30
paru-paru, jantung, jaringan lemak, dan berat sekum tikus. Selain itu, diamati pula kadar glukosa, trigliserida, dan total kolesterol dalam darah tikus untuk dibandingkan satu sama lain.
a. Pembuatan minuman fungsional kunyit asam citarasa jeruk nipis sesuai dengan
tingkatan dosis pengujian
Larutan uji dari minuman citarasa terpilih dibuat menggunakan minuman fungsional kunyit asam citarasa jeruk nipis yang dipekatkan konsentrasinya, sehingga mencapai
dosis yang akan diujikan, yaitu dosis 1, 2, dan 5 gram minuman kunyit asam formula citarasa terpilih untuk setiap kilogram berat badan tikus 1, 2, dan 5 gkg BB. Larutan uji
dibuat dari larutan stok ekstrak kunyit, asam jawa, dan jeruk nipis mengikuti formula minuman kunyit asam jeruk nipis dengan konsentrasi kunyit, asam jawa, dan jeruk nipis
sebesar 10, 5, dan 2 persen. Berdasarkan konsentrasi tersebut, maka dibuatlah pemekatan untuk mencapai nilai dosis yang diinginkan namun jumlah maksimal volume yang
diberikan ke hewan uji adalah 2 ml. Berdasarkan perhitungan Lampiran 14, dapat diketahui bahwa pemekatan yang masih dapat dilakukan, yaitu pemekatan 5.6, 5.7, dan
5.8 kali. Pemekatan sebesar 5.6 kali dari konsentrasi awal dilakukan dengan alasan pemekatan 5.7 dan 5.8 kali menghasilkan larutan dengan tingkat kekentalan yang tinggi,
sehingga tidak dapat dipipet dan dikhawatirkan tidak dapat diberikan secara oral terhadap hewan uji.
1 Pembuatan formula citarasa terpilih dosis 1 gKg BB
Berdasarkan perhitungan hasil pemekatan Lampiran 14, untuk membuat larutan uji dosis 1gkg BB diperoleh nilai persamaan V
uji
= 5.4945 ml x BB 1000 g. Pemberian larutan uji secara oral selama satu minggu mengikuti volume uji yang
disesuaikan dengan perubahan berat badan hewan uji, sehingga dipastikan dosis perlakuan telah tercapai.
2 Pembuatan formula citarasa terpilih dosis 2 gKg BB
Berdasarkan perhitungan hasil pemekatan Lampiran 14, untuk membuat larutan uji dosis 2gkg BB diperoleh nilai persamaan V
uji
= 10.9890 ml x BB 1000 g. Pemberian larutan uji secara oral selama satu minggu mengikuti volume uji yang
disesuaikan dengan perubahan berat badan hewan uji, sehingga dipastikan dosis perlakuan telah tercapai.
3 Pembuatan formula citarasa terpilih dosis 5 gKg BB
Pembuatan larutan uji pada dosis ini sedikit berbeda dengan dua dosis sebelumnya, yaitu pada dosis ini dilakukan pemekatan terhadap larutan stok
sebanyak 3 kali lipat, sehingga total pemekatan pada dosis 5gkg BB menjadi 16.8 kali. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut Lampiran 14 diperoleh persamaan V
uji
= 13.7363 ml x BB 1000 g.
b. Pemeliharaan tikus
Pemeliharaan tikus terdiri dari dua tahap, yaitu tahap aklimasi dan pengelompokan tikus. Tahap aklimasi merupakan tahapan adaptasi tikus percobaan sebelum diberikan
perlakuan uji. Selama proses aklimasi, tikus uji diberikan ransum standar secara ad
31
libitum, yaitu 20 gram. Pada akhir proses aklimasi, dilakukan penimbangan berat badan tikus untuk dilakukan pengelompokkan. Tahap pengelompokan tikus dilakukan
berdasarkan berat badan yang diacak agar rataan antar kelompok tidak berbeda nyata.
