiran 11 dan Lampiran 15. Net BC tidak menggambarkan besarnya keuntungan tetapi menggambarkan skala penerimaan atas biaya dan modal. Pada usaha perikanan dengan alat tangkap bubu kawat dan bubu jaring, maka nilai dari kriteria investasi NPV0, net BC1 dan IRRinterest rate layak untuk dilanjutkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sobari et al. 2006, jika dilihat dari kriteria investasi NPV0, net BC1 dan IRRinternal rate, maka dapat dikatakan bahwa usaha tersebut layak memenuhi persyaratan dan masih layak untuk dikembangkan. 4 Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat pengaruh apa yang akan terjadi akibat perubahan nilai input atau perubahan nilai output yang akan berdampak pada akhir perhitungan. Dalam penelitian ini faktor yang dianalisis adalah perubahan harga solar sebagai komponen variabel terbesar yaitu untuk kebutuhan solar pada bubu kawat sebesar 65,4 sedangkan untuk bubu jaring sebesar 160,5 dari total biaya variabel. Metode yang digunakan adalah switching value. Komponen tersebut merupakan komponen variabel utama yang dianggap peka dalam proses penangkapan dengan alat tangkap bubu kawat dan bubu jaring. Berdasarkan metode switching value diperoleh nilai untuk kenaikan harga solar pada bubu kawat dan bubu jaring sebesar 65,4 dan 160,5 menyebabkan usaha penangkapan menjadi tidak layak untuk dijalankan. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan harga solar, maka nilai kriteria investasi juga akan mengalami perubahan. Nilai kriteria investasi setelah dilakukan analisis sensitivitas pada usaha penangkapan dengan bubu kawat dan bubu jaring dapat dilihat pada Tabel 28 dan 29 dan untuk perhitungan secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 12 dan 16. Pada Tabel 9 dapat dilihat perhitungan analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar pada bubu kawat sebesar 65,4 dari harga solar Rp 5.000,00 menjadi Rp 8.270,00 pada unit penangkapan dengan bubu kawat menunjukkan bahwa nilai NPV yang diperoleh adalah negatif. Hal ini menunjukkan usaha penangkapan bubu kawat tidak layak untuk dijalankan dan dikembangkan. Net BC yang dihasilkan dalam analisis kurang dari 1, yaitu 0.999. Berarti usaha ini tidak memberi manfaat bersih, sehingga tidak layak untuk dilanjutkan. Nilai IRR yang dihasilkan sebesar 14,8 merupakan nilai dibawah tingkat suku bunga yang berlaku, yaitu 15 berarti usaha ini mengalami kerugian. Berdasarkan dari hasil perhitungan tersebut, maka usaha penangkapan bubu kawat tidak layak untuk dikembangkan apabila terdapat kenaikan harga solar 65,4. Hasil perhitungan analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga solar pada bubu jaring sebesar 160,5 menjadikan harga solar yang semula seharga Rp 5.000,00 berubah menjadi Rp 13.025,00, sedangkan unit penangkapan dengan bubu jaring menunjukkan bahwa nilai NPV yang diperoleh adalah negatif. Hal ini menunjukkan usaha penangkapan bubu jaring tidak layak untuk dijalankan dan dikembangkan. Net BC yang dihasilkan dalam analisis kurang dari 1, yaitu 0.999. Berarti usaha ini tidak memberi manfaat bersih, sehingga tidak layak untuk dilanjutkan. Nilai IRR yang dihasilkan sebesar 14,99 merupakan nilai dibawah tingkat suku bunga yang berlaku, yaitu 15 berarti usaha ini mengalami kerugian. Berdasarkan dari hasil perhitungan tersebut, maka usaha penangkapan bubu kawat tidak layak untuk dikembangkan apabila terdapat kenaikan harga solar 160,5. Tabel 9 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat kenaikan harga solar sebesar 65,4 pada bubu kawat No. Kriteria Investasi Sebelum kenaikan harga solar Sesudah kenaikan harga solar 65,4 Perubahan 1. NPV Rp 132.093.915,15 43.927 132.137.841,98 2. Net BC 4,16 0,999 3,16 3. IRR 148 14,8 1,33 Sumber : Data diolah dari data primer, November-Desember 2009. Hasil perbandingan sebelum dan sesudah perubahan kenaikan harga solar menyebabkan nilai NPV, Net BC dan IRR ikut berubah. Perubahan nilai NPV sebesar Rp 132.137.841,98 dari Rp 132.093.915,15 setelah mengalami kenaikan solar menjadi Rp 43.927, menunjukkan bahwa net benefit yang akan diperoleh pada akhir tahun proyek yang dihitung berdasarkan nilai saat ini mengalami penurunan sebesar Rp 132.137.841,98. Net BC sebesar 0,99 menunjukkan bahwa manfaat bersih dalam usaha ini berkurang sebesar Rp 0,99 dari biaya yang dikeluarkan oleh nelayan bubu kawat. Nilai IRR menjadi 14,8 