KAJIAN PENGEMBANGAN PRODUK SYARIAH DI PA

KAJIAN

  PENGEMBANGAN PRODUK SYARIAH DI PASAR MODAL

SEKURITISASI SYARIAH (EFEK BERAGUN ASET SYARIAH)

  Oleh: Tim Kajian Pengembangan Produk Syariah di Pasar Modal

  Sekuritisasi Syariah (Efek Beragun Aset Syariah) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

  TAHUN 2010

KATA PENGANTAR

  Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang

  Maha Esa, karena atas karunia dan bimbingan-Nya pelaksanaan kajian dan penulisan laporan hasil kajian mengenai Sekuritisasi Syariah (EBA Syariah) ini dapat diselesaikan. Kajian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan kontribusi pemikiran bagi penyusunan kebijakan dalam pengembangan Pasar Modal Syariah.

  Latar belakang dilakukannya kajian ini didasari pertimbangan adanya suatu kondisi dimana hingga saat ini produk syariah di pasar modal Indonesia masih sangat terbatas dibandingkan dengan produk konvensional. Terbatasnya produk syariah tersebut menjadikan minimnya alternatif sumber pendaan bagi perusahaan dan di sisi lain alternative investasi juga menjadi minim. Salah satu produk syariah di pasar modal Indonesia yang masih memiliki peluang besar untuk dikembangkan adalah produk sekuritisasi syariah. Adanya penerbitan EBA Syariah diharapkan dapat memperluas alternatif sumber pendanaan perusahaan dan sekaligus dapat menambah alternatif investasi bagi investor terhadap produk syariah di pasar modal.

  Seluruh anggota Tim menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah membantu untuk menyelesaikan kajian ini. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, Tim berharap semoga hasil kajian ini bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang membutuhkan dan dapat digunakan oleh regulator dan para pelaku pasar modal Indonesia dalam rangka mengembangkan pasar modal syariah. Tim menyambut dengan tangan terbuka segala kritik dan saran membangun terhadap hasil kajian ini.

  Jakarta, Desember 2010

  Tim Kajian Pengembangan Produk Syariah di Pasar Modal

  Sekuritisasi Syariah (Efek Beragun Aset Syariah)

EXECUTIVE SUMMARY

  Produk syariah di pasar modal Indonesia masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan produk konvensional. Terbatasnya produk syariah tersebut menjadikan minimnya alternatif sumber pendanaan bagi perusahaan dan disisi lain alternatif investasi juga menjadi minim. Salah satu produk syariah di pasar modal Indonesia yang masih memiliki peluang besar untuk dikembangkan adalah produk sekuritisasi syariah. Adanya penerbitan EBA Syariah diharapkan dapat memperluas alternatif sumber pendanaan perusahaan dan sekaligus dapat menambah alternatif investasi bagi investor terhadap produk syariah di pasar modal.

  Studi ini bertujuan untuk mengkaji tentang penerapan aspek syariah pada proses sekuritisasi aset serta kemungkinan penerbitannya di pasar modal Indonesia. Hal ini dilakukan untuk dapat memperluas alternatif pembiayaan bagi perusahaan dan sarana investasi bagi investor terhadap produk syariah di pasar modal. Hasil kajian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi regulator dalam rangka menyusun kebijakan terkait dengan pengembangan produk syariah di bidang pasar modal khususnya Sekuritisasi Aset Syariah (EBA Syariah).

  Sekuritisasi merupakan suatu proses me-likuid-kan aset-aset yang tidak likuid menjadi aset likuid dengan cara menjual sekumpulan aset dari pemilik awal (originator) kepada pihak lain (investor) melalui penerbitan surat berharga. Secara umum, institusi yang dapat menerbitkan surat berharga yang akan disekuritisasi tersebut terdiri atas 2 jenis yaitu lembaga trusts dan special purpose vehicle (SPV). Adanya lembaga tersebut sangat dipengaruhi oleh keberadaan system hukum (common law atau civil law) yang berlaku di masing-masing negara. Dalam sekuritisasi aset syariah, proses-proses tersebut harus memperhatikan prinsip-prinsip syariah di Pasar Modal. Pemenuhan prinsip tersebut terutama terkait dengan aset yang menjadi underlying dan struktur transaksi sekuritisasi itu sendiri.

  Dari hasil kajian dapat diketahui bahwa berdasarkan praktik sekuritisasi aset yang dilakukan di beberapa negara, keberadaan aset dijadikan sebagai syarat pemenuhan kesyariahan atas struktur yang dibentuk. Sekuritisasi tersebut dilakukan melalui penerbitan sukuk baik sekuritisasi yang berbasis aset (asset based securities) di mana tidak perlu adanya jual putus (true sale) dari aset yang menjadi underlying transaction maupun sekuritisasi yang beragun aset (asset backed securities) di mana terjadi jual putus (true sale) dari aset yang menjadi underlying transaction. Praktik sekuritisasi aset secara syariah yang telah dilakukan antara lain yaitu Cagamas MBS dan Tiong Nam Logistics Solutions (Malaysia), Caravan I (Saudi Arabia), Al Istishmar (IDB), serta Tamweel Ijarah Contract Securitization dan Sorouh Real Estat (keduanya di UEA).

  Landasan hukum yang ada di Indonesia sudah cukup memadai untuk melaksanakan sekuritisasi. Implementasi konsep SPV dalam pelaksanaan sekuritisasi dapat dilakukan dalam dua bentuk. Pertama, sekuritisasi yang menggunakan model KIK (Kontrak Investasi Kolektif) sebagai SPV, yang mengacu kepada UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Kedua, sekuritisasi melalui model pembentukan Perusahaan sebagai SPV, yang mengacu kepada Perpres No. 1 Tahun 2008 juncto No.19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan serta UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Namun demikian, masih diperlukan adanya landasan hukum yang lebih tegas lagi mengenai penerapan sekuritisasi di pasar modal dengan penerapan model Perusahaan sebagai SPV. Model tersebut diperlukan untuk dapat memberikan alternatif selain sekuritisasi menggunakan model KIK.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

  Pasar modal syariah merupakan sektor industri yang sedang berkembang dan memiliki potensi yang cukup tinggi. Kegiatan pasar modal syariah dipercaya dapat memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam industri keuangan secara umum dan dapat menjadi salah satu pilar dalam pembangunan perekonomian negara.

