Praktik Sekuritisasi Aset Syariah di Luar Negeri Yang Dapat Diadopsi di Indonesia

3. Praktik Sekuritisasi Aset Syariah di Luar Negeri Yang Dapat Diadopsi di Indonesia

  Dari uraian praktik sekuritisasi aset syariah di luar negeri baik di Timur Tengah, Asia, Eropa maupun Amerika Utara dapat diidentifikasi beberapa karakteristik yang melekat pada penerbitan EBA syariah di luar negeri, yaitu adanya pengalihan aset dari originator kepada SPV, aset yang dialihkan berupa aset riil dan tagihan-tagihan, perlunya peringkat untuk EBA yang diterbitkan, dan pengalihan aset tersebut dalam bentuk true sale dan sale with recourse. Beberapa karakteristik tersebut mungkin tidak dapat diaplikasikan di suatu negara yang pemahaman fiqh muamalah berbeda dengan negara lainnya. Oleh karena itu, untuk melihat apakah EBA syariah di luar negeri dapat diadopsi di Indonesia, perlu dipahami infrastruktur yang ada di Indonesia khususnya regulasi baik konvensional maupun syariah yang mengatur mengenai EBA.

  Dalam Peraturan Nomor II.K.1 telah dinyatakan bahwa EBA Syariah merupakan salah satu efek yang masuk Daftar Efek Syariah. Hal ini berarti bahwa penerbitan EBA syariah di Indonesia harus mengikuti ketentuan-ketentuan pasar modal syariah yaitu mengikuti Peraturan Nomor IX.A.13 dan Peraturan Nomor

  IX.A.14. Dalam Peraturan Nomor IX.A.13 antara lain diatur bahwa EBA syariah

  yang dapat diterbitkan di Indonesia adalah EBA berbentuk KIK, aset yang menjadi portofolio EBA syariah dan pengelolaan dan EBA Syariah tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal. Selanjutnya, dalam Peraturan

  Nomor IX.A.14 diatur mengenai akad-akad yang dapat digunakan dalam penerbitan EBA Syariah. Akad-akad yang telah dikenal dalam penerbitan Efek Syariah di Indonesia yaitu Ijarah, Mudharabah, Wakalah dan Kafalah.

  Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada di pasar modal Indonesia, EBA syariah di Indonesia akan mempunyai karakteristik sebagai berikut: EBA syariah berbentuk KIK, aset yang dialihkan harus merupakan aset riil bukan merupakan tagihan piutang (monetary debt), aset tersebut harus menghasilkan arus kas, adanya true sale dari originator ke KIK, dan akad-akad yang dapat digunakan adalah ijarah, mudharabah, kafalah dan wakalah. Oleh karena itu, EBA syariah luar negeri yang ada saat ini dapat diadopsi di Indonesia dengan melakukan beberapa penyesuaian antara lain mengenai penggunaan SPV diganti dengan KIK. Dengan melakukan penyesuaian tersebut, beberapa skema EBA syariah luar negeri yang dapat diadopsi di Indonesia antara lain Tiong Nam Logistics Solutions – Asset Backed-Securities (Malaysia) dengan akad ijarah dan underlying asset 23 gudang, Caravan I Sukuk (Saudi Arabia) dengan akad ijarah dan underlying asset persediaan mobil, Cagamas MBS (Malaysia) dengan akad musyarakah dan underlying asset berupa tagihan kredit perumahan dan Sorouh Real Estat Sukuk (UAE) dengan akad mudharabah dan underlying asset berupa tanah-tanah dan hak atas tanah yang dimiliki developer di GCC.

  Terkait peran SPV dalam sekuritisasi aset sebagaimana dilakukan di luar negeri, di Indonesia hal tersebut sebenarnya juga dimungkinkan. Dalam Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor

  19 Tahun 2005, SPV didefinisikan sebagai perseroan terbatas yang ditunjuk oleh lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk membeli Aset Keuangan dan menerbitkan Efek Beragun Aset. Dalam pasal 6 ayat (1) disebutkan bahwa dalam hal Efek Beragun Aset berbentuk Surat Utang, SPV membeli kumpulan Aset Keuangan dari Kreditor Asal dan menerbitkan Surat Utang.

  Selanjutnya, dalam penjelasan Perpres tersebut dikemukakan bahwa sumber pembiayaan sekunder perumahan di samping berasal dari modal sendiri, juga diperoleh dari penerbitan Efek Beragun Aset dalam bentuk Surat Utang dan Surat Partisipasi. Dalam rangka penerbitan Surat Utang, SPV bertindak sebagai penerbit. Dalam transaksi ini kepemilikan Kumpulan Piutang tersebut berpindah kepada Penerbit (SPV). Dengan demikian, pendirian suatu SPV dimaksudkan untuk Selanjutnya, dalam penjelasan Perpres tersebut dikemukakan bahwa sumber pembiayaan sekunder perumahan di samping berasal dari modal sendiri, juga diperoleh dari penerbitan Efek Beragun Aset dalam bentuk Surat Utang dan Surat Partisipasi. Dalam rangka penerbitan Surat Utang, SPV bertindak sebagai penerbit. Dalam transaksi ini kepemilikan Kumpulan Piutang tersebut berpindah kepada Penerbit (SPV). Dengan demikian, pendirian suatu SPV dimaksudkan untuk

  

  Konsep sekuritisasi lainnya yang dikenal di Indonesia mengacu kepada UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), di mana model perusahaan sebagai SPV tersebut dikenal dalam penerbitan Surat Berharga Syariah Negara atau dikenal dengan SBSN Ijarah Sale and Lease Back.