Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Minuman Ringan di Indonesia

(1)

 

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor industri mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Secara umum sektor ini memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan penerimaan devisa. Sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomian menuju kemajuan. Produk industri selalu memiliki terms of trade yang tinggi serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan produk-produk lain. Hal ini disebabkan karena sektor industri memiliki variasi produk yang sangat beragam dan mampu memberikan manfaat yang tinggi kepada pemakainya (Dumairi, 2000).

Kondisi perekonomian suatu negara dapat dilihat dari nilai pendapatan nasional negara tersebut yang dipengarui oleh beberapa sektor usaha yang ada didalamnya. Salah satu indikator ekonomi makro untuk mengetahui peranan dan kontribusi suatu sektor usaha terhadap pendapatan nasional adalah Produk Domestik Bruto (PDB). Kondisi perekonomian Indonesia menurut data BPS (2011), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2010 mencapai 6,1 persen. Dengan demikian, target pemerintah bahwa pertumbuhan ekonomi di tahun 2010 menembus angka 6 persen atau melebihi target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2010 sebesar 5,8 persen tercapai. Badan Pusat Statistik (2011) industri makanan, minuman dan tembakau mempunyai kontribusi terhadap PDB nonmigas pada 2010 mencapai 23,2 persen. Berperan strategis dalam pembangunan sektor industri terutama kontribusinya terhadap PDB nonmigas.

Tabel 1.1. industri pengolahan memberikan sumbangan cukup besar terhadap PDB Indonesia. Tahun 2009, sektor industri pengolahan menyumbangkan sebesar 1.477.541,5 miliar rupiah atau 26,35 persen terhadap PDB. Industri pengolahan dikelompokkan menjadi dua yaitu industri pengolahan minyak dan gas dan industri pengolahan non minyak dan gas. Tahun 2009, sumbangan terbesar industri pengolahan berasal dari subsektor industri pengolahan non migas, yaitu sebesar 1.267.700,4 miliar rupiah atau 22,61 persen


(2)

 

dari seluruh pendapatan industri pengolahan. Subsektor non migas sendiri dikelompokkan menjadi beberapa industri tertentu dimana pada tahun 2009 industri makanan, minuman dan tembakau memberikan sumbangan terbesar yaitu 420.363,3 miliar rupiah dari nilai PDB.

Tabel 1.1. Produk Domestik Bruto (PDB) atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun 2009

Lapangan Usaha PDB (Miliar Rupiah) 2009

Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Industri Pengolahan Minyak dan Gas Industri Pengolahan Non Minyak dan Gas Listrik, Gas dan Air minum

Konstruksi

Perdagangan, Hotel, Restoran Pengangkutan dan Komunikasi

Pengangkutan Komunikasi

Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa 857.196,8 592.060,9 1.477.541,5 209.841,1 1.267.700,4 46.680,0 555.192,5 744.513,5 353.739,7 182.908,2 170.831,5 405.162,0 574.116,5 Total 5.606.203,4 Sumber: BPS (2012)

Makanan dan minuman adalah kebutuhan utama yang dibutuhkan manusia baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Bahan makanan pokok memegang peranan utama dalam memenuhi kebutuhan penduduk. Volume kebutuhan makanan dan minuman di Indonesia akan terus meningkat setiap tahunnya. Kecenderungan kenaikan ini disebabkan oleh faktor peningkatan pendapatan, pertambahan penduduk, dan meningkatnya kesadaran gizi yang seimbang.

Perkembangan teknologi dan perekonomian membuat pola hidup masyarakat dalam berkonsumsi turut berubah. Kepraktisan merupakan hal penting yang menjadi pertimbangan berkonsumsi. Produk-produk yang bersifat siap saji mulai diminati di pasar, salah satunya adalah minuman ringan. Industri minuman ringan adalah industri yang dapat dikelompokan dalam katagori industri pengolahan. Cabang industri ini menjadi penting untuk dikembangkan karena


(3)

 

mempunyai nilai strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional karena kontribusinya yang cukup signifikan.

Konsumsi minuman ringan yang sedemikian luasnya serta pengeluaran masyarakat untuk minuman ringan yang semakin tinggi menyebabkan produk minuman ringan bukanlah barang mewah melainkan barang biasa. Industri minuman ringan memiliki potensi yang amat besar untuk dikembangkan. Ditinjau dari segi penciptaan kesempatan kerja, industri minuman ringan memiliki efek multiplier yang besar pada tenaga kerja. Rasio sebesar 4,025, industri minuman ringan menduduki pringkat ke - 14 dari 66 sektor industri lainya di seluruh Indonesia. Delapan puluh persen penjualan minuman ringan dilakukan oleh pengecer dan pedagang grosir dimana 90 persen diantaranya termasuk dalam kategori pengusaha kecil. Bagi para pengusaha kecil tersebut, produk minuman ringan merupakan barang dagangan terpenting dengan kontribusi sebesar 35 persen dari total penjualan dan nilai keuntungan sebesar 34 persen. Industri-industri penunjang lainnya yang terkena dampak kegiatan Industri-industri minuman ringan meliputi gelas, tutup botol, transportasi dan media.

Berdasarkan perkembangannya industri minuman ringan mengalami hambatan seperti tingginya kesadaran terhadap isu lingkungan. Namun, hambatan tersebut dapat diatasi yaitu sejumlah pabrik minuman ringan telah melengkapi dirinya dengan sertifikat ISO 14001, sebagai bukti telah menerapkan sistem manajemen lingkungan, baik pengelolaan lingkungan fisik, maupun lingkungan sosial dan budaya yang berstandar internasional. Oleh karena itu, industri minuman ringan masih memiliki peluang yang baik dalam pembangunan ekonomi.

Tabel 1.2. banyaknya perusahaan baru yang masuk dalam industri minuman ringan membuat industri minuman ringan semakin berkembang. Terjadinya peningkatan jumlah perusahaan serupa yang masuk pasar sehingga persaingan antar industri minuman ringan juga akan meningkat, baik produsen lokal maupun perusahaan multinasional. Setiap perusahaan akan menetapkan strategi tertentu seperti strategi produk, strategi harga, strategi promosi, dan sebaginya dalam memasarkan produknya. Inovasi produk pun bermunculan dalam menghadapi


(4)

 

persaingan antar produsen minuman ringan, diantaranya inovasi rasa dan kemasan.

Tabel 1.2. Jumlah Perusahaan Industri Minuman Ringan di Indonesia Tahun 1995-2009

Tahun  Jumlah Perusahaan 

1995  215

1996  236 

1997  242 

1998  236 

1999  223 

2000  223 

2001  218 

2002  222 

2003  212 

2004  240 

2005  263 

2006  332 

2007  340 

2008  302 

2009  303 

Sumber: BPS (2012)

Persaingan antar perusahaan yang semakin ketat menandakan semakin nyata adanya akibat dari persaingan itu sendiri, baik persaingan yang bersifat sehat maupun yang bersifat kurang sehat. Hal ini secara langsung akan memengaruhi struktur, perilaku dan kinerja dari suatu industri. Tingkat keefisienan suatu industri pada teorinya akan meningkat seiring dengan terjadinya peningkatan dalam persaingan antar perusahaan dalam industri tersebut. Variabel keuntungan perusahaan merupakan salah satu indikator dari tingkat keefisienan suatu usaha, dimana setiap perusahaan akan meningkatkan keuntungannya agar bertahan dalam industri tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Pertumbuhan sektor industri minuman ringan yang pesat memungkinkan bermunculan perusahaan-perusahaan besar yang memiliki modal kuat dan berskala besar serta menimbulkan ketatnya persaingan antar perusahaan dalam industri. Dalam kenyataanya, persainagan tersebut bisa dalam bentuk persaingan sehat atau kurang sehat yang dapat menjatuhkan pihak lain. Persaingan yang


(5)

 

kurang sehat dapat berupa praktek monopoli atau hambatan untuk masuk ke pasar (barrier to entry). Perusahaan-perusahaan besar yang bermodal kuat akan memiliki kekuatan yang besar di dalam pasar. Kekuatan ini bisa diperoleh karena perusahaan-perusahaan mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan kebijakan proteksi dan penanaman modal asing.

Fenomena selanjutnya yang akan terjadi yaitu mengarah pada terbentuknya konsentrasi dalam pasar. Kekuatan ini akan memengaruhi struktur pasar didalam industri. Terbentuknya struktur pasar maka akan mengarah pada monopoli atau oligopoli. Selanjutnya struktur pasar tersebut akan memengaruhi perilaku-perilaku perusahaan pada industri ini sehingga selanjutnya akan memengaruhi kinerja dari perusahaan.

Berdasarkan penjelasan diatas mengenai perkembangan dan kendala bisnis minuman ringan saat ini maka muncul beberapa permasalah yang akan dianalisis, sebagai berikut:

1. Bagimana struktur, perilaku dan kinerja industri minuman ringan di Indonesia?

2. Faktor-faktor apa yang memengaruhi kinerja dari industri minuman ringan di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dijelaskan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri minuman ringan di Indonesia

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kinerja dari industri minuman ringan di Indonesia?

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Untuk menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri minuman ringan di Indonesia, penulis meneliti industri minuman ringan dengan kode ISIC 15540 yaitu semua minuman ringan kecuali yang mengandung alkohol. Data yang digunakan merupakan data time series tahunan dari tahun1995 sampai tahun 2009.


(6)

 

Selain itu untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kinerja industri minuman ringan di Indonesia dibatasi oleh variabel-variabel tertentu. Kinerja industri minuman ringan di Indonesia diwakili oleh variabel Price Cost Margin (PCM) dan variabel-variabel yang digunakan dalam mewakili faktor-faktor yang memengaruhi kinerja adalah rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4), efisiensi internal (X-Eff), pertumbuhan output (Growth) dan produktivitas tenaga kerja.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada berbagai pihak, antara lain:

1. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai industri minuman ringan di Indonesia.

2. Bagi pemerintah maupun lembaga atau instansi terkait, penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk pengembangan industri minuman ringan di Indonesia.

3. Bagi peneliti selanjutnya, dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.


(7)

 

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Struktur-Perilaku-Kinerja

Ekonomi industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi yang menjelaskan tentang perlunya pengorganisasian pasar dan bagaimana pengorganisasian pasar ini dapat memengaruhi cara kerja pasar industri. Ekonomi industri menelaah struktur pasar dan perusahaan yang secara relatif lebih menekankan kepada studi empiris dari faktor-faktor yang memengaruhi struktur, perilaku dan kinerja. Organisasi industri berkaitan erat dengan kebijaksanaan pemerintah dalam usaha mencapai tujuan, yaitu tercapainya efisiensi di tingkat perusahaan, industri dan efisiensi ekonomi nasional secara keseluruhan (Jaya, 2001).

Menurut Hasibuan (1993) pengertian industri sangat luas, dapat dalam lingkup makro dan mikro. Secara mikro, sebagaimana dijelaskan dalam teori ekonomi mikro. Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang yang homogeny, atau barang yang mempunyai sifat saling menggantikan secara erat. Namun, dari segi pembentukan pendapatan, yang bersifat makro, industi adalan kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah.

Menurut teori organisasi industri, terdapat sebuah konsep SCP atau Structure-Conduct-Performance. Teori tersebut menjelaskan bahwa kinerja suatu industri pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh struktur pasar. Struktur pasar menunjukan atribut pasar yang memengaruhi sifat proses persaingan. Unsur-unsur strktur pasar meliputi: konsentrasi, diferensiasi produk, hambatan masuk ke dalam pasar, struktur biaya dan tingkat pengaturan pemerintah. Struktur pasar penting, karena akan menentukan perilaku dan strategi perusahaan dalam suatu industri dan kemudian perilaku akan memengaruhi kinerja (Jaya, 2001).

