Upacara di Sumber Mata Air Kalijaga Perjalanan Menuju Balai Desa

c. Upacara di Sumber Mata Air Kalijaga

Setelah selesai melaksanakan upacara di sendhang Sidhukun, iring-iringan pengantin melanjutkan perjalanan ke tempat lain yaitu sebuah pusat mata air yang diberi nama Kalijaga. Letak Kalijaga ini tidak terlalu jauh dari sendhang Sidhukun, yaitu kurang lebih seratus meter disebelah selatan. Upacara yang dilaksanakan di Kalijaga berlangsung singkat dengan meletakkan sesaji di sebuah batu besar yang ada di bawah pohon di Kalijaga kemudian didoakan oleh kaum. Sesaji yang telah didoakan tadi kemudian diperebutkan oleh warga. Sebelum meninggalkan Kalijaga, iring-iringan pengantin dan warga membasuh diri atau berwudhu di pancuran yang terdapat di Kalijaga. Ada tiga buah pancuran yang terdapat di Kalijaga, pancuran yang dianggap bertuah adalah pancuran yang berada paling kanan. Oleh karena itu pada saat hendak membasuh diri, mereka berebut untuk memilih pancuran yang paling kanan.

d. Perjalanan Menuju Balai Desa

Setelah selesai ritual di pusat mata air Kalijaga, iring-iringan pengantin kemudian melanjutkan perjalanan kembali ke balai desa. Terdapat tradisi yang khas pada saat iring-iringan tersebut dalam perjalanan menuju ke balai desa. Para pedagang yang menjajakan dagangannya disepanjang jalan dari sendhang Sidhukun hingga ke balai desa berlomba-lomba menawarkan dagangannya kepada mempelai perempuan istri kepala desa. Mereka berharap mempelai perempuan membeli dagangannya. Masyarakat Traji meyakini bahwa jika dalam perjalanan pulang itu sang pengantin perempuan bersedia membeli dagangan mereka, maka pedagang tersebut akan mendapatkan berkah selama satu tahun kedepan, dagangannya akan laris. Oleh karena itu para pedagang akan dengan senang hati menjual dagangannya kepada pengantin perempuan dengan harga yang rendah dan dari segi ekonomi sebenarnya merugikan pedagang itu sendiri. Selanjutnya pedagang yang dagangannya dibeli oleh mempelai perempuan akan menyimpan uang yang diberikan oleh pengantin tersebut sebagai suatu benda pusaka. Uang yang dibawa oleh pengantin perempuan adalah uang logam sejumlah 21 keping, namun tidak selalu dibelanjakan seluruhnya oleh sang pengantin. Adapun nomina dari uang logam tersebut adalah Rp 100; Rp 500; dan Rp 1000; menyesuaikan dengan peredaran uang logam dari masa ke masa.

e. Sungkeman di Balai Desa