Arsitektur Perilaku
Catherine 070406036
4
peningkatan jumlah korban NAPZA ini tidak sebanding dengan penambahan panti-panti rehabilitasi. Akibatnya, akses para pencandu terhadap panti-panti rehabilitasi NAPZA masih
terbatas. Padahal berdasarkan Undang-Undang No. 352009 tentang Narkotika, pecandu atau pengguna Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya NAPZA berhak
mendapat rehabilitasi. Hingga saat ini, baru 0,5 persen pencandu narkoba yang memiliki
akses untuk mendapatkan layanan rehabilitasi narkoba. Adapun panti-panti rehabilitasi korban NAPZA tersebut cenderung membutuhkan biaya yang cukup besar Rp 5.000.000,-
sampai Rp 8.000.000,- per bulan. Padahal korban NAPZA tidak hanya dari golongan menengah ke atas saja tetapi juga dari kalangan menengah bawah, sehingga mereka tidak
mampu untuk membiayai rehabilitasi ini. Oleh karena itu, masih perlunya panti-panti
rehabilitasi yang mampu menampung korban-korban penyalahgunaan NAPZA ini, yang bergerak di bidang sosial non profit. Dengan adanya panti rehabilitasi NAPZA ini
diharapkan mampu membantu menampung jumlah korban yang semakin banyak dan tidak memberatkan para korban mengenai biaya yang harus dikeluarkan. Selain itu, panti
rehabilitasi ini haruslah layak baik dari segi pengobatan, persyaratan ruang, tenaga medis, hingga tenaga pekerja. Dengan harapan agar korban penyalahgunaan NAPZA ini dapat
dipulihkan keadaannya dan dapat kembali bersosialisasi dengan masyarakat.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari proyek “Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA” ini sebagai berikut:
A. Tujuan Medis
1. Membantu pasien untuk sembuh dari ketergantungan terhadap narkoba dengan
metode berobat dan bertobat. 2.
Meningkatkan iman dan taqwa sebagai benteng untuk mencegah penyalahgunaan NAPZA.
3. Menumbuhkan rasa percaya diri pasien, menuju masa depan yang lebih cerah.
4. Membantu pasien agar dapat kembali bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat
baik di sektar lingkungan keluarga maupun di lingkungan kerjanya kelak. B.
Tujuan Arsitektural 1.
Mendirikan panti rehabilitasi NAPZA yang memiliki nilai arsitektural fungsional, struktural, estetis.
2. Memadukan fungsional arsitektur dengan proses penyembuhan pasien penerapan
terapi warna pada bangunan.
Arsitektur Perilaku
Catherine 070406036
5
3. Mendesain panti rehabilitasi NAPZA yang memberikan nuansa rekreatif sehingga
pasien tidak merasa seperti sedang dalam penjara atau dikucilkan.
1.3 Masalah
Perancangan
Masalah perancangan yang timbul dalam proyek “Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA” ini adalah :
• Bagaimana merencanakanmerancang ruang yang fungsional sekaligus berfungsi sebagai
bagian dari proses penyembuhan bagi pasien. •
Bagaimana merencanakanmerancang ruang luar dan ruang dalam yang terintegrasi sehingga tercipta suatu alur atau suasana yang dapat mendukung proses penyembuhan
pasien. •
Bagaimana mengolah massa bangunan sehingga mampu mendukung fungsi kegiatan yang berlangsung dalam panti.
• Bagaimana merencanakanmerancang ruang-ruang untuk menampung bakat ataupun
pengembangan diri mental dan bakat mereka sehingga mereka dapat bersosialisasi kembali di dalam masyarakat nantinya.
1.4 Pendekatan Masalah Perancangan
Pendekatan yang dilakukan pada proyek “Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA”
ini adalah :
• Studi pustaka untuk yang berkaitan langsung dengan judul dan tema yang diangkat untuk
mendapatkan informasi dan bahan berupa literatur yang sesuai dengan materi yang berhubungan dengan panti rehabilitasi, referensi standarisasi , dan syarat yang dibutuhkan
dalam perancangan. •
Studi banding terhadap proyek dan tema sejenis dengan melihat keadaan yang sudah ada, sumber dapat berupa buku, majalah, internet dan sebagainya.
• Studi lapangan mengenai kondisi sekitar lahan studi dan lingkungan fisik yang
berhubungan dengan kasus proyek.
1.5 Lingkup Batasan Masalah