Hubungan paling sederhana dari ketiga variabel tersebut yaitu Structure-Conduct-Performance adalah hubungan linier dimana struktur memengaruhi perilaku kemudian perilaku memengaruhi kinerja. Dalam SCP hubungan ketiga komponen tersebut saling memengaruhi termasuk adanya faktor-faktor lain seperti


(8)

 

teknologi, progresivitas, strategi dan usaha-usaha untuk mendorong penjualan (Martin, 2002).

Struktur (structure) suatu industri akan menentukan bagaimana perilaku para pelaku industri (conduct) yang pada akhirnya menentukan kinerja

(performance) industri tersebut. Gambar 2.1 menunjukkan hubungan linier Struktur-Perilaku-Kinerja (SCP) suatu perusahaan.

Sumber: Martin (2002)

Gambar 2.1. Kerangka Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri

Struktur pasar merupakan kunci penting dari pola konsep konvensional dalam bidang ekonomi industri. Setiap perusahaan memiliki suatu struktur pada masing-masing keadaan tertentu (Jaya, 2001). Gambar 2.2. terlihat pendekatan antara struktur, perilaku dan kinerja industri.

Sumber: Hasibuan (1993)

Gambar 2.2. Hubungan Struktur, Perilaku dan Kinerja

Struktur Perilaku Kinerja

Struktur (structure) • Jumlah penjual dan

pembeli

• Diferensiasi produk • Struktur biaya • Hambatan masuk • Integrasi vertikal • Skala ekonomi

Kinerja (Performance)

• Efisiensi • Full Employment • Pertumbuhan • Pemerataan • Kemajuan teknologi

Perilaku (Conduct) • Strategi harga • Iklan

• Stategi produk • Riset dan inovasi • Kerjasama


(9)

 

Terdapat tiga pemikiran dalam paradigma StructureConduct Performance (SCP) untuk menjelaskan hubungan antara struktur pasar dengan kinerja perusahaan, terutama menjelaskan tentang konsentrasi dan pangsa pasar sebagai variabel dari struktur pasar, yaitu:

a. Traditional hipothesis yang menganggap bahwa konsentrasi merupakan proksi dari kekuasaan pasar (market power) dimana konsentrasi pasar yang semakin besar menyebabkan biaya untuk melakukan kolusi menjadi rendah sehingga perusahaan dalam industri tersebut akan mendapatkan laba supernormal. Oleh karena itu, konsentrasi pasar akan berpengaruh secara positif dengan profitabilitas sebagai proksi kinerja.

b. Differentiation hipothesis yang menganggap bahwa pangsa pasar merupakan hasil dari diferensiasi produk dimana perusahaan yang melakukan diferensiasi produk dapat meningkatkan pangsa pasarnya dan kemudian perusahaan dapat menetapkan tingkat harga yang lebih tinggi yang berarti akan mendapatkan profit yang tinggi juga. Sehingga akan terjadi hubungan positif antara profitabilitas sebagai proksi kinerja dengan pangsa pasar sebagai proksi dari struktur pasar.

c. Effisiensi structure hipothesis yang menganggap bahwa pangsa pasar dan konsentrasi bukan merupakan proksi dari kekuasaan pasar tetapi merupakan proksi dari efisiensi perusahaan sehingga konsentrasi tinggi tidak identik dengan kousi. Perusahaan yang efisien akan bisa mendapatkan pangsa pasar yang besar, sehingga industri tersebut juga akan cenderung lebihterkonsentrasi. Berdasarkan pemikiran ini maka hubungan konsentrasi dengan profitabilitas merupakan hubungan yang tidak benar-benar terjadi, mengingat konsentrasi hanya merupakan agregat pangsa pasar yang dihasilkan dari perilaku efisiensi, dan perusahaan yang lebih efisien akan dapat memperoleh profit yang besar.

2.1.1.Struktur Pasar

Pasar didefinisikan sebagai satu kelompok penjual dan pembeli yang mempertukarkan barang yang dapat disubstitusikan. Struktur pasar menunjukkan lingkungan persaingan antara penjual dan pembeli melalui proses terbentuknya


(10)

 

harga dan jumlah produk yang ditawarkan dalam pasar. Struktur pasar memiliki beberapa elemen-elemen penting yaitu pangsa pasar, konsentrasi dan hambatan masuk pasar. Elemen-elemen tersebut menggambarkan ukuran-ukuran perusahaan-perusahaaan yang bersaing di dalam suatu pasar (Jaya, 2011).

a. Konsentrasi (Concentration)

Konsentrasi atau pemusatan merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan oligopolis dimana mereka menyadari adanya saling ketergantungan. Kelompok perusahaan ini terdiri dari 2 sampai 8 perusahaan. Kombinasi pangsa pasar membentuk suatu tingkat pemusatan dalam pasar (Jaya, 2001).

Konsentrasi atau pemusatan merupakan tingkat oligopoli. Oligopoli merupakan suatu yang kompleks, maka derajat pengurangan tergantung pada banyak hal. Ada tiga sebab utama yang terdapat kompleksitas tersebut. Pertama, adanya gradien-gradien tak terbatas dalam derajat oligopoli. Kedua, derajat dan efek saling ketergantungan tidak terkait erat. Ketiga, struktur internal kelompok dapar berpengaruh pada hasil (Jaya, 2001).

Batasan jumlah perusahaan yang menguasai sebagian atau seluruh penjualan barang di suatu pasar membagi dua kelompok oligopoli. Pertama, kelompok oligopoli, dimana delapan perusahaan terbesar setidak-tidaknya menguasai pasar suatu jenis industri. Akan tetapi, bisa juga digunakan ukuran alternatif, yakni 20 perusahaan menguasai pasar sekitar 75 persen. Kelompok kedua, adalah oligopoli, dimana delapan perusahaan dapat menguasai sekurang-kurangnya 33 persen suatu pasar industri atau sejumlah perusahaan terbesar memegang andil setidak-tidaknya 75 persen dari pasaran suatu industri tertentu. Selanjutnya, untuk delapan terbesar yang menguasai pasar kurang dari 33 persen disebut industri tidak terkonsentrasi (Carl Keysan dan Donal F. Turner, 1959 dalam Hasibuan, 1993).

b. Pangsa Pasar (Market Share)

Pangsa pasar suatu perusahaan diukur melalui penjualannya, dalam bentuk persentase dari seluruh penjualan pasar yang berkisar antara 0 persen hingga 100 persen (Jaya, 2011). Semakin tinggi pangsa pasar, maka semakin tinggi kekuatan


(11)

 

pasar yang dimiliki perusahaan tersebut atau perusahaan tersebut dikatakan monopoli penuh. Bila pangsa pasar yang dimiliki oleh perusahaan kecil, maka perusahaan tersebut mempunyai kekuatan monopoli pasar yang kecil.

Penguasaan pangsa pasar yang besar akan dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan untuk semakin menguasai pasar. Penguasaan pasar yang semakin besar pada akhirnya akan mencapai keuntungan maksimal sebagai tujuan perusahaan. Tabel 2.1 menunjukan beberapa tipe pasar yang tercipta mulai dari monopoli murni sampai persaingan murni.

Tabel 2.1. Tipe Pasar

Tipe Pasar Kondisi utama Contoh

Monopoli murni Suatu perusahaan memiliki pangsa pasar 100 persen

PLN, Telkom, PAM

Perusahaan dominan Suatu perusahaan yamg memiliki 50-100 persen dari pangsa pasar dan tanpa pesaing yang kuat

Surat kabar, film kodak,

Oligopoli ketat Penggabungan empat

perusahaan yang memiliki pangsa pasar

60-100 persen

Perbankan loakl, siaran tv, bola lampu, sabun, toko buku, rokok kredit dan semen.

Oligopoli longgar Penggabungan empat

perusahaan yang memiliki pangsa pasar 40

persen atau kurang.

Kayu, perkakas, mesin-mesin kecil, majalah, batu baterai, obat-obatan

Persainagan monopolistik Banyak pesaing yang efektif, tidak satupun yang memiliki lebih dari 10 persen pangsa pasar.

Pedagang eceran, pakaian

Persaingan murni Lebih dari 50 pesaing yang mana tidak satupun yang memiliki pangsa pasar berarti.

Sapi dan unggas

Sumber: Jaya (2001)

c. Hambatan untuk Masuk (Barrier To Entry)

Menurut Jaya (2001) dinyatakan bahwa pasaing potensial adalah perusahaan-perusahaan di luar pasar yang mempunyai kemungkinan untuk masuk dan menjadi pesaing yang sebenarnya. Segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan, kesempatan atau kecepatan masuknya pasaing baru


(12)

 

merupakan hambatan untuk masuk. Hambatan-hambatan ini mencakup seluruh cara dengan menggunakan perangkat tertentu yang sah (seperti paten, hak meneral dan franchise), seperti hambatan-hambatan ekonomi yang umum lainnya.

Menurut Hasibuan (1993) dinyatakan bahwa alasan pemerintah melakukan rintangan masuk, untuk melindungi suatu industri dengan alasan:

a. Kapasitas sudah cukup dan tidak perlu ada perusahaan baru yang masuk; b. Dengan menunjuk hanya perusahaan tertentu saja yang boleh berproduksi; c. Memberikan fasilitas tertentu kepada perusahaan tertentu, misalnya

keringanan biaya masuk (impor), subsidi bunga, memberikan pasar tertentu yang tidak boleh dimasuki oleh perusahaan lain. Dengan hak-hak mendapatkan fasilitas itu, sementara perusahaan lain tidak mendapatkannya, maka terjadi penyingkiran perusahaan lan (terjadi exit, bukan free-exit), karena kalah dalam persaingan tanpa fasilitas; dan

d. Karena menyangkut kebutuhan rakyat banyak, sehingga terjadi perlindungan alamiah, pantas untuk dilindungi, oleh karena produksinya bersifat public-goods, seperti air minum, listrik, angkutan, dan telepon.

2.1.2.Perilaku Pasar

Banyak hal yang dapat dipengaruhi dengan kebijakan yang akan diambil oleh suatu perusahaan. Pada kondisi pasar oligopoli perilaku setiap perusahaan yang sulit diperkirakan. Kondisi pasar oligopoli yang dipimpin oleh beberapa perusahaan dominan, pada umumnya perusahaan yang mendominasi pasar akan berlaku seperti hanya perusahaan monopoli akan menaikan harga untuk memperoleh keuntungan. Berbeda dengan kondisi pasar persaingan sempurna dimana perusahaan hanya bersifat sebagai penerima harga, pada pasar oligopoli tindakan yang mereka lakukan terkait oleh strategi dimana pilihan tindakannya seringkali tergantung pada kebijakan yang diambil oleh pesaing terdekat (Jaya, 2001).

Menurut Hasibuan (1993) menyatakan bahwa perilaku oligopoli sangat sulit, karena ada suatu ciri yang disebut indeterminate. Tidak ada kepastian dalam keseimbangan. Dalam menilai derajat persaingan suatu pasar perlu diperhatikan perilaku dari perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri yang


(13)

 

bersangkutan. Perilaku dalam hal ini adalah pola tanggapan dan penyesuaian suatu industri di dalam pasar untuk mencapai tujuannya. Perilaku ini terlihat pada penentuan harga promosi, koordinasi kegiatan dalam pasar dan juga kebijaksanaan produk.

