Jenis Aset dan Pengalihan Aset  Jenis-jenis Aset Keuangan

2. Jenis Aset dan Pengalihan Aset  Jenis-jenis Aset Keuangan

  Dalam definisi Efek Beragun Aset (konvensional) yang telah dijelaskan sebelumnya, disebutkan bahwa jenis-jenis aset keuangan yang menjadi agunan dalam EBA adalah berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan kartu kredit, tagihan yang timbul di kemudian hari (future receivables), pemberian kredit termasuk kredit pemilikan rumah atau apartemen, Efek bersifat hutang yang dijamin oleh Pemerintah, Sarana Peningkatan Kredit (Credit Enhancement)Arus Kas (Cash Flow), serta aset keuangan setara dan asset keuangan lain yang berkaitan dengan aset keuangan tersebut.

  Penerapan dari definisi tersebut dapat dilihat pada Praktik sekuritisasi yang dilakukan di beberapa negara sebagaimana dijelaskan pada Bab II. Adapun jenis-jenis aset yang merupakan objek sekuritisasi adalah sebagai berikut:

  a) Residential dan Commercial Mortgage (pembiayaan gedung dan tempat tinggal). Sekuritisasi dengan jenis asset ini dilakukan dalam proses sekuritisasi Cagamas MBS – Asset Backed- Securities Musyaraka dan Tamweel PJSC Sukuk

  b) Aset sewa guna usaha (leasing). Contohnya dalam proses sekuritisasi Tiong

  Nam Logistics Solutions – Asset Backed-Securities Ijarah dan Caravan I Sukuk.

  c) Pendapatan yang di-generate dari suatu usaha (Future dan operating cash flows); dan

  d) Aset-aset yang berasal dari pinjaman konsumtif termasuk kredit kendaraan

  bermotor, kredit pribadi dan piutang kartu kredit.

  Dari beberapa jenis aset di atas, sesuai dengan konsep umum mengenai sekuritisasi syariah, maka secara umum semua jenis aset di atas terdapat kemungkinan untuk disekuritisasi secara syariah sepanjang aset-aset dimaksud memenuhi kaidah yaitu tidak bertentangan dengan kaidah syariah (produk yang halal dan terbebas dari unsur riba); dan aset jaminan bukan merupakan utang, kas atau aset yang dilarang (haram) dan tidak terkait dengan kegiatan yang bersifat tidak etis dan curang (exploitative) atau bersifat spekulatif dan tidak pasti (gharar) atau berasal dari investasi yang tidak produktif.

  Dalam sekuritisasi syariah, proses-proses pengumpulan (pooling) aset, pengemasan (packaging) aset menjadi Efek dan mendistribusikan (distributing) Efek tersebut kepada investor, harus memenuhi prinsip-prinsip syariah di Pasar Modal. Pemenuhan prinsip tersebut terutama terkait dengan aset yang menjadi underlying dan struktur. Dari sisi aset, harus dapat menghasilkan aliran kas sebagai dasar pemberian imbalan kepada investor. Dari sisi struktur yang perlu menjadi fokus perhatian antara lain meliputi konfigurasi credit enhancement (bentuk lain dari dukungan kredit dan likuiditas) serta bentuk pengalihan (conveyance) kepemilikan.

  Aset syariah tersebut terbentuk dari akad syariah atau perjanjian yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Aset-aset berupa future income pada umumnya berasal dari tagihan yang muncul dari akad-akad Natural Certainty Contracts (NCC) seperti murabahah, ijarah, salam dan istishna‟, sedangkan imbal hasil pada umumnya muncul dari akad-akadtransaksi Natural Uncertainty Contracts (NUC) seperti musyarakah dan mudharabah.

   Pengalihan Aset Keuangan

  Dalam bagian sebelumnya, dijelaskan bahwa terdapat 2 jenis bentuk pengalihan aset keuangan yang dapat dilakukan oleh para pihak, antara lain:

  1) Pengalihan with recourse, yaitu pengalihan tagihan dari originator kepada investor di mana risiko gagal bayar terhadap tagihan yang dialihkan tetap berada di tangan originator, sehingga jika terjadi gagal bayar, maka originator wajib mengganti dengan tagihan yang dimilikinya dari debitur lain.

  2) Pengalihan true sale, yaitu pengalihan tagihan dengan sistem jual lepasjual putus, dalam transaksi ini originator menjual putus tagihan yang dimilikinya kepada para investor, sehingga tagihan sepenuhnya menjadi milik investor termasuk resiko gagal bayar terhadap kreditur.

  Pengertian true sale merupakan jual beli atau tukar menukar putus atas suatu aset yang disekuritisasi yang mengakibatkan beralihnya seluruh risiko dan manfaat aset tersebut kepada pihak lain. Dengan true sale tersebut, maka Kreditur Awal dapat menghentikan pengakuan aset keuangan yang disekuritisasi dari neracanya. Pengaturan mengenai true sale tersebut dicakup dalam Peraturan Bank Indonesia dan Peraturan Bapepam-LK. Kedua peraturan tersebut menyatakan bahwa suatu aset dari Kreditur Awal memenuhi kriteria jual beli atau tukar menukar putuslepas apabila Kreditur Awal memiliki paling banyak 10 dari nilai aset keuangan yang dialihkannya tersebut. Mekanisme kepemilikan aset keuangan tersebut lazimnya digunakan dalam sekuritisasi aset sebagai suatu skema credit enhancement.

  Selanjutnya, untuk menghindari perbedaan interpretasi antara sudut pandang hukum yang berfokus pada bentuk formal dan akuntansi yang menekankan pada substansi transaksi, kedua peraturan tersebut mensyaratkan adanya pendapat dari Konsultan Hukum dan Akuntan yang terdaftar di Bapepam-LK yang menyatakan bahwa suatu transaksi pengalihan aset keuangan dalam sekuritisasi aset telah memenuhi kriteria true sale.

  Dengan mempertimbangkan prinsip umum dan isu penting dalam sekuritisasi syariah serta memperhatikan praktik di negara lain, transaksi true sale merupakan transaksi yang sejalan dengan prinsip syariah. Pertama, dengan peralihan underlying aset dari Kreditur Awal kepada Penerbit Efek sekuritisasi, berarti aliran kas yang dihasilkan oleh underlying aset tersebut merupakan aliran kas yang digunakan untuk memenuhi aliran kas dari Efek sekuritisasi. Hal ini berarti menciptakan suatu hubungan langsung antara underlying aset dan Efek sekuritisasi sebagaimana Efek syariah lainnya. Kedua, dengan skema true sale, berarti telah Kreditur Awal telah mengalihkan seluruh risiko dan manfaat dari underlying aset kepada Penerbit. Melalui peralihan tersebut aliran kas yang akan diperoleh oleh investor semata-mata berasal dari aliran kas underlying aset dan bukannya berasal dari penjaminan dari Kreditur Awal.

  Dengan demikian, pembayaran kepada investor tersebut bersifat undconditional dan unsecured.

  Sementara itu, jenis tipe pengalihan yang kedua (transaksi true sale) merupakan bentuk pengalihan aset yang lebih sering digunakan. Sebagian besar negara yang telah menerapkan sekuritisasi secara syariah menggunakan transaksi true sale dalam pengalihan aset keuangannya, yaitu dengan menggunakan Special Purpose Vehicle (SPV) sebagai pihak yang membeli aset keuangan tersebut dan kemudian menerbitkan Efek beragun aset.