Landasan Hukum Terkait Sekuritisasi Syariah

2. Landasan Hukum Terkait Sekuritisasi Syariah

a. KetentuanLandasan Hukum di Indonesia

  Sekuritisasi asset syariah di Indonesia diatur dalam Peraturan Bapepam- LK No. IX.A.13 tentang tentang Penerbitan Efek Syariah dan Peraturan No.

  IX.A.14 tentang Akad-Akad Yang Digunakan Dalam Penerbitan Efek Syariah

  Di Pasar Modal, serta berdasarkan Fatwa DSN-MUI. Dalam Peraturan Bapepam-LK No. IX.A.13 antara lain mengatur ketentuan sebagai berikut:

  1) Pengertian EBA Syariah yang didefinisikan sebagai Efek yang diterbitkan oleh Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset Syariah yang portofolionya terdiri dari aset keuangan yang tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal.

  2) Keterbukaan informasi dalam Prospektus mengenai ketentuan dalam KIK- EBA dan informasi tambahan lainnya mengenai hal-hal sebagai berikut:

  a. bahwa Manajer Investasi dan Bank Kustodian (wakiliin) bertindak untuk kepentingan para pemegang Efek Beragun Aset Syariah (muwakil) di mana Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio a. bahwa Manajer Investasi dan Bank Kustodian (wakiliin) bertindak untuk kepentingan para pemegang Efek Beragun Aset Syariah (muwakil) di mana Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio

  b. bahwa aset yang menjadi portofolio Efek Beragun Aset Syariah tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal;

  c. Wakil Manajer Investasi yang melaksanakan pengelolaan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset Syariah dan penanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan Kustodian pada Bank Kustodian mengerti kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal;

  d. mekanisme pembersihan portofolio dan dana Efek Beragun Aset Syariah dari unsur-unsur yang bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal;

  e. bahwa pengelolaan dana Efek Beragun Aset Syariah dilarang bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal;

  3) Kewenangan-kewenangan yang dimiliki Bapepam-LK untuk melakukan tindakan dan memberikan sanksi terhadap Manajer Investasi dan Bank Kustodian apabila ditemukan adanya pelanggaran atas prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal.

  Selanjutnya, Peraturan No. IX.A.14 mengatur mengenai akad-akad yang dapat digunakan dalam penerbitan efek syariah di pasar modal termasuk sekuritisasi aset secara syariah, seperti akad ijarah, mudharabah, musyarakah, istisna dan akad pendukungnya seperti akad wakalah dan akad kafalah. Ketentuan tersebut mengatur antara lain tentang:

  1) Jenis-jenis akad yang dapat digunakan dalam penerbitan Efek syariah di pasar modal;

  2) Ketentuan dan persyaratan yang wajib dipenuhi terkait dengan akad-akad dalam rangka penerbitan Efek syariah di pasar modal;

  3) Persyaratan objek masing-masing akad;

  4) Kedudukan masing-masing Pihak yang terlibat;

  5) Hak dan Kewajiban Pihak yang terlibat;

  6) Ketentuan lain terkait.

  Selain peraturan Bapepam-LK yang mengatur mengenai akad-akad yang dapat digunakan dalam penerbitan efek syariah, pada dasarnya terdapat ketentuan lain yang mengatur akad syariah yaitu akad ijarah sale and lease back, khususnya akad dalam penerbitan Surat Berharga Syariah Negara atau dikenal dengan SBSN Ijarah Sale and Lease Back.