Menurut Jaya (2001) menyatakan bahwa strategi produk selalu mengikuti perkembangan produk itu sendiri. Karena posisi produk dalam siklus selalu berubah, maka strategi yang diambil harus selalu disesuaikan. Sangat jarang terjadi di mana suatu strategi selalu cocok diterapkan pada semua fase pada siklus produk. Strategi harus selalu disesuaikan dengan fase-fase yang ada pada siklus produk.

a. Fase Perkenalan (introduction)

Produk pada fase perkenalan masih mencari jati dirinya dipasar, maka hal ini menuntut pengeluaran yang lebih untuk melakukan penelitian dan riset. Selain itu membangun jaringan pengecer juga layak untuk dipertimbangkan seandainya sarana distribusi yang ada kurang memadai seperti yang diharapkan.

b. Fase Pertumbuhan (growth)

Desain produk sudah dapat dikatakan mulai stabil dan penentuan kapasitas produksi dimasa yang akan datang sangat diperlukan. Penambahan kapasitas produksi harus selalu siap dilakukan guna mengantisipasi kenaikan permintaan barang yang dihasilkan.

c. Fase Kedewasaan (maturity)

Fase ini sangat mungkin akan datangnya produk-produk para perusahaan pesaing yang siap untuk menggeser kedudukan perusahaan. Perusahaan harus dapat mempertahankan kapasitas produksi yang ada dengan dilakukannya inovasi-inovasi produksi agar tidak kehilangan pangsa pasar.

d. Fase Penurunan (decline)

Para pengambil keputusan di perusahaan perlu untuk mengambil tindakan tegas terhadap produk-produk yang sudah mencapai titik akhir dari suatu siklus. Produk-produk tersebut biasanya dijauhi oleh para investor maupun konsumen. Kecuali produk-produk tersebut mempunyai kontribusi yang unik pada reputasi perusahaan, sebaiknya proses produksi produk-produk tersebut dihentikan.


(14)

 

2.1.3.Kinerja pasar

Kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi memiliki banyak aspek, namun ekonom biasanya memusatkan hanya pada tiga aspek pokok yaitu efisiensi, kemajuan teknologi dan keseimbangan dalam distribusi.

a. Efisiensi dalam Pengalokasian Sumber Daya

Efisiensi internal perusahaan yang dikelola denagn baik, menggambarkan usaha yang maksimum dari para pekerja dan menghindari kejenuhan dalam pelaksanaan jalannya perusahaan. Sedangkan alokasi yang efisien merupakan sumber daya ekonomi dialokasikan sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi perbaikan dalam berproduksi yang dapat menaikkan nilai dari output. Semua perusahaan, harga ditentukan sama dengan biaya marginal dan biaya rata-rata jangka panjang.

b. Keadilan

Istilah ekonomi, keadilan (equity) disebut juga keseimbangan dalam distribusi. Terdapat distribusi yang wajar (yang berkaitan dengan standar masyarakat) terhadap kesejahteraan, pendapatan dan kesempatan.

c. Kemajuan Teknologi

Penemuan dan pembaharuan teknologi, dapat membuat suatu karya yang baru serta meningkatkan produktivitas suatu produksi barang yang telah ada. Adanya kemajuan teknologi maka dapat meningkatkan produksi, biaya menurun, dan harga yang turun akan memengaruhi tingkat keuntungan yang lebih baik. Sehingga kemajuan teknologi dan penggunaannya dalam praktik adalah secepat mungkin(Jaya, 2001).

Menurut Alfarisi (2009) kinerja pasar menunjukkan bagaimana kepuasan ekonomi terhadap tujuan-tujuan tertentu yang akan dicapai oleh suatu perusahaan. Tujuan-tujuan tersebut, selain tingkat efisiensi dan tingkat progresitifitas (kemajuan teknologi, ada juga tingkat keuntungan (Profitabilitas). Keutungan ekonomi diatas tingkat pengembalian yang normal merupakan alasan mengapa perusahaan-perusahaan berusaha untuk memperoleh dan mempertahankan kekuatan pasarnya. Secara umum kondisi pasar berdasarkan struktur-perilaku-kinerja dapat digambarkan sebagai berikut:


(15)

 

Tabel 2.2. Kondisi pasar berdasarkan Struktur-Perilaku-Kinerja Ciri-ciri Monopoli Perusahaan

Dominan Oligopoli Persaingan Monopolistik Persaingan Murni Kondisi utama Memiliki 100 persen pangsa pasar Menguasai pangsa pasar 50-100 persen tanpa pesaing kuat Gabungan perusahaan terkemuka pangsa pasar 60-100 persen Banyak pesaing efektif dan tidak satupun memiliki pangsa pasar >10 persen Lebih dari 50 pesaing yang tidak satupun memiliki pangsa pasar yang berarti Jumlah produsen

Satu Banyak Sedikit Banyak Sangat Banyak Entry/exit barrier Sangat Tinggi Relatif Rendah Tinggi Relatif Rendah Rendah Differensiasi produk

Relatif Relatif Relatif Relatif Tidak Ada

Kekuatan menentukan

Sangat Besar

Relatif Relatif Sedikit Tidak Ada

Persaingan selain harga

Tidak ada

Besar Besar Besar Tidak Ada

Informasi Sangat terbatas Cukup Terbuka terbatas Cukup Terbuka Terbuka

Profit Berlebih Berlebih Agak berlebih Normal Normal Efisiensi Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik

Cukup baik Baik

Sumber: Hasibuan (1993)

2.2. Hubungan Struktur dan Faktor-faktor lain yang Memengaruhi Kinerja Keterkaitan antar struktur, perilaku dan kinerja yang saling berinteraksi memengaruhi proses alokasi hasil produksi kepada masyarakat secara efektif dan efisien. Hubungan struktur, perilaku dan kinerja ini bukan hanya sekedar bersifat searah, tetapi juga dapat berhubungan timbal balik. Pertama, struktur memengaruhi perilaku, semakin tinggi kosentrasi maka semakin rendah tingkat persaingan di pasar. Kedua, perilaku memengaruhi kinerja, semakin rendah tingkat persaingan maka akan semakin tinggi market power atau semakin tinggi keuntungan perusahaan. Ketiga, struktur memengaruhi kinerja, semakin tinggi tingkat konsentrasi pasar maka akan semakin rendah tingkat persaingan dan market power semakin tinggi.


(16)

 

2.3. Tinjauan Penelitian Sebelumnya

Hasil penelitian Sumarno dan Kuncoro (2002) dalam jurnal yang berjudul “Struktur, Kinerja dan Kluster industri rokok Kretek: Indonesia, 1996-1999” menyimpulkan bahwa industri kretek di Indonesia mempunyai struktur oligopoli. Struktur industri rokok kretek yang diamati dari indikator konsentrasi industri dengan menggunakan metode CR4, CR8, maupun Indeks Herfindahl. Pada tahun 1998 ada pertambahan jumlah perusahaan rokok kretek. Sehingga nilai konsentrasi industri baik itu CR4 dan CR8 mengalami penurunan yang tajam. Penurunan konsentrasi industri pada tahun 1998 dapat disebabkan oleh dua hal: (1) karena bertambahnya perusahaan sehingga mengurangi pangsa pasar dari 4 perusahaan terbesar (CR4) yang berarti hambatan masuk (barrier of entry) menjadi berkurang; (2) karena pada tahun 1998 merupakan puncak krisis ekonomi sehingga roda perekonomian menjadi tersendat. Bila dibandingkan kondisi tahun 1999 dengan tahun 1996 yaitu perbandingan konsentrasi industri sesudah krisis (masa recovery) dengan sebelum krisis ternyata konsentrasi industri sesudah krisis mengalami penurunan sehingga puncak krisis yang terjadi pada 1998 memengaruhi pangsa pasar industri rokok kretek di Indonesia yang pada akhirnya memengaruhi konsentrasi industri rokok kretek di Indonesia.

Menurut Talattov (2010) yang meneliti mengenai “Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Perbankan di Indonesia Tahun 2003-2008” dengan menggunakan Fixed Effect Model (FEM) menyatakan bahwa profit yang mencerminkan kinerja (performance) dalam industri perbankan di Indonesia dipengaruhi oleh struktur pasar yang di proxy dengan rasio aset (RA) serta dipengaruhi oleh efisiensi yang di proxy dengan market Share (MS) serta ada tiga variabel yang berpengaruh nyata pada taraf 0,05 (signifikan) terhadap variabel dependen (profit) yaitu Rasio Aset, Market Share, dan Net Interest Margin.

Menurut Naylah (2010) yang meneliti mengenai ”Pengaruh Struktur Pasar Terhadap Kinerja Industri Perbankan Indonesia” dengan menggunakan panel data menyatakan bahwa dari 16 sampel bank umum terbesar selama periode 2004 hingga 2008 konsentrasi pasar memengaruhi profitabilitas perbankan Indonesia.

Menurut Sunengcih (2009) yang meneliti mengenai struktur, perilaku dan kinerja industri minuman ringan di Indonesia menyatakan bahwa struktur pasar


(17)

 

yang dimiliki industri minuman ringan di Indonesia adalah struktur pasar oligopoli sedang. Penetapan harga suatu perusahaan dalam industri minuman ringan dipengaruhi oleh penetapan harga pesaingnya. Variabel yang mempunyai pengaruh terbesar pada peningkatan kinerja adalah efisiensi-x. Sedangkan variabel konsentrasi empat perusahaan terbesar dan growth tidak signifikan terhadap peningkatan keuntungan.

Perbedaan dengan penelitian ini yaitu menggunakan data time series tahunan dari tahun 1995 sampai 2009. Dalam mengukur kinerja digunakan PCM, X-Eff, dan growth. Selain itu, variabel-variabel yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kinerja (PCM) industri minuman ringan di Indonesia selain rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4), pertumbuhan produk (Growth), dan efisiensi internal (X-Eff). Ditambahkan pula variabel lain yaitu variabel produktivitas tenaga kerja.

Menurut Putra (2009) yang meneliti mengenai struktur, perilaku dan kinerja industri pulp dan kertas di Indonesia dengan menggunakan model regresi yang diduga dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) menyatakan bahwa struktur pasar yang dimiliki industri pulp dan kertas di Indonesia adalah struktur pasar oligopoli ketat. Kinerja industri pulp dan kertas dapat dilihat dari tingkat keuntungan (PCM) dan nilai efisiensi-X (X-Eff). Perilaku pasar dalam industri pulp dan kertas dapat dilihat dari strategi harga, strategi produk dan strategi distribusi. Berdasarkan hasil analisis OLS yang digunakan untuk mengestimasi Price Cost Margin (PCM) atau tingkat keuntungan, diperoleh bahwa variabel tingkat pertumbuhan produksi, efisiensi internal, hambatan masuk pasar, dan ekspor berpengaruh terhadap tingkat keuntungan. Sedangkan variabel rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar dan krisis ekonomi tidak berpengaruh terhadap tingkat keuntungan.

2.4. Kerangka Pemikiran Teoritis

Industri minuman ringan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, faktor pola konsumsi minuman ringan dimana masyarakat modern mulai mementingkan kepraktisan dalam mengkonsumsi minuman sehingga permintaan akan minuman ringan yang merupakan produk siap saji semakin bertambah. Kedua, faktor


(18)

 

globalisasi dan juga kemajuan teknologi. Adanya pengembangan teknologi maka dapat mempermudah proses produksi. Hal tersebut tentunya akan mendorong tumbuhnya perusahaan-perusahaan baru dalam industri minuman.

