SUBSITUSI JAGUNG (Zea mays) DENGAN JALI PADA PEMBUATAN TORTILA KAJIAN KARAKTERISTIK KIMIA DAN SENSORI

(1)

commit to user

i

SUBSITUSI JAGUNG (

Zea mays

) DENGAN JALI

(

Coix Lacryma-jobi

L.) PADA PEMBUATAN TORTILA:

KAJIAN KARAKTERISTIK KIMIA DAN SENSORI

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pertanian Di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

Oleh:

WIDHI CAHYANI H0606073

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(2)

commit to user

ii

SUBSITUSI JAGUNG (Zea mays) DENGAN JALI (Coix Lacryma-jobi L.) PADA PEMBUATAN TORTILA:

KAJIAN KARAKTERISTIK KIMIA DAN SENSORI

yang dipersiapkan dan disusun oleh:

WIDHI CAHYANI H0606073

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 28 Oktober 2010

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua Anggota I Anggota II

Prof. Ir. Sri Handayani, MS, Ph.D Ir. Choirul Anam, MP, MT Dian Rachmawanti A., S.TP, MP NIP. 19470729 197612 2 001 NIP. 19680212 200501 1 001 NIP. 19790803 200604 2 001

Surakarta, 29 Oktober 2010 Mengetahui

Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS NIP. 19551217 198203 1 003


(3)

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi sebagai syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS Selaku Dekan Fakultas Pertanian UNS. 2. Ir. Kawiji, MP selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian UNS 3. R. Baskara Katri A., S.TP, MP selaku Pembimbing Akademik

4. Prof. Ir. Sri Handayani, MS, Ph.D selaku Pembimbing Utama; terima kasih atas bimbingannya selama ini

5. Ir. Choirul Anam, MP, MT selaku pembimbing II; terima kasih atas bimbingannya selama ini

6. Dian Rachmawanti A., S.TP, MP selaku dosen penguji; terima kasih atas bimbingannya selama ini

7. Seluruh dosen serta staff Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

8. Bapak dan Ibu; atas doa dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini. 9. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi ini dan

memberi dukungan, doa serta semangat bagi penulis untuk terus berjuang. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang mendukung dari semua pihak untuk kesempurnaan penelitian ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya

Surakarta, Oktober 2010


(4)

commit to user

iv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

RINGKASAN ... ix

SUMMARY ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 2

D. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Tortila ... 4

B. Jagung ... 6

C. Jali ... 10

D. Kandungan Proksimat ... 14

E. Antioksidan ... 19

F. Karakteristik Sensori ... 23

G. Kerangka Berpikir dan Hipotesis ... 25

III. METODE PENELITIAN ... 26

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

B. Bahan dan Alat ... 26

1. Bahan ... 26


(5)

commit to user

v

C. Perancangan Penelitian dan Analisa Data ... 27

1. Pembuatan Tortila ... 27

2. Analisis Proksimat ... 28

3. Analisis Aktivitas Antioksidan ... 30

4. Analisis Sensori... 30

D. Pengamatan Parameter ... 30

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Kandungan Proksimat ... 31

1. Kadar Air... 31

2. Kadar Protein ... 33

3. Kadar Lemak ... 35

4. Kadar Karbohidrat... 37

5. Kadar Abu ... 38

B. Aktivitas Antioksidan ... 40

D. Karakteristik Sensori ... 43

1. Warna ... 44

2. Aroma... 45

3. Rasa ... 46

4. Tekstur ... 47

5. Pemekaran ... 50

6. Overall ... 51

E. Perbandingan Kadar Protein, Aktivitas Antioksidan, dan Kesukaan Overall ... 52

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(6)

commit to user

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Tortilaper 100 gram ... 6

Tabel 2.2 Kandungan Gizi Jagung Kuning dan Putih ... 9

Tabel 2.3 Perbandingan Nutrisi Jagung dan Jali (per 100 gram) ... 13

Tabel 4.1 Kandungan Proksimat Tortila Jagung-Jali ... 31

Tabel 4.2 Aktivitas Antioksidan Tortila Jagung-Jali ... 40

Tabel 4.3 Karakteristik Sensori Tortila Jagung-Jali ... 43

Tabel 4.4 Perbandingan Kadar Protein, Aktivitas Antioksidan, dan Kesukaan Overall Tortila Jagung-Jali ... 52


(7)

commit to user

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Tortila Jagung... 4

Gambar 2.2. Proses Pembuatan Tortila ... 5

Gambar 2.3 (a) Pop Corn; (b) Dent Corn; (c) Flint Corn; (d) Pod Corn ... 8

Gambar 2.4 Jagung Kuning dan Jagung Putih ... 9

Gambar 2.5 Struktur Biji Jagung ... Gambar 2.6 (a) Jali ketan; (b) Jali batu; (c) Jali abu-abu; (d) Jali normal ... 10

Gambar 2.7 Tanaman dan Biji Jali... 12

Gambar 2.8 (a) Biji Jali Berkulit; (b) Biji Jali Kupas ... 14

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir ... 25

Gambar 4.1 Kadar Air Tortila Jagung-Jali... 32

Gambar 4.2 Kadar Protein Tortila Jagung-Jali ... 33

Gambar 4.3 Kadar Lemak Tortila Jagung-Jali ... 35

Gambar 4.4 Kadar Karbohidrat Tortila Jagung-Jali ... 37

Gambar 4.5 Kadar Abu Tortila Jagung-Jali ... 39

Gambar 4.6 Aktivitas Antioksidan Tortila Jagung-Jali ... 41

Gambar 4.7 (1) Tortila Mentah; (2) Tortila Setelah Digoreng ... 43


(8)

commit to user

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Prosedur Pembuatan Tortila ... 60 Analisis Statistik Uji Proksimat dan Aktivitas Antioksidan ... 62 Analisis Statistik Uji Sensori ... 66


(9)

commit to user

ix

SUBSITUSI JAGUNG (Zea mays) DENGAN JALI

(Coix Lacryma-jobi L.) PADA PEMBUATAN TORTILA:

KAJIAN KARAKTERISTIK KIMIA DAN SENSORI

Widhi Cahyani1)

Prof. Ir. Sri Handajani, MS, P.hD2), Ir. Choirul Anam, MP, MT2)

RINGKASAN

Tortila atau keripik jagung adalah snack olahan jagung yang mempunyai kadar protein rendah dan tekstur yang rapuh, sedangkan jali merupakan serealia yang tinggi protein dan tinggi kalsium. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh subtitusi jagung dengan jali terhadap kandungan proksimat, aktivitas antioksidan, dan karaktersitik sensori tortila. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor, yaitu rasio jagung/jali = 100/0, 75/25, 50/50, 25/75, dan 0/100.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan rasio jagung/jali dalam pembuatan tortila meningkatkan kadar protein, kesukaan terhadap warna (hingga rasio 25/75), tekstur, pemekaran, overall, tetapi menurunkan kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar abu, aktivitas antioksidan. Sedangkan terhadap kadar air, kesukaan terhadap aroma dan rasa, substitusi tidak berpengaruh. Rasio substitusi yang memberikan kandungan proksimat, aktivitas antioksidan, dan karakteristik sensori terbaik adalah jagung/jali = 25/75 dengan kadar protein 13,060%, aktivitas antioksidan sebesar 22,789%, dan panelis memberikan respon sedikit lebih suka terhadap keseluruhan parameter sensori.

Kata kunci : jali, jagung, tortila, karakteristik kimia, karakteristik sensori

1)

Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Sebelas Maret

2)


(10)

commit to user

x

CORNS (Zea mays) SUBSTITUTION WITH JOB’TEARS

(Coix Lacryma-jobi L.) IN TORTILLAS:

STUDY OF CHEMICAL AND SENSORY PROPERTIES

Widhi Cahyani1)

Prof. Ir. Sri Handajani, MS, P.hD2), Ir. Choirul Anam, MP, MT2)

SUMMARY

Tortilas or corn chips is corn-based snack that has low protein content and fragile texture, while job’s tears have high protein content and high calcium. The research’s purpose was to study the influence of corn substitution with job’s tears in proximate, antioxidant activity, and sensory properties of tortillas. This research used Completely Randomized Design (CRD) with one factor, that was: corns-job’s tears ratio = 100/0, 75/25, 50/50, 25/75, and 0/100.

The result indicated that decreasing corns/job’s tears ratio increased protein content, panelists preference in color (up to ratio 25/75), texture, puffness, and overall, but decreased fat, carbohydrate, ash content, and antioxidant activity. However decreasing corns-job’s tears ratio didn’t influence moisture content, panelists preference in odor and taste. Ratio of substitution that gave the best proximate content, antioxidant activity, and sensory characteristics was corns/job’s tears ratio = 25/75, with protein content was 13,060%, antioxidant activity was 22,789%, and panelists gave rather like respond in overall organoleptic parameter.

Keyword : job’s tear, corn, tortilla, chemical properties, sensory properties

1)

Colleges of Technology of Agricultural Product, Sebelas Maret University

2)


(11)

commit to user I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tortila jagung atau keripik jagung adalah olahan berbahan dasar jagung yang dibuat melalui pemasakan, penggilingan, pengeringan, dan penggorengan. Tortila jagung mempunyai karakter berwarna kuning, renyah, tipis dan mudah hancur (Priwit, 2008). Karena terbuat dari jagung, kandungan proteinnya pun rendah, hanya sekitar 7% (USDA National Nutrient Database for Standard Reference, 2009). Oleh karena itu, subsitusi diperlukan untuk memperbaiki karakter sensori (supaya tektur lebih keras dan tidak mudah hancur) serta memperbaiki karakter kimia (nutrisi) tortila.