menyebabkan keuntungan yang diperoleh dari usaha penangkapan dengan bubu kawat tersebut berkurang sebesar 1,33 dari investasi yang ditanamkan nelayan setelah terjadinya kenaikan harga solar. Perbandingan nilai kriteria investasi akibat kenaikan harga solar sebesar 160,5 pada unit penangkapan bubu jaring. Harga solar sebelum terjadi kenaikan sebesar Rp 5.000,00 menjadi Rp 13.025,00. Hal ini menyebabkan nilai NPV negatif Tabel 10. Berarti usaha penangkapan dengan bubu jaring di Kabupaten Bangka Selatan juga tidak layak untuk dijalankan dan dikembangkan. Net BC yang dihasilkan dalam analisis kurang dari 1, yaitu 0,999. Berarti usaha ini tidak memberi manfaat bersih, sehingga akan mengalami kerugian. Tabel 10 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat kenaikan harga solar sebesar 160,5 pada bubu jaring No. Kriteria Investasi Sebelum kenaikan harga solar Sesudah kenaikan harga solar 160,5 Perubahan 1. NPV Rp 314.926.267,14 62.800 314.989.067 2. Net BC 4,25 0,999 3,25 3. IRR 114 14,99 0,99 Sumber : Data diolah dari data primer, November-Desember 2009. Nilai IRR yang dihasilkan, yaitu 14,99 sama atau dibawah tingkat suku bunga 15 yang berlaku. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ini mengalami kerugian dan tidak layak dikembangkan apabila kenaikan harga solar mencapai 160,5. Hasil perbandingan sebelum dan sesudah kenaikan harga solar menyebabkan nilai NPV, Net BC dan IRR mengalami perubahan. Nilai NPV berkurang sebesar Rp 314.989.067 dari Rp 314.926.267,14 menjadi Rp 62.800 setelah kenaikan harga solar, menunjukkan bahwa net benefit yang akan diperoleh pada akhir tahun proyek yang dihitung berdasarkan nilai saat ini mengalami penurunan sebesar Rp 314.989.067. Net BC berkurang sebesar 3,25 yang menunjukkan bahwa manfaat bersih dalam usaha ini berkurang sebesar Rp 3,25 dari biaya yang dikeluarkan oleh nelayan dengan alat tangkap bubu kawat. Nilai IRR yang berkurang sebesar 0,99 menyebabkan keuntungan yang diperoleh dari usaha penangkapan bubu jaring tersebut menurun sebesar 0,99 dari investasi yang ditanamkan nelayan setelah terjadi kenaikan harga solar. Pada penurunan harga ikan pada unit usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap bubu kawat sebesar 29,5 dari Rp 54.250 per kg menjadi Rp 38.246,25 per kg dan unit usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap bubu jaring sebesar 25,82 dari harga rata-rata Rp 54.250 per kg menjadi Rp 40.242,65 per kg usaha menjadi tidak layak Lampiran 13 dan Lampiran 17. Nilai kriteria investasi sebagai akibat penurunan harga ikan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat penurunan harga ikan sebesar 29,5 pada bubu kawat No. Kriteria Investasi Sebelum penurunan harga ikan Sesudah penurunan harga ikan 29,5 Perubahan 1. NPV Rp 132.093.915,15 110.205 132.204.121 2. Net BC 4,16 0,99 3,11 3. IRR 148 0,166673929 1,32 Sumber : Data diolah dari data primer, November-Desember 2009. Nilai NPV pada alat tangkap bubu jaring sesudah penurunan harga ikan sebesar 25,82 yaitu sebesar Rp 45.896. Hal ini berarti bahwa apabila terjadi penurunan harga ikan pada usaha penangkapan dengan alat tangkap bubu kawat dan bubu jaring sebesar 25,82, maka manfaat sekarang yang akan diterima adalah sebesar Rp Rp 45.896. Nilai net BC pada alat tangkap bubu jaring sebesar 0,99 sedangkan nilai IRR yaitu sebesar 12,57 Tabel 12. Hasil analisis menunjukkan bahwa usaha penangkapan ikan dengan bubu dengan adanya penurunan harga ikan tidak layak untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan nilai NPV0, net BC1 dan IRR tingkat suku bunga yang berlaku 15. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa usaha tersebut mengalami sensitif apabila penurunan harga ikan hingga mencapai 25,82. Tabel 12 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat penurunan harga ikan sebesar 25,82 pada bubu jaring No. Kriteria Investasi Sebelum penurunan harga ikan Sesudah penurunan harga ikan 25,82 Perubahan 1. NPV Rp 132.093.915,15 45.896 314.972.163 2. Net BC 4,16 0,9995 3,08 3. IRR 148 12,57 1,01 Sumber : Data diolah dari data primer, November-Desember 2009. 5 PEMBAHASAN

5.1 Komposisi Jenis Hasil Tangkapan