  Krisis ekonomi global yang terjadi telah berdampak pada negara-negara di kawasan Amerika dan Eropa. Hal ini menyebabkan terjadinya kesulitan likuiditas sektor keuangan di negara-negara tersebut. Sementara itu, negara-negara Timur Tengah sebagai penghasil minyak, saat ini masih menjadi area yang mengalami surplus likuiditas. Kondisi ini dapat menjadi peluang bagi negara-negara yang menginginkan aliran dana dari Timur Tengah tersebut masuk ke negara tersebut, termasuk Indonesia.

  Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk menarik kelebihan likuiditas dana di Timur Tengah adalah dengan mengembangkan produk-produk keuangan syariah di Indonesia. Oleh karena itu industri pasar modal sebagai bagian dari industri keuangan syariah diharapkan dapat lebih kreatif untuk menciptakan alternatif produk syariah yang lebih bervariatif yang dapat digunakan sebagai sarana untuk pembiayaan perusahaan dan alternatif investasi bagi investor.

  Selain untuk menarik minat investor Timur Tengah, adanya alternatif produk syariah di pasar modal yang semakin beragam juga akan berguna bagi Emiten dan investor di dalam negeri dalam pemilihan instrumen pembiayaan yang tepat sesuai dengan kebutuhannya.

  Menurut Iggi H. Achsien, upaya pengembangan instrumenproduk syariah dapat dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan. Pertama, dispilin yang memajukan alternatif-alternatif baru terhadap keuangan komersial konvensional. Pada pendekatan ini, dilakukan upaya kreatif penafsiran ajaran agama untuk memajukan alternatif baru yang diyakini dapat memberikan kemanfaatan lebih besar dengan tingkat mudharat yang minimum. Pendekatan yang kedua adalah melakukan reevaluasi konsep dan Praktik keuangan konvensional yang ada dengan hukum Islam (fiqh). Dengan mempertanyakan dan menilai apakah konsep dan praktik yang ada tersebut sejalan Menurut Iggi H. Achsien, upaya pengembangan instrumenproduk syariah dapat dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan. Pertama, dispilin yang memajukan alternatif-alternatif baru terhadap keuangan komersial konvensional. Pada pendekatan ini, dilakukan upaya kreatif penafsiran ajaran agama untuk memajukan alternatif baru yang diyakini dapat memberikan kemanfaatan lebih besar dengan tingkat mudharat yang minimum. Pendekatan yang kedua adalah melakukan reevaluasi konsep dan Praktik keuangan konvensional yang ada dengan hukum Islam (fiqh). Dengan mempertanyakan dan menilai apakah konsep dan praktik yang ada tersebut sejalan

  Salah satu produk di pasar modal yang perlu dikaji lebih dalam dari perspektif syariah adalah sekuritisasi aset (Efek Beragun Aset). Hal ini dimaksudkan agar dapat memperluas alternatif pembiayaan bagi perusahaan dan sarana investasi bagi investor terhadap produk syariah di pasar modal yang lebih beragam.

  Sejalan dengan pemikiran diatas, Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan melakukan kajian mengenai pengembangan produk syariah di pasar modal khususnya yang berkaitan dengan Sekuritisasi Syariah.

  Kajian ini meliputi hal-hal antara lain sebagai berikut:

  1. Pengaturan, pengawasan, mekanisme dan praktik struktur penerbitan sekuritisasi syariah yang telah dilakukan di beberapa negara seperti di kawasan Timur Tengah, Asia, Eropa dan Amerika.

  2. Kemungkinanpeluang dan potensi serta kendala dan alternatifnya terkait penerapan penerbitan sekuritisasi syariah di Indonesia.

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian

  Tujuan dari kajian ini adalah:

  1. Untuk mengkaji tentang penerapan aspek syariah yang menyangkut pengaturan, pengawasan, mekanisme dan struktur sekuritisasi aset serta kemungkinan penerbitannya di pasar modal Indonesia.

  2. Untuk memperluas alternatif pembiayaan bagi perusahaan dan sarana investasi bagi investor.

  Hasil kajian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi regulator dalam rangka menyusun kebijakan terkait dengan pengembangan produk syariah di bidang pasar modal khususnya menyangkut Sekuritisasi Aset Syariah (EBA Syariah). Dengan adanya pengembangan produk berupa EBA Syariah di pasar modal, maka hal itu akan berguna bagi Emiten dan investor di pasar modal

C. Metodologi Penelitian

  Kajian ini menggunakan metode studi kepustakaan melalui:

  1. Pengumpulan datainformasi dan penelaahan materi-materi kajian yang bersumber pada Undang-undang Pasar Modal (UUPM), Undang-undang Perseroan Terbatas

  (UUPT), Peraturan Presiden (PerPres), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri Keuangan (PMK), Peraturan Bapepam-LK, maupun ketentuan lainnya yang terkait dengan proses Sekuritisasi Aset baik yang konvensional maupun syariah.

  2. Diskusi dengan narasumber tentang Sekuritisasi Aset yaitu Kontrak Investasi Kolektif – Efek Beragun Aset Syariah (KIK-EBA Syariah) di pasar modal baik yang berlaku di dalam negeri maupun di luar negeri.

D. Ruang Lingkup Penelitian

  Kegiatan ini dibatasi hanya pada pengkajian literatur dan praktik yang telah dilakukan di negara lain terkait dengan pengembangan produk syariah di pasar modal.

BAB II GAMBARAN UMUM (KONSEP DAN PRAKTIK) TERKAIT SEKURITISASI ASET

A. Sekuritisasi Aset (Konvensional)

1. Konsep Umum

  Secara sederhana sekuritisasi adalah suatu proses me-likuid-kan aset-aset yang tidak likuid menjadi aset likuid dengan cara menjual sekumpulan aset dari pemilik awal (originator) kepada pihak lain (investor) melalui penerbitan surat berharga. Dari proses sekuritisasi aset ini originator menerima dana segar atas penjualan aset tersebut dan investor akan menerima imbal hasil (yield) dari surat berharga dengan dasar arus kas yang akan diperoleh dari aset yang disekuritisasi.

