Jangka Pendek Rekomendasi Pengelolaan Lanskap Habitat Musim Dingin SMA

dilestarikan dengan memperhatikan karakteristik lanskap penting yang menjadi core dan edge habitat SMA. Karakteristik lanskap habitat musim dingin SMA baik pada core maupun edge habitat ini perlu dijaga agar SMA dapat terus bermigrasi ke kawasan ini. Seiring dengan perubahan kondisi lanskap yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia, tindakan pengelolaan lanskap perlu dilakukan. Pengelolaan lanskap ini bertujuan agar karakter dari lanskap habitat musim dingin SMA tidak hilang. Pihak-pihak pengelola seperti masyarakat lokal, pengelola kawasan dan pemangku kebijakan di Kalimantan Selatan dapat mengambil tindak lanjut dalam pengelolaan lanskap berbasis burung pemangsa migrasi. Dengan diketahuinya karakterisitik core dan edge habitat SMA, maka diperlukan suatu rencana pengelolaan lanskap di masing-masing habitat tersebut. Hasil dari studi ini memberikan informasi dasar dalam rencana pengelolaan lanskap habitat musim dingin SMA. Pengelolaan lanskap dapat dilakukan berdasarkan pada jangka waktu jangka panjang dan jangka pendek dan lokasi core habitat dan edge habitat.