Perkembangan industri minuman ringan tersebut selanjutnya akan dianalisis menggunakan teori struktur, perilaku dan kinerja. Tingkat konsentrasi merupakan indikator dari struktur pasar. Kinerja perusahaan dapat diukur dari efisiensi internal dan PCM. Struktur akan berdampak pada perilaku dan perilaku akan turut memengaruhi kinerja. Oleh karena itu kinerja akan dianalisis secara lebih mendalam dengan melihat hubungan dari struktur serta faktor-faktor lainnya yang dapat memengaruhi kinerja. PCM yang mencerminkan keuntungan dari suatu industri dipilih sebagai variabel yang mewakili kinerja. Variabel konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) dipilih untuk mewakili struktur, sementara faktor-faktor lainnya yang diduga dapat memengaruhi adalah efisiensi internal (X-Eff), pertumbuhan output (Growth), dan produktivitas tenaga kerja.

Gambar 2.3. Kerangka Pikir Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Minuman Ringan di Indonesi

Globalisasi dan Kemajuan Teknologi

Pola konsumsi masyarakat

Industri minuman ringan

Struktur: Pangsa Pasar Konsentrasi Hambatan Masuk Pasar

Perilaku: Harga

Produk Promosi

Kinerja: PCM

Efisiensi Growth

PCM = f (CR4, X-eff, Growth, Produktivitas tenaga kerja) Analisis Regresi dengan OLS


(19)

 

2.4. Hipotesis Penelitian

Penelitian mengenai pengaruh struktur terhadap kinerja industri telah banyak dilakukan oleh para peneliti ekonomi, terutama oleh pengamat industri. Hubungan variabel-variabel struktur dan kinerja dapat menghasilkan kesimpulan yang berbeda. Hal ini disebabkan adanya penggunaan proksi yang berbeda oleh para peneliti.

Berdasarkan pengamatan teori dan penelitian terdahulu yang mendasari penelitian ini, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Struktur pasar pada industri minuman ringan Indonesia diduga berbentuk oligopoli.

2. Pangsa pasar sebagai proksi struktur pasar berpengaruh terhadap profitabilitas sebagai proksi kinerja. Semakin tinggi konsentrasi suatu perusahaan maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan.

3. Efisiensi internal (X-Eff) memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Semakin efisien suatu perusahaan maka tingkat produksi suatu perusahaan lebih sedikit untuk memproduksi komoditi karena efisiensi merupakan pengurangan biaya sehingga biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam jangka panjang lebih murah. Adanya efisien maka tingkat keuntungan perusahaan akan meningkat.

4. Pertumbuhan output (Growth) mempunyai pengaruh yang positif terhadap PCM. Pertumbuhan output merupakan perbandingan antara pengurangan nilai output tahun sekarang dan tahun sebelumnya dengan setengah antara nilai output tahun sebelumnya ditambah nilai output tahun sekarang. Jika pertumbuhan meningkat maka tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan meningkat.

5. Produktivitas tenaga kerja memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Produktivitas meningkat menunjukan kinerja yang meningkat pula maka menambah penghasilan dan keuntungan bagi perusahaan.


(20)

 

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), Perpustakaan IPB, serta berbagai media masa dan media elektronik yang berkaitan atau instansi-instansi terkait. Data yang digunakan merupakan data time series.

3.2. Metode Analisis

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif dari hasil penelitian maupun secara kuantitatif dengan melihat pengaruh variabel-variabel yang saling berhubungan. Selain itu metode deskriptif digunakan untuk menganalisis struktur, perilaku dan kinerja dari industri minuman ringan di Indonesia dengan pendekatan structure-conduct-performance, serta untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kinerja industri minuman ringan Indonesia dengan menggunakan analisis regresi dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan bantuan software komputer.

3.2.1. Analisis Struktur Pasar a. Pangsa Pasar

Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri, dan besarnya berkisar antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Peranan pangsa pasar adalah sebagai sumber keuntungan bagi perusahaan (Jaya, 2001).

Msi =

x 100%

dimana:

Msi : pangsa pasar perusahaan i (persen) Si : penjualan perusahaan i (juta rupiah)


(21)

 

b. Konsentrasi Pasar

Tingkat konsentrasi dapat dihitung dengan menggunakan Concentration Ratio (CR). Pemusatan merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan oligopolies dimana adanya saling ketergantungan. Kelompok perusahaan terdiri dari 2 sampai 8 perusahaan. Penerimaan (return) rata-rata industri yang terkonsentrasi adalah lebih tinggi daripada penghasilan jenis industri yang kurang terkonsentrasi (Jaya. 2001).

CRm =

dimana:

CRm : rasio konsentrasi sebanyak m perusahaan (persen) MSi : pangsa pasar perusahaan i (persen)

c. Hambatan Untuk Masuk (Barrier To Entry)

Hambatan masuk pasar dapat dilihat dari mudah atau tidaknya pesaing-pesaing potensial untuk masuk ke pasar. Semakin tinggi barrier to entry maka akan semakin lemah ancaman dari pendatang baru yang hendak masuk ke dalam suatu industri.

Beberapa hal mengenai hambatan memasuki suatu pasar. Pertama, hambatan-hambatan timbul dalam kondisi pasar yang mendasar, tidak hanya dalam bentuk perangkat yang legal ataupun dalam bentuk kondisi-kondisi yang berubah dengan cepat. Kedua, hambatan dibagi dalam tingkat mulai dari tanpa hambatan sama sekali, hambatan rendah, sedang sampai tingkatan tinggi di mana tidak ada lagi jalan masuk. Ketiga, hambatan merupakan sesuatu yang kompleks. Cara yang digunakan untuk melihat hambatan masuk adalah dengan menggunakan skala ekonomis yang didekati melalui output perusahaan yang menguasai pasar lebih dari 50 persen. Nilai output tersebut kemudian dibagi dengan total output industri. Data ini disebut sebagai Minimum Efficiency Scale

(MES) (Jaya, 2001).


(22)

 

3.2.2. Analisis Perilaku Industri

Perilaku pasar dianalisis secara deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh informasi mengenai perilaku perusahaan dalam industri itu sendiri. Perilaku industri minuman ringan di Indonesia akan dijelaskan dengan melihat strategi melawan pesaing seperti strategi harga, strategi produk dan strategi promosi. a. Strategi Harga

Sebuah perusahaan memutuskan untuk memasuki dunia pemasaran global maka harus dapat membangun sebuah sistem dan kebijakan tertentu penetapan harga. Strategi penetapan harga suatu industri tergantung dari beberapa faktor produksi. Stategi ini digunakan untuk melihat apakah ada kesepakatan harga antar sesama pesaing yang menimbulkan persaingan yang tidak sehat.

b. Strategi Produk

Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan. Pemimpin pasar umumnya menawarkan produk dan jasa yang bermutu superior.

c. Strategi promosi

Strategi promosi merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan penjualan dengan menginformasikan kepada konsumen tentang adanya suatu produk di pasar sehingga dapat menarik minat konsumen akan produk tersebut.

3.2.3. Analisis Kinerja Industri

Analisis kinerja industri minuman ringan dilakukan dengan menggunakan analisis Price Cost Margin (PCM) dan efisiensi internal (X-Eff). Efisiensi adalah menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan menggunakan sejumlah input tertentu. Efisiensi digolongkan dalam dua kategori yaitu efisiensi internal dan efisiensi pengalokasian. Efisiensi internal menunjukan kemampuan perusahaan dalam suatu industri dalam menekan biaya produksi yang harus dikeluarkan. Sedangkan alokasi yang efisien yaitu pada saat ouput berada pada tingkat di mana marginal cost (MC) sama dengan harga (P) dari masing-masing produk setiap perusahaan di dalam perekonomian secra keseluruhan (Jaya, 2001).


(23)

 

XEF =

Nilai tambah diperoleh dari hasil pengurangan biaya input terhadap nilai outputnya. Sedangkan nilai output adalah nilai dari seluruh barang dan jasa juga sebagai produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia.

Variabel lain yang digunakan sebagai indikator kinerja adalah Price Cost Margin (PCM). PCM didefinisikan sebagai persentase keuntungan dari kelebihan penerimaan atas biaya langsung. Tingkat konsentrasi dengan penghasilan terdapat tingkat korelasi yang rendah. Penerimaan (return) rata-rata industri yang terkonsentrasi rendah adalah lebih tinggi daripada penghasilan jenis industri yang kurang terkonsentrasi. Selain itu adanya hubungan positif antara keuntungan (profit) dengan produk-produk konsentrasi tinggi. PCM diperoleh dengan membagi selisih antara nilai tambah dikurangi upah terhadap nilai output. Nilai tambah adalah nilai pengiriman dikurangi material, persediaan dan tempat penyimpanan bahan bakar, tenaga listrik dan kontrak kerja (Jaya, 2001).

PCM =

X 100%

Monopoli dapat memengaruhi pasar yang kemudian dapat memengaruhi kemajuan secara keseluruhan dengan penemuan-penemuan metode produksi maupun produk-produk baru. Variabel pertumbuhan output (growth) diduga dapat memengaruhi kinerja dari sebuah industri. Untuk mengukur pertumbuhan output (growth) adalah perbandingan antara pengurangan nilai output tahun sekarang dan tahun sebelumnya dengan setengah antara nilai output tahun sebelumnya ditambah nilai output tahun sekarang.


(24)

 

3.2.4. Hubungan Struktur dan Faktor-Faktor Lain yang Memengaruhi Kinerja

Metode analisis regresi linier berganda atau Ordinary Least Square (OLS) digunakan untuk menganalisis hubungan antara struktur pasar dan faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi kenerja. Metode ini digunakan karena dianggap lebih sederhana dibandingkan dengan metode lain serta adanya kemudahan dalam penggunaan serta pendeskripsian hasil regresi. Berikut adalah model dalam penelitian ini:

PCMt = β0 + β1CR4t + β2X-Efft + β3Growtht + β4 Produktivitas TK + Ut

dimana:

βo : intersep

t : tahun ke-t

PCM : keuntungan perusahaan pada tahun ke t (%)

CR4 : rasio konsentrasi empat perusahaan pada tahun t (%)

X-eff : efisiensi internal perusahaan pada tahun ke t (%) Growth : pertumbuhan output perusahaan pada tahun ke t (%) Produktivitas TK : produktivitas tenaga kerja (rupiah)

Ut : error (β > 0)

β1, β2, β3, β4 : koefisien

3.3. Uji Hipotesis dan Uji Ekonometrika

Metode hipotesis akan digunakan dalam menganalisis hubungan-hubungan antar variabel dimana setelah menentukan parameter-parameter yang akan diestimasi maka dilakukan pengujian-pengujian agar suatu model tersebut dapat dikatakan baik. Uji hipotesis berguna untuk memeriksa atau menguji apakah variabel-variabel yang digunakan dalam model regresi signifikan atau tidak. Maksud dari signifikan ini adalah suatu nilai dari parameter regresi yang secara statistik tidak sama dengan nol. Pengujian tersebut dilakukan dengan uji statistik terhadap model penduga melalui uji F dan pengujian untuk parameter-parameter regresi malalui uji t serta melihat berapa persen variabel bebas (independent)


(25)

 

dapat dijelaskan oleh variabel terkait (dependent) melalui koefisien determinasi (R-squared).

