Masyarakat kampung Gunung Batu diberikan benih sengon Paraserienthes falcataria
dan gmelina Gmelina arborea untuk ditanam disekitar rumah dan daerah penyangga kawasan. Pemberian bantuan benih dilakukan pada November
2009. Program Bank Bibit tidak terlihat di kedua desa selama pengambilan data. Adanya beberapa kendala di kedua desa yang menyebabkan program ini tidak
berjalan. Selain bantuan dan pelatihan tersebut, masyarakat diberikan uang sebesar Rp 25.000kegiatan yang diikuti.
Pemberian imbalan melalui penerapan mekanisme pembayaran jasa lingkungan air yang dilakukan tersebut tergolong pemberian imbalan non
finansial. Hal ini dikarenakan imbalan yang diberikan berupa kegiatan pelatihan dan bantuan bukan berupa dana. Sependapat dengan Gouyon 2004, bahwa
pemberian imbalan non finansial dilakukan melalui penyediaan infrastruktur, pelatihan, manfaat atau jasa-jasa lainnya bagi pihak yang menyediakan jasa
lingkungan.
5.1.5 Perkembangan mekanisme pembayaran jasa lingkungan air
Forpela TNGGP menerapkan perioditas kegiatan 3 tahunan dan periode terakhir berakhir di tahun 2009 Forpela TNGGP 2009. Kegiatan tiga tahunan
berikutnya disusun dalam sebuah Rencana Strategis Renstra Forpela TNGGP 2010-2013. Kegiatan pemberian bantuan dan pelatihan-pelatihan di desa Tangkil
dan Cinagara berlangsung antara tahun 2007-2009. Tidak ada kurun waktu perjanjian secara khusus untuk mekanisme pembayaran jasa lingkungan air itu
sendiri. Kurun waktu perjanjian yang diacu merujuk pada MoU antara pemanfaat air dengan Forpela TNGGP, dan antara Forpela TNGGP dengan BB TNGGP.
Antara rentang tahun 2009-2011, belum ada kegiatan yang dilakukan di desa Tangkil dan Cinagara. Saat ini, Forpela TNGGP masih melakukan
pengumpulan dana dari para pemanfaat air. Dana tersebut belum disalurkan untuk program di desa Tangkil dan Cinagara. Dana tersebut lebih banyak dialokasikan
untuk membantu kegiatan taman nasional seperti pengamanan kawasan dan program kerja Forpela TNGGP lainnya. Forpela TNGGP 2010 menyebutkan, di
tahun 2010, sebagian besar penerapan kegiatan Forpela TNGGP merupakan
lanjutan dari tahun-tahun sebelumnya. Program-program tersebut antara lain:
penguatan kapasitas keanggotaan Forpela TNGGP wilayah Cianjur, sosialisasi
program susunisasi dan bibit pohon, serta peningkatan kapasitas SDM pengelola pemberdayaan masyarakat melalui TOT petugas kehutanan.
Proses pengumpulan dana dari para pemanfaat hingga saat ini masih sulit dilakukan. Sebanyak dua dari lima pemanfaat air yang diwawancarai belum
bersedia memberikan kontribusi. Pemanfaat-pemanfaat bersedia membayarkan kontribusi apabila Forpela TNGGP melakukan kegiatan-kegiatan lingkungan atau
pemberdayaan masyarakat secara nyata. Selain itu, beberapa pemanfaat juga merasa kesulitan memberikan kotribusi dikarenakan belum adanya anggaran
khusus untuk pembayaran iuran keanggotaan. Pemanfaat-pemanfaat juga mempertanyakan transparansi keuangan Forpela
TNGGP. Pemanfaat yang telah memberikan kontribusi berupa iuran keanggotaan, tidak diberikan kwitansi pembayaran. Selain itu, pemanfaat khususnya yang
memberikan kontribusi tidak diberikan salinan laporan keuangan Forpela TNGGP. Dalam pernyataan keuangan yang diacu, tidak terdapat rincian
pengeluaran untuk pembiayaan kegiatan maupun program kerja Forpela. Hal ini juga menjadi salah satu penyebab pemanfaat pada akhirnya enggan memberikan
kontribusi. Kelompok tani yang dibentuk ketika penerapan mekanisme pembayaran
jasa lingkungan air hampir bubar. Mereka tidak melakukan kegiatan terkait pembayaran jasa lingkungan. Hal ini berdampak bagi pengelolaan bantuan-
bantuan yang diberikan. Bantuan domba yang diberikan di lokasi tersebut masih terkelola dengan baik. Domba-domba tersebut dititipkan pada beberapa warga.
