VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Analisis Struktur Pasar Industri Kakao di Indonesia
Struktur pasar dapat dianalisis dengan tiga pokok elemen, yaitu nilai pangsa pasar, konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar CR
4
, dan hambatan masuk pasar yang dianalisis dengan pendekatan Minimum Effisiency Scale MES. Namun
dalam penelitian yang dilakukan terdapat keterbatasan data mengenai data penjualan sehingga penentuan struktur pasar industri kakao ini akan dianalisis
melalui konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar CR
4
dan Minimum Effisiency Scale MES.
6.1.1. Konsentrasi Pasar
Konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar CR
4
menggambarkan perwakilan dari empat perusahaan terbesar yang ada di Indonesia sehingga melalui
pendekatan CR
4
akan digunakan untuk melihat persentase total output empat perusahaan terbesar terhadap total output keseluruhan industri. Dalam industri
kakao yang ada di Indonesia diperoleh nilai rata-rata CR
4
dari tahun 2000 hingga 2009 adalah sebesar 67.41 persen. Hal ini menunjukkan bahwa empat perusahaan
terbesar memiliki persaingan dalam pasar oligopoli. Menurut Jaya 2001 pasar oligopoli dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu oligopoli longgar dan oligopoli
ketat. Pembedaan ini didasarkan pada besarnya nilai konsentrasi pasar. Jika konsentrasi pasar berkisar 40-60 persen maka dikelompokkan menjadi oligopoli
longgar, sedangkan konsentrasi pasar yang berkisar 60-100 persen digolongkan ke dalam oligopoli ketat, maka dapat disimpulkan industri kakao yang ada di
Indonesia merupakan pasar oligopoli ketat. Dalam ekonomi industri sistem oligopoli ini memang dianggap sebagai oligoli ketat, namun dalam pengertian teori
38,96 43,95 57,38
45,37 55,6
70,13 99,28
80,67 92,39
95,56
20 40
60 80
100 120
2000 2001
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
P e
r se
n
CR
4
53
6.1.2. Hambatan Masuk Pasar
Masuk dan keluarnya suatu industri dapat menggambarkan persaingan yang terjadi dalam industri tersebut sehingga hambatan untuk masuk pasar dapat
terdeteksi. Melalui pendekatan Minimum Effisiency Scale MES dapat diketahui besarnya persentase hambatan untuk masuk pasar. Nilai MES yang diperoleh
dengan cara membagi nilai output terbesar perusahaan dengan total output dalam industri. Sepanjang tahun 2000 hingga 2009, rata- rata nilai MES industri kakao di
Indonesia adalah sebesar 45.12 persen. Semakin tinggi nilai MES, maka hambatan untuk memasuki pasar akan semakin sulit pula. Menurut Comanous dan Wilson
1967 dalam Sari 2011 nilai MES yang lebih dari 10 persen menggambarkan
hambatan masuk pasar yang tinggi pada suatu industri. Nilai MES terbesar terjadi
pada tahun 2006 yaitu sebesar 89.81 persen. Hal ini disebabkan karena melonjaknya nilai output kakao pada tahun 2006. Tidak jauh berbeda dengan
pengaruh output pada nilai CR
4
, peningkatan nilai output ini dapat disebabkan karena peningkatan nilai input. Disamping itu, banyaknya jumlah perusahaan yang
berada dalam pasar juga ikut berpengaruh karena semakin sedikit jumlah perusahaan maka peluang untuk bersaing akan semakin besar. Jumlah industri pada
tahun 2006 berjumlah 25 industri, nilai ini berkurang dari tahun 2005 yang berjumlah 31 industri kakao. Sebaliknya nilai MES terendah berada tahun 2003
yang hanya sebesar 15.51 persen. Hal ini dapat disebabkan karena menurunnya nilai output kakao dari 590 290 435 menjadi 296 577 445 pada tahun 2002
sehingga persentase output industri ikut menurun.
23,56 29,3
21,73 15,51
54,86 45,61
89,81
53,46 64,13
53,18
20 40
60 80
100
2000 2001
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
P e
r se
n
MES
55
6.1.4. Informasi
Sifat oligopoli pada industri ini memungkinkan sulitnya untuk memperoleh informasi untuk memasuki pasar kakao ini karena adanya tekanan yang kuat dari
masing-masing industri. Salah satu sumber menyebutkan bahwa untuk informasi yang sulit diperoleh adalah mengenai biaya mencakup dari biaya input, biaya
produksi, hingga pada biaya output. Adanya teknologi yang dilakukan juga bagian yang sulit untuk diperolah pesaing lain, bagi pesaing baru yang ingin memasuki
pasar ini terlebih dahulu harus mengetahui strategi perusahaan lain yang sudah bertahan sebelumnya. Ketika pesaing baru mendapatkan informasi yang tidak
sempurna maka akan dapat menyebabkan kesalahan dalam harga keseimbangan sehingga pesaing baru ini harus mengetahui posisi harga keseimbangan yang ada
pada industri lain, sedangkan pada kenyataannya tidak ada satupun industri yang mau memberikan informasi mengenai harga ini.
6.2. Analisis Perilaku Pasar