Jali (Coix Lacryma-jobi L.) adalah edible grain yang dari tanaman yang satu famili dengan jagung yang belum banyak dimanfaatkan di Indonesia. Jali merupakan obat herbal tradisional di China yang bermanfaat bagi kesehatan karena mengandung anodin, anti-inflammasi, antipiretik, antiseptik, antispasmodik, hipoglikemik, hipotensif, sedatif dan vermifuge (Duke dan Ayensu, 1985; Bown, 1995 dalam Plants For A Future, 2000). Sterol utama yang terdapat pada jali yaitu sitostanol, dapat menurunkan kadar kolesterol serum dengan menghambat penyerapan kolesterol (Tanaka dan Takatsuto, 2001). Jali baik bagi usus dan dapat sebagai prebiotik karena mempunyai efek modifikasi terhadap beberapa bakteri usus (Chiang et al., 2000 dalam Lakkham, 2009).

Jali diduga dapat memperbaiki karakteristik kimia dan sensori tortila jagung. Nutrisi tortila dapat diperbaiki karena kandungan protein, kalsium dan zat besi jali lebih tinggi dari jagung (USDA National Nutrient Database for Standard Reference, 2009; Center New Crops and Plants Products, 1996; Leung, 1972). Dan sensori tortila dapat diperbaiki karena jali berwarna putih dan memiliki kandungan kalsium yang tinggi sebesar 25 mg/100 gr (Center New Crops and Plants Products, 1996) sehingga dapat mencerahkan warna dan memberikan tekstur yang lebih keras pada tortila. Kalsium dapat


(12)

commit to user

mengeraskan tekstur karena ion kalsium akan membentuk crosslinking dengan pektin sehingga membentuk kekakuan pada dinding sel (Sham et al., 2001).

Jali dan jagung sama-sama memiliki aktivitas antioksidan. Jali mempunyai aktivitas antioksidan karena kandungan senyawa-senyawa fenolat (Kuo et al., 2001 dalam Khongjeamsiri et al., 2009), sedangkan jagung diperoleh dari pigmen karotenoid, senyawa fenolat, dan vitamin E (Anonim, 2007; Hodzic et al., 2009; Suarni dan Widowati, 2007).

Oleh karena alasan-alasan tersebut, jali dipilih untuk mensubstitusi jagung dalam pembuatan tortila. Untuk menggambarkan ciri khas tortila jagung yang berwarna kuning keemasan (Istinaroh, 2009), maka jagung yang digunakan dalam pembuatan tortila pada penelitian ini adalah jagung yang berwarna kuning oranye, sedangkan jali yang digunakan adalah jenis yang dibudidayakan yaitu yang berkulit luar cokelat kekuningan.

B. PERUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi jagung dan jali terhadap kandungan proksimat tortila yang dihasikan?

2. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi jagung dan jali terhadap aktivitas antioksidan tortila yang dihasilkan?

3. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi jagung dan jali terhadap karakteristik sensori (warna, aroma, rasa, tekstur, tingkat mekar, overall) tortila yang dihasilkan?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi jagung dan jali terhadap kandungan proksimat (air, abu, lemak, protein, karbohidrat) tortila yang dihasikan.

2. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi jagung dan jali terhadap aktivitas antioksidan tortila yang dihasikan.


(13)

commit to user

3. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi jagung dan jali terhadap karakteristik sensori (warna, aroma, rasa, tekstur, tingkat mekar, overall) tortila yang dihasilkan.

4. Mengetahui variasi konsentrasi jagung dan jali yang memberikan karakteristik kimia (kandungan proksimat dan aktivitas antioksidan) serta karakteristik sensori terbaik.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan tortila yang diperkaya jali dengan nilai gizi seimbang, aktivitas antioksidan yang tinggi, serta karakteristik sensori yang disukai.


(14)

commit to user II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tortila

Tortila jagung awalnya merupakan makanan khas dari Meksiko (Anonim, 2005). Cara pembuatannya mirip pembuatan emping jagung. Perbedaannya, terletak pada perlunya pembuatan adonan dan pemotongan adonan pada tortila sedangkan emping jagung tidak perlu dibuat adonan tetapi langsung dipihkan. Seperti halnya emping jagung, tortila mempunyai rasa netral, untuk menambah variasi rasa dapat diberi tambahan rasa lain yaitu rasa manis atau bumbu tabur (Anonim, 2010e). Tortila jagung mempunyai karakter tipis dan mudah hancur (Priwit, 2008).

Gambar 2.1 Tortila Jagung (Anonim, 2009a)

Proses pembuatan tortila terdiri atas tiga tahap penting yaitu pembuatan

nixtamal, pembuatan masa (adonan) dan pemanggangan adonan menjadi tortila seperti terlihat pada Gambar 2.2. Proses Pembuatan Tortila (BPK, 2004). Nixtamal merupakan istilah untuk jagung yang telah dimasak dan direndam dengan larutan alkali (kapur). Penggunaan zat kapur bertujuan untuk mengeluarkan sebagian lembaga dan perikarp dari biji jagung, mencerahkan warna, mengeraskan tekstur (BPK, 2004; Siswoputranto, 1978 dalam Darmajana, 2010). Nixtamal, sebelum digiling dicuci berulang-ulang untuk menghilangkan kelebihan alkali dan jaringan kulit luar/perikarp (BPK, 2004). Namun, proses pemasakan dengan larutan kapur ini mengakibatkan nutrisi mengalami kerusakan, seperti lemak, protein, dan vitamin (BPK, 2004; Deniati, 2006). Sehingga, penggunaan larutan kapur tidak digunakan di sini.


(15)

commit to user

Jagung

Tortila

Gambar 2.2. Proses Pembuatan Tortila (BPK, 2004)

Setelah digiling, adonan selanjutnya dipipihkan menjadi lembaran tipis (2 cm) dan dipotong-potong dengan ukuran 1–3 cm dengan bentuk persegi atau segitiga. Tortilla basah yang diperoleh kemudian dikeringkan menggunakan panas matahari atau oven. Tortilla kering kemudian digoreng dan dikemas (BPK, 2004).

Tortila jagung mengandung karbohidrat tinggi tetapi protein sangat rendah (Darmajana, 2010). Seperti tampak pada Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Tortila per 100 gram, pada tortila yang mentah kandungan karbohirat mencapai 46,60 % (berat basah), sedangkan protein hanya 5,70 % (berat basah). Sedangkan pada snack tortila yang telah digoreng (mendapat tambahan kandungan nutrisi minyak goreng) kandungan karbohidrat mencapai 67,31% (berat basah) dan protein 7,18 % (berat basah).

Air kapur Pemasakan

Pencucian

Penggilingan

Masa/Adonan

Pengeringan Pencetakan


(16)

commit to user

Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Tortilaper 100 gram

Nutrisi Satuan

Jumlah Tortila Mentah dari

Jagung (Tanpa tambahan garam)

Snack Tortila dari Jagung Kuning (Tawar) Proksimat

Energi kkal 222 492

Air g 44,10 2,30

Protein g 5,70 7,18

Total lemak g 2,50 21,57

Abu g 1,20 1,65

Karbohidrat, by different g 46,60 67,31 Mineral

Ca mg 175 94

Fe mg 1,40 1,60

P mg 314 236

Vitamin

Vit. C, Total asam askorbat mg 0 0

Tiamin mg 0,112 0,157

Riboflavin mg 0,073 0,041

Niacin mg 1,498 1,730

Vitamin A, IU IU 0 189

Vitamin E (α-tocoferol) mg - 2,97

Vitamin D IU - 0

Vitamin K (filloquinon) mcg - 0,6

Sumber: USDA National Nutrient Database for Standard Reference, 2009 Sebagian besar snack memang kaya akan karbohidrat dan rendah protein (2-10%). Peningkatan kandungan protein dapat menggunakan padatan susu, keju, daging, ataupun ikan. Namun, penambahan dengan pangan jenis-jenis tersebut memberikan masalah baru, seperti adanya bentuk-bentuk protein yang tidak sesuai dengan snack, baik flavornya, atau kerugian lain dari eating quality-nya, atau pun dari segi penyimpanan dan kenampakan fisik snack yang tidak disukai (Panchuk et al.., 1979). Maka, substitusi snack rendah protein dengan serealia lain yang tinggi protein berpeluang baik karena serealia mempunyai karakteristik fisik dan sensori yang hampir sama.

B. Jagung

Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman rumput-rumputan dan berbiji tunggal (monokotil). Tanaman ini berasal dari Meksiko (Amerika Tengah)


(17)

commit to user

mulai tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16, jagung disebarluaskan oleh orang Portugal ke Asia termasuk Indonesia. Di Indonesia, jagung merupakan tanaman pangan penting kedua setelah padi dan terdapat hampir di seluruh kepulauan Indonesia (BPK, 2004). Adapun klasifikasi ilmiah jagung sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Superdivisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Klas : Liliopsida (Tumbuhan monokotil) Subklas : Commelinidae

Ordo : Cyperales

Familia : Poaceae (Rerumputan) Genus : Zea L.