Menurut Verbeek (2000) ekonometrika adalah interaksi antara teori ekonomi, data dan metode statistika. Ordinary Least Squares merupakan teknik yang digunakan untuk mengestimasi garis regresi dengan prinsip meminumkan jumlah kuadrat dari residual. Penduga OLS dikatakan bersifat BLUE, yaitu Best, Linear, Unbiased estimator apabila penduga tersebut mempunyai varians yang minimum (terbaik atau efisien) serta untuk sampel yang berulang penduga (b2)

secara rata-rata sama dengan β2. Namun apabila Penduga OLS tidak bersifat

BLUE maka terdapat pelanggaran asumsi dalam model regresi yaitu terdapat kolinearitas ganda (multicollinearity), heteroskedastisitas dan serial correlation

(autokorelasi).

a. Multikolinearitas

Multikolinearitas didefinisikan sebagai adanya korelasi yang kuat antar variabel bebas pada model persamaan. Multikolinearitas dapat menyebabkan koefisien bebas cenderung tidak signifikan terhadap variabel respon. Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor). Jika terdapatnilai VIF yang lebih besar dari 10 maka dapat disimpulkan terjadi multikolinearitas pada model persamaan yang digunakan. Teknik mengatasi multikolinearitas: (1) Membuang peubah bebas yang mempunyai multikolinearitas tinggi terhadap peubah bebas lainnya, (2) menambah data pengamatan/ contoh, dan (3) melakukan transformasi terhadap peubah-peubah bebas yang mempunyai kolinearitas atau menggabungkan menjadi peubah-peubah bebas baru yang mempunyai arti.

b. Heteroskedastisitas

Suatu fungsi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas (tidak terjadi heteroskedastisitas) atau memiliki ragam error yang konstan. Heteroskedastisitas tidak merusak ketakbiasan dan konsistensi dari penaksiran OLS, tetapi penaksiran tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun besar (yaitu asimtotik) (Gujarati, 1987). Gejala adanya heteroskedastisitas dapat diyunjukkan oleh probability Obs*R-squared pada uji Heteroskedastisity Test: Breusch-Pagan-Godfrey. Jika nilai probabilitas Obs*R-squared lebih besar taraf


(26)

 

nyata (α) yang digunakan, maka persamaan tidak mengalami heteroskedastisitas. Jika nilai probabilitas Obs*R-squared lebih kecil taraf nyata (α) yang digunakan, maka persamaan mengalami heterskedastisitas. Teknik mengatasi heteroskedastisitas diantaranya dengan menggunakan Metode Generalized Least Squares (GLS).

c. Autokorelasi

Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi yang terjadi antar unsure gangguan (galat) pada tahun sekarang dengan galat tahun sebelumnya. Autokorelasi bisa terjadi pada deret waktu (time series). Pengujian autokorelasi dapat diketahui dengan

menggunakan breusch-Godfrey serial Correlation LM Test, yang hasil

kesimpulannya dapat diketahui dari nilai probability Obs*R-squared. Jika nilai

probability Obs*R-squared lebih kecil dari taraf nyata, maka terjadi autokorelasi didalam model persamaan. Begitu pula sebaliknya, jika nilai probability Obs*R-squared ternyata lebuh besar dari taraf nyata meka tidak terjadi autokorelasi pada model persamaan yang digunakan.

Teknik mengatasi autokorelasi diantaranya dengan menggunakan (1) evaluasi model, (2) metode pembedaan umum/Generalized Differences, (3) metode pembedaan pertama, (4) estimasi ρ berdasarkan Durbin Watson, dan (5) estimasi ρ berdasarkan residual.


(27)

 

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Definisi Minuman Ringan

Minuman ringan termasuk dakam kategori pangan. Adapun pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku tambahan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan pengolahan dan atau pembuatan makanan dan minuman. Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan dan atau bahan tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan siap untuk dikonsumsi. Minuman ringan diperoleh tanpa melalui proses fermentasi dengan atau tanpa pengenceran sebelum diminum, tetapi tidak termasuk air, sari buah, susu, teh, kopi, cokelat, produk telur, produk daging, ekstrak sayur, sup, sari sayur dan minuman beralkohol.

Minuman ringan terdiri dari dua jenis, yaitu: minuman ringan dengan karbonasi (carbonated soft drink) dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan dengan karbonasi adalah minuman yang dibuat dengan mengabsorpsi karbondioksida ke dalam air minum, sedangkan minuman ringan tanpa karbonasi adalah minuman ringan selain minuman ringan dengan karbonasi. Fungsi minuman ringan yaitu sebagai minuman untuk melepas dahaga sedangkan dari segi harga, ternyata minuman ringan karbonasi relatif lebih mahal dibandingkan minuman non karbonasi. Hal ini disebabkan karena teknologi yang digunakan dalam proses dan kemasan lebih khas. Kemasan minuman ringan dibagi dua sesuai dengan jenis minuman ringan. Minuman berkarbonasi umumnya dikemas dalam botol (gelas/plastik) atau kaleng, sedangkan minuman tanpa karbonasi dikemas dalam kotak kardus sesuai dengan persyaratan umum sebagai berikut: a. Mempunyai kekuatan mekanis sehingga dapat menjaga mutu, penampilan

dan kandungan produk,


(28)

 

c. Steril pada setiap pemakaian,

d. Mudah dalam pengisian dan penyegelan.

Kemudian masing-masing jenis kemasan mempunyai kelebihan dan kekurangan yaitu:

a. Botol gelas dapat digunakan ulang (reuse) tanpa mengalami pengolahan atau perubahan bentuk, akan tetapi harus melalui proses pencucian dan strerilisasi dengan menggunakan detergen dan soda kaustik.

b. Botol plastik dapat didaur ulang (recycle) dengan pengolahan fisik atau kimiawi untuk mendapatkan produk sama atau produk yang lain.

c. Kaleng dapat melindungi produk dari cahaya, mencegah kandungan produk yang mudah teroksidasi karena cahaya maupun udara dalam kaleng, akan tetapi relatif lebih mahal karena dibuat dari bahan tahan korosi misalnya dari palt baja dengan lapisan timah atau dari aluminium.

d. Kotak kardus kekuatan mekanisnya relatif lebuh rendah, umur produk singkat.

4.2. Komposisi Minuman Ringan

Minuman ringan memiliki komposisi dasar yaitu air 90 persen dan selebihnya merupakan bahan tambahan seperti zat pewarna, zat pemanis, gas CO2 dan zat pengawet. Adapun rincian komposisi minuman ringan berkarbonasi secara umum dapat diuraikan sebagi berikut:

a. Air berkarbonasi merupakan kandungan terbesar didalam carbonated soft drink. Air yang digunakan harus mempunyai kualitas tinggi yaitu jernih, tidak berbau, tidak berwarna, bebas dari organisme yang hidup dalam air, alkalinitasnya kurang dari 50 ppm, total padatan terlarut kurang dari 500 ppm dan kandungan logam besi dan mangan kurang dari 0,1 ppm. Sederet proses dilakukan untuk mendapatkan kualitas air yang diinginkan, antara lain, klorinasi, penambahan kapur, koagulasi, sedimentasi, filtrasi pasir, penyaringan dengan karbon aktif, dan demineralisasi dengan ion exchanger. Karbondioksida yang digunakan juga harus murni dan tidak berbau. Air berkarbonasi harus dibuat dengan cara melewatkan es kering (dry ice) ke dalam air es.


(29)

 

b. Bahan pemanis yang digunakan dalam minuman ringan terbagi menjadi dua kategori yaitu:

• Bahan pemanis natural (nutritive) yang terdiri dari gula pasir, gula cair, gula invert cair, sirup jagung dengan kadar fruktosa tinggi dan dekstrosa. • Bahan pemanis sintetik (non nutritive), satu-satunya bahan pemanis

sintetik yang direkomendasikan oleh FDA (Food and Drugs Administration Standard, Amerika Serikat) adalah sakarin.

c. Zat asam (acidulants) biasanya ditambahkan dalam minuman ringan berkarbonasi dengan tujuan untuk memberikan rasa asam, memodifikasi manisnya gula dalam sirup atau minuman. Acidulant yang digunakan adalah asam sitrat, asam fosfat, asam malat, asam tartarat, asam fumarat, asam adipat dan lain-lain.

d. Pemberi aroma disiapkan oleh industri yang berkaitan dengan industri minuman dengan formula khusus, kadang-kadang telah ditambah dengan asam dan pewarna dalam bentuk:

• Ekstrak alkoholik (menyaring bahan kering dengan larutan alkoholik), misalnya jahe, anggur, lemon lime dan lai-lain.

• Larutan alkoholik (melarutkan bahan dengan larutan air-alkohol), misalnya strawbery, cherry, cream soda dan lain-lain.

• Emulsi (mencampur essential oil dengan bahan pengemulsi), misalnya vegetable gum, citrus flavor, rootbeer dan cola.

Fruit juices, misalnya orange, grapefruit, lemon, lime dan grape. • Kafein, sebagai pemberi rasa pahit (bukan sebagai stimulant) • Ekstrak biji kola

Sintetik flavor, misalnya ethyl acetate/amyl butyrate yang memberikan aroma grape.

e. Zat pewarna untuk meningkatkan daya tarik minuman terdiri dari:

• Zat pewarna natural, misalnya dari strawbery, cherry, grape dan lain-lain.


(30)

 

• Zat pewarna sintetik, hanya 5 zat pewarna sintetik dari 8 jenis pewarna yang diperkenankan oleh FDA yang digunakan sebagai pewarna dalam minuman ringan.

f. Zat pengawet, misalnya asam sitrat untuk mencegah fermentasi dan sodium benzonat.

4.3. Perkembangan Industri Minuman Ringan Indonesia

Industri minuman yang awalnya menghasilkan produk minuman penghilang rasa haus kemudian berkembang dan muncul dengan berbagai inovasi dan konsep baru tentang minuman. Konsep awal minuman dimodifikasi bukan hanya sebagai penghilang rasa haus namun juga menawarkan fitur fungsi lainnya seperti penambahan rasa dan warna, penambahan kandungan minuman seperti vitamin, mineral dan lain sebagainya, minuman yang mengandung karbon, minuman sari buah dan lain-lain. Perkembangan konsep tersebut berdampak pada berkembangnya minuman ringan yang memadukan fungsi dasar minuman. Selain itu industri minuman ringan juga menambahkan fungsi kepraktisan dalam berkonsumsi dengan cara mengemas berbagai produk minuman tersebut kedalam kemasan-kemasan yang disesuaikan dengan kebutuhan.

Terjadinya krisis moneter pada tahun 1998 yang berkelanjutan menjadi krisis ekonomi, berdampak negatif terhadap hampir semua sektor perekonomian, termasuk pada sektor industri. Hal ini berakibat pula pada pertumbuhan produksi sektor industri semakin menurun. Menurut BPS (2012), pada tahun 1999 pertumbuhan produksi mengalami titik terendah, kemudian sejak tahun 2000 sampai 2008 mulai menunjukan indikasi kearah perbaikan. Namun pada tahun 2009 pertumbuhan produksi industri minuman ringan mengalami penurunan hal tersebut disebabkan kembali oleh krisis moneter yang memengaruhi nilai pertumbuhan industri minuman ringan. Peningkatan produksi dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan produk industri terutama permintaan dari dalam negeri yang diduga menjadi penyebab kenaikan usaha industri. Peningkatan tersebut menandakan ada optimisme yang cukup baik bagi dunia industri di Indonesia untuk pembangunan nasional. Pada tahun 2009 nilai pertumbuhan menurun. Hal


(31)

 

ini disebabkan adanya kenaikan harga bahan bakar minyak pada tahun 2009 yang menyebabkan angka pertumbuhan menurun menjadi 13,28.

Sumber: BPS, 1995-2009 (diolah)

Gambar 4.1. Pertumbuhan Nilai Produksi Industri Minuman Ringan Indonesia Tahun 1995-2009

Industri minuman ringan Indonesia dikategorikan sebagai industri skala besar dan menengah. Perkembangan jumlah perusahaan minuman ringan Indonesia tersebut mengalami perubahan setiap tahunnya.

Tahun Jumlah Perusahaan Jumlah Tenaga Kerja

2005 263 29646

2006 332 32717

2007 340 35109

2008 302 33147

2009 303 37179

Sumber: BPS (2012)

Tabel 4.1. Perkembangan Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri Minuman Ringan di Indonesia

Berdasarkan data pada Tabel 4.1. pada tahun 2008 jumlah perusahaan minuman ringan di Indonesia mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2007. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2008 terjadi krisis moneter karena meningkatnya harga minyak.

