Jenis Aset Yang Dapat Disekuritisasi

2. Jenis Aset Yang Dapat Disekuritisasi

  Pada banyak negara maju maupun negara berkembang sumber pendanaannya menggunakan konsep pemanfaatan resiko kredit. Sekuritisasi sebagai salah satu teknik keuangan yang menggunakan konsep pemanfaatan resiko kredit karena sekuritisasi merupakan suatu proses transformasi aset keuangan kredituroriginator yang tidak likuid menjadi likuid yaitu menjadi surat berharga yang dapat diperdagangkan sesuai dengan kebutuhan investor. Dengan demikian, perusahaan akan mendapatkan dana dengan menyerahkan aset keuangan yang dimilikinya dan kemudian diterbitkan suatu surat berharga oleh pihak lain yang dikenal dengan sebutan special purpose vehicle yang bertindak sebagai mediator antara pihak yang membutuhkan dana dengan investor sehingga mengubah ketergantungan kreditur kepada kemampuan debitur untuk melunasi pinjaman. Di pasar modal Indonesia, konsep sekuritisasi melalui special purpose vehicle tersebut dikenal dengan model Kontrak Investasi Kolektif (KIK).

  Sekuritisasi dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:

  1. Sekuritisasi (EBA) Arus Kas Tetap, yaitu Efek Beragun Aset yang memberikan pemegangnya penghasilan tertentu seperti kepada pemegang Efek bersifat hutang;

  2. Sekuritisasi (EBA) Arus Kas Tidak Tetap, yaitu Efek Beragun Aset yang memberikan pemegangnya penghasilan tidak tertentu seperti kepada pemegang Efek bersifat ekuitas;

  Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal belum secara khusus mengatur mengenai EBA, namun dalam Peraturan Nomor IX.K.1 angka 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal belum secara khusus mengatur mengenai EBA, namun dalam Peraturan Nomor IX.K.1 angka 1

  Pengertian EBA dalam Peraturan tersebut dapat diuraikan bahwa aset apa saja yang dapat dilakukan sekuritisasi, yaitu portofolio yang terdiri dari aset keuangan, berupa:

  a. Tagihan yang timbul dari surat berharga komersial;

  b. Tagihan kartu kredit;

  c. Tagihan yang timbul kemudian hari (future receivable);

  d. Pemberian kredit termasuk kredit kepemilikan rumah atau apartemen;

  e. Efek bersifat hutang yang dijamin pemerintah;

  f. Sarana Peningkatan Kredit(credit enhancement)arus kas (cash flow), serta

  g. Aset keuangan setara dan aset keuangan lain yang berkaitan dengan aset keuangan tersebut.

  Secara umum sekuritisasi aset dapat dilakukan terhadap kredit yang dapat terdiri dari setiap kredit atau tagihan yang timbul dari segala macam bentuk perjanjian pemberian kredit, termasuk surat berharga, dan berbagai macam tagihan yang timbul di kemudian hari dari aset keuangan lain yang setara.

  Sejalan dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia No. 74PBI2005 menetapkan bahwa aset keuangan yang dialihkan dalam rangka sekuritisasi sset wajib berupa aset keuangan yang terdiri dari kredit, tagihan yang timbul dari surat berharga, tagihan yang timbul di kemudian hari (future receivables), dan aset keuangan lain yang setara.

  Aset keuangan yang dialihkan wajib memenuhi kriteria memiliki arus kas, dimiliki dan dalam pengendalian Kreditur Asal, dan dapat dipindahtangankan dengan bebas kepada Penerbit. Dalam Sekuritisasi Aset, Bank dapat berfungsi sebagai Kreditur Asal, Penyedia Kredit Pendukung, Penyedia Fasilitas Likuiditas, Penyedia Jasa, Bank Kustodian, dan Pemodal. Bank yang melakukan fungsi Aset keuangan yang dialihkan wajib memenuhi kriteria memiliki arus kas, dimiliki dan dalam pengendalian Kreditur Asal, dan dapat dipindahtangankan dengan bebas kepada Penerbit. Dalam Sekuritisasi Aset, Bank dapat berfungsi sebagai Kreditur Asal, Penyedia Kredit Pendukung, Penyedia Fasilitas Likuiditas, Penyedia Jasa, Bank Kustodian, dan Pemodal. Bank yang melakukan fungsi

  Bank hanya dapat berfungsi sebagai Kreditur Asal apabila aset keuangan yang dialihkan memenuhi persyaratan, hanya dapat melakukan pengalihan aset keuangan kepada Penerbit di dalam negeri, dan hanya dapat mengeluarkan aset keuangan yang dialihkan dari neraca apabila memenuhi persyaratan, yaitu aset keuangan yang dialihkan dari Kreditur Asal kepada Penerbit memenuhi kondisi jual putus dan Kreditur Asal bukan merupakan pihak terkait dengan Penerbit.