Species : Zea mays L. Sumber: Anonim, 2010b

Menurut BPK (2004) jenis jagung dapat dibedakan berdasarkan masa tanam dan bentuk bijinya. Berdasarkan masa tanamnya jagung dikelompokan menjadi 3 golongan : berumur pendek (genjah) 75 – 90 hari; berumur sedang (tengahan) 90 – 120 hari; dan berumur panjang lebih dari 120 hari. Sedangkan menurut bentuk bijinya, jagung dapat diklasifikasikan menjadi 7 jenis, yaitu : 1. Flour corn atau soft corn; (Zea mays L. atau amylacea sturt = jagung

tepung) yang mengandung zat pati/tepung.

2. Flint corn (Zea mays indurata = jagung mutiara) yang mempunyai biji dengan warna bersinar dan agak keras dan banyak digunakan sebagai pakan ternak.

3. Pop corn (Zea mays L. atau enerta sturt = jagung berondong) yang bila dipanaskan dapat mengembang.

4. Sweet corn (Zea mays L. saccharata = jagung manis) yang mempunyai kandungan gula tinggi sehingga terasa manis.


(18)

commit to user

5. Pod corn (Zea mays L. tunicara sturt = jagung bungkus) yang mahkotanya menyelubungi setiap biji pada janggel, sedangkan tongkolnya terselubung oleh kelobot besar, sehingga bijinya tidak tampak.

6. Waxy corn (Zea mays L. ceratina Kulesch) yang berwarna jernih seperti lilin sehingga sering disebut waxy corn.

7. Dent corn (Zea mays identata = jagung gigi kuda) yang bentuknya seperti gigi kuda terjadi akibat pengerutan lapisan bertepung saat biji mengering, sedangkan bagian samping biji mengalami pengerasan sehingga bagian tengah atau bagian atas biji mengalami penyusutan .

Di antara 7 jenis tersebut antara lain: jagung jenis pop corn, dent corn, dan flint corn yang tampak pada Gambar 2.3 (a) Pop corn; (b) Dent corn; (c) Flint Corn; (d) Pod Corn. Ketiganya terlihat memiliki perbedaan bentuk biji. Biji pop corn terlihat memiliki biji bulat dan berukuran kecil, biji

dent corn terlihat ujungnya sedikit mengerut, flint corn terlihat lebih mengkilap, sedangkan biji pod corn berwarna merah dan terbungkus.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2.3 (a) Pop corn; (b) Dent corn; (c) Flint Corn; (Anonim, 2010c) (d) Pod Corn (Amstrong, 2000)

Namun, di Indonesia jagung sering hanya dibedakan menjadi 2 macam berdasarkan warna bijinya, yaitu jagung kuning dan jagung putih dengan


(19)

commit to user

kandungan gizi yang hampir sama (BPK, 2004). Jagung putih dan jagung kuning dapat dibedakan dari warnanya. Seperti tampak pada Gambar 2.4 Jagung Kuning dan Jagung Putih, jagung putih memiliki warna biji dominan putih, sedangkan jagung kuning memiliki warna dominan kuning-oranye.

Gambar 2.4 Jagung Kuning dan Jagung Putih (Anonim, 2010d)

Selain karbohidrat, jagung juga mengandung sedikit lemak dan protein. Vitamin A dan vitamin E terdapat dalam jagung terutama pada jagung kuning. Jagung juga mengandung berbagai mineral esensial, seperti K, Na, P, Ca, dan Fe (Suarni dan Widowati, 2007). Seperti tampak pada Tabel 2.2 Kandungan Gizi Jagung Kuning dan Putih, jagung kuning memiliki tambahan nutrisi berupa vitamin A dan E jika dibanding jagung putih.

Tabel 2.2 Kandungan Gizi Jagung Kuning dan Putih

Nutrisi Satuan Jumlah

Jagung kuning Jagung putih

Energy kkal 365 365

Protein gr 9,42 9,42

Lemak gr 4,74 4,74

Karbohidrat gr 74,26 74,26

Ca mg 7 7

P mg 210 210

Fe mg 2,71 2,71

Vit A IU 214 1

Vit C mg 0 0

Vit E (α-tokoferol) mg 0,49 0,42

Sumber: USDA National Nutrient Database for Standard Reference, 2009 Dan yang menyebabkan perbedaan warna jagung putih dan kuning yaitu adanya pigmen karotenoid, terutama dari jenis β-kriptoxantin, lutein, dan zeaxantin. β-kriptoxantin merupakan jenis karotenoid provitamin A. sebanyak 24 μg β-kriptoxantin dibutuhkan untuk membentuk 1 µg retinol. Sedangkan kutein dan zeaxantin tidak memiliki aktivitas vitamin A (Anonim, 2007).


(20)

commit to user

Karena salah satu sifat organoleptik khas tortila jagung adalah warna yang kuning keemasan (Istinaroh, 2009), maka jagung yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung yang berwarna kuning oranye dan banyak dijual di pasar dalam bentuk beras jagung.

Gambar 2.5 Struktur Biji Jagung

(Damardjati, 1988 dalam Suarni dan Widowati, 2007)

Karbohidrat, protein, lemak, dan mineral jagung terkonsentrasi pada bagian-bagian tertentu dalam biji. Secara umum, biji jagung terdiri dari empat bagian, yaitu: perikarp (lapisan pembungkus luar), endosperma, lembaga, dan tip cap (Gambar 2.5 Struktur Biji Jagung). Karbohidrat biji jagung terkonsentrasi pada bagian endosperma (sekitar 87,6%). Sedangkan pada biji utuh kadar karbohidrat terhitung hanya 71,3%. Protein, lemak, dan mineral terkonsentrasi dalam lembaga (secara urut 18,4%, 33,2%, dan 10,5%). Sedangkan dalam biji utuh protein, lemak, dan kadar abu terdeteksi secara urut sebesar 3,7%, 1,%, dan 0,8% (Inglett, 1987 dalam Suarni dan Widowati, 2007).

C. Jali

Jali (Coix Lacryma-jobi L.) adalah tanaman famili Poaceae (rumput-rumputan) yang menghasilkan biji yang dapat dimakan (edible grains) seperti serealia lain (gandum, jagung, millet, barley) (Dharmananda, 2007). Jali (Coix Lacryma-jobi) masih satu rumpun dengan jagung (Zea mays) dan sorghum (Sorghum bicolor), yaitu dalam rumpun Andropogoneae (Black et al., 2006). Biji jali dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu biji yang dikultivasi


(21)

commit to user

berkulit lunak dan biji jali liar yang berkulit keras (Arora, 1977 dalam Apirattananusorn, 2007). Jali kultivasi digunakan tersebar sebagai pangan dan pakan, tetapi jali liar umumnya digunakan sebagai ornamen dan dibentuk menjadi kalung atau kalung tasbih (Purseglove, 1972 dalam Apirattananusorn, 2007). Sedangkan Lakkham et al. (2009) menyebutkan ada 4 varietas jali, yaitu: jali ketan, jali batu, jali abu-abu, dan jali normal. Seperti tampak pada Jali dapat Gambar 2.6 (a) Jali ketan; (b) Jali batu; (c) Jali abu-abu; (d) Jali normal.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2.6 (a) Jali ketan; (b) Jali batu; (c) Jali abu-abu; (d) Jali normal [Kiri: biji jali berkulit; Kanan: biji jali pecah kulit belum disosoh] (Lakkham et al., 2009)

Dalam setiap petridish, sebelah kiri merupakan jali berkulit, sedangkan sebelah kanan merupakan jali lepas kulit yang belum disosoh. Keempat jali tersebut dapat dibedakan secara visual. Jali batu merupakan jenis dengan ukuran terkecil, sedangkan jali abu-abu memiliki ukuran terbesar. Warna biji jali ketan sangat gelap, jali batu abu-abu terang, jali abu-abu berwarna abu-abu gelap, dan jali normal berwarna cokelat terang. Kulit ari jali ketan dan jali normal berwarna cokelat terang, jali batu cokelat lebih gelap, dan jali abu-abu berwarna cokelat kemerahan. Apabila kulit ari pada biji jali tersebut dikelupas, maka terlihat warna biji yang putih seperti Gambar 2.6 Biji Jali Kupas.

Di Indonesia sendiri, sebagian masyarakat membedakan jali menjadi 2, yaitu: jali batu (seperti pada Gambar 2.6 (b) Jali batu) dan jali ketan (seperti


(22)

commit to user

pada Gambar 2.7 Tanaman dan Biji Jali). Jali batu menghasilkan biji keras dan biasanya jenis jali batu ini tumbuh liar. Sedangkan jali ketan dibudidayakan untuk diambil bijinya. Jali ketan berkulit lebih tipis dan lebih lunak dan warna kulit biji jali ketan cokelat kekuningan, kuning gading sampai ke merah jambu, dengan permukaan kurang licin dan kurang mengkilap (Foragri, 2010). Pada penelitian ini, jali yang berkulit cokelat kekuninganlah yang digunakan.