  Penerbitan instrumen SBSN tersebut didasarkan pada Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Untuk menjamin kesesuaian SBSN dengan prinsip-prinsip syariah, sesuai dengan Undang-Undang SBSN diperlukan adanya fatwa atau syariah endorsement dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau lembaga lain yang ditunjuk oleh Pemerintah. Untuk memenuhi kebutuhan dari aspek kesesuaian dengan prinsip-prinsip syariah, dalam rangka penerbitan SBSN Ijarah - Sale and Lease Back, Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah menerbitkan 4 (empat) fatwa sebagai berikut:

  1. Fatwa No. 69 Tahun 2008 tentang SBSN;

  2. Fatwa No. 70 Tahun 2008 tentang Metode Penerbitan SBSN;

  3. Fatwa No. 71 Tahun 2008 tentang Akad Ijarah - Sale Lease Back; dan

  4. Fatwa No. 72 Tahun 2008 tentang SBSN Ijarah - Sale Lease Back.

  Definisi Sale and Lease Back sesuai Fatwa DSN-MUI No.72DSN- MUIVI2008 tersebut diartikan sebagai jual beli suatu aset yang kemudian pembeli menyewakan aset tersebut kepada penjual.

  Beberapa ketentuan mengenai SBSN Ijarah Sale and Lease Back adalah sebagai berikut:

  1) Pemerintah boleh melakukan transaksi dengan Perusahaan Penerbit SBSN yang didirikan oleh Pemerintah atau dengan pihak lain yang ditunjuk oleh Pemerintah.

  2) Pemerintah menjual aset yang akan dijadikan objek ijarah kepada Perusahaan Penerbit SBSN atau pihak lain melalui wakilnya yang ditunjuk dan pembeli berjanji untuk menjual kembali aset yang dibelinya sesuai dengan kesepakatan.

  3) Pemerintah atau Perusahaan Penerbit SBSN menerbitkan SBSN sebagai bukti atas bagian kepemilikan objek ijarah, yang dibeli oleh investor pada tingkat harga tertentu sesuai kesepakatan.

  4) Pemerintah menyewa objek ijarah dengan memberikan imbalan (ujrah) kepada pemegang SBSN selama jangka waktu SBSN.

  5) Pemerintah sebagai Penyewa wajib memelihara dan menjaga objek ijarah sampai dengan berakhirnya masa sewa.

  6) Pemerintah dapat membeli sebagian atau seluruh Aset SBSN sebelum jatuh tempo SBSN danatau sebelum berakhirnya masa sewa Aset SBSN, dengan membayar sesuai dengan kesepakatan.

  7) Untuk pembelian aset SBSN sebelum jatuh tempo, para pihak melakukan perubahan atau pengakhiran terhadap akad SBSN.

  8) Pemegang SBSN dapat mengalihkan kepemilikan SBSN Ijarah kepada pihak lain dengan harga yang disepakati.

  Berikut struktur SBSN dengan akad Ijarah Sale and Lease Back

  Selanjutnya dalam Pasal 4 ayat 5 Fatwa DSN Nomor 40DSN- MUIX2003 disebutkan bahwa Efek Beragun Aset Syariah adalah Efek yang diterbitkan oleh Kontrak Investasi Kolektif EBA Syariah yang portofolio-nya terdiri dari aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul di kemudian hari, jual beli pemilikan aset fisik oleh lembaga keuangan, Efek bersifat investasi yang dijamin oleh pemerintah, Selanjutnya dalam Pasal 4 ayat 5 Fatwa DSN Nomor 40DSN- MUIX2003 disebutkan bahwa Efek Beragun Aset Syariah adalah Efek yang diterbitkan oleh Kontrak Investasi Kolektif EBA Syariah yang portofolio-nya terdiri dari aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul di kemudian hari, jual beli pemilikan aset fisik oleh lembaga keuangan, Efek bersifat investasi yang dijamin oleh pemerintah,

  Dalam Pasal 5 ayat 1 Fatwa DSN Nomor 40DSN-MUIX2003 disebutkan bahwa pelaksanaan transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang di dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman.

  Di bidang Perbankan, sekuritisasi aset diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (UU Perbankan) dan peraturan pelaksanaannya. Dalam Pasal 8 ayat 1 UU Perbankan diatur mengenai pemberian kredit atau pembiayaan harus berdasarkan prinsip syariah dan dalam hal ini bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalian pembiayaan sesuai dengan perjanjian.

b. KetentuanLandasan Hukum di Luar Negeri