Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA.

(1)

LAPORAN PERANCANGAN TKA 490 – TUGAS AKHIR

SEMESTER B TAHUN AJARAN 2010 / 2011

Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Arsitektur

Oleh :

CATHERINE

070406036

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

LAPORAN PERANCANGAN TKA 490 – TUGAS AKHIR

SEMESTER B TAHUN AJARAN 2010 / 2011

Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Arsitektur

Oleh :

CATHERINE

070406036

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(3)

OLEH :

CATHERINE

070406036

Medan, 22 Juni 2011

Disetujui Oleh :

Pembimbing I

Pembimbing II

Ir. Basaria Talarosha, MT.

Hajar Suwantoro, ST., MT.

NIP. 196501091995012001 NIP. 197902032005011001

Ketua Departemen Arsitektur

Ir. N. Vinky Rahman, M.T.

NIP. 196606221997021001


(4)

( SHP2A )

Nama : Catherine

NIM : 070406036

Judul Proyek Akhir : Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA Tema Proyek Akhir : Arsitektur Perilaku

Rekapitulasi Nilai :

Nilai A B+ B C+ C D E

Dengan ini mahasiswa bersangkutan dinyatakan :

No Status

Waktu Pengumpulan

Laporan

Paraf Pembimbing

I

Paraf Pembimbing

II

Koordinator TKA - 490

1 LULUS

LANGSUNG

2 LULUS

MELENGKAPI

3 PERBAIKAN

TANPA SIDANG

4

PERBAIKAN DENGAN

SIDANG

5 TIDAK LULUS

Medan , 22 Juni 2011

Ketua Departemen Arsitektur Koordinator TKA – 490

_ Ir. N. Vinky Rachman, MT. Ir. N. Vinky Rachman, MT.


(5)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Laporan yang berisi penjelasan mengenai proyek Tugas Akhir penulis dengan judul “Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA” ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Strata 1 pada Fakultas Teknik Departemen Arsitektur USU.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

• Ibu Ir. Basaria Talarosha, MT. selaku dosen pembimbing I atas kesabaran dan perhatiannya dalam proses asistensi , dan masukan yang diberikan kepada penulis , serta memotivasi penulis untuk bergerak lebih maju lagi.

• Bapak Hajar Suwantoro, ST., MT. selaku dosen pembimbing II atas kesabaran dan perhatiannya dalam proses asistensi , masukan-masukan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis.

• Bapak Achmad Delianur Nasution, ST., MT., IAI selaku dosen penguji yang banyak memberikan kritikan-kritikan dan masukan-masukan yang berguna dalam pengembangan rancangan bangunan ini.

• Bapak Zulkarnaen Nasution selaku Direktur Pusat Informasi Masyarakat Anti Narkoba Sumatera Utara atas informasi dan data – data yang telah diberikan sehubungan dengan NAPZA.

• Ibu Jenni H. Silitonga, SKM, M.Kes. selaku Kasubbid Rehabilitasi BNP atas data dan informasi yang telah diberikan.

• Bapak T.M. Safawi Arifin selaku penanggung jawab Al Kamal Sibolangit Center, atas kebersediaan beliau dalam memberikan informasi dan masukan ketika melakukan survei lapangan di panti tersebut.

• Keluarga saya terutama ibunda Lily Poniman yang banyak memberikan semangat dalam proses pengerjaan Tugas Akhir ini .

• Teman – teman stambuk 07 dan seperjuangan TA terutama Shelly, Claudia, Jessica, Hendra, Wilcen, Yohana, Anggrelany, Agus, Julaiha.

• Senior – senior ‘06 ( Berlianto, Ivana, Suwanti, Dian, Putrisia, Vera, Juandi ), senior – senior ’05, senior – senior ’04, junior – junior ’08, junior – junior ’09, junior – junior ’10.


(6)

yang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 25 Februari 2011


(7)

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GRAFIK x

DAFTAR DIAGRAM xi

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Maksud dan Tujuan 4

1.3 Masalah Perancangan 5

1.4 Pendekatan Masalah Perancangan 5

1.5 Lingkup / Batasan Masalah 5

1.6 Asumsi – Asumsi 6

1.7 Kerangka Berpikir 7

1.8 Sistematika Penulisan Laporan 7

BAB II. TINJAUAN UMUM : TENTANG NAPZA (NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN ZAT ADIKTIF)

2.1 Jenis – jenis NAPZA yang Sering Disalahgunakan

2.1.1 Narkotika 9

2.1.2 Psikotropika 12

2.1.3 Zat Adiktif Lainnya 15

2.2 Faktor – faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA 17 2.3 Proses Terjadinya Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA 19 2.4 Dampak Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA 22

2.5 Upaya Penanggulangan Masalah NAPZA 23

2.6 Rehabilitasi NAPZA

2.6.1 Pengertian Rehabilitasi NAPZA 24

2.6.2 Model-model Pelayanan Rehabilitasi NAPZA 24 2.6.3 Sarana Pelayanan Rehabilitasi NAPZA 32 2.7 Studi Banding Proyek Sejenis

2.7.1 Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” 33 2.7.2 Al Kamal Sibolangit Centre, Rehabilitation for Drug Addicted 36 2.7.3 Pusat Terapi dan Rehabilitasi LIDO (Campus Unitra) 43 2.7.4 Drug Abuse Information Rehabilitation and

Research Centre (DAIRRC) 47

BAB III. TINJAUAN KHUSUS : PANTI REHABILITASI KETERGANTUNGAN NAPZA

3.1 Deskripsi Proyek 49


(8)

3.5 Panti Rehabilitasi NAPZA

3.5.1 Tujuan dan Sasaran Panti Rehabilitasi NAPZA 63

3.5.2 Fungsi Panti Rehabilitasi NAPZA 63

3.5.3 Struktur Organisasi Panti Rehabilitasi NAPZA 63

3.5.4 Perbandingan Program Kegiatan 64

3.5.5 Program Kegiatan 67

3.5.6 Kebutuhan Ruang 72

BAB IV. ELABORASI TEMA

4.1 Pengertian Tema 76

4.2 Landasan Teori 77

4.3 Keterkaitan Tema dengan Judul 85

4.4 Studi Banding Tema Sejenis

4.4.1 Duke Ingtegrative Medicine, Durham 87

4.4.2 Els Colors Kindergarten 90

4.4.3 Kesimpulan Analisa Studi Banding 90

4.5 Interpretasi Tema terhadap Proyek 92

BAB V. ANALISA

5.1 Analisa Tapak

5.1.1 Analisa Lokasi 95

5.1.2 Analisa Potensi Lahan 97

5.1.3 Analisa Tata Guna Lahan 98

5.1.4 Analisa Intensitas Bangunan 99

5.1.5 Analisa Sirkulasi

5.1.5.1 Deskripsi Jalan di Sekitar Tapak 100

5.1.5.2 Pola Sirkulasi Tapak Eksisting 101 5.1.5.3 Pola Lalu Lintas Eksisting Tapak 102

5.1.5.4 Analisa Pencapaian 103

5.1.6 Analisa View

5.1.6.1 Analisa View ke Luar Tapak 104

5.1.6.2 Analisa View ke Dalam Tapak 105

5.1.7 Analisa Kebisingan 106

5.1.8 Analisa Matahari dan Vegetasi 106

5.1.9 Analisa Angin 108

5.1.10 Analisa Utilitas 108

5.1.11 Analisa Kontur 109

5.2 Analisa Fungsi dan Kegiatan

5.2.1 Analisa Kapasitas Penderita 110

5.2.2 Analisa Kapasitas Tenaga Ahli 111

5.2.3 Analisa Kapasitas Pengelola 112


(9)

BAB VI. KONSEP PERANCANGAN 6.1 Konsep Perancangan Tapak

6.1.1 Konsep Penzoningan 132

6.1.2 Konsep Pencapaian 134

6.1.3 Konsep Sirkulasi 134

6.1.4 Konsep Vegetasi dan Ruang Terbuka 135 6.2 Konsep Perancangan Bangunan

6.2.1 Konsep Bentukan Massa 137

6.2.2 Konsep Fasad dan Material 138

6.3 Konsep Elektrikal dan Utilitas

6.3.1 Konsep Elektrikal 140

6.3.2 Konsep Utilitas 141

BAB VII. GAMBAR PERANCANGAN 143


(10)

Gambar 2.1 Heroin 9

Gambar 2.2 Kokain 9

Gambar 2.3 Candu 10

Gambar 2.4 Morfin 11

Gambar 2.5 Ecstacy 13

Gambar 2.6 Shabu 14

Gambar 2.7 Alkohol 15

Gambar 2.8 Nikotin 17

Gambar 2.9 Proses terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA 19 Gambar 2.10 Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh pengguna panti 36 Gambar 2.11 Tampak depan gedung penyuluhan publik 37 Gambar 2.12 Sirkulasi di depan kamar publik dan menuju ke ruang seminar 37

Gambar 2.13 Ruang seminar 37

Gambar 2.14 Kamar tidur publik 37

Gambar 2.15 Ruang kumpul 37

Gambar 2.16 Halaman dan area bermain 37

Gambar 2.17 Bangunan di area belakang 38

Gambar 2.18 Ruang tenis meja 38

Gambar 2.19 Ruang makan 38

Gambar 2.20 Area berkebun untuk pasien 38

Gambar 2.21 Suasana dari gedung penyuluhan publik ke gedung utama 38

Gambar 2.22 Tampak gedung utama 38

Gambar 2.23 Ruang security 39

Gambar 2.24 Kantor supervisor 39

Gambar 2.25 Ruang konsultasi pasien dan orang tua pasien 39 Gambar 2.26 Gazebo (tempat berkumpul orang tua pasien dengan pasien) 39 Gambar 2.27 Aula (ruang nonton dan ruang musik) 39 Gambar 2.28 Maket rencana panti (rancangan tersebut tidak terpakai) 39 Gambar 2.29 Area residensial dan perawatan pasien 40 Gambar 2.30 Tampak depan gedung residensial dan perawatan pasien 40

Gambar 2.31 Ruang dokter 40

Gambar 2.32 Aula (ruang nonton dan ruang musik) 40

Gambar 2.33 Ruang komputer 40

Gambar 2.34 Ruang perawatan / pemeriksaan 40

Gambar 2.35 Alat pemeriksaan fisik (salah satunya mengontrol berat tubuh pasien) 40 Gambar 2.36 Kamar tidur pasien (1 kamar berisi 6 tempat tidur dengan 1 KM/WC) 40 Gambar 2.37 Kolam berendam (hukuman bagi pasien pada tengah malam) 41

Gambar 2.38 Lapangan basket 41

Gambar 2.39 Kantin / ruang makan 41

Gambar 2.40 Ruang makan 41


(11)

Gambar 2.44 Ruang ramuan tradisonal 41

Gambar 2.45 Mushola 42

Gambar 2.46 Ruang wudhu 42

Gambar 2.47 Ruang sholat 42

Gambar 2.48 Tampak depan site panti 43

Gambar 2.49 Suasana halaman parkir di depan panti 43 Gambar 2.50 Lokasi Drug Abuse Information Rehabilitation and Research Centre 47 Gambar 2.51 Kebutuhan ruang – ruang yang ada pada DAIRRC 48 Gambar 3.1 Peta Sumatera Utara, Kota Medan ,dan Kecamatan Tuntungan 49 Gambar 3.2 Peta Wilayah Pengembangan Pembangunan Kota Medan 53 Gambar 3.3 Titik-titik Rumah Sakit yang ada di Kota Medan 55