Gambar 2.7 Tanaman dan Biji Jali (Suyono, 2009)

Di Indonesia, biji jali mempunyai nama lain yaitu hanjeli. Dalam bahasa Inggris biji jali dikenal sebagai adlay, job`s tears, coicis semen dan pearl barley. Biji jali mempunyai nama ilmiah Coix lacryma-jobi L. Dan klasifikasi ilmiah jali adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Superdivisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Klas : Liliopsida (Tumbuhan monokotil) Subklas : Commelinidae

Ordo : Cyperales

Familia : Poaceae (Rerumputan) Genus : Coix L.

Species : Coix lacryma-jobi L. Sumber: Anonim (2010a)


(23)

commit to user

Biji jali dilaporkan memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi (di atas 50%) sekaligus protein yang tinggi (di atas 10%). Berdasarkan data pada Tabel 2.3 Perbandingan Nutrisi Jagung dan Jali (per 100 gram), jali mengandung protein, lemak, lebih tinggi dari jagung kuning. Kandungan kalsium dari semua sumber juga lebih tinggi dari jagung kuning. Dan kalsium ini dapat memberikan karakter keras pada tekstur tortila. Sedangkan jagung kuning memiliki kandungan fosfor, vitamin A, tiamin, dan riboflavin yang lebih tinggi dari jali. Kombinasi keduanya diharapkan dapat nutrisi dan karakter sensori yang baik pada tortila.

Tabel 2.3 Perbandingan Nutrisi Jagung dan Jali (per 100 gram) Nutrisi Satuan

Jumlah

Jagung kuning Jali

(a) (b) (c) (a) (c) (d)

Energy kkal 355 365 361 289 380 306

Air gr - - 10,6 - - 15,0

Protein gr 9,2 9,4 9,4 11 15,4 12,0

Lemak gr 3,9 4,74 4,3 4 6,2 6,7

Karbohidrat gr 73,7 74,26 74,4 61 65,3 64,9

Abu gr - 1,2 1,3 - 1,9 1,4

Ca mg 10 7 9 213 25 46

P mg 256 210 290 176 435 148

Fe mg 2,4 2,71 2,5 11 5 0,7

Vit. A

RE 60 11 - 0 - -

IU - 214 - - - -

mg - - 140 - 0 -

Tiamin mg - 0,385 - - 0,28 -

Riboflavin mg - 0,201 - - 0,19 -

Niasin mg - 3,627 1,9 - 4,3 2,3

Vit. C mg 0 0 0 0 0 0

Sumber: (a) DKBM, 2003 dalam Suyatno, 2010; (b) USDA National Nutrient Database for Standard Reference, 2009; (c) Center New Crops and Plants Products, 1996; (d) Leung, 1972

Biji jali tersusun dari tiga bagian biji utama, yaitu: kulit luar, tegmen, dan endosperma (Gambar 2.8 (a) Biji Jali Berkulit; (b) Biji Jali Kupas). Kulit luar jali banyak mengandung mineral. Sedangkan tegmen banyak mengandung lemak dan mineral (sekitar 4,47% dan 1,6%). Dan bagian endosperma seperti


(24)

commit to user

serealia pada umumnya banyak mengandung karbohidrat (Chaisiricharoenkul dan Sunanta, 2005).

(a) (b)

Gambar 2.8 (a) Biji Jali Berkulit (Lakkham et al., 2009) (b) Biji Jali Kupas (Eka, 2009)

Selain bernutrisi, biji jali ternyata termasuk obat tradisional China yang telah diteliti mengandung senyawa-senyawa bermanfaat, seperti: anodin, anti-inflammasi, antipiretik, antiseptik, antispasmodik, hipoglisemik, hipotensif, sedatif and vermifuge (Duke dan Ayensu, 1985 dalam Plants For A Future, 2000; Bown, 1995 dalam Plants For A Future, 2000). Biji jali juga mengandung beberapa senyawa polifenol yang memberikan aktivitas antioksidan (Kuo et al., 2001 dalam Lakkham, 2009). Selain itu, sterol utama yang terdapat pada biji jali yaitu sitostanol, dapat menurunkan kadar kolesterol serum dengan menghambat penyerapan kolesterol (Tanaka dan Takatsuto, 2001). Bahkan biji jali juga baik bagi usus dan dapat digunakan sebagai prebiotik karena mempunyai efek modifikasi terhadap beberapa bakteri usus (Chiang et al., 2000 dalam Lakkham, 2009).

D. Kandungan Proksimat 1. Air

Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena air mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa. Bahakan dalam makanan kering sekalipun. Kandungan air ikut menetukan tingkat penerimaan dan daya tahan produk. Satu molekul air merupakan ikatan kovalen satu atom oksigen dengan dua atom hidrogen (Winarno, 2004). Kulit luar


(25)

commit to user

Menurut derajat keterikatan air dibagi menjadi:

a. Tipe air yang terikat dengan molekul-molekul lain seperti karbohidrat, protein, atau garam. Sebagian air tipe ini dapat dihilangkan dengan pengeringan biasa.

b. Tipe air yang membentuk ikatan hidrogen dengan sesama molekul air. Penghilangan air tipe ini akan mengakibatkan penurunan aktivitas air (aw). Jika tipe air ini dihilangkan semua, kadar air bahan pangan akan berkisar 3-7%.

c. Tipe air yang terikat kuat dalam matriks bahan seperti: membran, kapiler, serat, dan lain-lain. Air ini mudah diuapkan, dan apabila diuapkan seluruhnya kandungan air bahan berkisar antara 12-25%. d. Tipe air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan, atau air murni

dengan sifat-sifat air biasa dengan keaktifan penuh (Syarief dan Anies, 1988).

Kadar air berhubungan langsung dengan tekstur keripik (Kita dan Adam, 2008). Kingcam et al. (2008) mengemukakan bahwa kadar air akhir secara signifikan mempengaruhi kerenyahan keripik. Kerenyahan merupakan batas tekstur snack dapat diterima, dan sifat ini berhubungan langsung dengan kadar air produk. Kerenyahan ini diperoleh dengan kadar air yang rendah (Anonim, 2010g).

2. Abu

Abu merupakan zat anorganik yang tidak terbakar dalam proses pembakaran (Winarno, 2004). Kadar abu menggambarkan jumlah mineral secara kasar yang dikandung dalam bahan pangan (Sudarmaji dkk., 2003). Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu antara lain:

a. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, misalnya pada proses pemisahan endosperma dengan kulit dan lembaga. Apabila kulit dan lembaga banyak terikut, maka kadar abu yang dihasilkan tinggi.


(26)

commit to user

b. Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan, misal untuk membedakan fruit vinegar ali atau sintetis.

c. Penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter gizi bahan makanan (Sudarmadji dkk., 2003).

Beberapa komponen abu ada yang mudah terdekomposisi atau bahkan menguap pada suhu tinggi (Sudarmadji dkk., 2003). Joslyn (1970) dalam Sudarmadji dkk. (2003) melaporkan persentase kehilangan garam selama pengabuan pada beberapa variasi suhu dan waktu. Dan pada suhu 250ºC (16 jam) dan 450ºC (1-3 jam) didapatkan magnesium sulfat dan magnesium khlorida secara urut kehilangan sekitar 30% dan 70% komponennya. Sedangkan garam mineral lain, yaitu: kalium klorida, kalium sulfat, kalium karbonat, kalsium klorida, kalsium sulfat, kalsium karbonat, kalsium oksida dilaporkan tidak ada kehilangan pada suhu 250ºC (16 jam), dan 0,2-3% pada suhu 450ºC (1-3 jam).

Selain itu, perlakuan panas sangat mempengaruhi absorpsi atau penggunaan beberapa mineral, terutama melalui pemecahan ikatan, yang membuat mineral-mineral tersebut kurang dapat diabsorpsi meskipun dibutuhkan secara fisiologis. Fitat, fiber, protein dan mineral diduga merupakan komponen utama sebagai penyusun kompleks tersebut. Beberapa mineral seperti zat besi, kemungkinan akan teroksidasi (tereduksi) selama proses pemanggangan dan akan mempengaruhi absorpsi dan nilai biologisnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua senyawa besi yang digunakan dalam pengolahan krakers soda mempunyai nilai biologis yang berbeda jauh. Perbedaan itu bukan terletak pada penambahan soda karena zat besi dalam krakers yang dibuat dengan soda, tanpa soda dan ditambahkan pada tahap akhir mempunyai nilai biologis yang sama (Palupi dkk., 2007).

3. Protein

Protein merupakan senyawa reaktif yang tersusun dari beberapa asam amino yang mempunyai gugus reaktif yang dapat berikatan dengan komponen lain, misalnya gula pereduksi, polifenol, lemak dan produk


(27)

commit to user

oksidasinya serta bahan tambahan kimia lainnya seperti alkali, belerang dioksida atau hidrogen peroksida (Deniati, 2006).

Protein digunakan sebagai ingredien produk pangan karena protein memberikan karakteristik yang disukai. Karakter ini berhubungan dengan konsumen (seperti: tekstur, mouthfeel, kenampakan, dan rasa) atau berhubungan dengan teknologi, yaitu meliputi penyimpanan (umur simpan dan penerimaan) serta proses (seperti ketentuan dalam mixing dan pembentukan busa, emulsi atau jel). Peran protein ini dipengaruhi oleh sifat fungsionalnya. Sifat fungsional inilah yang banyak digunakan untuk mengamati sifat fisikokimia yang membangun peran protein dalam sistem pangan selama persiapan, proses, penyimpanan, dan konsumsi (Kinsella and Whitehead,1980 dalam Anonim, 2009b). Protein biasa ditambahkan ke dalam pangan untuk meningkatkan kualitas nutrisi dan terkadang untuk mendapatkan aktivitas fisiologisnya, sifat protein sesuai dengan fungsi ini (Anonim, 2009b).