  Terdapat beberapa pengertian mengenai sekuritisasi sebagaimana diungkap Gunawan Widjaja dalam artikel berjudul “Beberapa Konsepsi Hukum yang Harus Diperhatikan Dalam Rangka Penyusunan RUU Sekuritisasi”, antara lain adalah: Securitization, menurut Dictionary of Financial Risk Management adalah:

  The process of converting assets which would normally serve as collateral for a bank loan into securities which are more liquid and can be traded at a lower cost than the underlying assets. The largest category of securitized assets is real estate mortgage loans which serve as collateral for mortgaged- backed securities.

  Securitization, menurut Black‟s Law Dictionary adalah:

  To convert (assets) into negotiable securities for resale in financial market, allowing the issuing financial institution to remove assets from its books, to improve its capital ratio and liquidity while making new loans with the security proceeds.

  RL Hyderabad, dalam Asset Securitisation: A Financial Service to be Nurtured, mengartikan Securitisation sebagai:

  Repackaging of receivables into tradable forms. Securitisation refers to to the packaging of designated pools of loans and receivables with an appropriate level of Credit Enhancement and the redistribution of these packages to the Investors in the forms of securities or loans, which are collateralised on the underlying pool and its associated streams.

  John Deacon, dalam Global Securitisation and CDOs, mengartikan Securitisation sebagai:

  The process of converting cash flows arising from certain assets into a smoothed payment so that Asset Backed Finance (often in the form of Asset Backed Securities) is raised with limited resource in nature to the credit of relevant assets (typically debts or Receivables due from alarge number of third parties) rather than against the credit of the borrower or Originator as

  a whole.

  Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 742005, Sekuritisasi Aset adalah penerbitan surat berharga oleh penerbit efek beragun aset yang didasarkan pada pengalihan aset keuangan dari kreditur asal yang diikuti dengan pembayaran yang berasal dari hasil penjualan efek beragun aset kepada pemodal.

  Menurut Peraturan Presiden No.19 Tahun 2005 sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden No.1 Tahun 2008, sekuritisasi adalah transformasi aset yang tidak likuid menjadi likuid dengan cara pembelian aset keuangan dari kreditur asal dan penerbit efek beragun aset.

  Salah satu bentuk sekuritisasi aset adalah Efek Beragun Aset (EBA) atau dikenal juga dengan istilah Asset-Backed Securities (ABS). Bapepam-LK dalam Peraturannya No. IX.K.1 tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities) mendefinisikan EBA sebagai efek yang diterbitkan oleh Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset yang portofolionya terdiri dari aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan kartu kredit, tagihan yang muncul di kemudian hari (future receivable), pemberian kredit termasuk kredit pemilikan rumah atau apartemen, Efek bersifat hutang yang dijamin oleh Pemerintah, Sarana Peningkatan Kredit (Credit Enhancement) Arus Kas (Cash Flow) serta aset keuangan setara dan aset keuangan lain yang berkaitan dengan aset keuangan tersebut.

  Dari pengertian dan definisi di atas dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan sekuritisasi adalah:

  a. Suatu proses me-likuid-kan aset-aset yang tidak likuid menjadi likuid; a. Suatu proses me-likuid-kan aset-aset yang tidak likuid menjadi likuid;

  c. Pelepasan asset tersebut dilakukan melalui jual beli atau suatu bentuk pengalihan hak milik dari asset tersebut (legal assignment);

  d. Proses tersebut melibatkan suatu institusi yang independen (Trusts atau SPV) yang berfungsi untuk menerbitkan surat berharga. Institusi tersebut terlepas dari perusahaan yang bermaksud untuk me-likuid-kan asetnya;

  e. Aset-aset yang tidak likuid tersebut kemudian dijadikan sebagai dasar (underlying) dalam rangka penerbitan surat berharga;

2. Landasan Hukum Terkait Sekuritisasi Aset

  Secara umum, institusi yang akan menerbitkan surat berharga yang akan disekuritisasi tersebut terdiri atas 2 jenis yaitu lembaga trusts atau special purpose vehicle. Pada dasarnya adanya lembaga tersebut sangat dipengaruhi oleh keberadaan system hukum (common law atau civil law) yang berlaku di masing- masing Negara.

a. Sekuritisasi Yang Dilakukan Dengan Cara Membentuk Trusts

  Pada dasarnya Trusts adalah lembaga yang dikenal dan diakui dalam sistim hukum Common Law yang biasa digunakan oleh negara-negara persemakmuran. Dengan membentuk Trusts, Originator (pada umumnya Bank) melakukan pemisahan aset yang disekuritisasi dari harta kekayaan Originator. Kemudian trustee akan menerbitkan Certificate of Beneficial Ownership sebagai bukti penyerahan hak atas aset yang disekuritisasi. Sertifikat ini selanjutnya dijual kepada Investor dalam bentuk Surat Partisipasi atau Unit Penyertaan. Hasil penjualan Surat Partisipasi atau Unit Penyertaan tersebut menjadi milik Originator sepenuhnya. Hasil arus kas dari aset yang disekuritisasi tersebut, yang masih di”collect” oleh Originator, akan diserahkan

  kepada Investor. Kepemilikan piutang-piutang yang disekuritisasikan yang berada di tangan Trustee ini akan melindungi kepentingan investor dari kepailitan Originator.

  Originator

  Penyerahan hak milik atas piutang

  Trustee

  Penyerahan Ceritificate of Beneficial Ownership

  Bukti Bagian Kepemilikan Bersama

  Investor

b. Sekuritisasi Asset Melalui Pendirian SPV (Special Purpose Vehicle)

  Special Purpose Vehicle atau yang seringkali disebut juga dengan nama Special Purpose Company, adalah suatu perusahaan yang khusus didirikan untuk mendukung jalannya proses sekuritisasi asset. SPV pada umumnya dikenal di negara-negara dengan sistem hukum Eropa Kontinental. Hal ini disebabkan dalam negara-negara dengan tradisi Eropa Kontinental ini tidak dikenal Trusts.

  Originator

  True Sale Global Note SPV

  Wali Amanat

  Investor

  Proses sekuritisasi aset melalui SPV didahului dengan proses penjualan aset oleh Originator. Penjualan aset ini dilakukan sebagai suatu bentuk true sale (jual putus) kepada SPV. Dengan prinsip jual putus ini berarti terjadi pengalihan atau pemindahan hak milik atas kesatuan aset-aset tersebut kepada SPV sehingga harta kekayaan (asset) ini, dengan penjualan tersebut akan berada di luar harta kepailitan Originator, apabila Originator dinyatakan pailit. Selanjutnya untuk dapat menjadi pemilik aset, SPV haruslah merupakan suatu badan (badan hukum), yang merupakan subjek hukum mandiri.

  Dengan demikian jelaslah jika Issuer adalah Trusts, maka sekuritisasi aset yang dihasilkan adalah pass-through Certificates atau di Indonesia disebut dengan nama Unit Penyertaan atau Surat Partisipasi; sedangkan jika Issuer adalah SPV maka yang dihasilkan adalah pay-through Certificates atau obligasi (surat utang) dengan Wali Amanat sebagai pihak yang melindungi investor.

  Secara teori Indonesia yang menganut sistem hukum civil law tidak mengenal lembaga trust sebagai issuer, kemudian SPV yang biasa diterapkan dalam sistem hukum civil law juga belum diterapkan secara umum dalam proses sekuritisasi di Indonesia. Mekanisme yang diatur dan digunakan untuk melakukan sekuritisasi di pasar modal Indonesia adalah Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA).

  Definisi KIK-EBA berdasarkan Peraturan Bapepam-LK No. IX.K.1 tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities). Kontrak Investasi Kolektif Efek Bearagun Aset (KIK-EBA) adalah kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat pemegang EBA dimana Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan Penitipan Kolektif.

  Peraturan IX.K.1 juga mensyaratkan bahwa aset yang membentuk portofolio Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset diperoleh dari Kreditur Awal melalui jual beli atau tukar menukar putuslepas secara hukum dengan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset.

3. Pihak-pihak Yang Terlibat Dalam Sekuritisasi Aset

  Efek beragun aset merupakan salah satu instrumen Pasar Modal yang mempunyai latar belakang aspek hukum yang cukup kompleks dan perlu memperoleh perhatian, terutama mengenai pihak-pihak yang terlibat dalam sekuritisasi aset tersebut. Secara umum Efek Beragun Aset mempunyai konstruksi yang sama di semua negara, namun peraturannya terutama mengenai bentuk dan pihak-pihak yang terlibat dapat berbeda untuk masing-masing negara.

  Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam proses penerbitan efek beragun aset adalah sebagai berikut: Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam proses penerbitan efek beragun aset adalah sebagai berikut:

  b. Special Purpose Vehicle (SPV)

  Adalah Pihak yang dapat menerbitkan EBA, Praktik penerbitan EBA di setiap negara pada umumnya mempunyai konstruksi yang sama, namun peraturan mengenai bentuk SPV sebagai penerbit EBA dapat berbeda-beda pada setiap negara. Bapepam-LK selaku pemegang otoritas Pasar Modal di Indonesia mengambil bentuk hukum SPV dalam EBA berupa Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yaitu kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat para pemegang EBA.

  c. Investor Adalah para pemegang EBA yang akan menerima pembayaran yang berasal dari Debitur sesuai dengan jadwal dan ketentuan.

  d. Debitur

  Adalah pihak yang berhutang kepada originator. Apabila dalam hutang piutang antara debitur dengan originator terdapat aset yang dijaminkan, maka dalam proses sekuritisasi aset tersebut menjadi jaminan hutang. Sejak originator mengalihkan aset keuangannya, maka pembayaran yang dilakukan oleh debitur tidak lagi diterima oleh Originator, melainkan oleh Servicer.

  e. Lembaga Sarana Peningkatan Kredit Lembaga Sarana Peningkatan Kredit atau Credit Enhancer yaitu pihak yang memberi jaminan pembayaran guna mendukung peningkatan kualitas EBA.

  f. Perusahaan Pemeringkat Efek Adalah Pihak yang memberikan peringkat atas kelas-kelas dalam EBA. Selain dari faktor kondisi makroekonomi dan aspek hukumnya, perusahaan Pemeringkat Efek juga memperhatikan karakter portofolio aset keuangan yang menjadi agunan dalam proses pemeringkatannya, antara lain meliputi:

  1) record pembayaran masa lalu

  2) jaminan dari debitur yang melekat pada hutang

  3) analisa cash flow projection

  4) struktur layer EBA

  5) credit enhancement, serta

  6) pihak yang menjadi Originator.

  g. Penyedia Jasa (Servicer)

  Adalah Pihak yang bertanggung jawab untuk memproses dan mengawasi pembayaran yang dilakukan debitur, melakukan tindakan awal berupa peringatan atau hal-hal lain karena debitur terlambat atau gagal memenuhi kewajibannya, melakukan negosiasi, menyelesaikan tuntutan terhadap debitur dan jasa lain yang ditetapkan dalam kontrak. Pihak yang bertindak sebagai Servicer biasanya adalah Originator (Kreditur Awal) karena Originator telah memiliki semua data terkait Debitur dan sistim informasi teknologi terkait proses pembayaran atas tagihan-tagihan dari debitur.

  h. Profesi Penunjang Pasar Modal

  Meliputi Akuntan dan Konsultan Hukum yang melakukan penelaahan terhadap EBA dari aspek akuntansi dan aspek hukum, serta Notaris yang berfungsi sebagai pembuat akta atas kontrak-kontrak yang terkait dengan EBA.

  i. Pihak-pihak Lain

  Pihak-pihak lain yang dapat terlibat dalam proses penerbitan (sesuai dengan kebutuhan) antara lain adalah underwriter jika dibutuhkan untuk menjamin proses penjualan Efek Beragun Aset, Biro Administrasi Efek, Credit Enhancer (sebagai pihak yang menyediakan sejumlah dana tertentu untuk mendukung pembayaran kepada Investor); serta pihak yang bertindak sebagai pembeli siaga sehingga menjamin bahwa seluruh EBA yang ditawarkan habis terjual.

  j. Manajer Investasi

  Merupakan pihak yang diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif. Berdasarkan Pasal 1 angka 11, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dinyatakan bahwa Manajer Investasi adalah: Manajer Investasi adalah Pihak yang kegiatan usahanya mengelola Portofolio Efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank Merupakan pihak yang diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif. Berdasarkan Pasal 1 angka 11, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dinyatakan bahwa Manajer Investasi adalah: Manajer Investasi adalah Pihak yang kegiatan usahanya mengelola Portofolio Efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank

  k. Bank Kustodian

  Merupakan pihak yang diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif dan mencatatkan underlying atas namanya untuk kepentingan Investor. Berdasarkan Pasal 1 angka 8, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dinyatakan bahwa Kustodian adalah Pihak yang memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain yang berkaitan dengan Efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi Efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.

  4. Praktik Sekuritisasi Aset di Indonesia

  Sistem hukum yang dianut Indonesia tidak mengenal lembaga trust sebagai issuer, selain itu, SPV juga belum diterapkan secara umum dalam proses sekuritisasi di Indonesia. Mekanisme yang diatur dan digunakan untuk melakukan sekuritisasi di pasar modal Indonesia adalah Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA).

  Berdasarkan Kontrak Investasi Kolektif yaitu kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat pemegang Efek Beragun Aset, Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan Penitipan Kolektif.

  Saat ini, konsepsi EBA dalam bingkai KIK secara khusus bertujuan untuk menjembatani belum dapat diterapkannya konsep SPV dalam bentuk perusahaan di pasar modal. Oleh karena itu karena EBA diterbitkan oleh suatu kontrak yaitu KIK, sedangkan kontrak tidak termasuk badan hukum, sehingga KIK tersebut tidak dapat dipailitkan yang pada akhirnya dapat melindungi investor pemegang EBA.

  Selain itu sebagimana diatur dalam pasal 44 ayat 3 Undang-undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal bahwa Efek yang disimpan atau dicatat dalam Rekening Efek Kustodian bukan merupakan bagian harta kustodian tersebut, sehingga jika suatu saat Bank Kustodian dipailitkan, maka underlying KIK-EBA tersebut harus dikeluarkan dari boedel pailit.

  Beberapa ketentuan yang menjadi landasan hukum dalam proses penerbitan EBA adalah sebagai berikut: Beberapa ketentuan yang menjadi landasan hukum dalam proses penerbitan EBA adalah sebagai berikut:

  b. Peraturan Bapepam-LK No. IX.K.1 tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities).

  c. Peraturan Bapepam-LK No. V.G.5 tentang Fungsi Manajer Investasi Berkaitan dengan Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities).

  d. Peraturan Bapepam-LK No. VI.A.2 tentang Fungsi Bank Kustodian Berkaitan dengan Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities).

  e. Peraturan Bapepam-LK No. IX.C.9 tentang Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities).

  f. Peraturan Bapepam-LK No. IX.C.10 tentang Pedoman Bentuk dan Isi Prospektus dalam rangka Penawaran Umum Efek Beragun Aset.

  g. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 742005 tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset Bagi Bank Umum.

  h. Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No. Kep-147PJ2003 tentang PPh Atas Penghasilan yang diterima atau diperoleh KIK-EBA dan Para Investornya.

  i. Peraturan PT. Bursa Efek Indonesia Nomor II-F Tahun 2009 tentang Pencatatan Efek Beragun Aset.

  j. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 751DPNP tentang Prinsip Kehati-hatian

  Dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum

  Selain ketentuan di industri pasar modal, terdapat ketentuan mengenai sekuritisasi aset di luar mekanisme KIK-EBA yaitu Peraturan Presiden No 19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 1 tahun 2008.

  Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa pembiayaan sekunder perumahan dilakukan oleh suatu lembaga khusus yang bertujuan untuk memberikan fasilitas pembiayaan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kesinambungan pembiayaan perumahan yang terjangkau oleh masyarakat. Pembiayaan perumahan tersebut dilakukan dengan cara pembelian kumpulan Aset Keuangan dari Kreditor Asal dan dapat menerbitkan Efek Beragun Aset.

  Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa EBA diterbitkan bukan melalui KIK melainkan oleh lembaga khusus yang sering dikenal dengan istilah SPV yaitu perseroan terbatas yang ditunjuk oleh lembaga keuangan yang melaksanakan Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa EBA diterbitkan bukan melalui KIK melainkan oleh lembaga khusus yang sering dikenal dengan istilah SPV yaitu perseroan terbatas yang ditunjuk oleh lembaga keuangan yang melaksanakan

  Namun dalam praktiknya mekanisme sekuritisasi aset dengan menggunakan SPV dalam bentuk perseroan belum pernah dilakukan. Praktik sekuritisasi aset yang saat ini dilakukan melalui mekanisme KIK-EBA.

  Penerbitan EBA di Indonesia dapat dilakukan melalui Penawaran Umum dan dapat juga diterbitkan melalui private placement. Dalam hal EBA ditawarkan melalui Penawaran Umum, maka Manajer Investasi wajib menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam-LK dengan menyertakan dokumen yang telah dipersyaratkan dalam Peraturan Bapepam-LK No. IX.C.9 tentang Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum EBA. Sementara itu, EBA yang tidak ditawarkan melalui Penawaran Umum hanya wajib menyampaikan beberapa dokumen kepada Bapepam-LK setelah ditandatanganinya KIK-EBA yang dibuat secara notariil.

  Efek Beragun Aset yang akan dicatatkan di Bursa harus terlebih dahulu mendapatkan Pernyataan Efektif dari Bapepam-LK dan telah mendapatkan hasil pemeringkatan Efek dari Lembaga Pemeringkat Efek yang terdaftar di Bapepam- LK sekurang-kurangnya investment grade (BBB atau yang setara). Permohonan pencatatan EBA tersebut wajib disampaikan secara tertulis oleh Manajer Investasi kepada Bursa. Apabila permohonan telah memenuhi seluruh ketentuan yang berlaku maka Bursa akan mengumumkan Pencatatan EBA setelah Surat Persetujuan Pencatatan EBA diberikan kepada Manajer Investasi.

  Mekanisme penerbitan EBA melalui penawaran umum adalah sebagai berikut:

  a. Originator (Kreditur Awal) mengalihkan aset keuangannya kepada KIK dan dicatatkan atas nama Bank Kustodian untuk kepentingan pemegang EBA. Aset yang membentuk portofolio KIK-EBA harus diperoleh dari Kreditur Awal melalui jual beli atau tukar menukar putuslepas. Setelah proses pengalihan tersebut, Kreditur Awal dapat melaksanakan fungsi sebagai Penyedia Jasa (Servicer) dan mendapat fee atas jasanya tersebut.

  b. Aset keuangan yang menjadi portofolio KIK-EBA yang telah diseleksi berdasarkan kriteria tertentu oleh Manajer Investasi kemudian diperingkat oleh Lembaga Pemeringkat Efek (Rating Agency) dan dapat diberikan sarana peningkatan kreditarus kas (credit enhancement).

  c. Dalam melakukan proses penawaran umum, Manajer Investasi dapat dibantu oleh Penjamin Emisi Efek (Underwriter).

  d. Setelah Pernyataan Pendaftaran EBA memperoleh Pernyataan Efektif dan aset keuangan telah beralih kepada KIK untuk kepentingan pemegang EBA, maka arus kas pembayaran dari debitur kepada Penyedia Jasa (Servicer) akan dimasukkan ke dalam rekening KIK-EBA untuk selanjutnya dana tersebut disalurkan kepada pemegang EBA pada setiap tanggal pembayaran. Dalam periode antar tanggal pembayaran Manajer Investasi dapat mengelola dana tersebut sesuai ketentuan yang terdapat di KIK.

  Dalam Peraturan Nomor IX.K.1 juga dinyatakan bahwa EBA dapat berbentuk EBA Arus Kas Tetap maupun EBA Arus Kas Tidak Tetap. EBA Arus Kas Tetap yaitu EBA yang memberikan pemegangnya penghasilan tertentu seperti kepada pemegang Efek bersifat hutang. Sedangkan EBA Arus Kas Tidak Tetap adalah EBA yang menjanjikan pemegangnya suatu penghasilan tidak tertentu seperti kepada pemegang Efek bersifat ekuitas.

  Pemegang EBA dapat menerima pengembalian investasi (return) atas EBA yang dimilikinya melalui dua cara yaitu melalui konsep Amortizing Asset-Backed Securities di mana pengembalian pokok dan bunganya dilakukan secara bersamaan dengan tempo yang teratur dan kurun waktu tertentu, dan melalui konsep Non- amortizing Asset-Backed Securities di mana pembayaran bunga dilakukan secara periodik sedangkan pelunasan atas pokoknya dilakukan pada akhir periode.

  Pada sekuritisasi dengan model KIK, sekuritisasi diawali oleh penjualan sekumpulan tagihan dalam nilai tertentu oleh kreditur awal kepada Manajer Investasi untuk kepentingan para pemegang EBA yang diwakili oleh Bank Kustodian berdasarkan akta jual beli yang selanjutnya akan diikuti dengan penandatanganan akta cessie, di mana kreditur awal mengalihkan seluruh hak kepemilikan dan kepentingannya atas kumpulan tagihan berikut hak-hak terkait kepada para pemegang EBA.

  Manajer Investasi bekerjasama dengan Penjamin Emisi Efek akan mengundang masyarakat untuk berinvestasi dalam EBA dengan menawarkan partisipasi dalam kepemilikan bersama atas Kumpulan Tagihan yang akan dibeli dari kreditur awal. Pada tahap awal sekuritisasi, di Indonesia EBA dikelompokkan menjadi dua kelas yaitu EBA kelas A dan EBA kelas B. EBA kelas B merupakan Efek subordinasi dari EBA kelas A, sehingga EBA kelas A memiliki keutamaan dalam pelunasan dan pembayaran bunga dibandingkan EBA kelas B. Kedua kelas EBA tersebut dapat dipidahtangankan namun hanya EBA kelas A yang ditawarkan kepada masyarakat dan dicatatkan di Bursa Efek Indonesia sedangkan EBA kelas

  B dimiliki oleh originator yang sekaligus bertindak sebagai servicer.

  Sebelum berakhirnya masa penawaran, Manajer Investasi berhak untuk memperpendek masa penawaran berdasarkan keadaan pasar dan akumulasi atas volume pembelian EBA kelas A tentunya sesuai ketentuan yang berlaku. EBA akan diterbitkan pada saat tanggal penutupan bersamaan dengan efektifnya pembayaran atas kumpulan tagihan oleh para pemegang EBA kepada kreditur awal dan penyerahan kumpulan tagihan oleh kreditur awal kepada Bank Kustodian yang mewakili para pemegang EBA, dengan cara penandatanganan Akta Cessie sebagai bukti penyerahan hak milik atas kumpulan tagihan berikut hak-hak terkait.

  Sebagai bukti kepemilikan bersama para pemegang EBA, pihak Manajer Investasi dan Bank Kustodian akan menerbitkan sertifikat Jumbo EBA yang akan disimpan di Kustodian Central, di mana selanjutnya Kustodian Sentral akan melaporkan daftar pemegang EBA pada saat penutupan. Penerbitan sertifikat jumbo EBA kelas A yang yang diserahkan kepada Kustodian Sentral adalah untuk memfasilitasi penjualan EBA kelas A dalam bentuk scripless melalui mekanisme OTC (Over The Counter) atau transaksi di luar Bursa Efek.

  Struktur transaksi sekuritisasi di Indonesia dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:

  Struktur Transaksi Sekuritisasi:

  ServicerPenyedia Jasa

  Bank Kustodian

  Manajer Invetasi

  To Service the

  Managing,

  asset, e.g.

  To hold security

  monitoring, and

  collection from

  on behalf of the

  overseeing

  the obligors

  bondholders

  transaction

  Cash proceeds

  Rated ABS

  SellerOriginator

  Special Purpose

  Investor

  Kreditur awal

  Vehicle (KIK)

  Lender

  Sales of assets

  Note proceeds

  To provide

  Obligors Debtors

  protection to the bondholders

  Credit Enhancements

  Sampai dengan saat ini, Bapepam-LK telah menerbitkan Surat Pernyataan Efektif terhadap dua Pernyataan Pendaftaran EBA yaitu Efek Beragun Aset Danareksa SMF I – KPR BTN dan Efek Beragun Aset Danareksa SMF II – KPR BTN. Kedua EBA tersebut dikelola oleh Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang sama masing-masing yaitu PT. Danareksa Investment Management dan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

  Dalam prosesnya penerbitan KIK-EBA ini diperingkat oleh PT Pefindo. Untuk fungsi sebagai Koordinator Global, pembeli siaga dan credit enhancer dilaksanakan oleh PT SMF (Persero). Fungsi yang dilakukan oleh PT SMF (Persero) tersebut merupakan amanat Peraturan Presiden No.19 tanggal 7 Februari 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2008.

  Sebagai Koordinator Global, PT SMF (Persero) bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan secara keseluruhan proses transaksi, termasuk melakukan penunjukan para pihak yang terlibat dalam transaksi sekuritisasi, mengkordinir dan menjadi penghubung dengan instansi dan lembaga pemerintah terkait, serta bertanggung jawab terhadap kinerja pihak-pihak penunjang transaksi sekuritisasi KPR.

  Selaku pendukung kredit (credit enhancer), PT SMF (Persero) menyiapkan dana cadangan (reserve account) yang digunakan dalam hal pembayaran tagihan dari debitur apabila proses penagihan yang dilakukan oleh servicer mengalami kendala sehingga mengakibatkan proses pembayaran cicilan bunga dan pokok kepada investor EBA mengalami kekurangan dana.

  Selaku pembeli siaga, PT SMF (Persero) menjamin pembelian sebesar maksimal jumlah emisi EBA. Hal tersebut dilakukan guna memberikan keyakinan kepada investor karena transaksi pertama yang masih dalam tahap pengenalan sebagai produk baru kepada investor

  Selain menjalankan fungsi-fungsi tersebut di atas, PT SMF (Persero) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 19 tanggal 7 Februari 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan, juga memiliki peran sebagai Garantor dalam setiap penerbitan EBA di Indonesia. Namun mengingat bahwa transaksi sekuritisasi belum banyak digunakan sebagai salah satu instrumen pendanaan maka peran PT SMF (Persero) selaku garantor tersebut belum dapat dijalankan.

B. Sekuritisasi Syariah

  Secara umum, sekuritisasi aset merupakan suatu proses dan hasil dari penerbitan sertifikat kepemilikan sebagai jaminan terhadap aliran kas saat ini atau masa depan yang merupakan diversifikasi dari sekumpulan (pool) aset kepada investor. Aset ini didasarkan atas mekanisme refinancing dengan melakukan diversifikasi sumber eksternal atas pendanaan aset berdasarkan assessment risiko aset yang disekuritisasi. Secara lebih spesifik sekuritisasi aset syariah adalah suatu proses untuk mendesain suatu kemasan dalam sekumpulan aset dengan atau tanpa credit enhancement menjadi Efek dan menjual Efek tersebut kepada investor tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

1. Konsep umum

  Seiring dengan semakin kompleksnya transaksi muamalah maka jumlah dan jenis produk syariah semakin berkembang. Perkembangan ini juga diiringi dengan kebutuhan akan adanya peningkatan likuiditas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka muncullah produk-produk sekuritisasi syariah.

a. Definisi Sekuritisasi Syariah

  Menurut Adiwarman Karim, “Islamic Asset Securitization is securitization refers to the creation of tradable certificates evidencing future income arising out of sharia compliant contract.

  Sedangkan menurut Andreas A. Jobst dalam The Economics of Islamic Finance and Securitization, “Islamic securitization transforms bilateral risk Sedangkan menurut Andreas A. Jobst dalam The Economics of Islamic Finance and Securitization, “Islamic securitization transforms bilateral risk

  Selanjutnya menurut Securities Commission of Malaysia dalam Resolution of the Securities Commission Syariah Advisory Council, “asset securitization is a process of issuing securities by selling financial asset identified as an underlying asset to a third party”.

  Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam proses sekuritisasi secara syariah, terdapat penjualan pendapatan di masa mendatang yang berasal aset syariah kepada pihak lain dengan cara menerbitkan efek syariah.

  Sebagaimana diketahui salah satu komponen penting dalam laporan keuangan adalah aset. Engku Rabiah Adawiah Engku Ali dalam Issues in Islamic Debt Securitization membagi aset dalam 4 tipe, yaitu:

  1. Existing tangible assets, seperti tanah, gedung, mesin, mobil, perlengkapan. Ditinjau dari sisi syariah, tipe aset ini secara jelas mempunyai nilai yang

  mudah diukur dan oleh karena itu tidak terdapat masalah dalam kontrak jual beli asalkan memenuhi aspek hukum Islam, seperti tidak terdapat unsur bunga, judi, gharar, dan tidak berkaitan dengan minuman keras. Dengan demikian, tipe aset ini boleh dilakukan sekuritisasi. Hal ini banyak dilakukan dalam penerbitan sukuk.

  2. Future tangible assets, seperti aktiva dalam konstruksi. Ditinjau dari sisi syariah secara umum, pada dasarnya jual beli aset hanya

  untuk aset yang sudah ada dan dapat diserahterimakan, bukan aset yang belum ada. Hal ini berdasarkan Hadits Nabi yang menyatakan bahwa “janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu” (HR Al Khomsah dari Hukaim bin Hizam. Namun demikian, ada beberapa pengecualian untuk transaksi jual beli tertentu yang diperbolehkan meskipun belum ada asetnya, transaksi dengan akad bay‟al-salam (forward sale) dan bay‟ al-istishna‟ (manufacture or constraction contract). Hal ini berdasarkan hadis “Barang siapa melakukan salaf (salam) hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas untuk jangka waktu yang diketahui” (HR Bukhari). Dalam fatwa DSN-MUI No. 06DSN-MUIIV2000 tentang Jual Beli Istishna‟, dalam angka 4 untuk aset yang sudah ada dan dapat diserahterimakan, bukan aset yang belum ada. Hal ini berdasarkan Hadits Nabi yang menyatakan bahwa “janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu” (HR Al Khomsah dari Hukaim bin Hizam. Namun demikian, ada beberapa pengecualian untuk transaksi jual beli tertentu yang diperbolehkan meskipun belum ada asetnya, transaksi dengan akad bay‟al-salam (forward sale) dan bay‟ al-istishna‟ (manufacture or constraction contract). Hal ini berdasarkan hadis “Barang siapa melakukan salaf (salam) hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas untuk jangka waktu yang diketahui” (HR Bukhari). Dalam fatwa DSN-MUI No. 06DSN-MUIIV2000 tentang Jual Beli Istishna‟, dalam angka 4

  Para ulama sepakat bahwa atas tipe aset ini tidak boleh dilakukan penjualan

  lagi (sekuritisasi) sampai dengan aset ini menjadi barang jadi (selesai konstruksinya).

  3. Financial assets (intangible), seperti surat-surat berharga, piutang Pada dasarnya financial asset adalah abstrak dan tak berwujud dalam arti

  hakekatnya. Surat berharga seperti saham merupakan bukti kepemilikan atas suatu perusahaan. Bukti ini merepresentasikan seluruh aset dan kewajiban yang dimiliki perusahaan. Sesuai dengan OIC Fiqh Academy, saham dapat ditransaksikan selama aset dari perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut didominasi oleh real asset bukan didominasi oleh asset likuid seperti kas dan piutang.

  Piutang merupakan bukti tagihan atas pihak lain yang berasal dari kegiatan

  usaha maupun dari kegiatan non-usaha. Tidak terdapat perbedaan pendapat ulama jika terdapat transaksi pengalihan piutang dengan akad hiwalah. Namun untuk transaksi yang sifatnya jual beli piutang (bay‟al-dayn) terdapat perbedaan pendapat diantara ulama. Menurut Ibn Taymiyah dan Ibnul Qayyim membolehkan transaksi tersebut dengan syarat tidak ada riba (at par). Jumhur ulama melarang transaksi tersebut karena ada unsur risiko debitur tidak dapat membayar (gharar). Sesuai dengan fatwa Mmajma‟ al Fiqh al Islami Keputusan No. 92 tahun 1992 tentang bay‟ al dayn dinyatakan bahwa tidak boleh jual beli hutangpiutang kepada selain debitur karena menjurus kepada riba. Selanjutnya menurut Securities Commission of Malaysia dalam Resolution of the Securities Commission Syariah Advisory Council membolehkan transaksi jual beli piutang. Alasan utama diperbolehkannya hal tersebut adalah adanya peraturan dan pengawasan yang melindungi hak-hak pihak-pihak yang berkontrak. Akibat perbedaan tersebut maka proses sekuritisasi antara Malaysia dan negara lain relatif berbeda. Dengan diperbolehkannya jual beli piutang maka proses sekuritisasi secara syariah di Malaysia relatif lebih mudah.

  4. Government award, seperti lisensi, konsesi. Government award (iqta‟) merupakan hak yang diperoleh seseorang yang

  diperoleh dari kepala negara (head of state) berupa hak atas tanah, dalam bentuk control (ruqbah) atau memanfaatkan tanah tersebut (manfa‟ah).

b. Proses Sekuritisasi Syariah

  Proses sekuritisasi secara umum mencakup penciptaan aset yang memenuhi suatu kriteria tertentu untuk selanjutnya digabungkan sehingga memenuhi suatu ukuran yang memungkinkan untuk dapat dijual. Pada umumnya, aset gabungan secara keseluruhan memiliki karakteristik kredit yang lebih baik dari pada aset secara individual. Hal ini disebabkan aset gabungan tersebut telah mempertimbangkan diversifikasi risiko kredit, ukuran transaksi, geografi dan sebagainya. Proses penggabungan aset meliputi pertimbangan mengenai pencadangan proteksi tambahan bagi investor terhadap keterlambatan pembayaran, pembayaran yang lebih awal, potensi penghapusan (write-off), serta mismatches terkait timing aliran kas. Adapun proteksi yang biasanya diberikan kepada investor adalah dalam bentuk skema enhancement kredit danatau likuiditas.

  Sekuritisasi terdiri atas berbagai proses. Proses-proses tersebut meliputi: proses pengumpulan (pooling) aset, pengemasan (packaging) aset tersebut menjadi Efek dan mendistribusikan (distributing) Efek tersebut kepada investor.

  Dalam hal sekuritisasi merupakan sekuritisasi aset syariah maka proses tersebut harus memperhatikan prinsip-prinsip syariah di Pasar Modal. Pemenuhan prinsip tersebut terutama terkait dengan aset yang menjadi underlying dan struktur. Dari sisi aset, harus dapat menghasilkan aliran kas sebagai dasar pemberian imbalan kepada investor. Dari sisi struktur. yang perlu menjadi focus perhatian antara lain meliputi konfigurasi credit enhancement (dan bentuk lain dari dukungan kredit dan likuiditas) serta bentuk pengalihan (conveyance) kepemilikan.

  Menurut Adiwarman, terdapat 3 (tiga) hal penting terkait proses sekuritisasi syariah, yaitu:

  1. Asset Securitization Proses pertama ini merupakan suatu tahap yang menentukan. Sekuritisasi akan dilakukan atas asset berupa future income. Berdasarkan ketentuan hukum Islam, future income dapat berasal dari tagihan yang muncul dari akad-akad Natural Certainty Contracts (NCC) atau imbal hasil yang muncul dari transaksi Natural Uncertainty Contracts (NUC). Akad-akad NCC seperti murabahah, ijarah, salam dan istishna‟, sedangkan akad-akad NUC seperti musyarakah dan mudharabah.

  2. Penerbitan Sertifikat (issuance certificate) Proses selanjutnya adalah penerbitan sertifikat. Sertifikat yang diterbitkan dinyatakan valid apabila didukung (backed) oleh underlying asset, barang atau jasa (untuk NCC) dan usaha (untuk NUC).

  3. Perdagangan (trading) Proses terakhir dari sekuritisasi syariah adalah perdagangan dari sertifikat. Dalam rangka menjaga likuiditas perusahaan, memperdagangkan sertifikat di pasar sekunder adalah hal yang penting. Sertifikat sekuritisasi dapat dijual kepada debitor (bay‟ al-dayn lil mad‟ine), pihak ketiga, atau non debitor (bay‟ al-dayn lil ghairil mad‟ine).

c. Prinsip Umum dalam Sekuritisasi Syariah