Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian

dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan pangan, stabilitas harga pangan food stability, dan keterjangkauan pangan food accessability di Kota Medan. Harga pangan di pasar relatif mahal mengakibatkan kesusahan masyarakat di sebagian golongan tertentu dalam membeli kebutuhannya. Tidak terpenuhinya kebutuhan pokok ini memicu banyaknya gizi buruk yang dialami oleh masyarakat miskin. Akibatnya, kemampuan masyarakat dalam memperoleh pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari semakin rendah. Keadaan ini membuat kehidupan masyarakat berada dalam lingkaran setan dan sulit untuk keluar Soekirman, 2000. Dengan demikian, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Rasio Ketersediaan Pangan Dan Konsumsi Pangan di Kota Medan”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat ketersediaan pangan strategis di Kota Medan ? 2. Bagaimana tingkat konsumsi pangan strategis di Kota Medan ? 3. Bagaimana rasio ketersediaan dan konsumsi pangan strategis di Kota Medan ? 4. Bagaimana tingkat ketahanan pangan strategis di Kota Medan ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah untuk : 1. Mengetahui tingkat ketersediaan pangan strategis di Kota Medan. 2. Mengetahui tingkat konsumsi pangan strategis di Kota Medan. Universitas Sumatera Utara 3. Menganalisis rasio ketersediaan dan konsumsi pangan strategis di Kota Medan. 4. Mengetahui tingkat ketahanan pangan strategis di Kota Medan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian adalah : 1. Sebagai masukan bagi pemangku kepentingan untuk memperbaiki dan meningkatkan penyediaan pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan Kota Medan yang sampai saat ini mempunyai pola pangan dan pola hidup yang sangat bergantung kepada pangan impor. 2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam Permentan No 65 Tahun 2010 mengenai Petunjuk Teknis Standard Pelayanan Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan KabupatenKota, Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Oleh karena terpenuhinya pangan menjadi hak asasi bagi masyarakat, melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah KabupatenKota dalam Pasal 7 huruf m dan Pasal 8, urusan Ketahanan Pangan merupakan urusan wajib berkaitan dengan pelayanan dasar dalam pemenuhan kebutuhan hidup minimal. Dalam penyelenggaran ketahanan pangan, peran Pemerintahan Provinsi dan KabupatenKota dalam mewujudkan ketahanan pangan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 adalah melaksanakan dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan di wilayah masing-masing dan mendorong keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan ketahanan pangan, dilakukan dengan : a Memberikan informasi dan pendidikan ketahanan pangan b Meningkatkan motivasi masyarakat c Membantu kelancaran penyelenggaraan ketahanan pangan d Meningkatkan kemandirian ketahanan pangan. Universitas Sumatera Utara Dalam PPRI No. 68 tahun 2002, untuk mewujudkan ketahanan pangan, maka seluruh sektor harus berperan secara aktif dan berkoordinasi secara rapi dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemerintah KabupatenKota, Pemerintah Desa dan masyarakat untuk meningkatkan strategi demi mewujudkan ketahanan pangan nasional. Oleh karena ketahanan pangan tercermin pada ketersediaan pangan secara nyata, maka harus secara jelas dapat diketahui oleh masyarakat mengenai penyediaan pangan. Penyediaan pangan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga yang terus terus berkembang dari waktu ke waktu. Untuk mewujudkan penyediaan pangan tersebut, perlu dilakukan pengembangan sistem produksi, efisiensi sistem usaha pangan, teknologi produksi pangan, sarana dan prasarana produksi pangan dan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif. Menurut Nuhfil 2005, ketahanan pangan dengan prinsip kemandirian dan berkelanjutan senantiasa harus diwujudkan dari waktu ke waktu, sebagai prasyarat bagi keberlanjutan eksistensi