28 kondisi pasar. Kinerja pasar dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti harga,
keuntungan, dan efisiensi. Harga sering dijadikan sebagai faktor terpenting dalam pembedaan kinerja
pasar yang bersaing sempurna dengan pasar yang tidak bersaing. Pada pasar persaingan sempurna harga jual yang terjadi di pasar cenderung lebih rendah karena
mengikuti gejolak pasar yang berlangsung dikarenakan di dalam pasar tidak ada satupun produsen yang dapat mengendalikan pasar. Sebaliknya pada pasar yang
tidak bersaing seperti monopoli harga jual di pasaran cenderung tinggi karena produsen monopolis memiliki kemampuan penuh guna mengendalikan pasar
sehingga monopolis dapat menentukan harga jual yang tinggi sesuai kehendaknya dibanding harga jual yang ditentukan oleh persaingan pasar sempurna.
Dalam hal keuntungan, pasar persaingan sempurna akan menerima keuntungan normal normal profit. Produsen umumnya berproduksi pada situasi
harga sama dengan biaya marjinal dan biaya rata-rata. Sebaliknya pada pasar monopoli, keuntungan yang diterima adalah super normal extra profit karena
produsen berproduksi pada tingkat harga diatas biaya rata-rata pada rentangan kurva biaya rata-rata yang sedang menurun. Dengan kata lain, monopolis sengaja
berproduksi pada situasi kapasitas produksi yang rendah sehingga keuntungan yang diperolah menjadi lebih tinggi. Akibat dari penentuan keuntungan ini akan
mempengaruhi efisiensi ekonomi.
2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai analisis Struktur, Perilaku, Kinerja telah banyak dilakukan, terutama penelitian mengenai industri. Beberapa penelitian mengenai
analisis struktur, perilaku, kinerja industri diantaranya:
29 1.
Sari 2011 dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Struktur, Perilaku, Kinerja Industri Pengolahan Susu di Indonesia, menyimpulkan bahwa bentuk
struktur pasar industri susu di Indonesia adalah oligopoli ketat dengan rata-rata ratio konsentrasi empat perusahaan terbesar CR
4
sebesar 72.68 persen, hambatan masuk pasar dengan melihat nilai MES sebesar 29.05 persen yang
tergolong cukup tinggi. Perilaku industri pengolahan susu ini dapat dilihat dari strategi penerapan harga, strategi produk, dan promosi. Kinerja industri ini
tergolong rendah dengan nilai PCM sebesar 25.10 persen, growth sebesar 37.62 persen, dan x-eff sebesar 20.32 persen. Hasil kinerja yang masih rendah
ini disimpulkan terjadi karena dalam proses produksi terjadi peningkatan biaya dan industri belum mampu menekan biaya produksi dengan baik.
2. Sucianti 2011 dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Struktur, Perilaku,
dan Kinerja Industri Pakan Ternak di Indonesia menyimpulkanbahwa struktur industri pakan ternak di Indonesia tergolong dalam pasar oligopoli longgar
dengan rata-rata konsentrasi sebesar 38.33 persen. Penetapan harga bergantung pada harga bahan baku pakan, peningkatan mutu produk ditingkatkan sesuai
dengan SNI, promosi yang dilakukan melalui iklan, majalah, dan internet. Kinerja industri dilihat dari nilai rata- rata PCM sebesar 20.43 persen, x-eff
sebesar 31.96 persen, dan growth sebesar 25.17 persen. Hal ini menyimpulkan bahwa kinerja perusahaan yang masih rendah belum dikelola dengan baik.
3. Is 2008 dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Daya Saing Kakao di
Pasar Internasional menyimpulkan bahwa struktur pasar kakao dipasar internasional menunjukkan kecenderungan ke arah pasar persaingan oligopoli
30 namun sedikit memiliki kekuatan monopoli dengan nilai CR
4
sebesar 82
persen dan nilai rata- rata Herfindahl Index sebesar 2.621. 4.
Rahmanu 2009 dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Daya Saing Industri Pengolahan dan Hasil Olahan Kakao Indonesia menyimpulkan
bahwa kakao olahan Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif pada tahun 1988 hingga tahun 1995 dengan nilai RCA dibawah satu dan memiliki
keungulan komparatif pada tahun 1996 sampai dengan tahun 2006 dengan nilai RCA diatas satu. Hal ini dikarenakan pada tahun 1988 sampai dengan
tahun 1995 nilai ekspor hasil olahan kakao masih relatif sedikit dan mulai meningkat pada tahun 1996 sampai dengan tahun 2006 seiring dengan
meningkatnya permintaan hasil olahan kakao dunia untuk memenuhi kebutuhan konsumsi industri makanan dan minuman dunia.
5. Yuliati 2010 dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Daya Saing Ekspor
Kakao Indonesia Tahun 2005-2009 menyimpulkan bahwa dengan hasil perhitungan Revealed Comparative Advantage RCA komoditi kakao
Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang tinggi. Pada periode tersebut nilai RCAnya selalu lebih besar dari satu dan Indeks konsentrasi pasar kakao
berada pada kisaran 39.47- 44.45 persen. Dari referensi penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka
dapat dibedakan bahwa penelitian yang dilakukan pada Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia mampu bersaing secara industrialisasi
dengan hasil struktur industri yang tercipta adalah oligopoli selama periode 2000- 2009. Struktur oligopoli dinilai mampu menghasilkan keuntungan yang cukup
tinggi dan mampu menciptakan persaingan yang kondusif, sehingga dapat
31 disimpulkan bahwa persaingan kakao di Indonesia akan lebih efektif jika dikelola
oleh industri pengolahan kakao. Penulis mengharapkan adanya keberlanjutan mengenai penelitian Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di
Indonesia yang lebih lanjut untuk melihat persaingan kakao di periode selanjutnya
III. KERANGKA PEMIKIRAN