c. Perlakuan formula citarasa terpilih secara oral
Larutan uji pada tikus diberikan secara oral dengan tujuan untuk memastikan konsumsi tikus terhadap minuman fungsional kunyit asam citarasa jeruk nipis sesuai
dengan dosis uji yang telah dibuat sebelumnya. Perlakuan diberikan pada empat kelompok tikus uji yang masing
– masing terdiri dari 5 ekor tikus jantan dan 5 ekor tikus betina secara terpisah selama satu minggu. Setelah perlakuan secara oral tikus uji
diterminasi dan dibedah untuk diamati gejala toksisitasnya pada organ tubuh jantung, ginjal, hati, limfa, paru-paru, sekum, dan kelenjar lemak dan darah tikus yang diambil
untuk selanjutnya dilakukan analisa terhadap komposisi lipida. Proses terminasi dilakukan dengan membius tikus secara manual, yaitu penarikan rangka belakang.
Proses penarikan ini ditujukan untuk membuat tikus lumpuh dan tidak merasa sakit karena sistem syaraf tulang belakangnya telah ditarik. Kelebihan proses pembiusan
dengan cara ini adalah mengurangi pemakaian senyawa kimia untuk membius sehingga organ dan darah yang diamati tidak terpengaruh oleh zat kimia yang dipakai untuk
membius tikus. Setelah proses terminasi, organ dan darah tikus dianalisa untuk menentukan nilai LD 50 dari minuman fungsional kunyit asam citarasa jeruk nipis
mengikuti pedoman OECD 2001.
1 Pengamatan gejala toksisitas secara visual selama proses penyondehan
Proses pemberian larutan uji secara oral pencekokan dilakukan satu kali setiap harinya pada semua tikus uji. Pada waktu yang sama setiap harinya, kemudian
diamati gejala toksik yang timbul 30 menit pertama setelah perlakuan selesai dilakukan. Kedua hal di atas dilakukan dengan tujuan meminimalisir tingkat stress
pada tikus uji. Berdasarkan hasil pengamatan selama satu minggu, pemberian larutan uji secara oral tidak menunjukkan gejala toksik dari parameter yang dapat diamati
secara visual. Seluruh tikus menunjukkan pola nafsu makan, penampakan mata, saliva, tingkah laku, respirasi, dan pola tidur yang normal, serta tidak ditemukannya
tikus yang mengalami kejang, diare, maupun kematian pada dosis uji 1, 2, dan 5 gkgBB maupun pada kontrol yang diberi akudes secara oral. Berdasarkan hasil ini
dapat disimpulkan bahwa secara visual, konsumsi minuman formula citarasa jeruk nipis sebanyak 1, 2, dan 5 gkg BB perhari tidak menimbulkan gejala keracunan akut
pada hewan uji. Hal ini sesuai dengan penelitian Kohli et al. 2004 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat gejala toksisitas pada pemberian ekstrak rimpang
kunyit dosis uji 1 gkg BB dan 2 gkg BB.
2 Pengamatan perubahan berat badan tikus selama perlakuan
Berat badan tikus merupakan salah satu parameter penting dalam penentuan dosis konsumsi, karena setiap dosis yang masuk ke dalam hewan uji akan dikonversi
terlebih dahulu ke dalam berat badan setiap tikus. Oleh karena itu, pengamatan perubahan berat badan setiap harinya dilakukan selain untuk mengamati pengaruh
konsumsi minuman kunyit asam citarasa jeruk nipis, juga untuk menentukan dosis
32
setiap harinya. Perubahan berat badan tikus selama perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.
Pengaruh dari pemberian dosis minuman kunyit asam citarasa jeruk nipis terhadap berat badan tikus dapat dilakukan dengan melihat selisih rataan berat badan
pada awal dan akhir perlakuan, analisis ragam ANOVA dan uji lanjut Duncan. Data pada Tabel 9 menunjukkan peningkatan standar deviasi berat badan tikus jantan dan
betina pada akhir perlakuan. Hal ini disebabkan aktivitas tikus yang sering menumpahkan sebagian ransum pellet tikus ke dalam wadah kotoran sehingga total
ransum terkonsumsi tidak dapat diketahui dan terjadi perubahan berat badan tikus yang fluktuatif selama perlakuan. Data pada Tabel 9 menunjukkan peningkatan berat
badan tikus jantan pada perlakuan dosis kontrol, 1gkg BB, 2gkg BB, dan 5gkg BB sebesar 34.8, 36.4, 38.2, dan 37.2 gram.