Akan tetapi, terdapat pengelolaan bantuan yang tidak berjalan sesuai naskah kesepahaman. Contohnya pada pengelolaan PLTMH di kampung Gunung Batu
desa Tangkil. Sebagian besar anggota kelompok tani tidak bersedia membayar iuran untuk pengelolaan PLTMH dikarenakan alat pembangkit listrik tersebut
tidak berfungsi. PLTMH diberikan oleh YBUL pada November 2009 untuk digunakan
sebagai pembangkit listrik untuk kebutuhan masyarakat kampung Gunung Batu. Hal ini dikarenakan warga kampung Gunung Batu hidup tanpa adanya aliran
listrik. Namun, yang terjadi, PLTMH tersebut tidak mampu mengaliri listrik ke 80 KK yang ada di kampung Gunung Batu. Hal ini terjadi karena penempatan
PLTMH di lokasi tersebut dianggap kurang tepat, debit yang digunakan untuk memutar turbin sudah cukup. Namun, ketinggian tempat tidak memadai untuk
mengoperasikan PLTMH. Ketinggian tempat hanya 2,5 meter, sedangkan ketinggian minimal untuk pengoperasian PLTMH adalah 6 meter. Hal tersebut
membuat PLTMH hanya mampu mengaliri kebutuhan listrik untuk 20 KK. Adanya konflik yang terjadi di masyarakat kampung gunung batu sendiri,
pada akhirnya menyebabkan PLTMH tersebut tidak digunakan. Kondisi masyarakat kampung gunung batu berpendidikan rendah sehingga sering terjadi
kecemburuan sosial. Selain itu, masyarakat kampung gunung batu juga kurang memiliki kemauan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kelompok.
Kondisi yang demikian menyulitkan kelompok untuk mensosialisasikan program bantuan yang datang termasuk dari Forpela TNGGPESP-USAID.
Bantuan yang diterima masyarakat kampung Pojok desa Cinagara berupa dua unit WC umum juga tidak digunakan. Iuran yang diperuntukkan untuk
pengelolaan bantuan tersebut tidak dijalankan warga. Hal ini mengakibatkan fasilitas umum tersebut tidak bisa difungsikan lagi untuk keperluan MCK
masyarakat. Masyarakat kampung Pojok pada akhirnya kembali melakukan kegiatan MCK di aliran sungai Cinagara.
Gambar 9 Bantuan berupa WC umum di desa Cinagara. Program Bank Bibit tidak terlihat di kedua desa selama pengambilan data.
Adanya beberapa kendala di kedua desa yang menyebabkan program ini tidak berjalan. Berdasarkan hasil wawancara, anggota kelompok tani di kampung
Gunung Batu hanya diberikan benih untuk kemudian ditanam di sekitar rumah dan daerah penyangga taman nasional. Namun, sampai saat ini, hanya beberapa
warga yang kemudian menjadikan benih tersebut menjadi bibit tanaman. Bibit tanaman tersebut pada saat ini belum mencapai hasil panen.
Rencana peraturan mengenai pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan konservasi tidak jadi disusun oleh Dirjen PJLKKHL. Hal ini menyebabkan,
sampai saat ini aturan yang diacu dalam pelaksanaan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di kawasan TNGGP hanya berdasarkan surat edaran Dirjen PHKA,
perjanjian-perjanjian kerjasama,
naskah kesepahaman
serta peraturan
perundangan lain terkait pemanfaatan air secara umum.
5.2 Keterlibatan Para Pihak 5.2.1 Identifikasi para pihak