Universitas Sumatera Utara memenuhi ketersediaan dan kebutuhan bahan pangan pokok dan strategis masyarakatnya Laurensius, 2010.
Impor bahan pangan Sumatera Utara Sumut tahun 2010 didominasi komoditas beras dan kacang kedelai. Setelah itu menyusul gula pasir dan buah
segar serta tepung terigu. Sedangkan pelabuhan yang dijadikan pintu gerbang masuknya komoditas tersebut dari luar negeri adalah Pelabuhan Belawan dan
terminal peti kemas Belawan International Container Terminal BICT. Menurut Humas Pelindo I Cabang Belawan M Azmi, tahun ini komoditas beras menduduki
ranking pertama impor makanan Sumut melalui Pelabuhan Belawan. Setelah itu menyusul gula pasir Wismar, 2011.
Ketergantungan akan impor tidak baik dalam suatu daerah. Misalnya, pada komoditi beras. Beras merupakan bahan pangan utama. Bila hal ini tidak ditangani
secepatnya, ketergantungan pada impor akan semakin meningkat. Sementara itu pasar beras internasional sifatnya thin market. Artinya ketergantungan terhadap
impor sifatnya tidak stabil dan akan menimbulkan kerawanan pangan dan pada gilirannya akan mengancam kestabilan nasional Ilham dkk, 2003.
2.2.2 Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi. Konsumsi pangan bertindak sebagai penyedia energi bagi tubuh, pengatur
proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan. Menurut Sedioetama 1996, konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah
pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis,
psikologis dan sosiologis.
Universitas Sumatera Utara
•
Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan rasa lapar atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh.
•
Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera
•
Tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat
Pengembangan ketahanan pangan mempunyai perspektif pembangunan yang sangat mendasar karena berpengaruh langsung terhadap keberhasilan
pengembangan kualitas sumber daya manusia. Hal ini ditentukan oleh keberhasilan pemenuhan kecukupan dan konsumsi pangan dan gizi. Konsumsi
pangan menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang baik, sehingga
dapat mengelola konsumsinya secara optimal. Konsumsi pangan hendaknya memperhatikan asupan pangan dan gizi yang cukup dan berimbang, sesuai dengan
kebutuhan bagi pembentukan manusia yang sehat, kuat, cerdas dan produktif. Dalam subsistem konsumsi terdapat aspek penting lain yaitu aspek
diversifikasi. Diversifikasi pangan merupakan suatu cara untuk memperoleh keragaman konsumsi zat gizi sekaligus mengurangi ketergantungan masyarakat
atas satu jenis pangan pokok tertentu, yaitu beras. Ketergantungan yang tinggi dapat memicu instabilitas apabila pasokan pangan tersebut terganggu. Sebaliknya
agar masyarakat menyukai pangan alternatif perlu peningkatan cita rasa, penampilan dan kepraktisan pengolahan pangan agar dapat bersaing dengan
produk-produk yang telah ada. Dalam kaitan ini peranan teknologi pengolahan pangan sangat penting. Anonimus, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Konsumsi, jumlah dan jenis pangan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Harper et al. 1986, faktor-faktor yang sangat mempengaruhi konsumsi
pangan adalah jenis pangan, jumlah produksi dan ketersediaan pangan. Untuk tingkat konsumsi, lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan
yang dikonsumsi. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas
pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat
terpenuhi. Apabila tubuh kekurangan zat gizi, khususnya energi dan protein, pada
tahap awal akan meyebabkan rasa lapar dan dalam jangka waktu tertentu berat badan akan menurun yang disertai dengan menurunnya produktivitas kerja.
Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang mencukupi,
pada akhirnya tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi dikarenakan ketahanan tubuh kurang baik yang selanjutnya dapat menyebabkan kematian
Hardinsyah dan Martianto, 1992. Tingkat konsumsi dipengaruhi juga oleh pola makan atau kebiasaan
makan. Pola makan di pedesaan belum banyak terpengaruh pola makannya dibandingkan dengan pola makan di perkotaan. Pada akhirnya kecukupan asupan
makan di kota baik kualitas maupun kuantitas lebih baik daripada kecukupan asupan makan anak di desa Khumaedi, 1994.
Pola konsumsi masyarakat di desa dan di kota berbeda, karena masyarakat di kota lebih mementingkan kandungan zat gizi makanan dari bahan makanan
Universitas Sumatera Utara
yang dikonsumsi dilihat dari keadaan sosial ekonomi penduduk lebih mampu, tersedianya fasilitas kesehatan memadai, fasilitas pendidikan lebih baik,
tersedianya tenaga kesehatan, serta lapangan usaha mayoritas penduduk pegawai dan wiraswasta, sedangkan di desa, pola konsumsi masyarakat kurang memenuhi
syarat dilihat dari keadaan sosial ekonomi yang tidak mampu, fasilitas kesehatan yang terbatas, fasilitas pendidikan kurang, tersedianya tenaga kesehatan serta
lapangan kerja penduduk mayoritas petani dan buruh Windarsih, 2008. Mengetahui ketersediaan pangan suatu daerah dilakukan dengan
mengidentifikasi jumlah produksi pangan strategis domestik, stok pangan yang dikeluarkan, dan impor ekspor pangan darike Kota Medan. Perhitungan
ketersediaan pangan wilayah ini sangat penting dilakukan untuk melihat melihat surplus tidaknya pangan di suatu daerah tertentu. Dengan diketahuinya ini neraca
tersebut maka antisipasi untuk ketahanan pangan dalam aspek ketersediaan dapat dilakukan sejak dini.
Selanjutnya menganalisis tingkat konsumsi pangan Kota Medan dapat diidentifikasi dengan mengalikan konsumsi energi per kapita per hari pada
masing–masing komoditi dengan jumlah penduduk Kota Medan. Konsumsi pangan ini terdiri dari konsumsi kalori dan protein. Rumus ini dipakai pada
masing–masing komoditi pangan strategis yaitu beras, jagung, cabai merah, gula pasir, bawang merah, daging ayam, daging sapi, telur ayam, dan minyak goreng di
Kota Medan. Dalam penelitian terdahulu, Ryan Aldy 2011 dalam judul Pola Distribusi
dan Stabilitas Harga Pangan mengatakan ketersediaan cabai merah, daging sapi, daging ayam, telur dan beras memenuhi semua kebutuhan masyarakat yang ada di
Universitas Sumatera Utara
Kota Medan. Ketersediaan ini didominasi dari impor luar Kota Medan. Bararti, untuk kelima jenis pangan strategis tersebut, Kota Medan termasuk dalam
kategori tahan pangan.
2.3 Kerangka Pemikiran