  Bank yang berfungsi sebagai penyedia Kredit Pendukung berupa fasilitas penanggung resiko pertama dan atau fasilitas penanggung resiko kedua. Setiap penyediaan Kredit Pendukung oleh Bank wajib memenuhi persyaratan yang diperjanjikan pada awal aktivitas sekuritisasi aset yang antara lain menetapkan jumlah fasilitas yang diberikan dan jangka waktu fasilitas, diberikan maksimum sebesar 10 dari Nilai Aset Keuangan yang Dialihkan dalam hal Bank juga bertindak sebagai Kreditur Asal.

  Terkait dengan peralihan hak atas tagihan tersebut, dalam KIK-EBA ada 2 jenis transaksi pengalihan yang dapat dilakukan oleh para pihak yaitu:

  jual lepasjual putus, dalam transaksi ini originator menjual putus tagihan yang dimilikinya kepada para investor, sehingga tagihan sepenuhnya menjadi milik investor termasuk resiko gagal bayar terhadap kreditur. Dalam transaksi ini yang harus diperhatikan adalah peralihan tagihan dari originator kepada investor. Pasal 613 KUH Perdata mensyaratkan adanya cessie untuk penyerahan terhadap piutang-piutang atas nama dan adanya kewajiban untuk memberitahukan kepada para debitur atas perpindahan tagihan tersebut. Sehingga dalam transaksi true sale ini tidak cukup para pihak hanya membuat perjanjian jual beli tagihan saja akan tetapi memerlukan satu akta cessie tersendiri yang dapat dibuat secara notariil maupun dibawah tangan dan diperlukan adanya pemberitahuan kepada para debitur.

  originator kepada investor dimana resiko gagal bayar terhadap tagihan yang originator kepada investor dimana resiko gagal bayar terhadap tagihan yang

  Kunci sukses sekuritisasi aset adalah kemampuan untuk memprediksi kelayakan kumpulan aset keuangan tersebut dan pengalihan aset keuangan tersebut dengan menggunakan sistem true sale dan bukan merupakan pendanaan oleh originator. Oleh karena itu, salah satu elemen terpenting dalam proses sekuritisasi aset adalah pengalihan aset keuangan yang terjadi secara true sale. Artinya penjualan piutang tersebut haruslah merupakan penjualan putus, dan originator tidak lagi memiliki kewajiban untuk membeli kembali piutang yang tidak tertagih oleh pembeli karena proses penjualannya dilakukan secara on balance sheet di mana risiko penjual telah dialihkan kepada pembeli.

  Tujuan disyaratkannya true sale adalah:

  a) untuk memisahkan aset yang akan disekuritisasi tersebut dari resiko kredit atas

  aset lainnya dan resiko entitasnya originator. Jika originator sebagai penjual mengalami pailit maka Undang-undang Kepailitan tidak dapat diterapkan karena aset yang dialihkan tersebut terlepas dari boedel pailit originator;

  b) originator dapat memperoleh pendanaan lebih murah;

  c) adanya pengalihan resiko kredit;

  d) akses ke pasar modal;

  e) menjadikan asset originator dalam posisi off-balance sheet sehingga akan

  memperbaiki tingkat leverage (dhi. debt to equity) ratio dari originator karena semakin tinggi leverage suatu perusahaan maka semakin tinggi resiko default dan insolven.

  f) investor menjadi secured lender sedangkan jika tidak true sale maka investor

  akan menjadi unsecured lender.

  Sebagai rujukan mengenai aset yang dapat disekuritisasi, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah mengeluarkan Fatwa DSN- MUI NO: 40DSN-MUIX2003, yang menyatakan bahwa jenis efek yang termasuk dalam kategori syariah antara lain adalah Efek Beragun Aset Syariah, yaitu Efek yang diterbitkan oleh Kontrak Investasi Kolektif EBA Syariah yang portofolio-nya terdiri dari aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul di kemudian hari, jual beli pemilikan aset fisik oleh lembaga keuangan, Efek bersifat investasi yang dijamin oleh pemerintah, sarana peningkatan investasiarus kas serta aset keuangan setara, yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Syariah.