Jumlah ikan yang tertangkap pada bubu sangat dipengaruhi oleh sifat ikan tersebut. Ikan-ikan yang biasa hidup berkelompok schooling cenderung untuk tertangkap dalam jumlah banyak; sedangkan ikan-ikan yang bersifat soliter cenderung tertangkap dalam jumlah sedikit. Hal ini terlihat jelas pada bubu dasar yang menangkap ikan-ikan dari famili Lutjanidae, Siganidae dan Caesionidae yang biasa hidup berkelompok, dimana ikan-ikan tersebut tertangkap dalam jumlah yang relatif banyak. Sebaliknya, pada bubu dasar yang menangkap ikan- ikan yang bersifat soliter, seperti family Holocentridae dan Epinephelus fuscogutatus terlihat bahwa ikan-ikan tesebut tertangkap dalam jumlah yang relatif sedikit. Proses tertangkapnya ikan pada bubu dasar diduga juga mempengaruhi hasil tangkapan. Jika ikan yang tertangkap oleh bubu dasar di awal setting adalah jenis predator, maka ikan-ikan lainnya cenderung tidak mau memasuki bubu; sedangkan jika di awal setting bubu dasar yang tertangkap adalah jenis non predator, maka ikan ini berikutnya dapat menjadi umpan untuk menarik ikan- ikan lainnya termasuk predator. Karena bubu dasar yang dioperasikan tanpa umpan, maka kemungkinan besar ikan masuk ke dalam bubu dasar karena tingkah laku ikan tersebut. Setiap jenis ikan dari populasi ikan karang memiliki kesempatan yang sama untuk mendiami suatu habitat sehingga ikan yang tertangkap diduga mencari tempat berlindung dari arus maupun ikan predator yang lebih besar dari populasi ikan karang pada habitat tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Saputro dan Isa 2008, bahwa setiap individu atau koloni dari populasi ikan karang memiliki kesempatan yang sama untuk mendiami suatu habitat terumbu karang. Pengaturan alat tangkap tidak diiringi dengan adanya upaya restocking terhadap perairan yang ada akan menyebabkan terjadinya degredasi lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamdan et al. 2006, bahwa pengaturan alat tangkap tidak diiringi dengan adanya upaya restocking terhadap perairan yang ada akan menyebabkan terjadinya degredasi lingkungan yang berakibat buruk kepada produksi perikanan. Beberapa famili ikan karang mendekati bubu dasar karena rasa keingintahuan dari ikan tersebut terhadap benda asing atau dikenal dengan sifat tigmotaksis. Beberapa famili menjadikan bubu dasar sebagai area mencari makan, seperti ikan dari famili Lutjanidae, Siganidae, Caesionidae, Holocentridae dan Serranidae. Selain itu bubu dasar diduga sebagai tempat beristirahat atau menunggu mangsa lewat, ikan karnivora masuk ke dalam bubu dasar karena tertarik oleh mangsa yang terperangkap di dalam bubu dasar. Hal ini sesuai dengan pendapat High dan Beardsley 1970 diacu oleh Furevik 1994, bahwa ada 6 enam alasan ikan tertarik pada bubu selain mengejar umpan, juga melakukan pergerakan secara acaktidak beraturan, menggunakan bubu sebagai tempat tinggal atau berlindung, keingintahuan, tingkah laku sosial di dalam spesies ikan atau pemangsaan. Hasil pengamatan High dan Beardsley 1970 pada bubu tanpa umpan menunjukkan bahwa jenis ikan squirefish dan goatfish Mullidae masuk ke dalam bubu secara bergerombol schooling sedangkan jenis parrotfish Scaridae dan big eye Priacanthidae masuk ke dalam bubu secara individu. High dan Ellis 1973 mengamati ikan four-eyed butterfly Chaetodon sp dan spotted goat fish Pseudupeneus maculatus disekitar bubu berenang maju mundur ketika melihat ikan lain terperangkap ke dalam bubu. Munro et al. 1971 mengamati spesies ikan di sekitar bubu berenang beriringan pada sisi lain mata jaring kawat. Riyanto et al. 2008 mengamati tentang perbandingan hasil tangkapan antara bubu dengan umpan dan bubu tanpa umpan yang menunjukkan bahwa bubu dengan umpan memiliki keragaman spesies dan famili lebih tinggi. Lolosnya ikan-ikan yang terlihat pada waktu pengamatan awal lebih disebabkan oleh ukuran mesh size bubu dasar yang lebih besar dari ukuran ikan, sehingga ikan dengan mudah meloloskan diri. Selektivitas bubu dasar bergantung pada hubungan antara keliling tubuh maksimum ikan body girth dan keliling mata bubu mesh perimeter dan juga hubungan antara panjang tubuh ikan dan mesh size. Hal ini sesuai dengan pendapat Riyanto et al 2008, bahwa ukuran layak tangkap ikan diduga dipengaruhi oelh mesh size dan konstruksi bubu. Hal tersebut juga diperkuat oleh Tirtana 2003, bahwa ikan yang masuk ke dalam bubu bisa meloloskan diri sangat ditentukan oleh tinggi tubuh body depth atau lingkar tubuh body girth dan celah pelolosan. Jadi semakin besar tinggi tubuh dan lingkar tubuh, maka peluang untuk meloloskan diri semakin kecil dan