‐20 ‐10 0 10 20 30 40 50 Persen


(32)

 

4.4. Profil Beberapa Perusahaan Industri Minuman Ringan

Industri minuman ringan terdiri dari beberapa perusahaan yang memproduksi berbagai merek dan jenis minuman ringan. Tiga diantara perusahaan produsen minuman ringan adalah PT Aqua Golden Mississipi, PT Coca-Cola Bottling Indonesia yang menguasai pangsa pasar minuman ringan dengan spesifikasi minuman berkarbon dan PT Sinar Sosro yang menguasai pangsa pasar minuman ringan berjenis teh kemasan.

a. PT Aqua Golden Mississippi

PT. AQUA Golden Mississippi didirikan pada tahun 1973 oleh Bapak Tirto Utomo, sebagai produsen pelopor air minum dalam kemasan di Indonesia. Pabrik pertama didirikan di Bekasi. Setelah beroperasi selama 30 tahun, kini AQUA memiliki 14 pabrik di seluruh Indonesia. Pada tahun 1998, AQUA (yang berada di bawah naungan PT Tirta Investama) melakukan langkah strategis untuk bergabung dengan Group DANONE, yang merupakan salah satu kelompok perusahaan air minum dalam kemasan terbesar di dunia dan ahli dalam nutrisi. Langkah ini berdampak pada peningkatan kualitas produk, market share, dan penerapan teknologi pengemasan air terkini. Di bawah bendera DANONE-AQUA, kini AQUA memiliki lebih dari 1.000.000 titik distribusi yang dapat diakses oleh pelanggannya di seluruh Indonesia.

Serangkaian penghargaan internasional yang telah diterima Aqua. Pabrik Aqua merupakan yang pertama kali di kawasan Asia yang mendapatkan sertifikan ISO 9002. Selanjutnya survey pembaca Readers Digest di Singapura menempatkan Aqua sebagai Super Brand tahun 1999 dan 2000. Aqua merupakan perusahaan pertama yang mendorong perkembangan proses daur ulang botol-botol bekas.

b. PT Coca-Cola Bottling

Coca-Cola Bottling Indonesia merupakan salah satu produsen dan distributor minuman ringan terkemuka di Indonesia. Coca-cola Bottling memproduksi dan mendistribusikan produk-produk berlisensi dari The Coca-Cola Company. Coca-Cola Bottling Indonesia merupakan nama dagang yang terdiri


(33)

 

dari perusahaan-perusahaan patungan (joint venture) antara perusahaan-perusahaan lokal yang dimiliki oleh pengusaha-pengusaha independen dan Coca-Cola Amatil Limited, yang merupakan salah satu produsen dan distributor terbesar produk-produk Coca-Cola di dunia. Coca-Cola Amatil pertama kali berinvestasi di Indonesia pada tahun 1992. Mitra usaha Coca-Cola saat ini merupakan pengusaha Indonesia yang juga adalah mitra usaha saat perusahaan ini memulai kegiatan usahanya di Indonesia. Produksi pertama Coca-Cola di Indonesia dimulai pada tahun 1932 di satu pabrik yang berlokasi di Jakarta. Produksi tahunan pada saat tersebut hanya sekitar 10.000 krat dengan memperkerjakan 25 karyawan. Sejak tahun 1932 hingga tahun 1980-an, telah berdiri 11 perusahaan independen di seluruh Indonesia untuk memproduksi dan mendistribusikan produk-produk The Coca-Cola Company. Pada awal tahun 1990-an, beberapa diantara perusahaan-perusahaan tersebut mulai bergabung menjadi satu. Tepat pada tanggal 1 Januari 2000, sepuluh dari perusahaan-perusahaan tersebut bergabung dalam perusahaan-perusahaan yang kini dikenal sebagai Coca-Cola Bottling Indonesia.

Cola Bottling Indonesia memproduksi merek-merek inti seperti Coca-Cola, Sprite, Fanta, dan Frestea di dalam pabrik-pabriknya yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk menjaga agar mutu minuman yang dihasilkan sesuai dengan standar, maka PT Coca-cola Bottling menerapkan dengan ketat proses produksi yang diakui secara internasional. Pemberian kode-kode pada setiap produk merupakan bagian terpenting dari keseluruhan proses. Dengan pemberian kode-kode tersebut bertujuan untuk menjaga agar para pelanggan mendapatkan minuman dengan rasa yang terbaik.

c. PT Sinar Sosro

PT. Sinar Sosro adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang teh. PT Sinar Sosro berdiri pada tahun 1974 merupakan perusahaan minuman teh siap minum dalam kemasan botol yang pertama di Indonesia dan di dunia. Perusahaan ini memproduksi minuman teh dalam botol yang bernama Teh Botol, Fruit Tea, Joy Tea dan lain-lain. Keterangan untuk produk-produk tersebut adalah sebagai berikut:


(34)

 

a. Teh botol Sosro menggunakan bahan baku: air, gula industri dan teh hijau yang dicampur dengan bunga melati dan bunga gambir (dikenal dengan teh wangi).

b. Fruit Tea menggunakan bahan baku yakni: air, gula industri, teh hitam dan konsentrat sari buah asli.


(35)

 

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Struktur Pasar Industri Minuman Ringan di Indonesia

Analisis struktur industri minuman ringan di Indonesia dapat diketahui dengan melihat pangsa pasar dari perkembangan penjualan masing-masing perusahaan, konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR4) dan besarnya hambatan masuk pasar. Namun, untuk pangsa pasar dari masing-masing perusahaan minuman ringan tidak dapat ditentukan, karena adanya keterbatasan data penjualan. Untuk itu langsung melihat faktor CR4, karena CR4 diasumsikan sebagai langkah penting pertama dalam upaya melakukan analisis persaingan. Ketiga faktor tersebut memperlihatkan bagaimana ukuran persaingan antara perusahaan-perusahaan minuman ringan Indonesia suatu pasar.

5.1.1. Analisis Rasio Konsentrasi

Konsentrasi merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan oligopolis dimana mereka menyadari adanya saling ketergantungan. Untuk menganalisis struktur pasar pada pembahasan ini adalah dengan menggunakan rasio konsentrasi. Pengukuran rasio konsentrasi dilakukan pada empat perusahaan terbesar (CR4) dalam industri minuman ringan di Indonesia. Pengelompokan empat perusahaan didasarkan pada nilai output yang dihasilkan oleh empat perusahaan terbesar terhadap total output industri minuman ringan.

Menurut Jaya (2001) penggabungan empat perusahaan terbesar yang memiliki pangsa pasar 60 sampai 100 persen menghasilkan struktur pasar yang bersifat oligopoli ketat, dimana kesepakatan diantara mereka untuk menetapkan harga relatif mudah. Namun untuk penggabungan empat perusahaan terbesar yang memiliki pangsa pasar 40 persen atau kurang dari pangsa pasar menghasilkan struktur pasar yang bersifat oligopoli longgar.


(36)

 

Tabel 5.1. CR4 Industri Minuman Ringan Indonesia 1995-2009

Tahun CR4(persen) Tahun CR4 (persen) 1995 35,07 2003 31,36 1996 36,92 3004 30,76 1997 35,47 2005 28,95 1998 35,46 2006 22,95 1999 34,48 2007 29,12 2000 41,35 2008 27,85 2001 40,21 2009 31,50 2002 42,87

Sumber: BPS (diolah)

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5.1. terlihat bahwa struktur pasar yang terjadi dalam industri minuman ringan di Indonesia bersifat oligopoli longgar denga rata-rata rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) selama periode 1995 sampai 2009 adalah sebesar 33,62 persen.

Nilai CR4 menunjukan tren yang menurun setiap tahunnya dapat dilihat pada Lampiran 10. Menurunnya nilai CR4 disebabkan karena bertambahnya jumlah perusahaan minuman ringan, sehingga pangsa pasar empat perusahaan terbesar diambil alih oleh perusahaan lain yang mengakibatkan konsentrasi pasar empat perusahaan terbesar semakin menurun. Hal ini menunjukan bahwa kesepakatan antar perusahaan minuman ringan untuk menetapkan harga sangat sulit dilakukan atau tidak mungkin.

5.1.2. Analisis Hambatan Masuk Industri

Menurut Jaya (2001), hambatan masuk pasar merupakan segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan, kesempatan atau kecepatan masuknya pesaing baru. Masuknya perusahaan pendatang baru akan menimbulkan sejumlah implikasi bagi perusahaan yang sudah ada, misalnya kapasitas bertambah, terjadinya perebutan pasar (market share) serta perebutan sumber daya produksi yang terbatas. Kondisi ini menimbulkan ancaman bagi perusahaan yang sudah ada.

Salah satu yang dapat menjadi hambatan masuk pasar adalah keberadaan perusahaan terbesar yang telah ada sebelumnya dalam dunia industri. Hal ini


(37)

 

dapat dilihat dari MES. Nilai MES diperoleh dari persentase output perusahaan terbesar terhadap total output industri minuman ringan. Tingginya MES dapat menjadi penghalang bagi pesaing baru untuk memasuki pasar suatu industri.

Tabel 5.2. MES Industri Minuman Ringan Indonesia 1995-2009

Tahun MES Tahun MES 1995 10,03 2003 8,57

1996 12,50 2004 10,62 1997 11,67 2005 9,18 1998 11,38 2006 8,52 1999 10,70 2007 17,54 2000 17,19 2008 10,17 2001 14,45 2009 10,11 2002 25,00

Sumber: BPS (diolah)

Menurut Comanor dan Wilson (1967), MES yang lebih besar dari 10 persen menggambarkan hambatan masuk yang tinggi pada suatu industri. Nilai MES yang tinggi tersebut dapat menjadi penghalang bagi masuknya perusahaan baru kedalam pasar industri di Indonesia.

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5.2. terlihat bahwa hambatan masuk indusri minuman ringan di Indonesia termasuk tinggi dengan rata-rata nilai MES dari tahun 1995 sampai 2009 sebesar 12,51 persen. Tingginya MES tersebut dapat menjadi penghalang masuknya perusahaan baru kedalam industri minuman ringan di Indonesia yang dipengaruhi adanya ketentuan standar syarat mutu produk. Meskipun hambatan masuk industri minuman ringan termasuk tinggi namun tren MES menunjukan nilai yang menurun setiap tahun (Lampiran 11). karena bertambahnya jumlahperusahaan sehingga mengurangi pangsa pasar dari empat perusahaan terbesar (CR4) yang berarti hambatan masuk (barrier of entry) menjadi berkurang

5.2. Analisis Perilaku Industri Minuman Ringan di Indonesia

Perilaku perusahaan di pasar merupakan kebijakan perusahaan tentang produk dan jasa dari barang yang dijual yang berasal dari struktur pasar yang dihadapinya, termasuk kemungkinan adanya perubahan kebijakan yang dibuat


(38)

 

sebagai reaksi terhadap kebijakan produk dan harga yang dibuat oleh pesaing. Analisis perilaku pasar dilakukan secara deskriptif dengan mengacu pada struktur. Berdasarkan hasil analisis, struktur pasar industri minuman ringan di Indonesia bersifat oligopoli. Hal ini akan menimbulkan beberapa periaku yang dilakukan oleh para pelaku industri pada industri minuman ringan di Indonesia. Perilaku yang dilakukan tersebut antara lain strategi harga, produk dan promosi.