bangsa Indonesia. Upaya mewujudkan ketahanan pangan tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor internal maupun eksternal yang terus berubah secara dinamis. Dinamika dan kompleksitas ketahanan pangan menimbulkan berbagai permasalahan dan tantangan serta potensi dan peluang yang terus berkembang yang perlu diantisipasi dan diatasi melalui kerjasama yang harmonis antar seluruh pihak terkait dalam mewujudkan ketahanan pangan. Masalah pangan adalah keadaan kelebihan pangan, kekurangan pangan danatau ketidakmampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan. Masih adanya penduduk miskin, daerah rawan pangan, produksi pangan dihasilkan tidak merata antar wilayah dan sepanjang waktu, potensi Sumberdaya Universitas Sumatera Utara Alam yang berbeda di masing-masing daerah akan berpengaruh terhadap distribusi dan impor bahan pangan. Kondisi ini, pada akhirnya akses pangan bagi setiap individu rumah tangga akan semakin menjadi rendah apabila ketersediaan pangan setempat terbatas, pasar tidak tersedia, transportasi terbatas, pendapatan rendah, pendidikan terbatas, pengangguran tinggi, budaya setempat belum memadai. Oleh sebab itu, peranan distribusi pangan yang terjangkau dan merata sepanjang waktu kiranya akan berpengaruh terhadap peningkatan akses pangan bagi setiap rumah tangga di dalam memenuhi kecukupan pangannya PPRI No. 68, 2002. Komoditi pangan strategis meliputi beras, jagung, cabai merah, gula pasir, bawang merah, daging ayam, daging sapi, telur ayam, dan minyak goreng. Kesembilan komoditi ini sering disebut dengan bahan pangan strategis di Indonesia melihat pola konsumsi Indonesia yang lazim menggunakan bahan pangan ini yang sudah menjadi budaya di masyarakatnya. Dalam PPRI No. 68 Tahun 2002, untuk memenuhi penyediaan dalam rangka pemenuhan kebutuhan konsumsi rumah tangga yang terus berkembang dilakukan dengan : a. mengembangkan sistem produksi pangan yang bertumpu pada sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal; b. mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan; c. mengembangkan teknologi produksi pangan; d. mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan Semakin banyak jumlah penduduk, konsumsi pangan semakin meningkat. Menurut Husodo 2004, angka impor yang terus meningkat untuk berbagai komoditas pangan, disebabkan oleh kebutuhana pangan yang semakin meningkat Universitas Sumatera Utara karena populasi yang meningkat dan konsumsi perkapita yang meningkat sebagai hasil dari peningkatan kesejahteraan dan pendidikan, dan produksi yang menurun atau meningkat dengan kecepatan yang lebih kecil daripada peningkatan kebutuhan, karena kondisi yang ada terutama harga, tidak kondusif untuk peningkatan produksi. Menurut Aldy 2011, jumlah impor pangan yang masuk ke Kota Medan harus melalui jembatan timbang, jembatan timbang yang ada di provinsi Sumatera Utara berjumlah 13 buah yaitu jembatan timbang Gebang, jembatan timbang Sibolangit, Jembatan timbang Tanjung Morawa I dan II, jembatan timbang Dolok Merangir, jembatan timbang Simpang Dua, jembatan timbang Dolok Estate, jembatan timbang Aek Kanopan, jembatan timbang Aek Batu, jembatan timbang Simoang Runding, jembatan timbang Jembatan Merah, jembatan timbang Sabungan, dan jembatan timbang PAL XI. Ketahanan pangan di tiap daerah termasuk Medan memiliki tiga pilar utama, yaitu ketersediaan, distribusi dan akses pangan serta konsumsi. Pilar Pertama, Kota Medan yang terdiri dari 21 kecamatan bukanlah sentra produksi pangan. Artinya impor pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan lokal di pasok dari luar kota Medan baik kabupaten berdekatan atau luar Sumatera. Ketersediaan pangan selama ini di Medan tidak memiliki kendala yang subtantif. Sentra-sentra produksi pangan di luar kota Medan masih terus memasok pangan ke Kota Medan secara berkesinambungan dan berkelanjutan Waspada, 2011. Namun, demikian bukan berarti dalam jangka panjang ketersediaan pangan di Medan ini akan tetap terjamin mengingat fluktuatif iklim yang condong ekstrim di beberapa daerah sentra produksi pangan dianggap sebagai ancaman bagi ketahanan produktivitas. Tentu saja jalan keluar yang tepat adalah bagaimana Universitas Sumatera Utara walikota memaksimalkan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat. Paling tidak terdapat cadangan pangan rumah tangga untuk tiga bulan konsumsi Waspada, 2011. Dari pilar distribusi dan akses pangan, hingga triwullan III tahun 2011 terlihat stabilitas harga dan impor pangan di Medan masih stabil atau stabilitas harga berkisar antara 0 hingga 15 persen. Artinya tidak terjadi gejolak harga yang fluktuatif ekstrim kecuali pada Hari Besar Keagamaan Negara HBKN. Kestabilan harga dan impor ini bermuara pada distribusi dan informasi pangan yang baik. Jalur tataniaga pangan dari luar Medan tidak mendapat hambatan berarti karena infrastruktur jalan memenuhi persyaratan untuk memasok pangan dengan waktu yang tepat Waspada, 2011. Dari pilar konsumsi, sampai dengan triwulan III tahun 2011 kecukupan pangan bagi rumah tangga di Medan masih memenuhi harapan yang ditetapkan pemerintah. Pola pangan harapan di Medan tercapai hingga 82 persen. Artinya secara kuntitatif masyarakat Medan dapat mengakses pangan dengan harga yang terjangkau dan secara kualitatif. Masyarakat Medan memahami persoalan dengan benar pola konsumsi yang bergizi dan berimbang. Sisa persoalan adalah keracunan panganan anak sekolah. Pada persoalan ini dinas kesehatan dan dinas pendidikan sangat diharapkan bekerja lebih serius lagi mencegah panganan yang akan dikonsumsi anak sekolah Waspada, 2011. Dalam Harian Sumut Pos 2011, sumberdaya alam belum sepenuhnya dimanfaatkan, padahal potensi sumber daya pangan sangat banyak di tanah air. Konsumsi pangan masyarakat pada kelompok padi-padian paling mendominasi yakni mencapai 1.333,88 kkal per kapita per hari atau sebesar 66,69 persen. Universitas Sumatera Utara Angka itu masih sangat tinggi dari anjuran Pola Pangan Harapan PPH sebesar 50 persen, sedangkan konsumsi kacang-kacangan, sayuran dan buah-buahan masih di bawah anjuran. Tingginya konsumsi beras dimasyarakat menjadi hambatan dalam menciptakan pola konsumsi pangan beragam, bergizi, berimbang 3B dan aman. Padahal dalam pemenuhan kebutuhan energi tak hanya bisa diperoleh dari kelompok pangan padi-padian, namun dari umbi-umbian yang mengandung kalori sebagai sumber energi di tubuh. Pola konsumsi masyarakat dapat tercermin dari pola konsumsi pangannya di tingkat rumah tangga yang diindikasikan dalam Angka Kecukupan Gizi AKG masyarakat. Untuk itu, penting diketahui bagaimana tingkat AKG masyarakat Kota Medan, yang menurut rekomendasi Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi WNPG Tahun 2004, rata–rata untuk kalori sebesar 2.000 kilo kalorikapitahari dan untuk protein 52 grkaphari. Untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif maka setiap orang memerlukan 5 lima kelompok zat gizi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral yang cukup sesuai dengan anjuran Pola Pangan Harapan PPH dan Angka Kecukupan Energi AKE guna mencegah berjangkitnya penyakit didalam keluarga, konsumsi pangan masyarakat di Provinsi Sumatera Utara sampai dengan akhir tahun 2010 menunjukkan skor Pola Pangan Harapan PPH baru mencapai skor 78,3 atau jauh diatas standarisasi skor nasional yaitu skor 75,5 dan diharapkan mencapai skor PPH Nasional yaitu skor 95 pada tahun 2015. Untuk data selengkapnya dapat dijelaskan dari Tabel 2.1 berikut. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Gambaran Rata-Rata Konsumsi Pangan Masyarakat di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2007-2010 Sumber: BKP Sumut, 2010 Kecukupan energi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, status fisiologis, kegiatan, efek termik, iklim dan adaptasi. Untuk kecukupan protein dipengaruhi oleh faktor-faktor umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, status fisiologi, kualitas protein, tingkat konsumsi energi dan adaptasi Hardinsyah dan Tampubolon, 2004.

2.2 Landasan Teori