Sebagian protein berperan sebagai surfaktan yang mempunyai kemampuan menstabilkan busa dan emulsi, sebagian protein mempunyai kemampuan tinggi mengikat air yang membuatnya terkoagulasi dan membentuk jel dalam kondisi tertentu, dan sebagian protein penting karena aktivitas enzimatisnya (Anonim, 2009b). Protein juga membentuk tekstur pada snack. Chaiyakul et al. (2008) terhadap snack ekstrusi kaya protein berbahan dasar beras ketan terlihat bahwa peningkatan protein dari 20% ke 30% berpengaruh signifikan (α = 5%) terhadap kenaikan kekerasan, kerenyahan, dan intensitas suara "kriuk".

Ada dua hal yang perlu mendapat perhatian yaitu pembentukan lisinolalanin dan rasemisasi asam amino. Perlakuan protein dengan alkali dapat menyebabkan terjadinya rasemisasi asam amino, perubahan bentuk L menjadi bentuk D. Selain itu juga dapat terjadi reaksi antara asam amino yang satu dengan yang lain, misalnya terbentuknya lisiolalanin dari lisin dan alanin. Hal tersebut dapat menyebabkan menurunnya nilai gizi protein akibat terjadinya penurunan daya cerna protein dan ketersediaan atau


(28)

commit to user

availabilitas asam-asam amino esensial. (Deniati, 2006). Selain itu reaksi antara protein dengan gula pereduksi yang dikenal dengan reaksi Maillard, juga merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan protein selama pengolahan dan penyimpanan. Pada umumnya pengolahan protein dengan alkali dillakukan untuk memperbaiki sifat fungsional protein. Ada dua hal yang perlu mendapat perhatian yaitu pembentukan lisinolalanin dan rasemisasi asam amino, yang keduanya dapat berakibat pada penurunan nilai gizi protein tersebut (Palupi dkk., 2007).

4. Lemak

Lemak dan minyak termasuk dalam kelompok senyawa yang disebut lipida, yang mempunyai sifat sama yaitu tidak larut dalam air. Perbedaan lemak dan minyak terletak pada wujudnya yang padat atau cair (Winarno, 2004). Lemak juga merupakan sumber energi dimana 1 gram lemak menghasilkan 9 kkal energi. Lemak dalam pengolahan pangan berfungsi sebagai media penghantar panas (minyak goreng). Selain itu lemak dapat menbingkatkan kalori, memperbaiki tekstur, dan memperbaiki cita rasa (Syarief dan Anies, 1988). Selain itu, lemak dan minyak secara tradisional telah digunakan untuk memberikan rasa dan aroma pada snack

serealia (Huang, 1995).

Asam lemak esensial terisomerisasi ketika dipanaskan dalam larutan alkali dan sensitif terhadap sinar, suhu dan oksigen. Proses oksidasi lemak dapat menyebabkan inaktivasi fungsi biologisnya dan bahkan dapat bersifat toksik (Palupi dkk., 2007).

5. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama disamping juga berperan dalam membentuk karakter bahan pangan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Salah satu cara untuk memperkirakan kandungan karbohidrat dalam bahan pangan adalah dengan perhitungan kasar (analisis proksimat) dimana karbohidrat dihitung sebagai karbohidrat by different (Syarief dan Anies, 1988).


(29)

commit to user

Umumnya karbohidrat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu: monosakarida (seperti glukosa, fruktosa, galaktosa), oligosakarida (seperti sukrosa, laktosa), dan polisakarida (seperti pati, glikogen, lignin, selulosa, pektin) (Winarno, 2004).

Pati dan turunannya telah lama digunakan dalam makanan snack, khususnya sebagai bahan fungsional untuk membantu snack mendapatkan beberapa kriteria tekstur. Sebagai contoh, untuk snack yang mengembang dan mekar, dapat diperoleh dengan mengubah perbandingan amilosa/amilopektin yaitu dengan cara mengkombinasi pati beramilosa tinggi dan pati beramilopektin tinggi. Pati beramilosa tinggi digunakan untuk meningkatkan kerenyahan dan kekerasan. Sedangkan untuk meningkatkan pemekaran snack pati jagung waxy (terutama 100% amilopektin) yang digunakan (Huang, 1995). Demikian pula hal serupa dikemukakan oleh Lee (1991) dalam Quintero-Fuentes et al. (1999) menemukan bahwa kultivar jagung waxy, tinggi amilosa, dan kultivar mutan yang lain dapat signifikan mempengaruhi kualitas tortila yang sudah digoreng. Selain itu, pati tinggi amilosa digunakan untuk mengurangi absorbsi minyak pada snack yang digoreng (Huang, 1995). E. Antioksidan

Radikal bebas merupakan molekul yang relatif tidak stabil, memiliki elektron yang tidak berpasangan di orbital luarnya sehingga bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektron. Jika terbentuk dalam tubuh, akan terjadi reaksi berantai dan menghasilkan radikal bebas baru yang jumlahnya terus bertambah (Sihombing, 2006). Pembentukan radikal bebas (stres oksidasi) sebenarnya merupakan kondisi fisiologis yang memegang peranan penting dalam proses terjadinya suatu penyakit serta proses ketuaan. Pada umumnya sel bereaksi terhadap stres oksidasi ini dengan meningkatkan sistem pertahanan antioksidan serta sistem pertahanan lain. Namun stres oksidasi yang berat dapat merusak secara permanen DNA, protein, serta lemak (Hidajat, 2005).


(30)

commit to user

Kemampuan beberapa jenis makanan untuk memodulasi sistem imun disebut sebagai imunonutrisi. Antioksidan saat ini dianggap sebagai imunonutrisi. Pada umumnya target imunonutrisi ini adalah pertahanan mukosa, pertahanan sel, serta pencegahan terhadap proses peradangan lokal maupun sistemik. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian imunonutrisi pada penderita dalam kondisi kritis baik secara bersamaan maupun sendiri, ternyata dapat menurunkan angka kematian maupun lama perawatan (Hidajat, 2005).

Antioksidan menghambat pembentukkan radikal bebas dengan bertindak sebagai donor H terhadap radikal bebas sehingga radikal bebas berubah menjadi bentuk yang lebih stabil (Nawar, 1985 dan Puspita-Nienaber et al., 1997 dalam Aini dkk., 2007). Antioksidan dapat bersumber dari zat-zat sintetis atau zat-zat alami hasil isolasi. Senyawa-senyawa kimia yang memberikan aktivitas antioksidan pada makanan antara lain sebagai berikut:

1. Sejenis polifenol

Polifenol merupakan turunan fenol yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Fungsi polifenol sebagai penangkap dan pengikat radikal bebas dari rusaknya ion-ion logam. Senyawa polifenol banyak ditemukan pada buah, sayuran, kacang-kacangan, teh dan anggur.

2. Bioflavanoid (flavon, flavonol, flavanon, katekin, antosianidan, isoflavon)

Senyawa flavanoid mempunyai ikatan gula (glikosida). Senyawa induk atau senyawa utamanya disebut aglikon yang berikatan dengan berbagai gula dan sangat mudah terhidrolisis atau mudah terlepas dari gugus gulanya. Senyawa ini juga mempunyai sifat antibakteri dan antiviral.

3. Vitamin C

Fungsi vitamin C bermacam-macam, antara lain: sebagai antioksidan, proantioksidan, pengikat logam, pereduksi dan penangkap oksigen. Dalam bentuk larutan yang mengandung logam vitamin C


(31)

commit to user

bersifat sebagai proantioksidan dengan mereduksi logam yang menjadi katalis aktif untuk oksidasi dalam tingkat keadaan rendah. Bila tidak ada logam, vitamin C sangat efektif sebagai antioksidan pada konsentrasi tinggi.

4. Vitamin E

Vitamin E merupakan antioksidan yang cukup kuat dan memproteksi sel-sel membran serta LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol dari kerusakan radikal bebas. Vitamin E dapat juga membantu memperlambat proses penuaan pada arteri dan melindungi tubuh dari kerusakan sel-sel yang akan menyebabkan penyakit kanker.

5. Karotenoid

Beta karoten adalah salah satu senyawa karotenoid. Dalam tubuh Beta karoten akan dikonversi menjadi vitamin A. Golongan senyawa karotenoid lain adalah: alfa-karotein, zeaxanthin, lutin dan likopen. 6. Katekin

Katekin termasuk dalam senyawa golongan polifenol dari gugusan flavanoid yang banyak terdapat pada teh hijau. Dalam daun kering, teh hijau terdapat sekitar 30-50 mg flavanoid (Barus, 2009).