5.2.1. Strategi Harga

Pada umumnya, strategi dalam penentuan harga dimiliki oleh setiap perusahaan yang bersaing dalam suatu industri. Pada industri minuman ringan dimana menurut analisis memiliki struktur pasar oligopoli berarti adanya saling ketergantungan dan saling memengaruhi antara suatu perusahaan dengan pesaing-pesaing lainnya. Industri minuman ringan berada pada struktur persaingan oligopoli longgar, maka perusahaan-perusahaan dalam industri minuman ringan kurang potensial untuk melakukan kolusi. Sehingga perusahaan tidak dapat menentukan harga sesuai keinginan mereka karena harus tetap mempertimbangkan kemampuan membeli masyarakat yang masih memiliki kekuatan dalam memengaruhi penetapan harga.

Penetapan harga pada perusahaan dalam industri minuman dipengaruhi penetapan harga oleh pesaing lainnya, terbukti pada harga-harga minuman ringan yang tidak jauh berbeda antara satu dan lainnya selama produk tersebut masih sejenis. Sebagai contoh harga minuman sari buah atau jus kemasan dengan isi 330 ml sampai 360 ml yaitu: Nutri Sari ukuran 330 ml Rp 6200, Fit Aktive ukuran 330 ml Rp 6200, Minute Maid ukuran 360 ml Rp 6450 dimana keempat merek tersebut merupakan output dari perusahaan yang berbeda.

5.2.2. Strategi Produk

Pada umumnya, suatu industri perlu melakukan strategi dalam hal menghasilkan produk yang berkualitas agar dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Suatu perusahaan tidak dapat bertahan hidup tanpa menciptakan produk yang baru. Produk yang sebelumnya dihasilkan akan menjadi semakin


(39)

 

dewasa dan pada suatu saat nanti akan mengalami penurunan sehingga layak untuk digantikan.

Menurut Jaya (2001), strategi produk harus selalu mengikuti perkembangan produk itu sendiri. Karena posisi produk dalam siklus selalu berubah, maka strategi yang diambil harus selalu disesuaikan. Pemeriksaan berkala terhadap produk-produk yang dihasilkan akan memberikan informasi dimana posisi produk tersebut berada dalam siklus produk. Suatu produk memiliki daur hidup tersendiri yang terdiri dari fase perkenalan (introduction), fase pertumbuhan (growth), fase kedewasaan (maturity) dan fase penurunan (decline).

Fase perkenalan, suatu produk masih mencari jati dirinya dipasar. Sehingga tingkat penjualannya masih rendah karena konsumen belum mengenal produk tersebut. Oleh karena itu perusahaan akan melakukan upaya-upaya untuk memasarkan produk tersebut salah satu caranya yaitu dengan riset dan pengembangan produk serta proses modifikasi produk dan membangun jaringan distribusi. Seiring berjalannya waktu desain produk sudah dapat dikatakan mulai stabil dan penentuan kapasitas produksi dimasa akan datang sangat diperlukan. Penambahan kapasitas produksi harus selalu siap dilakukan untuk mengantisipasi kenaikan permintaan barang yang dihasilkan. Adanya kenaikan permintaan menandakan bahwa nilai penjualan juga meningkat, hal tersebut akan memancing datangnya produk-produk para perusahaan pesaing yang siap untuk menggeser kedudukan perusahaan. Jika perusahaan tidak dapat meningkatkan kinerjanya maka penjualan produk akan terus menurun dan mencapai titik akhir dari siklus produk yaitu fase penurunan (decline).

Masalah penurunan ini harus diatasi dimana perusahaan harus mempertahankan kapasitas produksi yang ada dengan dilakukannya inovasi-inovasi produksi agar tidak kehilangan pangsa pasar. Cara untuk meningkatkan penjualan yaitu pertama, mengembangkan atau memperbaharuhi produk. Salah satu yang mewakili kebutuhan konsumen yaitu merebaknya produk-produk yang bertema kepraktisan yang menggambarkan bahwa konsumen menginginkan produk yang praktis untuk dikonsumsi. Sebagai contoh, PT Sinar Sosro mengeluarkan produk teh dalam kemasan gelas/pouch karena produk ini lebih praktis daripada teh botol dalam kemasan botol kaca.


(40)

 

Kedua, menciptakan produk baru dari produk yang telah ada sebelumnya. Sebagai contohnya dalam industri minuman ringan PT Coca-cola Bottling yang terkenal dengan produk minuman berkarbon juga memproduksi minuman isotonik dengan merek Powerade Isotonik yang mampu menghilangkan dahaga dan menggantikan mineral dan karbohidrat dalam tubuh yang hilang saat berolahraga atau melakukan aktivitas yang berat. Peluncuran produk ini dianggap akan menarik minat beli masyarakat mengingat kesehatan merupakan variabel yang penting dalam kelangsungan hidup seseorang.

Ketiga, melakukan diferensiasi produk dengan tidak hanya memproduksi satu jenis produk saja. Strategi ini dilakukan agar konsumen tidak merasa bosan dengan suatu produk. Hal ini dilakukan oleh PT Coca-Cola Amatil Bottling dan PT Sinar Sosro. PT Coca-Cola Amatil Bottling tidak hanya memproduksi minuman bersoda, mereka juga memproduksi air mineral dengan merk dagang Ades dan minuman sari buah seperti Minute Maid. Minute Maid dipasarkan sebagai minuman sari buah jeruk dari buah asli dengan vitamin C dan bulir jeruk asli (pulp). Seiring dengan berkembangnya waktu, The Coca-Cola Company melakukan inovasi dan meluncurkan berbagai rasa dan varian untuk merek Minute Maid. Sedangkan PT Sinar Sosro tidak hanya memproduksi minuman dengan tema teh, mereka juga memproduksi air mineral dalam kemasan dengan merk Prima dan juga minuman sari buah dengan merk dagang Country Choice.

5.2.3. Strategi Promosi

Strategi promosi merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan penjualan dengan menginformasikan kepada konsumen tentang adanya suatu produk di pasar sehingga dapat menarik minat konsumen akan produk tersebut. Pada dasarnya banyak strategi promosi yang dilakukan oleh industri miuman ringan salah satunya dengan iklan, diskon atau pemotongan harga dan product display di tempat penjualan.

Strategi yang paling banyak digunakan adalah melalui iklan (media cetak atau media elektronik). Iklan merupakan media promosi yang paling sering digunakan karena lebih mudah dijangkau secara luas baik melalui media cetak atau media elektronik. Iklan dapat dibuat semenarik mungkin untuk menarik


(41)

 

perhatian konsumen. Contoh nyata dalam periklanan mnuman ringan yaitu iklan Coca-Coa yang menonjolkan kesegaran produk dan mempunyai tagline “Hidup ala Coca-Cola”. The Botol Sosro juga menonjolkan keunggulan produk yang sesuai untuk dikonsumsi kapan saja dan dapat dipadukan dengan berbagai jenis makanan sehingga mempunyai tagline “Apapun makanannya, minumnya Teh Botol Sosro”.

Diskon mempunyai daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Banyak konsumen yang lebih tertarik pada produk yang murah namun memiliki kualitas yang baik. Diskon ada beberapa macam, diantaranya potongan harga langsung, penambahan isi dalam kemasan dengan harga tetap (ekstra isi), bonus produk (misal beli dua produk akan mendapatkan tambahan satu produk gratis), dan sebagainya.

Media lain yang digunakan dalam mempromosikan produk adalah melalui tempat dimana produk tersebut terjual yang dinamanakan product display. Media promosi tersebut dapat menarik perhatian konsumen yang melewati sehingga membelinya. Tempat yang terdapat product display antara lain supermarket, toko, mall, warung dan lain-lain.

Strategi-strategi diatas hanya sebagian usaha yang dilakukan perusahaan untuk mempromosikan produk. Masih ada cara lain yang dapat dilakukan untuk mempromosikan produk kepada konsumen, misalnya dengan sebagai sponsor suatu acara misalnya kegiatan olahraga, konser dan lain-lain.

5.3. Analisis Kinerja Industri Minuman Ringan di Indonesia

Salah satu indikator yang digunakan untuk menganalisis kinerja industri minuman ringan di Indonesia adalah melalui perolehan keuntungan dalan industri. Namun data mengenai keuntungan perusahaan tidak dapat dipublikasikan. Untuk mengganti data keuntungan perusahaan maka digunakan Price Cost Margin (PCM) sebagi proksi keuntungan dari perusahaan minuman, Efisiensi internal (X-Eff) menunjukan tingkat efisiensi suatu industri dalam meminimalisasi biaya produksi dan Growth yang menggambarkan pertumbuhan produk industri dari tahun ke tahun.


(42)

 

Sumber: BPS (diolah)

Gambar 5.1. Fluktuasi PCM, Growth dan X-eff

Fluktuasi PCM dan X-Eff memiliki tren yang cenderung meningkat. Fluktuasi PCM tergolong stabil dengan peningkatan dan penurunan yang tidak terlalu tajam. Peningkatan mulai terlihat dari tahun 1999 sampai tahun 2005 dan cenderung stabil pada tahun berikutnya sampai tahun 2009. Nilai X-Eff pada tahun 2000 sampai tahun 2003 cenderung meningkat namun pada tahun berikutnya mengalami penurunan sampai dengan tahun 2006. Sementara itu, fluktuasi Growth sangat tajam sehingga variabel Growth tidak memiliki tren tertentu dimana peningkatan dan penurunan terjadi secara tajam dari tahun ke tahun.

Berdasarkan data pada Lampiran 2, Lampiran 3 dan Lampiran 5 nilai rata-rata PCM, X-Eff dan Growth dari tahun 1995 sampai 2009 adalah 40,66 persen, 94,51 persen dan 15,41 persen. Nilai terendah PCM terjadi pada tahun 1995 yaitu sebesar 24,01 persen, nilai terendah X-Eff sebesar 50,94 persen pada tahun 1998 dan nilai terendah Growth bernilai -13,28 persen pada tahun 2009. Nilai PCM dan X-Eff tertinggi terjadi pada tahun 1999 yaitu sebesar 49,71 persen dan 134,68 persen. Kondisi ini membuktikan bahwa pertumbuhan pendapatan (PCM) memiliki hubungan positif dengan efisiensi internal (X-Eff), dimana tingginya pertumbuhan pendapatan dapat mencerminkan tingginya efisiensi perusahaan. Tingginya nilai pertumbuhan pendapatan (PCM) dan efisiensi internal (X-Eff) dapat disebabkan adanya inovasi produk yang lebih baik, dimana efisiensi dan


(43)

 

inovasi merupakan kombinasi yang solid bagi perusahaan untuk mendapatkan tingkat keuntunagan yang tinggi.

Fluktuasi nilai Growth cukup tajam dimana Growth terendah bernilai -13,28 persen dan nilai tertinggi sebesar 38,97 persen. Nilai pertumbuhan terendah pada tahun 2009 diduga karena adanya krisis ekonomi pada tahun 2008. Krisis ini membuat perusahaan-perusahaan yang tidak dapat bertahan dalam kondisi krisis akan mengalami kemunduran. Penurunan ini tentunya akan berpengaruh pada turut menurunnya jumlah output yang dihasilkan industri minuman ringan hingga pertumbuhannya bernilai negatif.

Nilai PCM, Growth dan X-Eff yang digambarkan diatas menunjukan bahwa rata-rata nilai ketiga variabel tersebut cukup tinggi. Selain itu tren fluktuasi nilai PCM dan X-Eff cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari kedua faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa kenerja industri minuman ringan di Indonesia cukup baik.