5.6.1 Jangka Pendek

Pengelolaan jangka pendek dapat difokuskan pada aspek pelestarian habitat musim dingin SMA di Kalimantan Selatan dengan mempertimbangkan karakteristik core dan edge habitat. Karakteristik lanskap core dan edge habitat yang sudah ada di Kalimantan Selatan perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar fungsinya dapat terus terjaga. Persamaan karakteristik dapat digunakan untuk rencana pengelolaan lanskap yang dapat diseragamkan baik pada core maupun edge habitat. Hal ini dikarenakan persamaan karakteristik ini merupakan karakteristik dasar yang menjadi persyaratan utama untuk keberadaan habitat musim dingin SMA. Karakteristik ini dapat menjadi prioritas utama dalam aspek pengelolaan lanskapnya agar habitat SMA dapat terus terjaga. Upaya yang dapat dilakukan untuk pengelolaan lanskap jangka pendek pada core dan edge habitat sebagai berikut. a. Pelestarian hutan lahan kering dengan elevasi lebih dari 300 meter. Persamaan karakteristik yang memiliki proporsi variasi dan pengaruh terbesar yang menunjukkan bahwa SMA cenderung memilih hutan lahan kering dengan elevasi lebih dari 300 meter. Hal ini berdasarkan pada kondisi saat ini bahwa hutan pada dataran rendah lowland forest semakin berkurang karena besarnya alih fungsi lahan. Dataran rendah umumnya telah diubah menjadi kawasan pemukiman dan industri oleh manusia. Oleh karena itu, hutan lahan kering pada elevasi lebih dari 300 meter yang memiliki dominasi pohon-pohon Dipetrocarpaceae perlu mendapat perlindungan dari aktivitas manusia yang dapat mengurangi kualitas dan kuantitas hutan tersebut. b. Penanaman pohon-pohon inang yang disukai koloni lebah. Penanaman pohon-pohon inang yang disukai koloni lebah dapat meningkatkan habitat lebah madu sehingga ketersediaan pakan SMA dapat terus ada. Jenis tanaman yang dapat ditanam adalah Koompassia excelsa, Koompasia malaccensis, dan Shorea sp. Tanaman ini banyak tumbuh di hutan lahan kering dan hutan rawa gambut. Kedua tipe hutan ini merupakan karakteristik lanskap habitat baik pada core maupun edge habitat SMA. Untuk skala yang lebih besar, kegiatan penghijauan yang dapat memperluas area core dan edge habitat SMA di Kalimantan Selatan bisa dilakukan melalui pembangunan hutan kota berbasis habitat burung migrasi. c. Konservasi bentuk lahan landform agak datar hingga bergelombang. Setiap provinsi umumnya melakukan pembangunan kawasan seperti bangunan, infrastruktur, dan lain-lain. Akan tetapi, pembangunan ini umumnya mengakibatkan perubahan bentuk lahan landform. Karakteristik bentuk lahan dengan jarak terdekat ke kemiringan lahan 3-8 agak datar hingga 8-15 bergelombang memiliki pengaruh pada terbentuknya angin yaitu thermal wind. Angin ini dibutuhkan SMA untuk terbang dengan baik. Oleh karena itu, karakteristik ini memiliki pengaruh pada habitat musim dingin SMA baik pada core maupun edge habitat. Oleh karena itu, pembangunan kawasan hendaknya tidak mengubah bentuk lahan yang sudah menjadi karakteristik lanskap habitat musim dingin SMA. d. Sosialisasi tentang keberadaan SMA kepada petani budidaya lebah madu. Salah satu tujuan SMA bermigrasi adalah untuk mencari makanan. Makanan SMA adalah lebah MacKinnon, 1990. Habitat lebah umumnya dapat berupa habitat alami dan habitat buatan. Fakta menunjukkan bahwa telah terjadi penyempitan habitat lebah jenis Apis dorsata yang merupakan habitat alami di Kalimantan Harmonis, 2006. Solusi penanganannya dapat dilakukan dengan aplikasi budidaya lebah madu khususnya Apis mellifera dan Apis cerana Harmonis, 2006. Hal ini perlu diketahui oleh pengelola peternakan lebah madu, bahwa SMA mungkin saja akan mengambil larva lebah di areal budidaya tersebut. Supaya tidak terjadi konflik yang mengancam keberadaan SMA, makan perlu diadakan sosialisasi tentang hal tersebut. Perbedaan karakteristik antara core dan edge habitat memerlukan perhatian khusus pada tingkat kepentingan untuk pengelolaan lanskapnya. Core habitat memiliki tingkat intensitas yang lebih tinggi dalam aktivitas atau kunjungan SMA dibandingkan dengan edge habitat. Oleh karena itu, core habitat memerlukan perhatian yang lebih besar agar SMA dapat terus bermigrasi. Karakteristik khusus yang dimiliki oleh core habitat memerlukan perhatian khusus dalam aspek pengelolaannya. Pengelolaan karakteristik core habitat juga dapat dilakukan melalui upaya berikut. a. Konservasi badan air. Karakteristik jarak terdekat terhadap badan air pada core habitat memiliki tingkat kepentingan yang lebih tinggi dibandingkan dengan edge habitat. Badan air merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi SMA selain kebutuhan utama yaitu mencari makanan. Maka dari itu, badan air perlu dijaga baik pada kualitas air, bentuk morfologi sungai, kondisi bantaran sungai, dan keragaman hayati di dalamnya. Danau Riam Kanan dan sungai Barito adalah bentuk badan air yang dapat ditemukan pada core habitat di Kalimantan Selatan. Badan air ini perlu terhindar dari berbagai ancaman lingkungan, seperti pencemaran air dari limbah industri pabrik atau penggundulan areal bantaran sungai. Oleh karena itu, penetapan regulasi khusus terhadap proteksi badan air perlu dilakukan. b. Penetapan core habitat sebagai kawasan lindung. Core habitat memiliki tingkat kunjungan SMA yang lebih tinggi sehingga tingkat gangguannya perlu diminimalisir sehingga core habitat perlu ditetapkan sebagai kawasan khusus. Persentase luas core habitat SMA di Pulau Kalimantan yang teridentifikasi adalah sebesar sebesar 3,7 dari luas Pulau Kalimantan. Sementara itu, hanya 4.672 km 2 16,7 saja yang berada pada kawasan lindung Syartinilia, 2010. Oleh karena itu, masih ada core habitat yang belum mendapat status sebagai kawasan lindung. Penetapan cagar biosfer merupakan salah satu bentuk rekomendasi untuk melindungi kawasan core habitat sehingga pengelolaan lanskap dapat dilakukan berbasis pada kepentingan ekologis bagi kawasan tersebut. Selain itu, keterlibatan masyarakat di dalamnya dapat diarahkan untuk mengambangkan aktivitas pemenuhan ekonomi yang berbasis pada pelestarian individu SMA dan habitatnya. Pengelolaan karakteristik edge habitat juga dapat dilakukan melalui upaya berikut. a. Pelestarian hutan mangrove. Hutan mangrove merupakan karakteristik edge habitat SMA yang tidak ditemukan pada core habitat sehingga karakteristik ini menjadi penting di edge habitat. Hutan mangrove ini memiliki peranan penting karena memiliki jenis- jenis tanaman inang yang disukai oleh lebah. Jika dibandingkan dengan penutupan lahan lainnya, hutan mangrove memiliki luas terkecil kedua setelah badan air. Kegiatan penghijauan dapat dilakukan untuk meningkatkan luas hutan mangrove melalui penanaman pohon di hutan tersebut. Soneratia caseolaris adalah salah satu jenis tanaman yang dapat digunakan untuk kegiatan penghijauan tersebut karena pohon ini merupakan habitat bagi koloni lebah. b. Konservasi bentuk lahan landform berbukit hingga pegunungan. Karakteristik jarak terdekat pada kemiringan lahan 15-40 berbukit dan 40 pegunungan memiliki tingkat kepentingan yang lebih tinggi pada edge habitat dibandingkan dengan core habitat. Karakteristik ini terkait pada terbentuknya angin yang dibutuhkan SMA untuk terbang. Bentuk lahan ini perlu dijaga karakteristiknya sehingga dalam pembangunan suatu bangunan atau infrastruktur tidak mengubah karakteristik bentuk lahan tersebut.

5.6.2 Jangka Panjang