Aktivitas antioksidan jagung diperoleh dari pigmen karotenoid, senyawa fenolat, dan vitamin E (Anonim, 2007; Hodzic et al., 2009; Suarni dan Widowati, 2007). Jagung kuning mengandung pigmen karotenoid, terutama dari jenis β-kriptoxantin, lutein, dan zeaxantin. β-kriptoxantin merupakan jenis karotenoid provitamin A. Sebanyak 24 µg β-kriptoxantin dibutuhkan untuk membentuk 1 µg retinol. Sedangkan lutein dan zeaxantin tidak memiliki aktivitas vitamin A (Anonim, 2007). Menurut hasil penelitian Hodzic et al. (2009), total fenol jagung lebih tinggi dari beras dan gandum. Sedangkan pada jali, senyawa antioksidan diperoleh dari 6 senyawa fenolat, yaitu: koniferil alkohol, asam siringat, asam ferulat, siringaresinol, 4-ketopinoresinol, dan mayuenolida (Kuo et al., 2001 dalam Khongjeamsiri et al., 2009). Dan telah banyak dilaporkan bahwa kontribusi senyawa fenolat


(32)

commit to user

terhadap aktivitas antioksidan lebih besar dibandingkan vitamin C, E dan karotenoid (Deniati, 2006).

Pemanasan dapat mengurangi aktivitas antioksidan. Aktivitas penangkalan radikal bebas yang turun dapat disebabkan karena hilangnya atau terdegradasinya tipe senyawa fenolat tertentu atau senyawa antioksidan lain selama pemanasan. Hal ini didukung oleh laporan Papetti et al.. (2002) dalam Amin et al.. (2006) bahwa aktivitas penangkalan radikal bebas dapat menurun pada sayuran jika terkena panas, seperti saat blanching. Menurut Joubert (1990) dalam Amin et al.. (2006) blanching dapat melarutkan senyawa fenolat dan oleh sebab itu menurunkan total senyawa fenolat pada produk akhir (Amin et al.., 2006.).

Serupa dengan senyawa fenolat, karotenoid rusak oleh panas. Hal ini disebabkan karena karotenoid mudah teroksidasi serta terisomerisasi saat terkena panas dan cahaya (Morris et al., 2004). Vitamin A akan stabil dalam kondisi ruang hampa udara, tetapi cepat rusak ketika dipanaskan dengan adanya oksigen, terutama pada suhu yang tinggi. Vitamin A rusak seluruhnya apabila dioksidasi dan didehidrogenasi. Dan vitamin A lebih sensitif terhadap sinar ultra violet dibandingkan dengan sinar pada panjang gelombang yang lain (Palupi dkk., 2007).

Antioksidan yang tahan panas adalah vitamin E. Vitamin E stabil pada suhu tinggi, tetapi mudah teroksidasi bila terdapat lemak yang tengik, timah, garam besi, serta mudah pula rusak oleh sinar UV (Winarno, 2004).

Namun, suhu pemanasan ternyata juga dapat menjadi faktor utama untuk meningkatkan konsentrasi polifenolat. Proses pemanasan dapat melepaskan lebih banyak ikatan polifenolat dari pemutusan bagian-bagian sel. Kemudian, pemanasan juga dapat menonaktifkan enzim polifenoloksidase dan mencegah hilangnya polifenol selama proses pencoklatan enzimatis. Proses pemanasan dapat meningkatkan jumlah senyawa flavonoid yang dilepaskan dari matiks sel (De Bruijn et al.., 2008).


(33)

commit to user

F. Karakteristik Sensori

Analisis sensori digunakan untuk mengevaluasi produk pangan. Analisis sensori umunya berkisar pada parameter: flavor dan rasa, tekstur, kenampakan (warna, bentuk, ukuran), aroma/bau, dan suara. Analisis sensori berkutat pada tiga tujuan, yaitu:

1. Apakah produk tersebut disukai?

2. Bagaimanakan karakteristik sensorinya?

3. Bagaimana proses produksi, pengemasan, dan penyimpanan mempengaruhi karakter sensorinya?

Sedangkan pengujian sensori ada dua macam, yaitu: preferences test (uji kesukaan) yang menyediakan informasi tentang kesukaan dan ketidaksukaan orang terhadap suatu produk; dan discrimination tests (uji pembedaan) yang bertujuan mengevaluasi sifat sensori spesifik (Anonim, 2010f).

Untuk panelis belum terlatih, umumnya analisis sensori menggunakan

preferences test untuk mengemukakan pendapatnya secara spontan, tanpa membandingkan dengan standar atau sampel-sampel lain. Oleh karena itu, sebaiknya cara penyajian secara berurutan, tidak disajikan bersama-sama (Kartiko dkk., 1988).

Suatu bahan pangan bergizi, enak, dan teksturnya baik tidak akan dimakan apabila miliki warna yang menyimpang dari seharusnya. Penerimaan warna bahan pangan berbeda tergantung faktor alam, geografis, dan aspek sosial konsumen (Winarno, 2004).

Aroma atau bau menentukan kelezatan suatu bahan agar dapat diterima atau ditolak panelis. Aroma merupakan molekul gas yang dihirup oleh hidung sehingga dapat ditentukan bahan pangan tersebut enak (Winarno, 2004).

Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa lain. Penilaian mutu makanan bergantung dari cita-rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya. Secara penglihatan faktor warna akan lebih dulu dipertimbangkan dan ditentukan (Winarno, 2004).


(34)

commit to user

Salah satu karakter utama snack adalah renyah. Kerenyahan ini diperoleh selama proses pengolahan dengan metode penyangraian, pemanggangan, penggorengan yang semuanya bertujuan mengurangi kadar air. Batas tekstur yang diinginkan (kerenyahan) berhubungan langsung dengan kadar air produk (Anonim, 2010g).


(35)

commit to user

III. KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. KERANGKA BERPIKIR

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir B. HIPOTESIS

Variasi konsentrasi jagung-jali diduga mempengaruhi kandungan proksimat, aktivitas antioksidan, dan karakteristik sensori tortila yang dihasilkan.


(36)

commit to user

III. METODE PENELITIAN

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Pembuatan, penelitian, dan analisa akan dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Penelitian dilakukan selama ± 3 bulan (Juni-Agustus 2010).

B. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan

a. Pembuatan tortila : Biji jali pecah kulit, beras jagung, air, minyak goreng

b. Analisis proksimat : Asam sulfat pekat, HCl, NaOH, asam boraks, katalis campuran (CuSO4.5H2O : K2SO4 =

1:5), indikator (brom cresolgreen : metil merah = 4:5), petroleum eter, kertas saring bebas lemak

c. Aktivitas antioksidan : etanol, DPPH (Diphenyl picrylhydrazyl) d. Analisis sensori : air

2. Alat

a. Pembuatan tortila : Rice cooker, blender, loyang, oven

b. Analisis proksimat : Labu kjeldahl 300 ml, alat destilasi,erlenmeyer, buret, cawan porselen, oven, neraca analitik, penjepit, tabung reaksi, spektrofotometer, tanur listrik, eksikator, bunsen, alat ekstraksi soxhlet

c. Aktivitas antioksidan : spektrofotometer, kuvet, mikro pipet, pipet volume 5 ml, pro pipet, vortex mixer,

timbangan analitik d. Pengujian sensori : cawan, gelas, nampan


(37)

commit to user

C. PERANCANGAN PENELITIAN DAN ANALISA DATA 1. Pembuatan Tortila

Penirisan

Penanakan dengan rice cooker (jagung: air = 1:2,5)

Beras jagung

Nasi jagung

Formulasi (Jagung/Jali)

Penirisan

Penanakan dengan rice cooker (jali: air = 1:2,5) Perendaman (25ºC,1 jam)

Biji jali pecah kulit

Nasi jali

Pencampuran dan pelumatan Penimbangan (±100 gr) Pemipihan (± 18 x 26 cm) Pengovenan I (100°C, 10’)

Pengirisan (2 x 2 cm) Pengovenan II (250°C, 40’)

Tortilamentah

Sortasi Sortasi

100/0 75/25 50/50 25/75 0/100

Penggorengan (170°C, 6-8”) Tortila siap santap Perendaman (25ºC,1 jam)


(38)

commit to user

2. Analisis Proksimat

a. Kadar Air (Metode Termogravimetri (Sudarmadji dkk., 1997)) 1) Cawan dioven 1 jam (100°-105°C), didinginkan dalam eksikator 15

menit, kemudian ditimbang (a).

2) Sampel tortila yang telah dihancurkan ditimbang dalam cawan sebanyak b gram.

3) Cawan berisi sampel dioven 3 jam (100°-105°C), didinginkan dalam eksikator 15 menit, kemudian ditimbang.

4) Cawan berisi sampel dioven lagi setiap 0,5 jam, hingga diperoleh berat konstan (c gram).

Kadar air (%wb) = 100%

gram b gram a) (c b ´

-b. Kadar Abu (Metode Pengabuan Kering (Sudarmadji dkk., 1997)) 1) Cawan dioven 1 jam (100°-105°C), didinginkan dalam eksikator

15 menit, kemudian ditimbang (a).

2) Sampel tortila yang telah dihancurkan ditimbang dalam cawan sebanyak b gram.

3) Cawan berisi sampel dibakar dengan hotplate hingga tidak berasap.

4) Cawan berisi sampel dibakar dalam tanur (600-700°C) hingga berwarna putih.

5) Cawan didinginkan dalam eksikator 30 menit, kemudian ditimbang (c gram).

Kadar abu (%wb) = 100%

gram b gram a) (c ´

-c. Kadar Protein (Metode Kjeldahl (Sudarmadji dkk., 1997))

1) Sampel kering ditimbang ± 0,3 gram (a gram) dan dimasukan ke dalam labu kjeldhal, ditambah 0,7 gram katalis campuran, dan 20ml asam sulfat pekat.

2) Labu dipanaskan dalam nyala api kecil di lemari asam hingga tidak berbuih, dilanjutkan destruksi labu dengan nyala api yang besar hingga jernih, kemudian didinginkan.


(39)

commit to user

3) Alat destilasi dipersiapkan.

4) Larutan hasil destruksi dipindahkan ke dalam labu destilasi, kemudian bilas dengan aquades 50 ml ditambah Na tiosulfat 40% 20 ml.

5) Erlenmeyer yang telah diisi asam borax 5% sebanyak 5 ml dan indikator campuran (4 tetes) dipasang untuk menampung destilat yang berwarna biru.

6) 60 ml destilat didestilasi dengan HCl 0,02 N sebanyak b ml hingga berubah menjadi merah.

7) Blanko berisi aquades didestilasi dengan HCl 0,02 N sebanyak c ml.

% N = 100%

gram a HCl N N BM ml c) (b ´ ´ ´

-Kadar protein (% wb) = % N x faktor konversi

d. Kadar Lemak (Metode ekstraksi Soxhlet (Sudarmadji dkk., 1997)) 1) Labu dioven, didinginkan dalam eksikator, dan ditimbang a gram. 2) Sampel ditimbang sebanyak b gram dalam kertas saring,

kemudian dibungkus.

3) Alat ekstraksi soxhlet disusun dan kertas saring berisi sampel dimasukkan.

4) Pelarut petroleum eter dituang dengan refluks minimal 5 jam. 5) Labu berisi pelarut dan lemak yang terlarut dioven, kemudian

didinginkan dalam eksikator, dan ditimbang (c gram). Kadar lemak (%wb) = 100%

gram b gram a) (c ´

-e. Karbohidrat (by different)


(40)

commit to user

3. Analisis Aktivitas Antioksidan (metode DPPH (Chaisiricharoenkul dan Sunanta, 2005))

a. 1,97 mg DPPH ditimbang, kemudian dilarutkan dalam metanol 100 ml.

b. 3,8 ml larutan DPPH ditambah 0,2 ml metanol, dan didiamkan 30 menit di tempat gelap.

c. Larutan DPPH diukur absorbansi (a).

d. Sampel yang telah dihancurkan dilarutkan dengan metanol hingga 10 ml.

e. Sampel ditambah larutan DPPH, dihomogenasi, didiamkan 30 menit di tempat gelap dan diukur aborbansinya (b).

% Aktivitas Antioksidan = 100% a

b a

´ -4. Analisis Sensori (Uji Kesukaan (Kartiko dkk., 1988))

a. Cawan, nampan, dan gelas disiapkan.

b. 5 sampel dengan kode berbeda dimasukkan dalam 5 cawan yang berbeda.

c. Setiap nampan diisi dengan 5 cawan dengan kode yang berbeda, sebuah gelas berisi air putih, dan sendok, kemudian disajikan terhadap 20 panelis untuk diuji kesukaan.

D. PENGAMATAN PARAMETER

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) nonfaktorial dengan satu variabel yaitu variasi konsentrasi jagung-jali. Masing-masing dilakukan tiga kali ulangan sampel. Data hasil analisa pada penelitian ini diuji secara statistik menggunakan sidik ragam ANOVA dengan SPSS versi 16. Jika terdapat perbedaan maka dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada α=0,05.


(41)

commit to user

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kandungan Proksimat

Pada penelitian ini, jagung dicoba disubstitusikan dengan jali pada pembuatan tortila. Kemudian dianalisis pengaruh subtitusi tersebut terhadap kandungan proksimat, aktivitas antioksidan, dan karakteristik sensori. Pengaruh subtitusi terhadap kandungan proksimat tortila dapat dilihat pada Tabel 4.1 Kandungan Proksimat Tortila Jagung-Jali berikut:

Tabel 4.1 Kandungan Proksimat Tortila Jagung-Jali Jagung/Jali

Parameter 100/0 75/25 50/50 25/75 0/100

Kadar Air (%) 3,049a 3,369 a 3,486 a 3,398 a 3,276 a

Kadar Protein (%) 8,264 a 10,463 b 11,754 c 13,060 d 14,403 e

Kadar Lemak (%) 3,554 b 1,916 a 1,861a 1,815 a 1,751 a

Kadar Karbohidrat(%) 84,669 e 83,938 d 82,639 c 81,508 b 80,395 a

Kadar Abu (%) 0,463 e 0,313 d 0,260 c 0,218 b 0,174 a

Ket: Angka dengan notasi sama dalam satu baris menunjukkan tidak beda nyata pada α = 5%

Berdasarkan Tabel 4.1 Kandungan Proksimat Tortila Jagung-Jali, dapat diketahui bahwa substitusi jali terhadap jagung mempengaruhi kandungan proksimat tortila yang dihasilkan, terutama terhadap parameter kadar abu, protein, lemak, dan karbohidrat. Sedangkan pada parameter kadar air perubahan yang didapatkan tidak signifikan.

1. Kadar Air

Air adalah komponen bahan pangan yang turut menentukan tingkat penerimaan, kesegaran, dan daya tahan (Winarno, 2004). Secara kimiawi, satu molekul air merupakan ikatan kovalen sebuah atom oksigen dengan dua atom hidrogen (Winarno, 2004). Dalam bahan pangan, air dibedakan menjadi 3 bentuk, yaitu: air bebas, air yang teradsorbsi makromolekul, dan air yang terikat kuat membentuk hidrat (Sudarmadji dkk., 2003). Air dalam bentuk bebas merupakan jenis air yang paling mudah diuapkan. Sedangkan bentuk-bentuk air yang lain hanya dapat diuapkan sebagiannya saja (Winarno, 2004). Untuk tortila, penentuan kadar air penting karena


(42)

commit to user

terkait langsung dengan kerenyahan (Kingcam et al., 2008). Berdasarkan hasil penelitian, subsitusi jagung dengan jali tidak mempengaruhi kadar air tortila, seperti yang tampak pada Gambar 4.1.

ka

da

r a

ir

(

%

) 3,276

3,398 3,486

3,369 3,049

0 1 2 3 4

100/0 75/25 50/50 25/75 0/100

rasio jagung/jali a

a a a

a

Gambar 4.1 Kadar Air Tortila Jagung-Jali

Sesuai Gambar 4.1 Kadar Air Tortila Jagung-Jali, kadar air tortila dari semua perlakuan berkisar antara 3,05% hingga 3,49% dan semuanya tidak beda nyata. Hal ini diduga disebabkan karena sebagian besar air bebas dapat diuapkan selama proses pengovenan sehingga menghasilkan kadar air yang konstan.

Dalam proses pembuatan tortila, terdapat tahap pemasakan jagung dan jali yang menghasilkan nasi jagung dan nasi jali secara terpisah. Pada proses ini, dihasilkan nasi jagung memiliki kandungan air yang lebih tinggi dari nasi jali. Hal ini disimpulkan dari data hasil percobaan pendahuluan, bahwa dari berat awal yang sama (150 gr) diperoleh berat nasi jagung (400 gr) lebih tinggi dari nasi jali (360 gr). Namun, kandungan air yang berbeda yang diperoleh dalam tahap ini ternyata setelah diuapkan dalam proses pengovenan menghasilkan kadar air yang tidak beda nyata. Hal ini diduga disebabkan karena sebagian besar air bebas dapat diuapkan sehingga menghasilkan kadar air yang konstan.

Karena belum terdapat SNI tortila, keripik jagung, ataupun emping jagung, maka sebagai pembanding digunakan kadar air maksimum yang dipersyaratkan pada makanan ringan ekstrudat yaitu menurut SNI


(43)

01-commit to user

2886-2000 adalah 4% (Oktavia, 2007). Dan kelima sampel ini memenuhi persyaratan tersebut.

Kadar air berhubungan langsung dengan tekstur keripik (Kita dan Adam, 2008). Kingcam et al. (2008) mengemukakan bahwa kadar air akhir secara signifikan mempengaruhi kerenyahan keripik. Salah satu karakter utama snack adalah renyah. Karena kerenyahan merupakan batas tekstur snack dapat diterima, dan sifat ini berhubungan langsung dengan kadar air produk. Kerenyahan ini diperoleh dengan pengurangan kadar air (Anonim, 2010g). Dari kelima sampel yang ada, sampel tortila dari 100% jagung yang memiliki kandungan air yang paling rendah, juga memiliki tekstur yang paling renyah, rapuh, dan mudah patah.

2. Kadar Protein

Protein adalah komponen bahan pangan yang penting karena di samping dapat memberikan energi, protein juga berfungsi sebagai zat pengatur dan pembangun tubuh. Molekul protein tersusun dari sejumlah asam amino yang berikatan dengan ikatan peptida. Dan dalam bentuk asam amino inilah protein yang dikonsumsi diserap tubuh (Winarno, 2004). Pada penelitian ini, seperti yang tampak Gambar 4.2 Protein Tortila Jagung-Jali, terlihat bahwa kadar protein tortila meningkat seiring meningkatnya konsentrasi jali yang disubsitusikan.