Tabel 9. Rataan berat badan tikus selama perlakuan
Dosis Berat badan tikus jantan gr
Berat badan tikus betina gr grkg BB
awal akhir
pertambahan awal
akhir pertambahan
kontrol 215.40±8.98
a
250.20±17.67
a
34.8±9.45
a
197.00±4.90
a
212.40±9.34
a
15.4±2.52
a
1 236.60±10.53
c
273.00±16.17
c
36.4±4.51
a,b
167.60±6.11
b
189.40±5.37
b
21.8±4.32
b
2 224.20±6.76
b
262.40±16.89
b
38.2±10.02
c
187.80±11.71
a
208.40±19.03
a
20.6±5.13
b
5 217.40±14.99
a
254.60±36.05
a
37.2±6.35
b,c
190.00±8.34
a
206.20±21.09
a
16.2±2.08
a
Nilai adalah mean ± standar deviasi. Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata p0.05; n=5
Hasil ANOVA pada Lampiran 8.h menunjukkan nilai signifikansi sampel uji dosis lebih rendah dari taraf signifikansi 5 atau terdapat pengaruh nyata dari
pemberian dosis yang berbeda terhadap berat badan tikus jantan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan adanya tiga subset, yaitu subset pertama berisi tikus jantan
dengan perlakuan dosis kontrol memiliki rataan berat badan selama satu minggu perlakuan sebesar 223.4 gram. Pada subset kedua, tikus jantan dengan perlakuan
dosis minuman 2 dan 5 gkg BB memiliki rataan berat badan selama perlakuan sebesar 236.5 dan 234.0 gram. Pada subset ketiga terdapat rataan berat badan tikus
jantan perlakuan dosis 1gkg BB sebesar 246.3 gram. Berdasarkan data pada Tabel 9, berat badan tikus betina perlakuan dosis kontrol,
1, 2, dan 5 gkg BB meningkat sebesar 15.4, 21.8, 20.6, dan 16.2 gram. Hasil ANOVA pada Lampiran 7.h menunjukkan nilai signifikansi sampel uji dosis lebih
rendah dari taraf signifikansi yang digunakan atau terdapat pengaruh nyata dari pemberian dosis yang berbeda terhadap berat badan tikus betina. Hasil uji lanjut
Duncan menunjukkan terdapat dua subset yang berbeda, yaitu subset pertama berisi tikus betina dengan perlakuan dosis 1gkg BB memiliki rataan berat badan sebesar
183.7 gram. Pada subset kedua dapat dilihat bahwa tikus betina dengan perlakuan dosis kontrol, 2, dan 5 gkg BB memiliki rataan berat badan sebesar 205.2, 202.2, dan
202.2 gram. Hasil pengamatan juga menunjukkan peningkatan berat badan pada tikus jantan
maupun tikus betina pada perlakuan uji 1, 2, dan 5 gkg BB selalu lebih besar dari peningkatan berat badan pada perlakuan kontrol. Berdasarkan hasil pengamatan di
atas, dapat diketahui bahwa peningkatan berat badan pada tikus jantan dan betina menunjukkan peningkatan nafsu makan dan peningkatan penyerapan nutrisi tikus
akibat perlakuan yang disebabkan oleh kandungan kurkumin. Kurkumin memiliki
33
kemampuan untuk menjaga dan memperbaiki kesehatan kantung empedu Aggarwal et al. 2005, pankreas Gukovsky et al. 2003, kolon Devasena et al. 2002, dan hati
Nanji et al. 2003. Kesehatan hati dan kantung empedu akan mempengaruhi produksi cairan empedu yang membantu meningkatkan nafsu makan sedangkan
kesehatan pankreas dan kolon akan mempengaruhi produksi enzim pencernaan dan tingkat penyerapan nutrisi dalam tubuh.
d. Pengamatan berat organ dan hasil analisa darah tikus setelah perlakuan terminasi