Solusi yang ditawarkan Permasalahan dan Solusi dalam Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Air di TNGGP

karena adanya pelimpahan bantuan dan program ke kelompok lain, serta banyak pihak yang tidak mengetahui perkembangan mekanisme yang dijalankan. 8. Monitoring dan evaluasi yang kurang berjalan baik Monitoring dan evaluasi monev yang kurang berjalan dengan baik menjadi salah satu hambatan terhadap mekanisme itu sendiri. Adanya monev yang baik memungkinkan keberlanjutan mekanisme ke arah yang lebih baik. Melalui monev, keterlibatan para pihak dalam mekanisme serta perkembangan yang terjadi dapat terus terpantau. Dalam mekanisme ini, hal tersebut terlihat masih kurang dilakukan. Hal ini berdampak pada keterlibatan para pihak yang kurang terkontrol dan perkembangan mekanisme yang dipertanyakan banyak pihak.

5.3.4 Solusi yang ditawarkan

Beberapa pihak menginginkan solusi untuk permasalahan-permasalahan tersebut dengan mengadakan pertemuan atau musyawarah besar Mubes. Musyawarah ini dilakukan sebagai salah satu cara untuk mengevaluasi mekanisme yang ada. Pada kesempatan tersebut, para pihak yang terlibat dan berpotensi terlibat dalam mekanisme ini diundang. Mubes ini sebaiknya difasilitasi oleh pihak yang memiliki kewenangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan para pihak yang sudah terlibat, misalnya Dirjen PHKA. Hal ini dilakukan agar evaluasi dapat berjalan baik dan para pihak tunduk kepada hasil evaluasi. Selain itu, mubes tersebut dapat menjadi salah satu sarana untuk menyampaikan perkembangan mekanisme, penguatan komitmen dari masing-masing pihak, menguatkan proses penyampaian informasi kepada pihak terkait serta merumuskan strategi seperti apa yang dapat dilakukan untuk pengembangan mekanisme pembayaran jasa lingkungan air di waktu mendatang. Musyawarah besar tersebut juga dapat menjadi dapat menjadi sarana untuk mengevaluasi kinerja Forpela TNGGP sebagai perantara utama dalam mekanisme ini. Hal ini dilakukan agar dapat dilakukan pembenahan atau tindakan lain apabila para pihak menilai kinerja Forpela TNGGP kurang baik. Beberapa pihak juga menginginkan adanya peraturan mengenai pemanfaatan jasa lingkungan air dan pengembangannya. Peraturan ini dibuat sebagai acuan mekanisme pembayaran jasa lingkungan air yang berjalan. Peraturan ini nantinya diharapkan mampu menertibkan para pemanfaat air yang belum memberikan kontribusi. Solusi lain yang dapat dilakukan adalah dengan merekomendasikan skema serta program kerja baru dalam penerapan mekanisme PJL di TNGGP. Skema mekanisme PJL di TNGGP dibuat lebih spesifik Lampiran 11 dengan menyertakan alternatif penggunaan lahan pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui mekanisme PJL dan cara lain untuk meningkatkat partisipasi masyarakat desa penyangga dalam upaya konservasi TNGGP. Selain itu, perjanjian kerjasama antar pihak dibuat dengan lebih rinci dengan menyertakan skema-skema pembayaran dan rincian pembiayaan untuk penerapan mekanisme PJL di desa penyangga. Program kerja yang dapat dilakukan sebagai alternatif solusi antara lain penguatan kapasitas kelompok tani dan pengajuan alternatif penggunaan lahan pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui mekanisme PJL. Penguatan kapasitas kelompok tani diawali dengan pendampingan secara intensif ke kelompok tani. Dalam pendampingan tersebut, anggota kelompok diberikan pengetahuan mengenai konsep PJL, peran dan fungsi kawasan TNGGP serta dampak yang akan terjadi jika upaya konservasi TNGGP tidak dilakukan secara bersama-sama. Selanjutnya, anggota kelompok tani diikutsertakan untuk memikirkan apa yang harus dilakukan anggota kelompok, alternatif bantuan atau usaha apa yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka dan sejalan dengan upaya konservasi kawasan TNGGP. Anggota kelompok tani diharapkan dapat menjadi subyek dan dilibatkan secara aktif dalam mekanisme ini. Hal ini akan memberikan dampak positif dalam penerapan mekanisme. Anggota kelompok tani yang diberikan pemahaman terhadap mekanisme ini akan bertanggungjawab terhadap jaminan ketersediaan jasa lingkungan air. Namun, hal ini juga harus diakomodasi dengan perjanjian kerjasama yang jelas antar pihak. Alternatif penggunaan lahan pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui mekanisme PJL dapat dilakukan dengan membuat kebun lindung atau kebun multistrata. Anggota kelompok tani di desa Tangkil dan Cinagara, pada umumnya merupakan petani sawah atau petani ladang. Petani ladang menanam singkong di lahan pribadi atau lahan HGU Hak Guna Usaha yang berada pada kelerengan yang cukup. Hal ini jika dibiarkan terus menerus dapat membayahakan masyarakat yang bermukim di bawahnya. Kebun lindung didefinisikan sebagai sistem penggunaan lahan berbasis pohon yang dikelola oleh masyarakat yang dapat menambah pendapatan dan memberikan fungsi lindung atau layanan lingkungan yang sama dengan yang diberikan oleh hutan Suyanto Khususiyah 2006. Lebih lanjut lagi, Suyanto dan Khususiyah 2006 menjelaskan bahwa fungsi lindung hutan yang dapat diperoleh dari kebun lindung baik sebagian maupun keseluruhan. Fungsi tersebut adalah fungsi konservasi tanah dan air, mempertahankan cadangan karbon, dan keanekaragaman hayati. Kebun lindung pada umumnya menggabungkan antara tanaman yang memiliki nilai IDA rendah, sedang, dan tinggi. Nilai IDA digunakan untuk melihat seberapa dalam penyebaran akar suatu jenis tanaman Buana et al. 2005. Contoh kasus penerapan kebun lindung ini berada di Sumberjaya, Lampung. Petani kopi di lokasi tersebut menanam kopi dengan menggabungkannya dengan tanaman lainnya. Kopi memiliki nilai IDA yang rendah, sedangkan jenis pohon buah-buahan dan pohon penghasil kayu atau pohon bermanfaat lainnya memiliki nilai IDA yang lebih tinggi. Apabila jenis pohon-pohon tersebut ditanam dengan kopi kebun kopi multistrata, maka akan menghasilkan nilai IDA yang beragam. Dengan demikian, sistem tersebut memiliki nilai konservasi tanah dan air yang lebih besar dan dapat digunakan untuk pencegahan erosi permukaan tanah, jaring penyelamat hara, serta pencegahan longsor. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan