Budaya Pertanian Masyarakat Traji

dalam diri mereka sejak sebelum munculnya tradisi suran tersebut pada zaman leluhur. Adapun latar belakang kebudayaan yang paling dominan mempengaruhi tradisi suran yang dilaksanakan oleh masyarakat Traji adalah sistem mata pencaharian dan sistem religi yang berkembang di Traji. Seperti telah dijabarkan sebelumnya, diketahui bahwa sistem mata pencaharian yang utama di Traji adalah pertanian, sedangkan mayoritas warga Traji beragama Islam. Untuk dapat merunut kebudayaan masyarakat Traji yang melatarbelakangi tradisi suran yang mereka laksanakan, berikut ini dipaparkan dua unsur kebudayaan yang paling dominan pengaruhnya terhadap tradisi suran.

a. Budaya Pertanian Masyarakat Traji

Pertanian yang merupakan mata pencaharian utama masyarakat Traji sangat mempengaruhi tradisi suran yang mereka laksanakan. Hal ini dapat dilihat baik dari sesaji yang mereka buat maupun dari lirik macapat yang dilantunkan. Sesaji yang mayoritas berisi hasil pertanian mencerminkan kebudayaan masyarakat Traji sebagai masyarakat pertanian. Sedangkan macapat yang menggambarkan rasa syukur masyarakat Traji atas sumber air yang melimpah dan dapat dimanfaatkan dalam pertanian juga menggambarkan pertanian yang berkembang di desa Traji. Sebagian besar isi dari sesaji yang dibuat pada saat suran berasal dari hasil pertanian masyarakat Traji sendiri. Hasil pertanian tersebut meliputi padi, sayuran, palawija, buah-buahan, jamu-jamuan, dan juga umbi-umbian. Sesaji sebagai suatu simbol atas berbagai konsep kebudayaan masyarakat Traji direalisasikan dengan hasil pertanian sebagai sesuatu yang sudah merupakan bagian internal dari kehidupan mereka. Pertanian adalah identitas bagi masyarakat Traji, sehingga ketika mereka hendak menggambarkan suatu konsep-konsep tertentu yang masih abstrak, mereka menggunakan hasil pertanian untuk menggambarkan dunianya. Hasil pertanian yang utama di desa Traji adalah tanaman padi yang ditanam di sawah. Oleh karena itu padi dengan berbagai bentuk olahannya merupakan jenis makanan yang paling banyak digunakan dalam sesaji. Sesaji yang berasal dari tanaman padi baik yang masih mentah maupun sudah diolah antara lain beras, beras kapurata, gabah, katul, golong, tumpeng, ketan, kupat, wajik, dan lain-lain. Padi yang merupakan hasil pertanian utama dan juga makanan pokok masyarakat Traji memiliki peran yang penting dalam pengadaan sesaji. Padi dan hasil olahannya digunakan untuk menyimbolkan berbagai konsep kebudayaan. Penggunaan padi sebagai sesaji dalam porsi besar menunjukkan betapa pentingnya padi bagi masyarakat Traji, dan betapa padi sudah merupakan bagian dari kehidupan mereka. Selain padi, hasil pertanian lain seperti palawija, sayuran, buah-buahan dan umbi-umbian juga digunakan dalam sesaji. Seperti halnya padi, hasil pertanian tadi juga merupakan hasil pertanian masyarakat Traji sendiri. Mereka menggunakan palawija, sayuran, dan lain-lain sebagai simbol kebudayaan dalam bentuk sesaji. Sekali lagi hal ini menunjukkan bahwa sistem mata pencaharian masyarakat Traji sebagai petani sangat mempengaruhi tradisi suran yang mereka laksanakan. Mereka menggunakan hasil pertanian untuk dapat mengekspresikan konsep-konsep kebudayaan yang mereka miliki. Hal lain yang menggambarkan kebudayaan masyarakat Traji sebagai masyarakat petani adalah disertakannya beberapa hewan ternak dalam sesaji. Hewan ternak seperti kerbau, ayam, dan kambing juga merupakan salah satu ciri khas dari masyarakat pertanian. Bagi masyarakat petani, hewan ternak merupakan suatu simbol kemakmuran dan kekayaan. Mereka menyebut hewan ternak yang berkaki empat sebagai rajakaya kekayaan. Petani yang sukses biasanya identik dengan kepemilikan hewan ternak seperti kerbau, sapi, dan kambing dalam jumlah besar selain juga lahan pertanian yang cukup luas. Sedangkan hewan ternak yang berupa unggas merupakan simbol kemakmuran. Hanya petani yang kaya yang dapat menyantap daging ayam sesering mungkin. Bagi petani miskin daging ayam merupakan menu makanan yang spesial, yang hanya dinikmati pada saat-saat yang spesial seperti pada saat hari raya dan pada saat mereka memiliki hajat. Berartinya hewan ternak bagi masyarakat pertanian seperti pada masyarakat Traji juga tampak dalam penggunaan hewan ternak sebagai sesaji dalam tradisi suran. Hewan ternak baik yang masih hidup maupun yang sudah dimasak dagingnya digunakan juga sebagai simbol beberapa konsep kebudayaan yang mereka miliki. Karena berharganya hewan ternak bagi masyarakat, maka sesaji yang menggunakan hewan ternak merupakan sesaji yang istimewa. Tidak semua sesaji mengikutsertakan hewan ternak didalamnya. Pertanian sebagai salah satu kebudayaan yang berpengaruh terhadap tradisi suran dalam masyarakat Traji juga dapat dilihat dari isi macapat yang dilantunkan. Berdasarkan isi macapat dapat diketahui bahwa pertanian merupakan mata pencaharian masyarakat Traji. Bahkan tradisi suran itu sendiri digelar salah satunya sebagai wujud rasa syukur masyarakat Traji atas hasil pertanian yang mereka peroleh. Ungkapan rasa syukur ini dapat kita temukan terutama pada bait ketiga macapat yaitu bahwa masyarakat mensyukuri keberadaan sendhang Sidhukun yang telah memberikan air yang mampu mencukupi kebutuhan hidup mereka, dan juga mengairi sawah dan ladang yang mereka miliki. Rasa syukur itu ditegaskan kembali pada bait kelima macapat yang menceritakan kemeriahan tradisi suran sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan yang telah memberikan kesuburan bagi tanaman yang mereka tanam untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dari sini dapat kita ketahui bahwa masyarakat Traji memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara bercocok tanam.

b. Sinkretisme dalam Kebudayaan Masyarakat Traji