5.4. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Minuman Ringan di Indonesia

Metode Kuadrat Terkecil Biasa atau Ordinary Least Square (OLS) digunakan untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi kinerja dalam industri minuman ringan periode 1995 sampai 2009. Estimasi ini dilakukan dengan menggunakan program software Ewiews 6. Hasil regresi tersebut dapat dilihat pada Table 5.3. dimana menurut Gujarati (1995) model ekonometrika yang baik harus memenuhi kriteria ekonometrika dan kriteria statistik. Berdasarkan kriteria ekonometrika, model harus sesuai dengan asumsi klasik yang artinya harus terbebas dari gejala multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Kesesuaian model dengan kriteria statistik dilihat dari hasil uji koefisien determinasi (R2), uji F dan uji t.


(44)

 

Tabel 5.3. Hasil Estimasi PCM Industri Minuman Ringan di Indonesia

Variabel Coefficient Prob VIF

CR4 0,278548 0,0232 1,6

X-Eff 0,290353 0,0000 1,6

Growth 0,003616 0,8999 1,1

Produktivitas TK 0,00000506 0,0104 2,3

C -0,127767 0,9774

R-Squared 0,955230 Prob(F-Statistic) 0,000001

Durbin-watson stat 1,945045

Berdasarkan Tabel 5.3. diperoleh uji F yang signifikan pada taraf nyata 5 persen (0,05), karena nilai probabilitas Fstat sama dengan 0,000001 yang lebih kecil dari taraf nyata 0,05. Hal ini berarti minimal ada satu peubah bebas yang berpengaruh nyata dalam model. Kemudian nilai koefisien determinasi ( R-squared) yang diperoleh sebesar 0,955230 persen yang menunjukkan tingkat kecocokan model yang tinggi. Interpretasi dari nilai R-squared ini adalah sebesar 95,5230 persen PCM dapat dijelaskan oleh variabel Rasio Konsentrasi Empat Perusahaan, Efisiensi Internal, Pertumbuhan Produk dan Produktivitas Tenaga Kerja, sedangkan sisanya sebesar 4,477 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar persamaan. Berdasarkan hasil uji t dapat dilihat dari nilai probabilitas masing-masing variabel independennya. Variabel CR4, X-Eff dan produktivitas tenaga kerja memiliki nilai probabilitas masing-masing 0,0232; 0,0000 dan 0,0104 yang nilainya lebih kecil dari taraf nyata 5 persen sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap PCM. Sementara variabel Growth yang memiliki nilai probabilitas 0,8999 yang nilainya lebih besar dari taraf nyata 5 persen sehingga dapat disimpulkan bahwa Growth tidak berpengaruh nyata terhadap PCM.

Hasil uji normalitas diperlihatkan pada Lampiran 7 dan didapatkan hasil bahwa probabilitas Jaque Bera lebih besar daripada taraf nyata yang digunakan


(45)

 

(0,872830 > 0,05). Berdasarkan hal tersebut maka sudah cukup bukti untuk menerima H0 yang artinya residual dalam model sudah menyebar normal.

Untuk mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test dengan ketentuan nilai probabilitas Obs*R-Squared harus lebih besar dari taraf nyatanya untuk membuktikan tidak adanya gejala autokorelasi pada model. Hasil pengolahan (Lampiran 9) didapatkan nilai probability Obs*R-Squared adalah sebesar 0,8396. Nilai taraf nyata yang digunakan adalah 5 persen. Sehingga dapat diambil kesimpulan dengan melihat nilai probability Obs*R-Squared yang lebih besar dari taraf nyata maka model yang dirumuskan tidak mengandung autokorelasi.

Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji Breusch Pagan Godfrey dengan ketentuan probability Obs*R-Squared harus lebih besar dari taraf nyatanya untuk membuktikan tidak adanya variabel pengganggu yang memiliki varians sama pada model. Dari hasil uji yang telah dilakukan diketahui bahwa nilai probability Obs*R-Squared lebih besar dari taraf nyata 5 persen yaitu 0,9108. Artinya model yang dirumuskan pada penelitian ini tidak mengalami gejala heteroskedastisitas dapat dilihat pada Lampiran 8.

Indikasi tidak adanya multikolinieritas atau korelasi antar variabel pada sebuah model adalah jika dalam uji-F disimpulkan signifikan dan R-squared yang tinggi namun hanya sedikit variabel yang signifikan. Dari hasil pengolahan data terlihat hanya satu variabel yang tidak signifikan pada taraf nyata 0,05. Variabel tersebut adalah pertumbuhan produk. Hal ini berarti dalam pengolahan data tidak terjadi pelanggaran asumsi multikolinieritas. Namun untuk memastikan hal tersebut, pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor), dengan ketentuan nilai VIF (Variance Inflation Factor) harus lebih kecil dari 10 untuk membuktikan tidak adanya multikolinearitas. Dari hasil uji yang telah dilakukan diketahui bahwa nilai VIF (Variance Inflation Factor) lebih kecil dari 10. Artinya model yang dirumuskan pada penelitian ini tidak mengalami gejala multikolinearitas (Tabel 5.3).


(46)

 

5.5. Interpretasi Model

Selain uji statistik, untuk menyatakan bahwa model regresi yang dihasilkan adalah baik harus dilakukan uji secara ekonomi. Untuk melihat kesesuaian hasil regresi dengan kriteria ekonomi dilakukan dengan melihat kecocokan tanda dan nilai koefisien penduga dengan teori ekonomi atau nalar.

Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan dengan nilai t-statistik (uji-t) di atas, dari empat variabel yang digunakan ada satu variabel yang tidak signifikan dalam taraf nyata 5 persen (0,05). Variabel tersebut adalah pertumbuhan produk (growth). Variabel ini tidak signifikan namun tanda koefisien sesuai dengan hipotesis yaitu positif. Tidak signifikannya variabel growth ini dapat diduga karena berdasarkan data yang diperoleh, fluktuasi nilai Growth cukup tajam sehingga tidak memiliki tren tertentu yang dapat menggambarkan kondisinya.

Variabel Rasio Konsentrasi Empat Perusahaan (CR4) berdasarkan hasil estimasi memiliki koefisien 0,278548. Hal ini menunjukkan bahwa variabel CR4 berpengaruh nyata dan signifikan terhadap keuntungan (PCM) sebesar 0,278548 persen. Hal ini dikarenakan nilai probabilitas dari t-statistik tersebut sebesar 0,0232 yang lebih kecil dari 0,05 (taraf nyata 5 persen). Artinya jika terjadi peningkatan CR4 satu persen, maka tingkat keuntungan yang dihasilkan akan meningkat sebesar 0,278548 persen, dimana variabel lain dianggap tetap (cateris paribus). Hasil estimasi ini sesuai dengan hipotesis. Menurut Leonard Weiss dengan suatu regresi berganda mendapatkan suatu hubungan positif antara keuntungan dengan produk-produk konsentrasi tinggi. Adanya hubungan positif antara keuntungan dan tingkat konsentrasi ini adalah merupakan hambatan masuk bagi perusahaan baru. Karena dengan keuntungan yang mereka dapatkan, perusahaan-perusahaan yang ada pada industri itu berusaha untk meningkatkan lagi konsentrasinya.

Variabel X-Eff signifikan terhadap peningkatan PCM pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien variabel X-Eff bernilai positif yang berarti peningkatan nilai X-Eff sebesar 1 persen akan meningkatkan PCM sebesar 0.290353 persen, dimana variabel lain dianggap tetap (cateris paribus). Ini berarti hubungan PCM dan X-Eff sesuai dengan hipotesis awal penelitian.


(1)

Lampiran 8. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.615377 Prob. F(4,10) 0.6614

Obs*R-squared 2.962935 Prob. Chi-Square(4) 0.5640 Scaled explained SS 0.993045 Prob. Chi-Square(4) 0.9108


(2)

61   

Lampiran 9. Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.095457 Prob. F(2,8) 0.9100


(3)

Lampiran 10. Tren CR4

Sumber: BPS (diolah)

y = ‐0.742x + 1519. R² = 0.370

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

1990 1995 2000 2005 2010

CR4

 

(Persen)

Tahun

CR4 (persen)


(4)

63   

Lampiran 11. Tren MES

Sumber: BPS (diolah)

y = ‐0.068x + 149 R² = 0.004

0 5 10 15 20 25 30

1990 1995 2000 2005 2010

MES

 

(Persen)

Tahun

MES


(5)

ETIKA LAYUNG PRASTIWI. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Minuman Ringan di Indonesia (dibimbing oleh Sri Hartoyo).

Sektor industri mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Secara umum sektor ini memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan penerimaan devisa. Hal ini disebabkan karena sektor industri memiliki variasi produk yang sangat beragam dan mampu memberikan manfaat yang tinggi kepada pemakainya. Perkembangan teknologi dan perekonomian membuat pola hidup masyarakat dalam berkonsumsi turut berubah. Kepraktisan menjadi hal penting dalam berkonsumsi. Produk-produk yang bersifat siap saji mulai diminati di pasar, salah satunya adalah minuman ringan. Konsumsi minuman ringan yang meningkat serta pengeluaran masyarakat untuk minuman ringan yang semakin tinggi menyebabkan industri minuman ringan memiliki potensi yang amat besar untuk dikembangkan. Fenomena yang selanjutnya terjadi adalah timbulnya kekuatan-kekuatan ekonomi yang mengarah kepada terbentuknya konsentrasi kekuatan pasar. Kekuatan-kekuatan ini akan memengaruhi struktur pasar di dalam industri. Kecenderungan yang akan timbul adalah terbentuknya struktur pasar yang mengarah pada monopoli ataupun oligopoli. Selanjutnya struktur pasar tersebut akan memengaruhi perilaku perusahaan pada industri ini sehingga akan memengaruhi kinerja perusahaan tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur, perilaku dan kinerja serta faktor-faktor yang memengaruhi kinerja industri minuman ringan di Indonesia. Untuk mencapai tujuan penelitian digunakan data sekunder dari tahun 1995 hingga tahun 2009. Metode analisis yang digunakan yaitu metode deskriptif

untuk menganalisis perilaku industri minuman ringan di Indonesia dan metode

kuantitatif untuk menganalisis struktur dan kinerja industri minuman ringan dengan

pendekatan SCP (Structure-Conduct-Performance) serta untuk analisis faktor-faktor

yang memengaruhi kinerja industri minuman ringan di Indonesia digunakan

pendekatan OLS (Ordinary Least Square). Tingkat keuntungan (PCM) diduga

dipengaruhi oleh rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4), tingkat

pertumbuhan produk (Growth), efisiensi internal (X-Eff), dan produktivitas tenaga kerja.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari hasil analisis SCP didapatkan bahwa struktur pasar industri minuman ringan di Indonesia adalah oligopoli longgar. Dari segi kinerja industri minuman ringan dapat dilihat dari tingkat keuntungan (PCM) dan nilai efisiensi-X (X-Eff). Perilaku pasar dalam industri minuman ringan dapat dilihat dari strategi harga, strategi produk dan strategi


(6)

promosi. Berdasarkan hasil analisis OLS yang digunakan untuk mengestimasi

Price Cost Margin (PCM) atau tingkat keuntungan, diperoleh bahwa rasio konsentrasi empat perusahaan (CR4), efisiensi internal (X-Eff) dan produktivitas

tenaga kerja berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen terhadap tingkat keuntungan. Sedangkan variabel pertumbuhan produk (Growth) tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat keuntungan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa struktur pasar industri miuman ringan bersifat oligopoli longgar yang akan mengarah pada tujuan persaingan yaitu inovasi dan efisiensi sehingga diharapkan bagi industri minuman ringan agar mengembangkan inovasi produk minuman ringan yang dihasilkan sehingga dapat bersaing dengan perusahaan lain tidak hanya dari sisi harga tetapi juga dari sisi kualitas.