Gambar 3.4 Peta lokasi A 58

Gambar 3.5 Kondisi tapak lokasi A 58

Gambar 3.6 Kondisi tapak lokasi B 59

Gambar 3.7 Kondisi tapak lokasi C 60

Gambar 4.1 Eksterior bangunan 87

Gambar 4.2 Site Plan 87

Gambar 4.3 Ruang-ruang yang menyatu dengan alam 88

Gambar 4.4 Penggunaan kaca pada ruang 89

Gambar 4.5 Selasar 89

Gambar 4.6 Penggunaan material kayu untuk kesan hangat dan nyaman 89

Gambar 4.7 Els Colors Kindergarten 90

Gambar 5.1 Peta lokasi Proyek 95

Gambar 5.2 Batas-Batas Wilayah 96

Gambar 5.3 Analisa Potensi Lahan Proyek 97

Gambar 5.4 Tata guna lahan 98

Gambar 5.5 Intensitas Bangunan eksisting 99

Gambar 5.6 Potongan A-A 99

Gambar 5.7 Potongan B-B 99

Gambar 5.8 Deskripsi jalan di sekitar tapak 100

Gambar 5.9 Alur Sirkulasi di sekitar tapak 101

Gambar 5.10 Simpang Tuntungan 102

Gambar 5.11 Pola lalu lintas pada kawasan ini 102

Gambar 5.12 Analisa Pencapaian Ke tapak 103

Gambar 5.13 Analisa view ke luar tapak 104

Gambar 5.14 Analisa view ke dalam tapak 105

Gambar 5.15 Analisa kebisingan tapak 106

Gambar 5.16 Analisa matahari pada tapak 106

Gambar 5.17 Analisa vegetasi 107

Gambar 5.18 Analisa angin 108

Gambar 5.19 Analisa kontur 109


(12)

Gambar 7.4 Tampak dan Potongan Site 146

Gambar 7.5 Denah, Tampak, dan Potongan (1) 147

Gambar 7.6 Denah, Tampak, dan Potongan (2) 148

Gambar 7.7 Denah, Tampak, dan Potongan (3) 149

Gambar 7.8 Denah, Tampak, dan Potongan (4) 150

Gambar 7.9 Denah, Tampak, dan Potongan (5) 151

Gambar 7.10 Denah, Tampak, dan Potongan (6) 152

Gambar 7.11 Denah, Tampak, dan Potongan (7) 153

Gambar 7.12 Denah, Tampak, dan Potongan (8) 154

Gambar 7.13 Denah, Tampak, dan Potongan (9) 155

Gambar 7.14 Denah, Tampak, dan Potongan (10) 156 Gambar 7.15 Rencana Pondasi, Pembalokan, dan Atap (1) 157 Gambar 7.16 Rencana Pondasi, Pembalokan, dan Atap (2) 158 Gambar 7.17 Rencana Pondasi, Pembalokan, dan Atap (3) 159 Gambar 7.18 Rencana Pondasi, Pembalokan, dan Atap (4) 160 Gambar 7.19 Rencana Pondasi, Pembalokan, dan Atap (5) 161 Gambar 7.20 Rencana Pondasi, Pembalokan, dan Atap (6) 162 Gambar 7.21 Rencana Pondasi, Pembalokan, dan Atap (7) 163

Gambar 7.22 Detail (1) 164

Gambar 7.23 Detail (2) 165

Gambar 7.24 Detail (3) 166

Gambar 7.25 Trafe Potongan dan Detail 167

Gambar 7.26 Trafe Tampak (1) 168

Gambar 7.27 Trafe Tampak (2) 169

Gambar 7.28 Rencana Elektrikal 170

Gambar 7.29 Rencana Plafon dan Titik Lampu (1) 171 Gambar 7.30 Rencana Plafon dan Titik Lampu (2) 172

Gambar 7.31 Rencana Utilitas 173

Gambar 7.32 Rencana Utilitas dan Detail 174

Gambar 7.33 Kumpulan Perspektif Massa dan Suasana 175

Gambar 7.34 Foto Maket (1) 176

Gambar 7.35 Foto Maket (2) 176

Gambar 7.36 Foto Maket (3) 177

Gambar 7.37 Foto Maket (4) 177

Gambar 7.38 Foto Maket (5) 178

Gambar 7.39 Foto Maket (6) 178


(13)

Tabel 1.1 Data kasus pengguna narkoba di Indonesia tahun 2004-2008 2 Tabel 1.2 Data kasus tindak kejahatan narkoba di Sumatera Utara 3 Tabel 2.1 Data residen berdasarkan jenis kelamin 46

Tabel 2.2 Data residen berdasarkan usia 46

Tabel 2.3 Data residen berdasarkan tingkat pendidikan 47 Tabel 3.1 Pembagian Wilayah Pengembangan Pembangunan Kota Medan 54

Tabel 3.2 Jumlah Rumah Sakit di WPP E 57

Tabel 3.3 Kepadatan penduduk di WPP E 57

Tabel 3.4 Karakteristik dari alternatif lokasi 61 Tabel 3.5 Peringkat penilaian dari alternatif lokasi 62

Tabel 3.6 Perbandingan Program Kegiatan 64

Tabel 3.7 Kebutuhan Ruang 72

Tabel 4.1 Warna sesuai kesukaan orang tua dan anak-anak 81

Tabel 4.2 Pengaruh warna 81

Tabel 4.3 Kesimpulan 91

Tabel 4.4 Interpretasi tema 92

Tabel 5.1 Gambar Kondisi Jalan di sekitar Site 100

Tabel 5.2 Analisa view 105

Tabel 5.3 Jumlah persentase residen laki-laki dengan perempuan 111 Tabel 5.4 Jumlah tenaga ahli pada panti sesuai KEPMENKES 111

Tabel 5.5 Jumlah tenaga ahli tambahan 112

Tabel 5.6 Program ruang seminar publik 119

Tabel 5.7 Program ruang konsultasi individu 121

Tabel 5.8 Program ruang kuratif 122

Tabel 5.9 Program ruang residensial 124

Tabel 5.10 Program ruang daycare 126

Tabel 5.11 Program ruang penunjang 127

Tabel 5.12 Program ruang pengelolaan 129

Tabel 5.13 Program ruang operasional 130

Tabel 5.14 Fasilitas parkiran 130


(14)

Grafik 1.1 Jumlah Kasus Narkoba di Indonesia 2 Grafik 1.2 Jumlah Kasus Tindak Kejahatan Narkoba di Sumatera Utara 3


(15)

Diagram 1.1 Kerangka Berpikir 7

Diagram 2.1 Struktur Organisasi LIDO 44

Diagram 2.2 Alur Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi LIDO 44 Diagram 3.1 Struktur Organisasi Panti Rehabilitasi NAPZA 64 Diagram 4.1 Hubungan Integratif Manusia dengan Lingkungannya 78 Diagram 4.2 Proses Fundamental Perilaku Manusia 79 Diagram 4.3 Hubungan antara Budaya, Perilaku, Sistem Aktivitas, dan Sistem Setting 79

Diagram 4.4 Perilaku 92

Diagram 5.1 Analisa aktivitas pasien 114

Diagram 5.2 Analisa aktivitas direktur, wakil direktur, sekretariat, dan

staf pengelola lain 115

Diagram 5.3 Analisa aktivitas dokter umum 115

Diagram 5.4 Analisa aktivitas psikiater 115

Diagram 5.5 Analisa aktivitas psikolog 115

Diagram 5.6 Analisa aktivitas psikolog 116

Diagram 5.7 Analisa aktivitas perawat 116

Diagram 5.8 Analisa aktivitas staf konselor 116

Diagram 5.9 Analisa aktivitas guru 117

Diagram 5.10 Analisa aktivitas apoteker 117

Diagram 5.11 Analisa aktivitas pengatur laboratorium 117 Diagram 5.12 Analisa aktivitas pengatur EKG dan EEG 117 Diagram 5.13 Analisa aktivitas ustad, pendeta, dan bhiksu 117 Diagram 5.14 Analisa aktivitas peserta seminar 118 Diagram 5.15 Analisa aktivitas keluarga pasien 118

Diagram 6.1 Diagram Organisasi Ruang 133

Diagram 6.2 Diagram Sistem Elektrikal 140

Diagram 6.3 Diagram Sistem Air bersih 141

Diagram 6.4 Diagram Sistem Air Limbah 141

Diagram 6.5 Diagram Sistem Air Kotor 141


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sepanjang tercatat dalam sejarah manusia, NAPZA dipuja karena manfaatnya bagi manusia tetapi sekaligus dikutuk karena efek buruk yang diakibatkannya. NAPZA alami sudah dikenal manusia sejak lebih dari lima ribu tahun Sebelum Masehi (opium di Asia Kecil, ganja di China, daun koka di Amerika Selatan, alkohol di Mesir dan Persia). NAPZA sintetik dan semisintetik baru dikenal dalam sejarah sekitar satu sampai dua abad yang lalu (barbiturate, 1903; benzodiazepine, 1957).

Dalam bidang kedokteran sebagian besar golongan NAPZA masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran di jalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda.

Badan PBB UN, International Drug Control Program, menyatakan pada tahun 2009 jumlah pemakai NAPZA di seluruh dunia telah mencapai 180 juta orang dan setidaknya 100.000 diantara mereka meninggal setiap tahun. Oleh karena itu penyalahgunaan NAPZA ini sudah menjadi masalah yang mengkhawatirkan bagi internasional.1

Penyalahgunaan NAPZA ini bukan hanya menjadi masalah internasional melainkan juga telah menjadi masalah nasional, seperti pada Indonesia penyalahgunaan NAPZA telah mencapai situasi yang mengkhawatirkan, dimana Indonesia bukan hanya menjadi “daerah transit” tetapi telah menjadi “daerah pemasaran”, bahkan telah menjadi “daerah produsen” bahan narkotika ini.2 Hal ini sangat memprihatinkan kita karena korban penyalahgunaan NAPZA di Indonesia semakin bertambah dari tahun ke tahun, tidak hanya menyerang kaum muda saja tetapi juga golongan setengah baya maupun golongan usia tua, tidak hanya di kota besar tetapi sudah masuk kota-kota kecil dan merambah di kecamatan bahkan desa, tidak hanya oleh kalangan tertentu saja, tetapi sudah memasuki berbagai profesi. Berdasarkan Badan Narkotika Nasional, pengguna narkoba tahun 2008-2009 jumlah pengguna narkoba tanah air mencapai 3,2 juta jiwa atau sekitar 1,5% dari seluruh jumlah penduduk. Residen yang baru diterapi hanya sekitar 7.000 orang terhitung sejak tahun 1985 – 2008 atau rata-rata

      

1 A., Supriono, 2006, Mengenal Jenis dan Faktor Penyebab dan Penyalahgunaan NAPZA, 

(http://unpad.ac.id/content, diakses pada tanggal 5 Maret 2011). 


(17)

  300 ora dan ma diketahu adalah NAPZA (23%), KT BA bahan b (43,43% merupa

Tabel 1.

D

ang per tahu sih berada d

Dari Surve ui bahwa d 3,9% atau A. Wilayah

Medan (15 ARESKRIM

berbahaya %) kasus p akan peringk 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000 .1 Data kasu

Dari grafik d meningkat.

un. Penyala di masyarak

ei Nasional dari 13.710

u dengan k ibukota pro %), dan Ba M POLRI p sebanyak 2 sikotropika kat ketiga k

2004 20

G

us pengguna

di atas dapa

ahguna NAP kat dan belu

Penyalahg responden kata lain s ovinsi deng andung (14% pada tahun

22.630 kas a, 1.961 (6, kasus terbany

005 2006

Grafik 1.1 Jum

a narkoba di

at terlihat ba

PZA yang l um tersentuh

gunaan dan di 26 ibuko ekitar 4 da gan penyalah

%). Berdasa 2007 diket sus yaitu 1 ,29%) kasu yak setelah

6 2007

mlah Kasus N

Indonesia ta

hwa kasus n

lain belum h oleh progr

Peredaran ota provinsi ari 100 res hgunaan NA arkan lapor tahui kasus 1.380 (50,2 us bahan be

Jawa Timu 2008

Narkoba di In

ahun 2004-20

narkoba di In

tertangani ram pemerin

Gelap Nar i yang men sponden ad APZA tertin an Direktor s narkotika, 28%) kasu erbahaya da ur dan DKI

ndonesia jumla Indon 008 : ndonesia sem secara prof ntah secara rkoba Tahu nggunakan N dalah penya

nggi adalah rat IV Nark , psikotropi us narkotika an Sumater Jakarta. ah kasus narko nesia

makin tahun s

fessional khusus. un 2003 Narkoba alahguna h Jakarta koba dan ika, dan a, 9.289 ra Utara oba di  semakin


(18)

Tahun Jumlah kasus 2001 0 2002 2648 2003 2378 2004 1172 2005 2267 2006 3007 2007 2140 2008 1617 2009 1753 Jumlah 16982

Propinsi Sumatera Utara menjadi Propinsi terbesar ketiga pengguna narkoba di Indonesia setelah DKI Jakarta dan DI Yogyakarta. Jumlah total penyalahgunaan narkoba di Sumatera Utara pada januari – juli 2009 mencapai 1055 orang, dengan jumlah pengguna pada pria 959 orang, pada wanita 49 orang dan 47 orang tidak diketahui jenis kelaminnya. Dengan usia berkisar antara 15 tahun keatas (Samosir, 2009).

Dari data di atas, dapat dikatakan bahwa penyalahguna NAPZA di Sumatera Utara sangat banyak dan selalu mengalami peningkatan pada tiap tahunnya. Sayangnya,

Dari grafik di atas dapat terlihat bahwa kasus narkoba di Sumatera Utara cenderung meningkat.

Tabel 1.2 Data kasus tindak kejahatan narkoba di Sumatera Utara

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Grafik 1.2 Jumlah Kasus Tindak Kejahatan Narkoba di Sumatera Utara


(19)

peningkatan jumlah korban NAPZA ini tidak sebanding dengan penambahan panti-panti rehabilitasi. Akibatnya, akses para pencandu terhadap panti-panti rehabilitasi NAPZA masih terbatas. Padahal berdasarkan Undang-Undang No. 35/2009 tentang Narkotika, pecandu atau pengguna Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) berhak mendapat rehabilitasi. Hingga saat ini, baru 0,5 persen pencandu narkoba yang memiliki akses untuk mendapatkan layanan rehabilitasi narkoba. Adapun panti-panti rehabilitasi korban NAPZA tersebut cenderung membutuhkan biaya yang cukup besar Rp 5.000.000,- sampai Rp 8.000.000,- per bulan. Padahal korban NAPZA tidak hanya dari golongan menengah ke atas saja tetapi juga dari kalangan menengah bawah, sehingga mereka tidak mampu untuk membiayai rehabilitasi ini. Oleh karena itu, masih perlunya panti-panti rehabilitasi yang mampu menampung korban-korban penyalahgunaan NAPZA ini, yang bergerak di bidang sosial (non profit). Dengan adanya panti rehabilitasi NAPZA ini diharapkan mampu membantu menampung jumlah korban yang semakin banyak dan tidak memberatkan para korban mengenai biaya yang harus dikeluarkan. Selain itu, panti rehabilitasi ini haruslah layak baik dari segi pengobatan, persyaratan ruang, tenaga medis, hingga tenaga pekerja. Dengan harapan agar korban penyalahgunaan NAPZA ini dapat dipulihkan keadaannya dan dapat kembali bersosialisasi dengan masyarakat.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari proyek “Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA” ini sebagai berikut:

A. Tujuan Medis

1. Membantu pasien untuk sembuh dari ketergantungan terhadap narkoba dengan metode berobat dan bertobat.

2. Meningkatkan iman dan taqwa sebagai benteng untuk mencegah penyalahgunaan NAPZA.

3. Menumbuhkan rasa percaya diri pasien, menuju masa depan yang lebih cerah.

4. Membantu pasien agar dapat kembali bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat (baik di sektar lingkungan keluarga maupun di lingkungan kerjanya kelak).

B. Tujuan Arsitektural

1. Mendirikan panti rehabilitasi NAPZA yang memiliki nilai arsitektural (fungsional, struktural, estetis).

2. Memadukan fungsional arsitektur dengan proses penyembuhan pasien (penerapan terapi warna pada bangunan).


(20)

3. Mendesain panti rehabilitasi NAPZA yang memberikan nuansa rekreatif sehingga pasien tidak merasa seperti sedang dalam penjara atau dikucilkan.

1.3 Masalah Perancangan

Masalah perancangan yang timbul dalam proyek “Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA” ini adalah :

• Bagaimana merencanakan/merancang ruang yang fungsional sekaligus berfungsi sebagai bagian dari proses penyembuhan bagi pasien.

• Bagaimana merencanakan/merancang ruang luar dan ruang dalam yang terintegrasi sehingga tercipta suatu alur atau suasana yang dapat mendukung proses penyembuhan pasien.

• Bagaimana mengolah massa bangunan sehingga mampu mendukung fungsi kegiatan yang berlangsung dalam panti.

• Bagaimana merencanakan/merancang ruang-ruang untuk menampung bakat ataupun pengembangan diri (mental dan bakat) mereka sehingga mereka dapat bersosialisasi kembali di dalam masyarakat nantinya.

1.4 Pendekatan Masalah Perancangan

Pendekatan yang dilakukan pada proyek “Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA” ini adalah :

• Studi pustaka untuk yang berkaitan langsung dengan judul dan tema yang diangkat untuk mendapatkan informasi dan bahan berupa literatur yang sesuai dengan materi yang berhubungan dengan panti rehabilitasi, referensi standarisasi , dan syarat yang dibutuhkan dalam perancangan.

• Studi banding terhadap proyek dan tema sejenis dengan melihat keadaan yang sudah ada, sumber dapat berupa buku, majalah, internet dan sebagainya.

• Studi lapangan mengenai kondisi sekitar lahan studi dan lingkungan fisik yang berhubungan dengan kasus proyek.

1.5 Lingkup / Batasan Masalah

Lingkup / Batasan dalam perencanaan dan perancangan proyek “Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA” meliputi :

1. Fisik

• Memperhatikan aktivitas pengguna antara lain aktivitas pasien, perawat, pengelola, dan pengunjung.


(21)

• Mewadahi aktivitas pengguna tersebut dengn menyediakan fasilitas yang dibutuhkan dalam bentuk lingkungan fisik berupa penyediaan bangunan dan lansekap, dimana fasilitas tersebut dibuat dengan memperhatikan program-program kegiatan yang disusun oleh panti.

2. Psikis

• Pengobatan (curement) yang lebih mengarah ke kegiatan medis dan penyembuhan fisik, di dalamnya terdapat kegiatan-kegiatan perawatan.

• Rehabilitasi, dimana kegiatan – kegiatan yang akan diwadahi meliputi 2 penggolongan kegiatan besar seperti Psikoterapi dan Sosioterapi

1.6 Asumsi – asumsi

Asumsi – asumsi dalam perancangan proyek “Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA” meliputi :

• Di asumsikan bahwa kondisi lahan dalam keadaan kosong / layak bangun • Diasumsikan kepemilikan oleh pihak swasta


(22)

1.7 Kerangka Berpikir

Adapun kerangka berpikir dalam perencanaan dan perencangan proyek “Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA” dapat dilihat pada diagram 1 di bawah ini.

                             

1.8 Sistematika Penulisan Laporan

Secara garis besar, urutan pembahasan dalam penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:

Bab 1. Pendahuluan, berisi kajian tentang latar belakang pembangunan panti rehabilitasi ketergantungan NAPZA, maksud dan tujuan, masalah perancangan, lingkup / batasan, dan kerangka berpikir.

Data Fisik  Dokumentasi 

SURVEY

ANALISA

POTENSI

MASALAH  PROSPEK

KONSEP

SKEMATIK DESAIN DESAIN AKHIR LATAR BELAKANG MAKSUD DAN TUJUAN IDENTIFIKASI MASALAH PERUMUSAN MASALAH

PENGUMPULAN DATA

STUDI LITERATUR


(23)

Bab 2. Tinjauan Umum, berisi tentang pembahasan mengenai studi-studi pustaka/teori-teori tentang NAPZA dan rehabilitasi NAPZA, dan studi banding proyek sejenis.

Bab 3. Tinjauan Khusus , berisi tentang penjelasan proyek dan potensi daerah.

Bab 4. Elaborasi Tema, menjelaskan tentang latar belakang tema , pengertian tema yang diambil, keterkaitan tema dengan judul dan studi banding arsitektur dengan tema sejenis. Bab 5. Analisa, menjelaskan tentang analisa kondisi tapak dan lingkungan, analisa fungsional, analisa teknologi, analisa dan penerapan tema, serta kesimpulan.

Bab 6. Konsep Perancangan, menjelaskan tentang berbagai konsep, entrance , zoning , fitur - fitur yang digunakan


(24)

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Jenis – jenis NAPZA yang Sering Disalahgunakan 2.1.1 Narkotika

Jenis – jenis narkotika yang sering disalahgunakan adalah : a. Heroin

Menurut Undang - Undang No.22 tahun 1997 tentang Narkotika, heroin merupakan Narkotika golongan I sama dengan kokain dn ganja. Heroin atau

diasetilmorfin adalah obat semi sintetik dengan kerja

analgetis yang 2 kali lebih kuat tetapi mengakibatkan adiksi yang cepat dan hebat sekali sehingga tidak digunakan dalam terapi, tetapi sangat disukai oleh

penyalahguna NAPZA. Resorpsinya dari usus dan selaput lendir baik dan di dalam darah, heroin dideasetilasi menjadi 6-monoasetilmorfin dan menjadi morfin.3

Pertama kali ditemukan digunakan untuk penekan dan melegakan batuk (antitusif) dan penghilang rasa sakit, menakan aktifitas depresi dalam sistem saraf, melegakan nafas dan jantung, juga membesarkan pembuluh darah dan memberikan kehangatan serta melancarkan pencernaan. Akibat pemakaian heroin selain ketergantungan fisik dan psikis seperti narkotika lain, juga dapat menyebabkan : euphoria, badan terasa sakit, mual dan muntah, mengantuk, konstipasi, kejang saluran empedu, sukar buang air kecil, kegagalan pernafasan, dan dapat menimbulkan kematian.4

b. Kokain / Cocain

Kokain adalah alkaloida yang berasal dari tanaman Erythroxylon coca yang tumbuh di Bolivia dan Peru pada lereng-lereng pegunungan Andes di Amerika Selatan. Kedua negara tersebut dianggap penghasil kokain dalm bentuk pasta koka mentah

      

3 Tjah, T.H., Rahardja, K., 2002, Obat – obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya Edisi V

Jakarta: Elex Media Komputindo. 

4 H., Sasangka, 2003, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana, 

Bandung: Mandar Maju. 

Gambar 2.1 Heroin


(25)

terbesar di seluruh dunia, sedang Negara Kolombia memurnikan pasta ini menjadi serbuk kokain murni. Dalam peredaran gelap kokain diberi nama cake, snow, gold

dust, dan lady serta dijual dalam bentuk serbuk yang bervariasi kemurniannya.5

Pertama sekali kokain digunakan sebagai anastesi local pada pengobatan mta dan gigi. Berlainan dengan opium, morfin, dan heroin yang memiliki sifat menenangkan terhadap jasmani dan rohani, kokain merupakan suatu obat perangsang sama seperti psikostimulansia golongan amfetamin tetapi lebih kuat. Zat-zat ini memacu jantung, meningkatkan tekanan darah dan suhu badan, juga menghambat perasaan lapar serta menurunkan perasaan letih dan kebutuhan tidur.

Dalam larutan kadar rendah, kokain menghambat penyaluran impuls dari SPP di otak sehingga digunakan untuk anastesi lokal, sedangkan dalm konsentrasi tinggi kokain meransang penyaluran impuls-impuls listrik. Sifat yang didambakan oleh pecandu adalah kemampuannya untuk meningkatkan suasana jiwa (euphoria) dan kewaspadaan yang tinggi serta perasaan percaya diri akan kapasitas mental dan fisik.

Dalam dosis kecil kokain yang dihisap melalui hidung menimbulkan euphoria tetapi disusul segera oleh depresi berat yang menimbulkan keinginan untuk menggunakannya lagi dalam dosis yang semakin besar dan menyebabkan ketergantungan psikis yang kuat dan toleransi untuk efek sentral. Pada keadaan kelebihan dosis timbul eksistasi, kesadaran yang berkabut, pernafasan yang tidak teratur, tremor, pupil melebar, nadi bertambah cepat, suhu badan naik, rasa cemas, dan ketakutan, serta kematian biasanya disebabkan pernafasan berhenti.6

c. Candu

Getah tanaman Papaver Somniferum didapat

dengan menyadap (menggores) buah yang hampir masak, getah yang keluar berwarna putih dan dinamai “Lates”. Getah ini dibiarkan mengering pada permukaan buah sehingga berwarna coklat kehitaman dan sesudah diolah akan menyerupai aspal lunak dan dinamakan candu mentah atau candu kasar.7

      

5 S., Joewana, 1989, Gangguan Penggunaan Zat Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif lain, Jakarta: Gramedia  6 H., Sasangka, 2003, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana, 

Bandung: Mandar Maju. 

7 H., Sasangka, 2003, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana, 

Bandung: Mandar Maju. 


(26)

Penggunaan candu secara klinik antara lain sebagai analgetika pada penderita kanker, eudema paru akut, batuk, diare, premedikasi anastesia, dan mengurangi rasa cemas. Penggunaan candu seperti yang terurai di atas adalah khasiat candu pada umumnya, sebenarnya khasiat candu secara lebih spesifik adalh akibat alkoloida yang dikandungnya.

Putus obat dari candu dapat menimbulkan gejala seperti gugup, cemas, gelisah, pupil mengecil, sering menguap, mata dan hidung berair, badan panas dingin dan berkeringat, pernafasan bertambah kencang dan tekanan darah meningkat, diare, dan lain-lain.

d. Morphine / Morfin

Menurut Undang – undang No.22 tahun 1997 tentang Narkotika, morfin merupakan Narkotika golongan II. Penggunaan morfin khusus pada nyeri hebat akut dan kronis seperti pasca bedah, setelah infark jantung, dan pada fase terminal dari kanker.

Resorpsinya di usus baik dan di dalam hati zat ini diubah menjadi glukuronida kemudian diekskresi melalui kemih, empedu dengan siklus enterohepatis, dan tinja.

Pada pemakaian yang teratur, morfin dengan cepat akan menimbulkan toleransi dan ketergantungan yang cepat. Morfin bekerja pada reseptor opiate yang sebagian besar terdapat pada susunan saraf pusat dan perut. Dalam dosis lebih tinggi, dapat menghilangkan kolik empedu dan ureter. Morfin menekan pusat pernafasan yang terletak pada batang otak sehingga menyebabkan pernafasan terhambat yang dapat menyebabkan kematian.

Sifat morfin yang lainnya adalah dapat menimbulkan kejang abdominal, mata merah, dan gatal terutama di sekitar hidung yang disebabkan terlepasnya histamine dalam sirkulasi darah, dan konstipasi. Pemakai morfin akan merasa mulutnya kering, seluruh tubuh hangat, anggota badan terasa berat, euphoria, dan lain-lain.

e. Ganja / Kanabis

Ganja berasal dari tanaman Cannabis yang mempunyai famili Cannabis

Sativa, Canabis Indica, dan Cannabis Americana. Nama umum untuk kanabis adalah marijuana, grass, pot, weed, tea, Mary Jane, has atau hashis. Kandungan kanabis

adalah 0,3% minyak atsiri dengan zat-zat terpen terutama tetrahidrokabinol (THC) yang memiliki daya kerja menekan kegiatan otak dan memberi perasaan nyaman.


(27)

Efek pertamanya adalah euphoria yang disusul dengan rasa kantuk dan tidur, mulut menjadi kering, konjungtiva merah, dan pupil melebar. Efek medis yang potensial adalh sebagai analgetik, antikonvulsan dan hipnotik, sedangkan efek psikisnya tergantung pada dosis, cara penggunaan, pengalaman dari pemakai, dan kepekaan individual.

f. Codein

Menurut Undang – Undang No.22 tahun 1997 tentang Narkotika, codein merupakan Narkotika golongan III. Codein termasuk garam / turunan dari candu. Efek codein lebih lemah daripada heroin, dan potensinya untuk menimbulkan ketergantungan rendah. Biasanya dijual dalam bentuk pil atau cairan jernih dan cara pemakaiannya ditelan dan disuntikkan. Secara klinis codein dipergunakan sebagai obat analgetik, ± 6 kali lebih lemah dari morfin.8

Efek samping dan resiko adiksinya lebih ringan sehingga sering digunakan sebagai obat batuk dan obat anti nyeri yang diperkuat melalui kombinasi dengan parasetamol/asetosal. 9

2.1.2 Psikotropika

Dalam United Nation Conference for Adoption of Protocol on Psychotropic

Substance disebutkan batasan-batasan zat psikotropika yaitu bahan yang dapat

mengakibatkan keadaan ketergantungan, depresi dan stimulant SSP, menyebabkan halusinasi, menyebabkan gangguan fungsi motorik atau persepsi.

Dari ketentuan di atas maka pembagian psikotropika adalah: 1. Stimulansia

Yang digolongkan stimulansia adalah obat-obat yang mengandung zat-zat yang meransang terhadap otak dan saraf. Obat-obat tersebut digunakan untuk meningkatkan daya konsentrasi dan aktivitas mental serta fisik.10

a. Amphetamine

Amfetamin adalah stimulansia susunan saraf pusat seperti kokain, kafein, dan nikotin. Pada waktu perang dunia ke II, senyawa ini banyak digunakan untuk efek stimulansia yaitu meningkatkan daya tahan prajurit dan penerbang, menghilangkan

      

8 S., Joewana, 1989, Gangguan Penggunaan Zat Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif lain, Jakarta: Gramedia  9 Tjah, T.H., Rahardja, K., 2002, Obat – obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya Edisi V

Jakarta: Elex Media Komputindo. 

10 H., Sasangka, 2003, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana, 


(28)

rasa letih, kantuk dan lapar, serta meningkatkan kewaspadaan. Di samping itu, zat ini juga meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung yang dapat menyebabkan stroke maupun serangan jantung. Seusai perang zat-zat ini sering kali disalahgunakan mahasiswa dan pengemudi mobil truk untuk memberikan perasaan nyaman (euphoria) serta meningkatkan rasa kantuk dan letih.11

Dalam bidang pengobatan, dulu amfetamin dipakai untuk mengobati banyak macam penyakit antara lain depresi ringan, parkinsonisme, skixofrenia, penyakit meniere, buta malam, dan hipotensi, sedangkan pada masa sekarang hanya ada 3 indikasi medis penggunaan amfetamin yaitu pengobatan markolepsi, gangguan hiperkinetik pada anak, dan obesitas.12

Overdosis dapat menimbulkan kekacauan pikiran, delirium, halusinasi, perilaku ganas, dan aritmia jantung. Ketergantungan fisik maupun psikis, dan toleransi dapat terjadi dengan cepat pada pengguna kronis. Bila penggunaan dihentikan secara mendadak, timbul gejala putus obat (withdrawal symptooms) dan jika digunakan pada saat mengalami depresi, setelah menghentikan pemakaian maka depresinya akan semakin berat sampai menjurus pada percobaan bunuh diri.

b. Ecstasy

Ecstasy pada tahun 1914 dipasarkan sebagai obat penekan nafsu makan. Pada tahun 1970-an, obat ini digunakan di Amerika Serikat sebagai obat tambahan pada psikoterapi dan kemudian dilarang pada tahun 1985. Sekarang ini ecstasy banyak digunakan oleh para

pecandu di banyak Negara juga di Indonesia terutama oleh para remaja dan kalangan eksekutif di tempat-tempat hiburan sehingga disebut juga party drug atau dance drug.

Karena ecstasy dibuat dari bahan dasar amfetamin, maka efek yang ditimbulkannya juga mirip, seperti mulut kering, jantung berdenyut lebih cepat, berkeringat, mata kabur dan demam tinggi, ketakutan, sulit konsentrasi, dan seluruh otot nyeri.

c. Shabu

Nama shabu adalah nama julukan terhadap zat metamfetamin yang mempunyai sifat stimulansia yang lebih kuat disbanding turunan amphetamine yang lain. Bentuk

      

11 S., Joewana, 1989, Gangguan Penggunaan Zat Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif lain, Jakarta: Gramedia  12 Tjah, T.H., Rahardja, K., 2002, Obat – obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya Edisi V

Jakarta: Elex Media Komputindo. 


(29)

putih seperti kristal putih mirip bumbu penyedap masakan, tidak berbau, mudah larut dalam air dan alkohol serta rasanya menyengat.

Setelah pemakaian shabu, pengguna akan merasakan hal-hal sebagai berikut:

i. Merasa bersemangat karena kekuatan fisiknya meningkat

ii. Kewaspadaan meningkat iii. Menambah daya konsentrasi

iv. Menyebabkan rasa gembira luar biasa v. Kemampuan bersosialisasi meningkat vi. Insomnia, mengurangi nafsu makan

vii.Penyalahgunaan pada saat hamil bisa menyebabkan komplikasi pralahir, meningkatkan kelahiran premature atau menyebabkan perilaku bayi yang tidak normal.

Dalam pemakaian jangka panjang penggunaan shabu akan menimbulkan gangguan serius pada kejiwaan dan mental, pembuluh darah rusak, rusaknya ujung saraf dan otot, kehilangan berat badan, tekanan darah sistolik dan diastolik meningkat, dan terjadi radang hati.

2. Depresiva

Depresiva merupakan obat-obat yang bekerja mengurangi kegiatan dari SSP sehingga dipergunakan untuk menenangkan saraf atau membuat seseorang mudah tidur. Obat ini dapat menimbulkan ketergantungan fisik maupun psikis dan pada umumnya sudah dapat timbul setelah 2 minggu penggunaan secara terus menerus.

3. Halusinogen

Halusinogen disebut juga psikodelika. Pada tahun 1954, A. Hoffer dan H. Osmond memperkenalkan istilah halusinogen untuk memberi nama pada zat-zat tertentu yang dalam jumlah sedikit dapat mengubah persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang serta menimbulkan halusinasi. Sebagin zat tersebut merupakan senyawa sintetik, sedangkan selebihnya terdapat secara alamiah dan telah lama digunakan oleh berbagai masyarakat secara tradisonal.13

      

13 S., Joewana, 1989, Gangguan Penggunaan Zat Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif lain, Jakarta: Gramedia 


(30)

Resiko akan ketergantungan psikis bisa kuat sedangkan ketergantungan fisik biasanya ringan sekali. Toleransi dapat terjadi tetapi penghentian penggunaannya tidak menyebabkan abstinensia. Zat-zat ini menyebabkan distorsi penglihatan dan pendengaran antara lain mampu menimbulkan efek khayalan, juga menyebabkan ketegangan dan depresi. Salah satu kekhususan zat-zat ini adalah pengaruhnya terhadap akal budi dengan menghilangkan daya seleksi dan kemampuan mengkoordinasi persepsi dan rangsangan dari dunia luar. Dalam dosis lebih tinggi dapat mengakibatkan perasaan ketakutan, kebingungan, dan panic yang biasanya disebut bad trip/flip.

2.1.3 Zat Adiktif Lainnya 1. Alkohol

Menurut catatan arkeologik, minuman beralkohol telah dikenal manusia sejak ± 5000 tahun yang lalu. Alkohol merupakan penekan susunan saraf pusat tertua dan paling banyak digunakan manusia bersama-sama dengan kafein dan nikotin. Alkohol bersifat bakterisid, fungisid, dan virusid yang banyak digunakn untuk disinfeksi kulit dan sebagai zat pembantu dalam farmasi. Pada penggunaan oral, alkohol

mempengaruhi SPP yaitu meransang dan kemudian menekan fungsi otak serta meyebabkan vasodilatasi. Bila diminum saat perut kosong, alkohol menstimulasi produksi getah lambung.

Minum sedikit alkohol meransang semangat, semua hambatan lepas, dan berbicara banyak, sedangkan bila diminum terlampau cepat dan banyak, hati tidak dapat mengolahnya sehingga menyebabkan mabuk dan pingsan. Overdosis dapat menyebabkan langsung mematikan dan pada pemakainan secara teratur dan banyak akan mengakibatkan terganggunya fungsi hati dan akhirnya sel-selnya mengeras.14

Mengonsumsi minuman beralkohol seperti bir, anggur, sherry, dan whisky sudah termasuk pada pola hidup dan pergaulan sosial sehingga sudah diterima umum dan ketagihan biasanya terjadi tanpa disadari. Seseorang yang meminum alkohol untuk bersantai, dapat berhenti minum tanpa kesulitan, namun apabila mulai tergantung pada

      

14 H., Sasangka, 2003, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana, 

Bandung: Mandar Maju. 


(31)

alkohol maka tidak dapat lagi berhenti tanpa merasakan akibat buruk secara fisik dan psikis.15

Gejala putus alkohol dapat berupa gemetaran, mual, muntah, lelah, jantung berdebar lebih cepat, tekanan darah tinggi, depresi, halusinasi, dan hipotensi ortostatik.

2. Inhalansia dan Solvent (Pelarut)

Zat yang digolongkan inhalasia dan solvent adalah gas atau zat pelarut yang mudah menguap. Zat ini banyak terdapat pada alat-alat keperluan rumah tangga seperti perekat,

hair spray, deodorant spray, pelumas bensin, bahan pembersih, dan thinner.

Penyalahgunaan inhalansia dan solvent terutama pada anak-anak usia 9-14 tahun. Yang banyk digunakan adalah cairan pelarut seperti toluene, etil asetat, aseton, amiln itrit,

metiletilketon, ksilen, gas-gas tertawa, butan, propan, dan fluorokarbon.16

Gejala pecandu inhalansia antara lain pusing-pusing, perasaan bingung, bicara tidak lancer, berjalan atau berdiri sempoyongan, euphoria, halusinasi, persepsi terganggu, mudah tersinggung, impulsive, perilaku aneh, ataksia, disartri, tinnitus, dan luka-luka atau peradangan di sekitar mulut dan hidung. Intoksikasi akut dengan zat ini bisa berakibat fatal, sedangkan pada pemakainan kronis dapat merusak berbagai organ tubuh misalnya otak, ginjal, paru-paru, jantung, dan sumsum tulang dengan mengganggu pembentukan sel darah merah.

3. Kafein

Kafein adalah alkahoida yang terdapat pada tanaman Coffea Arabica, Coffea

canephora, dan Coffea liberica yang berasal dari Arab, Etiopia, dan Liberia. Selain kopi,

minuman lain juga banyak yang mengandung kafein seperti daun the (teh hitam dan teh hijau), kakao, dan coklat.

Minum kopi terlalu banyak (lebih dari 3-4 cangkir/hari) dapat meningkatkan resiko terkena penyakit jantung karena memperbesar kadar hemosistein darah terutama bila bersamaan dengan kebiasaan merokok. Metabolisme kafein sangat kompleks dan berkaitan dengan distribusi, metabolism, dan ekskresi banyak metabolit lain.

Toleransi terhadap kafein ada tetapi lebih cepat menghilang dan intoksikasi ditandai dengan tangan gemetar dan perasaan gelisah, tidak tenang, penuh gairah, muka merah, ingatan berkurang, tidak dapat tidur, poliuria, mual, otot berkedut, banyak bicara, serta denyut jantung cepat dan tidak teratur.

      

15 S., Joewana, 1989, Gangguan Penggunaan Zat Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif lain, Jakarta: Gramedia  16 Tjah, T.H., Rahardja, K., 2002, Obat – obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya Edisi V


(32)

4. Nikotin

Nikotin terdapat pada tanaman tembakau atau

Nikotiana tabacom yang diduga berasal dari Argentina.

Kadar nikotin dalam tembakau berkisar 1,4%. Dalam asap rokok, nikotin tersuspendir pada partikel-partikel ter dan kemudian diserap paru-paru ke dalam darah dengan cepat sekali. Setelah diserap, nikotin mencapai otak dalam waktu 8 detik setelah inhalasi.

Nikotin yang diabsorpsi dapat menimbulkan tremor tangan dan kenaikan berbagai hormon dan neurohormon dopamine di dalam plasma, di samping itu nikotin dapat menyebabkan mual dan muntah. Nikotin meningkatkan daya ingat, perhatian, dan kewaspadaan, mengurangi sifat mudah tersinggung, dan agresi, serta menurunkan berat badan. Merokok dikitkan dengan berbagai penyakit seriue mulai dengan gangguan arteri koroner sampai kanker paru. Dosis fatal pada manusia adalah 60 mg.

2.2 Faktor – faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan NAPZA pada seseorang. Berdasarkan kesehatan masyarakat, faktor-faktor penyebab timbulnya penyalahgunaan NAPZA, terdiri dari:

1. Faktor Zat

Tidak semua zat dapat menimbulkan gangguan penggunaan zat, hanya zat dengan khasiat famakologik tertentu yang dapat menimbulkan ketergantungan. Apabila di suatu tempat zat yang dapat menimbulkan ketergantungan zat mudah diperoleh, maka di tempat itu akan banyak terdapat kasus gangguan penggunaan zat. Oleh karena itu, zat yang dapat menimbulkan ketergantungan harus diatur dengan aturan-aturan yang efektif tentang penanamannya, pengolahannya, impornya, distribusinya, dan pemakaiannya.17

2. Faktor Individu

Tiap individu memiliki perbedaan tingkat resiko untuk menyalahgunakan NAPZA. Faktor yang mempengruhi individu terdiri dari faktor kepribadian dan faktor

      

17 Badan Narkotika Nasional, 2003, Permasalahan Narkoba di Indonesia dan Penanggulangannya

(http://www.bnn.go.id, diakses pada tanggal 25 Februari 2011). 


(33)

konstitusi. Alasan-alasan yang biasnya berasal dari diri sendiri sebagai penyebab penyalahgunaan NAPZA antara lain:18

• Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa sadar atau berpikir panjang mengenai akibatnya

• Keinginan untuk bersenang-senang

• Keinginan untuk mengikuti trend atau gaya

• Keinginan untuk diterima oleh lingkungan atau kelompok • Lari dari kebosanan, masalah atau kesusahan hidup

• Pengertian yang salah bahwa penggunaan sekali-sekali tidak menimbulkan ketagihan

• Tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan dari lingkungan atau kelompok pergaulan untuk menggunakan NAPZA

• Tidak dapat berkata TIDAK terhadap NAPZA 3. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan meliputi: • Lingkungan Keluarga

Hubungan ayah dan ibu yang retak, komunikasi yang kurang efektif antara orang tua dan anak, dan kurangnya rasa hormat antar anggota keluarga merupakan faktor yang ikut mendorong seseorang pada gangguan penggunaan zat.

• Lingkungan Sekolah

Sekolah yang kurang disiplin, terletak dekat tempat hiburan, kurang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif, dan adanya murid pengguna NAPZA merupakan faktor kontributif terjadinya penyalahgunaan NAPZA.

• Lingkungan Teman Sebaya

Adanya kebutuhan akan pergaulan teman sebaya mendorong remaja untuk dapat diterima sepenuhnya dalam kelompoknya. Ada kalanya menggunakan NAPZA merupakan suatu hal yng penting bagi remaja agar diterima dalam kelompok dan dianggap sebagai orang dewasa.

      

18 Sumiati,dkk.,2009, Asuhan Keperawatan pada Klien Penyalahgunaan & Ketergantungan NAPZA, Jakarta: 


(34)

• Lingkungan Masyarakat / Sosial

Gangguan penggunaan zat dapat timbul juga sebagai suatu protes terhadap sistem politik atau norma-norma. Lemahnya penegak hukum, situasi politik, sosial, dan ekonomi yang kurang mendukung mendorong untuk mencari kesenangan dengan menyalahgunakan zat.

2.3 Proses Terjadinya Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA

Proses Terjadinya Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA adalah sebagai berikut:

1. Abstinence adalah kondisi tidak menggunakan NAPZA sama sekali.

2. Eksperimental adalah penggunaan NAPZA yang bersifat coba-coba, tanpa motivasi tertentu dan hanya didorong oleh perasaan ingin tahu saja.

Ciri khas penggunaan NAPZA untuk penggunaan eksperimental a. Frekuensi Penggunaan

Pemakaian bersifat occasional, biasanya beberapa kali dalam sebulan, pada saat liburan atau berkumpul dengan teman-teman.

b. Sumber zat, biasanya obat didapat dari teman sebaya. c. Alasan penggunaan

• Karena rasa ingin tahu • Solidaritas

Gambar 2.9 Proses terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA Sumber : Asuhan Keperawatan pada Klien Penyalahgunaan & Ketergantungan NAPZA


(35)

• Agar diterima oleh kelompok • Menginginkan tantangan • Menunjukkan kedewasaan • Mengusir kebosanan • Untuk kesenangan d. Efek yang dirasakan

• Pengguna akan merasa euphoria dan dapat kembali normal • Dalam jumlah kecil dapat meyebabkan intok-sikasi

• Perasaan yang diinginkan meliputi perasaan senang, diterima, kontrol • Ciri-ciri pengguna: adanya perubahan sikap, berbohong

3. Penyalahgunaan adalah penyalahgunaan NAPZA yang sudah bersifat patologis, dipakai secara rutin (paling tidak sudah berlangsung selama 1 bulan), terjadi penyimpangan perilaku dan gangguan fisik di lingkungan sosial.

Ciri khas penggunaan NAPZA untuk penyalahgunaan/abuse: a. Frekuensi Penggunaan

Regular, beberapa kali dalam seminggu, lebih sering menggunakan sendirian daripada dengan teman-teman.

b. Sumber zat

• Dari teman, membeli dan menyimpan untuk persediaan • Menjual zat dan menyimpan untuk digunakan sendiri • Mencuri untuk mendapatkan uang untuk membeli zat c. Alasan penggunaan

• Untuk memanipulasi emosi, mendapatkan kesenangan efek penggunaan zat, sebagai koping terhadap stress dan perasaan-perasaan tidak nyaman, seperti sakit, perasaan bersalah, cemas, sedih

• Untuk meningkatkan rasa percaya diri

• Untuk menghilangkan perasaan tidak nyaman bila tidak menggunakan • Agar merasa normal

d. Efek yang dirasakan

• Euphoria merupakan efek yang paling diinginkan, merasa normal kembali dari perasaan sakit, depresi, dan perasaan lain yang tidak menyenangkan

• Perasaan yang diinginkan oleh pengguna • Penurunan dalam aktivitas ekstrakulikuler


(36)

• Mulai mengadopsi kebiasaan pemakai (cara berpakaian, perhiasan, gaya rambut) • Bermasalah dengan keluarga

• Sikap pembangkang

• Perhatian terfokus pada usaha mencari dan menggunakan zat

4. Ketergantungan adalah penggunaan NAPZA yang cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologik yang ditandai oleh adanya toleransi dan sindroma putus obat.

a. Frekuensi penggunaan

Setiap hari atau terus-menerus b. Sumber zat

• Menghalalkan segala cara untuk mendapatkan zat • Mengambil resiko yang serius

• Sering melakukan tindakan criminal, seperti merampok atau mencopet c. Alasan penggunaan

• Membutuhkan zat untuk menghilangkan sakit dan depresi • Untuk melarikan diri dari kenyataan

• Menggunakan karena di luar kontrol d. Efek yang dirasakan

• Pada saat tidak menggunakan zat, klien akan merasa sakit atau tidak nyaman • Zat membantu mereka untuk merasa sakit atau tidak nyaman

• Pengguna tidak merasa euphoria pada tahap ini • Kemungkinan ada perasaan ingin bunuh diri • Merasa bersalah, malu, ditolak

• Merasa adanya perubahan emosi, seperti depresi, agresif, cepat tersinggung, dan apatis

e. Ciri-ciri pengguna

• Perubahan fisik, seperti penurunan berat badan, masalah kesehatan • Penampilan yang buruk

• Kemungkinan drop out dari sekolah atau dikeluarkan dari pekerjaan • Sering keluar rumah

Kemungkinan over dosis


(37)

5. Relapse

Ciri khas penggunaan NAPZA untuk relapse:

Relapse merupakan keadaan dimana seseorang yang memiliki riwayat penggunaan NAPZA setelah mampu berhenti dalam jangka waktu tertentu kembali menggunakan NAPZA yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor.

2.4 Dampak Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA

Dampak penyalahgunaan narkoba pada seseorang sangat tergantung pada jenis narkoba yang dipakai, kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi pemakai. Secara umum, dampak kecanduan narkoba dapat terlihat pada fisik, psikis maupun sosial seseorang.

Dampak Fisik:

1. Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi

2. Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah

3. Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi, eksim

4. Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru

5. Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur

6. Dampak terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan padaendokrin, seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual

7. Dampak terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid)

8. Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada obatnya

9. Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi Over Dosis yaitu konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis bisa menyebabkan kematian

Dampak Psikis:


(38)

2. Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga 3. Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal 4. Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan

5. Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri Dampak Sosial:

1. Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan 2. Merepotkan dan menjadi beban keluarga

3. Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram

2.5 Upaya Penanggulangan Masalah NAPZA

Upaya penanggulangan masalah NAPZA dapat dilakukan melalui beberapa upaya pencegahan, sebagai berikut ini :

1. Pencegahan Primer (Primary Prevention)

Upaya ini terutama dilakukan untuk mengenali kelompok yang mempunyai resiko tinggi untuk meyalahgunakan NAPZA, setelah itu melakukan itervensi terhadap mereka agar tidak menggunakan NAPZA. Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini, agar faktor yang dapat menghambat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan baik.19

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan ini antara lain: a. Penyuluhan tentang bahaya NAPZA

b. Penerangan melalui berbagai media mengenai bahaya NAPZA c. Pendidikan tentang pengetahuan NAPZA dan bahayanya 2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan ini dilakukan pada penyalahguna pada tahap coba-coba serta komponen masyarakat yang berpotensi menyalahgunakan NAPZA. Kegiatan yang dilakukan pada pencegahan ini antara lain:

a. Deteksi dini anak yang menyalahgunakan NAPZA b. Konseling

c. Bimbingan sosial melalui kunjungan rumah

d. Penerangan dan pendidikan pengembangan individu

      

19 Alatas, dkk., 2001, Penanggulangan Korban Narkoba : Meningkatkan Peran Keluarga dan Lingkungan, 


(39)

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan ini dilakukan orang yang sedang menyalahgunakan NAPZA dan yang pernah menyalahgunakan NAPZA agar tidak kembali menyalahgunakan NAPZA. Kegiatan yang dilakukan antara lain:

a. Konseling dan bimbingan sosial kepada pengguna dan keluarga serta kelompok lingkungannya.

b. Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi bekas pengguna.20

Penanganan kasus yang dilakukan oleh RSKO , RSJ, RSU pada umumnya hanya pada masalah medik akut, kronis, dan medik dengan komplikasi. Biasanya pasien yang ditangani di institusi ini akan menjalani detoksifikasi untuk menghilangkan pengaruh NAPZA dan menghambat pemakaian lebih lanjut yang pelaksanaannya dilakukan oleh dokter. Selanjutnya, penanganan perbaikan perilaku dilakukan oleh bagian rehabilitasi / panti rehabilitasi yang pada umumnya di luar institusi rumah sakit. Penanganan penyalahguna di institusi tersebut dilakukan melalui berbagai pendekatan non medis seperti sosial, agama, spiritual, therapeutic community, dan pendekatan alternatif lainnya.21

2.6 Rehabilitasi NAPZA

2.6.1 Pengertian Rehabilitasi NAPZA

Pengertian rehabilitasi NAPZA adalah rehabilitasi yang meliputi pembinaan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan dan resosialisasi serta pembinaan lanjut bagi para mantan pengguna NAPZA agar mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Rehabilitasi NAPZA adalah suatu bentuk terapi dimana klien dengan ketergantungan NAPZA ditempatkan dalam suatu institusi tertutup selama beberapa waktu untuk mengedukasi pengguna yang berusaha untuk mengubah perilakunya, mampu mengantisipasi dan mengatasi masalah relaps (kambuh).

2.6.2 Model-model Pelayanan Rehabilitasi NAPZA

Berdasarkan KEPMENKES No.996/MENKES/SK/VIII/2002, pelayanan rehabilitasi meliputi:

      

20 E., Sutarti, 2008, Upaya Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA, (

http://www.bkkbn.go.id, diakses pada 

tanggal 11 Maret 2011). 

21 Badan Narkotika Nasional, 2006, Gambaran Penyalahguna NAPZA Tahun 2001‐2004, (

http://www.bnn.go.id,  diakses pada tanggal 25 Februari 2011). 


(40)

1. Pelayanan Medik a. Detoksifikasi

Detoksifikasi adalah suatu proses dimana seorang individu yang ketergantungan fisik terhadap zat psikoaktif (khususnya Opioida), dilakukan pelepasan zat psikoaktif (opioida) tersebut secara tiba-tiba (abrupt) atau secara sedikit demi sedikit (gradual). b. Terapi Maintenance

Terapi maintenance (rumatan) adalah pelayanan pasca detoksifikasi dengan tanpa komplikasi medik.

2. Terapi Psikososial

Dapat dilakukan melalui pendekatan Non Medis, misalnya Sosial, Agama, Spiritual,

Therapeutic Community, Twelve Steps, dan alternatif lain. Metode ini diperlukan tindak

lanjut dari sektor terkait seperti Departemen Sosial, Departemen Agama atau pusat-pusat yang mengembangkan metode tersebut.

Pelaksanaan metode apapun, harus tetap berkoordinasi bersama dokter puskesmas Kecamatan setempat atau dokter rumah sakit terdekat untuk menanggulangi masalah kesehatan fisik dan mental yang mungkin dan atau dapat terjadi selama proses rehabilitasi.

3. Rujukan

Pasien penyalahguna dan ketergantungan NAPZA dengan komplikasi medis fisik dirujuk ke Rumah Sakit Umum Kabupaten / Kota atau Rumah Sakit Umum Provinsi.

Pasien penyalahguna dan ketergantungan NAPZA dengan komplikasi medis psikiatris dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa atau bagian psikiatri Rumah Sakit Umum terdekat.

Model-model pelayanan rehabilitasi NAPZA adalah sebagai berikut : 1. Model pelayanan dan rehabilitasi medis

a. Metadon

Metadon adalah zat opioid sintetik berbentuk cair yang diberikan lewat mulut. Metadon merupakan obat yang paling sering digunakan untuk terapi substitusi bagi ketergantungan opioid. Bentuk terapi ini telah diteliti secara luas sebagai terapi modalitas. Terapi substitusi Metadon dari penelitian dan monitoring pelayanan, secara kuat terbukti efektif menurunkan penggunaan NAPZA jalur gelap, mortalitas, resiko penyebaran HIV, memperbaiki kesehatan mental dan fisik, memperbaiki fungsi sosial serta menurunkan kriminalitas.


(41)

Pada klien dengan pengguna heroin yang memakai rehabilitasi dengan Metadon, maka dosis Metadon dosis tinggi dinilai lebih efektif daripada dosisnya rendah atau menengah. Dosis Metadon yang tinggi akan diturunkan secara bertahap. Terapi rumatan Metadon diikuti perbaikan kesehatan secara substansial dan insiden efek samping rendah. Hampir ¾ klien yang mengikuti terapi Metadon berespon baik (RSKO, 2005). Meski demikian, tidak semua pengguna dengan ketergantungn opioid dapat diberi terapi substitusi Metadon. Bagi mereka yang tidak dapat menggunakan metode ini, tersedia banyak pendekatan lainnya dan menggugah mereka tetap berada dalam terapi.

b. Burprenorfin

Burprenorfin adalah obat yang diberikan oleh dokter mellui resep. Aktifitas agonis opioid Burprenorfin lebih rendah dari Metadon. Burprenorfin tidak diabsorbsi dengan baik jika ditelan, karena itu cara penggunaannya adalah sublingual (diletakkan di bawah lidah).

2. Model pelayanan dan rehabilitasi dengan pendekatan bimbingan individu dan kelompok Terapi ini merupakan terapi konvensional untuk klien ketergantungan NAPZA yang tidak menjalani rawat inap dan dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Program ini didesain dengan kegiatan yang bervariasi seperti edukasi keterampilan, meningkatkan sosialisasi, pertemuan yang bersifat vokasional, edukasi moral dan spiritual, serta terapi 12 langkah (the 12 steps recopvery program).

3. Model pelayanan dan rehabilitasi dengan pendekatan Therapeutic Community a. Pengertian

Therapeutic Community (TC) adalah sebuah kelompok yang terdiri dari individu dengan masalah yang sama, tinggal di tempat yang sama, memiliki seperangkat peraturan, filosofi, norma dan nilai, serta kultural yang disetujui, dipahami dan dianut bersama. Kesemuanya dijalankan demi pemulihan diri masing-masing.

b. Tujuan TC

Klien dapat mengolah subkultur yang dianut pengguna ke arah kultur masyarakat luas (mainstream society), menuju kehidupan yang sehat dan produktif, meskipun pengguna sendiri mempunyai beberapa nilai untuk mempertahankan pemulihannya. c. Cardinal Rules

No Drugs, No Sex, and No Violence


(42)

Program TC berlandaskan pada filosofi dan slogan-slogan tertentu, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

• Filosofi TC tertulis:

“Saya berada di sini karena tiada lagi tempat berlindung, baik dari diri sendiri, hingga saya melihat diri saya di mata dan hati insan yang lain. Saya masih berlari, sehingga saya masih belum sanggup merasakan kepedihan dan menceritakan segala rahasia diri saya ini, saya tidak dapat mengenal diri saya sendiri dan yang lain, saya akan senantiasa sendiri. Dimana lagi kalau bukan di sini, dapatkah saya melihat cermin diri sendiri? Bukan kebesaran semu dalam mimpi atau si kerdil di dalam ketakutannya, tetapi seorang insan, bagian dari masyarakat yang penuh kepedulian. Di sini saya dapat tumbuh dan berakar, bukan lagi seseorang seperti dalam kematian tetapi dalam kehidupan yang nyata dan berharga baik untuk diri sendiri maupun orang lain.”

• Filosofi tidak tertulis:

o Honesty (kejujuran)

Adalah nilai hakiki yang harus dijalankan para residen, setelah sekian lama mereka hidup dalam kebohongan.

o No free lunch (di dunia ini tidak ada yang gratis)

Tidak ada sesuatupun di dunia ini yang didapatkan tanpa usaha terlebih dahulu.

o Trust your environment (percaya pada lingkunganmu)

Percaya pada lingkungan rehabilitasi dan yakin bahwa lingkungan ini mampu membawa klien pada kehidupan yang positif.

o Understand is rather than to be Understood (pahami lebih dulu orang lain

sebelum kita minta dipahami)

o Blind faith (keyakinan total pada lingkungan)

o To be aware is to be alive (waspada adlah inti kehidupan)

o Do your things right, everything else will follow (pekerjaan yang dilakukan

dengan benar-benar akan memberikan hasil yang positif)

o Be careful what ask to you, you might just get it (mulutmu harimaumu)

o You can’t keep it unless you give it away (sebarkanlah ilmumu pada banyak

orang)


(43)

o Compensation is valid (selalu ada ganjaran bagi perilaku yang kita buat)

o Act as if (bertindak sebagaimana mestinya)

o Personal growth before vested status (kembangkanlah dirimu seoptimal

mungkin)

4. Model pelayanan dan rehabilitasi dengan pendekatan agama

Ada berbagai macam pusat rehabilitasi dengan pendekatan agama, misalnya Pondok Pesantren Suryalaya dan Pondok Pesantren Inaba di Jawa Barat dengan pendekatan nilai-nilai agama Islam dimana kegiatan utamanya adalah berdzikir. Beda halnya di Thailand dimana para biksu Budha merawat klien yang mengalami ketergantungan opioida di kuil, antara lain kuil Budha Tan Kraborg. Di dalam kuil, setiap pagi klien diberi ramuan daun yang menyebabkan klien muntah dan sore harinya mendapat pelajaran agama Budha dalam lima hari pertama. Setelah lima hari tidak ada lagi kegiatan terstruktur dan klien diberi kesempatan untuk memulihkan kesehatannya dari kelelahan. Para pendeta ini juga telah dilatih dalam memberi konseling kepada klien.

5. Model pelayanan dan rehabilitasi dengan pendekatan Narcotic Anonymus a. Pengertian

Suatu program recovery yang dijalankan seorang pecandu berdasarkan prinsip 12 langkah. Langkah-langkah ini harus dijalankan lebih dari satu kali. Setelah selesai mengerjakan seluruh langkah yang ada, seorang pecandu harus menjalankan kembali langkah pertama. Karena banyak hal baru yang terjadi dan timbul sehingga seorang pecandu harus menjalankan recorvery-nya seumur hidup.

b. Twelve (12) steps: Step 1:

Kami mengakui bahwa kami tidak punya kekuatan untuk mengatasi kebiasaan menggunakan alkohol sehingga hidup kami menjadi tidak terkendali.

Step 2:

Kami berkesimpulan bahwa suatu kekuatan yang lebih besar dari diri kami sendiri dapat memulihkan kami kepada hidup yang lebih sehat.

Step 3:

Kami memutuskan untuk memalingkan kemauan dan hidup kami di bawah bimbingan Tuhan, sebagaimana kami memahaminya.

Step 4:


(44)

Step 5:

Mengakui kepada Tuhan, kepada diri kami sendiri dan kepada orang lain, kesalahan- kesalahan kami yang bersifat alamiah.

Step 6:

Siap secara bulat menerima Tuhan yang akan mengubah semua cacat watak. Step 7:

Dengan rendah hati memohon kepada-Nya untuk menghilangkan kekurangan kami. Step 8:

Membuat daftar-daftar orang yang telah kami rugikan, dan ingin berubah terhadap mereka.

Step 9:

Berubah secara langsung kepada orang tersebut dimana mungkin, kecuali bila dengan berbuat demikian akan mencederai mereka atau orang lain.

Step 10:

Terus menemukan diri kami sendiri dan bila terdapat kesalahan, segera mengakuinya. Step 11:

Melalui doa dan meditasi meningkatkan hubungan secara sadar dengan Tuhan, sebagaimana kami memahami-Nya, berdoa hanya untuk mengetahui akan kehendak-Nya atas diri kami dan kekuatan melaksanakannya.

Step 12:

Dengan memiliki kesadaran spiritual sebagai hasil dari langkah ini, kami akan mencoba untuk menyampaikan kabar ini kepada pecandu alkohol, dan menerapkan prinsip ini dalam semua kehidupan kami.

6. Model pelayanan dan rehabilitasi dengan pendekatan terpadu

Suatu pelayanan rehabilitasi dengan memadukan konsep dari berbagai pendekatan dan bidang ilmu yang mendukung sehingga dapat memfasilitasi korban NAPZA dalam mengatasi masalahnya dari aspek bio, psiko, sosial, dan spiritual. Tahapan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahguna Narkoba dilaksanakan sesuai Standar Minimal dan Pedoman Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyalahgunaan Narkoba yang disusun BNN, meliputi:

a. Pendekatan awal

Pendekatan awal adalah kegiatan yang mengawali keseluruhan proses pelayanan dan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan dengan penyampaian informasi program kepada


(45)

masyarakat, instansi terkait, dan organisasi lain guna memperoleh dukungan dan data awal calon klien residen dengan persyaratan yang telah ditentukan.

b. Penerimaan

Pada tahap ini dilakukan kegiatan administrasi untuk menentukan apakah diterima atau tidak dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

i. Pengurusan administrasi surat-menyurat yang diperlukan untuk persyaratan msuk panti (seperti surat keterangan medical check up, test urine negatif, dan sebagainya)

ii. Pengisisan formulir dan wawancara dan penentuan persyaratan menjadi residen iii. Pencatatan residen dalam buku registrasi

c. Assessment

Assessment merupakan kegiatan penelaahan dan pengungkapan masalah untuk

mengetahui seluruh permasalahan residen, menetapkan rencana dan pelaksanaan intervensi. Kegiatan assessment meliputi:

i. Menelusuri dan mengungkapkan latar belakang dan keadaan residen ii. Melaksanakan diagnosa permasalahan

iii. Menentukan langkah-langkah rehabilitasi

iv. Menentukan dukungan pelatihan yang diperlukan v. Menempatkan residen dalam proses rehabilitasi d. Bimbingan fisik

Kegiatan ini ditujukan untuk memulihkan kondisi fisik residen, meliputi pelayanan kesehatan, peningkatan gizi, baris-berbaris, dan olahraga.

e. Bimbingan mental dan sosial

Bimbingan mental dan sosial meliputi bidang keagamaan / spiritual, budi pekerti individual dan sosial / kelompok dan motivasi residen (psikologis).

f. Bimbingan orang tua dan keluarga

Bimbingan bagi orang tua / keluarga dimksudkan agar orang tua / keluarga dapat menerima keadaan residen, memberi dukungan, dan menerima residen kembali di rumah pada saat rehabilitasi telah selesai.

g. Bimbingan keterampilan

Bimbingan keterampilan berupa pelatihan vokalisasi dan keterampilan usaha (survival skill), sesuai dengan kebutuhan residen.


(46)

h. Resosialisasi / reintegrasi

Kegiatan ini merupakan komponen pelayanan dan rehabilitasi yang diarahkan untuk menyiapkan kondisi residen yang akan kembali kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini meliputi:

i. Pendekatan kepada residen untuk kesiapan kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat tempat tinggalnya

ii. Menghubungi dan memotivasi keluarga residen serta lingkungan masyarakat untuk menerima kembali residen

iii. Menghubungi lembaga pendidikan bagi klien yang akan melanjutkan sekolah i. Penyaluran dan bimbingan lanjut (aftercare)

Dalam penyaluran dilakukan pemulangan residen kepada orang tua / wali, disalurkan ke sekolah maupun instansi / perusahaan dalam rangka penempatan kerja. Bimbingan lanjut dilakukan secara berkala dalam rangka pencegahan kambuh / relapse dengan kegiatan konseling, kelompok, dan sebagainya.

j. Terminasi

Kegiatan ini berupa pengakhiran / pemutusan program pelayanan dan rehabilitasi bagi residen yang telah mencapai target program (clean and sober).

Berdasarkan KEPMENKES No.996/MENKES/SK/VIII/2002, komponen kegiatan yang ada pada rehabilitasi meliputi:

1. Memperbaiki gizi dengan makanan yang bermutu dalam jumlah memadai 2. Memulihkan kebugaran jasmani dengan senam dan olahraga

3. Melatih penyalahguna NAPZA mengatasi ketegangan otot dan mental bila mengatasi stress melalui terapi relaksasi

4. Meningkatkan konsep diri melalui psikoterapi kognitif behavioral

5. Membangkitkan kembali kepercayaan diri dan sikap optimis melalui psikoterapi supeortif

6. Meningkatkan sikap tegas untuk mampu menolak segala macam bujukan atau ajakan yang bersifat negatif melalui psikoterapi asertif

7. Meningkatkan kterampilan komunikasi interpersonal melalui dinamika kelompok, konseling


(47)

9. Melakukan konseling keluarga bagi semua anggota keluarga agar dapat mendukung proses pemulihan

10. Melatih tanggung jawab melalui kegiatan sehari-hari 11. Mempelajari suatu keterampilan sesuai minat

12. Mengikutkan penyalahguna NAPZA dalam pekerjaan sehari-hari

13. Pembinaan spiritual dan agama sesuai kepercayaan dan keyakinan masing-masing 14. Mewaspadai komplikasi medik

15. Memahami kemungkinan dual diagnosis (gangguan mental lain) 16. Rekreasi di dalam maupun di luar sarana rehabilitasi

17. Kegiatan lain yang disesuaikan dengan metode yang digunakan

2.6.3 Sarana Pelayanan Rehabilitasi NAPZA

Berdasarkan KEPMENKES No.996/MENKES/SK/VIII/2002, sarana pelayanan rehabilitasi adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA, berupa kegiatan pemulihan dan pengembangan secara terpadu, baik fisik, mental, sosial, dan agama. Sarana pelayanan rehabilitasi minimal harus memiliki:

1. Sarana dan Prasarana a. Bangunan fisik

i. Sarana rehabilitasi, tersedianya: • Ruang konsultasi/periksa

• Ruang tidur yang memenuhi persyaratan kesehatan yaitu bersih, cukup ventilasi, cukup pencahayaan, dan minimal 20 tempat tidur

ii. Sarana penunjang, tersedianya: • Ruang makan

• Ruang rekreasi/olahraga • Ruang tamu

• Ruang ibadah • Kamar mandi/WC

iii. Sarana administrasi, tersedianya: • Ruang pimpinan

• Ruang staf


(48)

b. Obat

• Obat-obatan P3K 2. Sumber Daya Manusia

a. Pimpinan sarana pelayanan rehabilitasi

b. Penanggung jawab medis dipimpin oleh Dokter Umum atau Dokter Spesialis c. Pembimbing Konselor

d. Pembimbing Agama e. Psikolog

f. Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) g. Petugas Keamanan

h. Tenaga lain sesuai kebutuhan

2.7 Studi Banding Proyek Sejenis

2.7.1 Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf”

Panti Sosial Pamardi Putra "Insyaf" Medan atau yang dikenal dengan PSPP "Insyaf" Medan merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI yang berdasarkan KEPMENSOS RI No. 59/HUK/2003, mempunyai tugas melaksanakan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA yang meliputi : Bimbingan mental, sosial, fisik, dan pelatihan keterampilan praktis agar mereka mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, rujukan regional, pengkajian, dan penyiapan standar pelayanan, pemberian informasi serta koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Lokasi : Jl. Berdikari No. 37, Desa Lau Bakeri, Kec. Kutalimbaru, Kab. Deli Serdang, Sumatera Utara

Luas lahan : 46.962 m2 Luas bangunan : 8.103 m2

Kapasitas tampung : 100 orang

Sumber daya manusia : 46 orang, yang terdiri dari Kepala Panti (Eselon III), Kepala Sub Bag Tata Usaha (Eselon IV), Kepala Seksi Program dan Advokasi Sosial (Eselon IV), dan Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial (Eselon IV), serta 16 orang pekerja sosial fungsional dan 16 staf umum


(49)

Fasilitas : Kantor, Aula, Ruang Pendidikan, Ruang Rapat, Ruang Perpustakaan, Ruang Assesment, Ruang Data & Informasi, Ruang Komputer, Asrama Konvensional & Terpadu, Asrama Re-Entry Putra, Asrama Re-Entry Putri, Gedung Khusus Rehabilitasi Terpadu, Rumah Dinas, Dapur & Ruang Makan Klien, Gedung Poliklinik, Gedung Olahraga, Gedung Ketrampilan Elektro, Gedung Ketrampilan Otomotif Roda 2 & Roda 4, Kendaraan Dinas, Komputer, Laptop, Musholla, Lapangan Olahraga, Gudang & Garasi, Guest House, Gazebo, Show room, Akses Internet.

Program pokok : Rehabilitasi sosial A.Proses Rehabilitasi Sosial

1. Pendekatan Awal

Kegiatan yang mengawali proses rehabilitasi yang dilaksanakan di masyarakat untuk mendapatkan kemudahan dan kerjasama dengan mengadakan kontak langsung dengan pemerintah daerah dan keluarga. Pendekatan awal dilakukan untuk mendapatkan gambaran dan informasi yang jelas guna penetapan calon kelayan, serta menumbuhkan minat klien untuk direhabilitasi dan termotivasinya orang tua kelayan untuk menyerahkan anaknya mengikuti program rehabilitasi di PSPP "Insyaf" Lau Bakeri.

2. Penerimaan

Merupakan kegiatan registrasi yang berhubungan dengan persyaratan administrasi klien berupa pencatatan dalam buku induk, pengisian formulir, interview dan penempatan klien pada asrama

3. Assesment

Untuk mendapatkan data dan informasi mengenai latar belakang permasalahan klien meliputi bakat, minat, potensi-potensi yang dimiliki, kemampuan, harapan dan rencananya untuk masa depan yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah serta upaya lain untuk pengembangan potensi klien.

4. Bimbingan Sosial

Meliputi pembinaan fisik, mental psikologis dan mental keagamaan yang dilakukan melalui metode TC dan semi TC. Disamping itu, klien juga mendapatkan bimbingan ketrampilan praktis Roda 2, Roda 4 dan Elektro.


(50)

5. Resosialisasi

Merupakan kegiatan untuk mempersiapkan kelayan kembali ke masyarakat dalam membantu proses pemulihan harga diri klien melalui kegiatan magang / PKL, kewirausahaan, bantuan stimulan usaha ekonomi produktif dan penyaluran kelayan

6. Rujukan & Bimbingan Lanjut

Merupakan kegiatan untuk memantapkan kesembuhan dan kepulihan eks klien dan agar terbina lingkungan keluarga, sekolah dan kerja yang mendukung bagi pemantapan sosial eks klien.

B.Kegiatan pelayanan rehabilitasi sosial

Kegiatan pelayanan rehabilitasi sosial yang dilakukan di PSPP "Insyaf" Lau Bakeri terbagi atas 2 bagian yaitu Pelayanan Rehabilitasi Sosial Konvensional dan Terpadu.

I. Konvensional 1. Pembinaan Fisik

Pembinaan fisik yang dilakukan terhadap klien konvensional PSPP "Insyaf" Lau Bakeri meliputi senam, olah raga, baris berbaris (PBB), pemeriksaaan urine/darah, pengobatan ringan, pengobatan ke puskesmas/rujukan, pelayanan konsumsi/makanan

1. Pembinaan Mental /Psikiologis

Pembinaan Mental/psikiologis dilakukan melalui konsultasi psikiologis pembinaan kedisiplinan etika dan budi pekerti pelajaran agama,dan praktek ibadah.

2. Bimbingan sosial

Bimbingan sosial perorangan dan Bimbingan sosial melalui kelompok : Dinamika kelompok, role playing, morning meeting, static group, seminar, discusion, responsible interaction, dynamic group, sharing circle, weekend wrap up dan kepribadian, kepemimpinan, kesenian, simutasi, integrasi, kemasyarakatan, konsultasi dan pemecahan masalah.

3. Latihan keterampilan

Latihan keterampilan yang diadakan PSPP "INSYAF" lau Bakeri meliputi : a. Keterampilan Roda 2 (Sepeda Motor).

b. Keterampilan Roda 4 (Mobil) c. Keterampilan Elektronika d. Keterampilan Sablon

e. Keterampilan Berternak Peranakan Kambing Etawa f. Keterampilan Komputer


(51)

g. Bimbingan praktek / kerja magang, bimbingan kewirausahaan dan Pemberian Paket kerja magang

II. Terpadu

Untuk rehabilitasi terpadu menggunakan sistem Therapeutic Commnunity (TC) yang merupakan perpaduan pelayanan secara medis. pskiologis, dan sosial. Kegiatan harian dilaksanakan mulai pukul 05.00 s/d 22.00 WIB. Pelayanan Rehabilitasi Terpadu meliputi: 1. Pembinaan fisik

Pembinaan fisik yang dilakukan terhadap residen terpadu PSPP "INSYAF" Lau Bakeri meliputi senam, olah raga, pemeriksaan urine/darah, pengobatan ringan, pengobatan puskesmas /rumah sakit.

2. Bimbingan sosial

Bimbingan Sosial perorangan dan bimbingan sosial kelompok melalui :

morning meeting, morning briefing, confrontation group, seminar, static group, encounter group, religius class, discussion, P.A.G.E (Peer Actibility Group Evaluation & Personal Group, Accountibility Group Evaluation, resident meeting /request meeting/case load, sharing circle, dynamic group, weekend wrap up, evening wrap up, outing, and saturday night activity (SNA)

2.7.2 Al Kamal Sibolangit Centre, Rehabilitation for Drug Addicted

Lokasi : Jl. Medan – Brastagi Km. 45, Desa Suka Makmur, Kec Sibolangit Luas lahan : 3,5 ha

Daya Tampung : 50 orang

Tenaga Pengelola : Ahli agama, Ahli pengobatan tradisional, Dokter dan perawat, Keamanan, Kakak senior (pasien yang sudah sembuh dan siap

mengabdi)

Fasilitas :

1. Gedung Penyuluhan Publik, terdiri dari: • ruang penerima

• kamar tidur publik dan KM/WC (24 kamar = 84 orang)


(52)

• ruang kumpul

• ruang penyuluhan / seminar (kapasitas 84 orang)

• ruang makan (dapat juga digunakan untuk mengundang penduduk sekitar untuk berkunjung dan makan – makan ketika hari besar)

• ruang tenis meja • dapur

• halaman (kolam, ayunan, dll)

Gambar 2.11. Tampak depan gedung penyuluhan publik

Gambar 2.12 Sirkulasi di depan kamar publik dan menuju ke ruang

seminar

Gambar 2.13 Ruang seminar

Gambar 2.14 Kamar tidur publik

Warna cat dinding setiap kamar dibuat berbeda-beda sehingga tercipta suasana yang berbeda-beda.

Gambar 2.15 Ruang kumpul Gambar 2.16 Halaman dan area bermain Dari ruang kumpul dapat melihat view ke halaman dan area bermain


(53)

2. Gedung Utama, terdiri dari: • Ruang security

• Ruang konsultasi pasien dan orang tua pasien • Kantor supervisor

• Aula bersama (ruang nonton dan ruang musik)

• Gazebo (kunjungan orang tua, mereka berkumpul dengan pasien di gazebo ini dari jam 10 pagi sampai jam 3 siang. Kunjungan dilakukan setelah 6 bulan pertama, setelah itu 3 bulan, dan 1 bulan untuk berikutnya sampai pasien keluar dari panti ini) • Lahan untuk berkebun

Gambar 2.17 Bangunan di area

belakang Bangunan di area belakang meliputi : ruang tenis meja, ruang makan (sambil nonton), dan kantin (dapur)

Gambar 2.18 Ruang tenis meja Gambar 2.19 Ruang makan

Pada halaman terdapat kolam Pada ruang makan dapat sambil nonton tv

Pada dinding dipajang artikel “say no to drugs” (merupakan pencegahan primer)

Gambar 2. 20 Area berkebun untuk pasien

Gambar 2.21 Suasana dari gedung penyuluhan publik ke

gedung utama

Gambar 2.22 Tampak gedung utama


(54)

3. Gedung Residensial dan Perawatan Pasien, terdiri dari: • Ruangan medis dan obat-obatan standar

• Asrama (10 kamar masing – masing berisi 6 tempat tidur) • Ruang keterampilan (ruang sablon dan ruang komputer) • Ruang makan

• Oukup (sauna)

• Ruangan pijat tradisional

• Ruangan ramu-ramuan tradisional • Ruang Isolasi

• Lapangan olahraga (basket, sepakbola, jogging) • Kolam berendam

Gambar 2.23 Ruang security

Gambar 2.24 Kantor supervisor

Gambar 2.25 Ruang konsultasi pasien dan orang tua pasien

Gambar 2.26 Gazebo (tempat berkumpul orang tua pasien

dengan pasien)

Gambar 2.27 Aula (ruang nonton dan ruang musik)

Gambar 2.28 Maket rencana panti (rancangan tersebut

tidak terpakai) Sumber : Dokumentasi


(1)

Gambar 7.32 Rencana Utilitas & Detail  


(2)

(3)

Gambar 7.34 Foto Maket (1)


(4)

Gambar 7.36 Foto Maket (3)


(5)

Gambar 7.38 Foto Maket (5)


(6)

Penanggulangannya, (http://www.bnn.go.id, diakses tanggal 25 Februari 2011 )

Badan Narkotika Nasional, 2006, Gambaran Penyalahguna NAPZA Tahun 2001-2004, (http://www.bnn.go.id, diakses tanggal 25 Februari 2011 )

E., Sutarti, 2008, Upaya Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA, (http://www.bkkbn.go.id, diakses pada tanggal 11 Maret 2011).

H., Sasangka, 2003, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana. Bandung: Mandar Maju.

KEPMENKES No.996/MENKES/SK/VIII/2002

Marcella Laurens, Joyce, 2004, Arsitektur dan Perilaku Manusia, Jakarta: Gramedia Paul, Edward, The Encyclopedia of Philosophy, Million Publishing Co

Pedoman – Gadik.pdf. (http://www.bknn.or.id, diakses pada tanggal 5 Maret 2011). Rachmadi, 1997, Arsitektur Sebagai Warisan Budaya, Jakarta: Djambatan.

S., Joewana, 1989, Gangguan Penggunaan Zat Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif lain, Jakarta: Gramedia.

Setiawan, Haryadi B.,1996, Arsitektur Lingkungan dan Perilaku, PPLH UGM, Jogjakarta. Sumiati, dkk., 2009, Asuhan Keperawatan pada Klien Penyalahgunaan & Ketergantungan

NAPZA, Jakarta: Trans Info Media.

Synder, James C., Catanese, Anthony J., Pengantar Arsitektur, Jakarta: Erlangga.

Tjah, T.H., Rahardja, K., 2002, Obat – obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya Edisi V, Jakarta: Elex Media Komputindo.

W.J.S. Poerwodarminta, 1985, Kamus Bahasa Indonesia.

, 1998, Ensiklopedia Nasional Indonesia Jilid 2, Jakarta: Cipta Adi Pustaka. , 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga, Jakarta: Balai Pustaka.