8,264 10,463 14,403 11,754 13,060 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

100/0 75/25 50/50 25/75 0/100

rasio jagung/jali ka da r pro tein (% ) a b c d e


(44)

commit to user

Berdasarkan Gambar 4.2 Kadar Protein Tortila Jagung-Jali, tortila berbahan 100% jagung memiliki kadar protein terendah, yaitu 8,264%, dan kadar tersebut semakin meningkat seiring penambahan konsentrasi jali. Kadar protein tertinggi terdapat pada sampel berbahan 100% jali, yaitu 14,403%.

Hal ini sesuai dengan teori bahwa jagung memiliki kadar protein yang lebih rendah dari jali. Kadar protein jagung kuning berkisar 9,2%– 9,4% (DKBM, 2003 dalam Suyatno, 2010; USDA National Nutrient Database for Standard Reference, 2009; Center New Crops and Plants Products, 1996), sedangkan kadar protein jali sebesar 12% dan 15% (Leung, 1972; Center New Crops and Plants Products, 1996). Dengan demikian, hasil ini sesuai pula dengan tujuan penelitian bahwa substitusi jagung dengan jali ditujukan untuk meningkatkan kadar protein tortila jagung. Dan substitusi yang menghasilkan kadar protein tertinggi terdapat pada sampel yang bahan jagung disubstitusi total (100%) dengan jali.

Sebagian besar snack memang kaya akan karbohidrat dan rendah protein (2-10%). Peningkatan kandungan protein dapat dilakukan dengan menggunakan padatan susu, keju, daging, ataupun ikan. Namun, penambahan dengan pangan jenis-jenis tersebut memberikan masalah baru, seperti adanya bentuk-bentuk protein yang tidak sesuai dengan

snack, baik flavornya atau kerugian lain dari eating quality, maupun dari segi penyimpanan dan kenampakan fisik snack (Panchuk et al., 1979).

Perlakuan yang bertujuan meningkatkan kadar protein tortila juga telah dilakukan dalam penelitian sebelumnya. Penambahan protein dilakukan dengan menggunakan tepung kedelai. Penambahan tepung kedelai maksimal didapatkan sebesar 7% yang tidak berbeda nyata dengan penambahan 8%, keduanya memberikan kadar protein tortila 11,4-11,5% (Darmajana, 2010). Kadar protein ini ternyata masih lebih rendah dari substitusi yang dilakukan dengan jali 50%. Dengan demikian substitusi jagung dengan jali memberikan peluang tortila mengandung kadar protein lebih tinggi.


(45)

commit to user

Selain bermanfaat secara gizi, kandungan protein dalam produk pangan juga dapat memberikan pengaruh pada karakteristik fisik dan sensori. Sebagaimana hasil penelitian Chaiyakul et al. (2008) terhadap

snack ekstrusi kaya protein berbahan dasar beras ketan terlihat bahwa peningkatan protein dari 20% ke 30% berpengaruh signifikan (α = 5%) terhadap kenaikan kekerasan, kerenyahan, dan intensitas suara "kriuk". Hal ini sesuai pula dengan hasil penelitian bahwa semakin banyak persentase substitusi maka semakin keras tekstur yang dihasilkan. Melalui uji sensori (Tabel 4.3 Karakteristik Sensori Tortila Jagung-Jali) tampak bahwa peningkatan kekerasan tekstur dengan konsentrasi lebih dari atau sama dengan 75% lebih disukai panelis, dengan perbedaan yang nyata dari konsentrasi-konsentrasi substitusi sebelumnya.

3. Kadar Lemak

Lemak adalah komponen bahan pangan yang menyediakan energi paling tinggi. Jika karbohidrat dan protein mensuplai 4 kkal per gram, lemak dapat mensuplai energi sebesar 9 kkal per gramnya. Selain berfungsi dari segi gizi, lemak juga berperan dalam pembentukan tekstur dan cita rasa produk (Winarno, 2004). Menurut hasil penelitian, substitusi jagung dengan jali ternyata menurunkan kadar lemak tortila, seperti tampak pada Gambar 4.3.

3.554 1.751 1.815 1.861 1.916 0 1 2 3 4 5 6 7

100/0 75/25 50/50 25/75 0/100

rasio jagung/jali ka da r le m ak (% ) b

a a a a


(46)

commit to user

Berdasarkan Gambar 4.3 Kadar Lemak Tortila Jagung-Jali, kadar lemak sampel 100 jagung menunjukkan beda nyata dengan empat sampel lainnya. Pada sampel berbahan 100% jagung, kadar lemak yang didapat mencapai 3,554%, sedangkan pada empat sampel lainnya kadar lemak berkisar antara 1,916% hingga 1,751%.

Kadar lemak jali menurut DKBM (2003) dalam Suyatno (2010) sebesar 4%, sedangkan menurut Center New Crops and Plants Products (1996) dan Leung (1972) lebih tinggi yaitu, sebesar 6,2% dan 6,7%. Kadar lemak jagung kuning menurut DKBM (2003) dalam Suyatno (2010) hampir sama dengan kadar lemak jali menurut DKBM (2003) dalam Suyatno (2010) yaitu sebesar 3,9% dan 4,3%. Namun, menurut USDA National Nutrient Database for Standard Reference (2009) kadar lemak jagung kuning (4,74%) lebih tinggi dari kadar lemak jali menurut DKBM (2003) dalam Suyatno (2010).

Lemak pada jagung terkonsentrasi pada bagian lembaga, perikarp, dan tip cap (Gambar 2.5 Struktur Biji Jagung). Sedangkan jali kandungan lemak terbesar diperoleh dari bagian tegmen (Gambar 2.8 (a) Biji Jali Berkulit dan (b) Biji Jali Kupas). Pada saat proses pembuatan tortila sangat dimungkinkan bagian lembaga, perikarp, dan tip cap jagung yang terikut lebih banyak dari pada tegmen (kulit luar) jali. Pada beras jagung yang digunakan terlihat masih tertinggal bagian-bagian perikarp, dan tip cap yang melekat pada biji, sedangkan pada jali sebagian besar tegmen (kulit luar) telah terkelupas sewaktu penyosohan sehingga hanya tertinggal endosperma yang berwarna putih.

Kadar lemak secara langsung mempengaruhi tekstur keripik (Kita dan Adam, 2008). Hasil penelitian sebelumnya membuktikan bahwa keripik yang mengandung lemak lebih rendah akan memiliki tekstur yang lebih keras (Kita et al., 2007 dalam Kita dan Adam, 2008). Dari kelima sampel yang ada, sampel tortila yang terbuat dari 100% jagung memiliki tekstur yang paling rapuh (mudah patah) diduga memiliki keterkaitan pula dengan kandungan lemaknya yang tinggi.


(47)

commit to user 4. Kadar Karbohidrat (by different)

Karbohidrat komponen bahan pangan yang berperan sebagai pensuplai energi yang murah. Selain menghasilkan energi, karbohidrat dalam bahan pangan juga berperan menentukan karakteristik fisik dan sensori bahan pangan (Winarno, 2004). Untuk produk tortila, karbohidrat berperan penting menentukan karakteristik tekstur. Pada penelitian ini, jagung dengan kadar karbohidrat lebih tinggi disubstitusi dengan jali pada berbagai variasi konsentasi, kemudian dianalisis kadar karbohidrat (by different). Dan hasil penelitian menunjukkan kadar karbohidrat tortila semakin menurun seiring bertambahnya konsentrasi jali seperti pada Gambar 4.4.

84.669 80.395 81.508 82.639 83.938 77 78 79 80 81 82 83 84 85

100/0 75/25 50/50 25/75 0/100

rasio jagung/jali ka da r ka rbohi dr at ( % ) e d c b a

Gambar 4.4 Kadar Karbohidrat Tortila Jagung-Jali

Berdasarkan Gambar 4.4 Kadar Karbohidrat Tortila Jagung-Jali, kadar karbohidrat tertinggi terdapat pada tortila berbahan 100% jagung, yaitu 84,669%, sedangkan yang terendah pada tortila berbahan 100% jali yaitu 80,395%.

Hal ini sesuai dengan teori bahwa kandungan karbohidrat biji jagung berkisar antara 73,7-74,4% (DKBM, 2003 dalam Suyatno, 2010; USDA National Nutrient Database for Standard Reference, 2009; Center New Crops and Plants Products,1996), sedangkan jali hanya sekitar 61-65,3% (DKBM, 2003 dalam Suyatno, 2010; Center New Crops and Plants Products, 1996; Leung, 1972).


(48)

commit to user

Jagung dengan karbohidrat yang sangat tinggi dapat memberikan pasokan energi yang sangat besar. Setiap 1 gram karbohidrat dapat memberikan pasokan energi sebesar 4 kkal (Winarno, 2004). Namun, sebagai makanan camilan, kandungan karbohidrat yang terlalu tinggi tidak terlalu dibutuhkan dalam tortila. Kebutuhan karbohidrat umumnya telah dipasok oleh makanan pokok. Namun, kebutuhan karbohidrat dalam tortila tetap dibutuhkan dalam persentase terbesar dibandingkan komponen gizi makro yang lain untuk memberikan kerenyahan dan kekerasan yang diinginkan.

Pati dan turunannya digunakan dalam snack, khususnya sebagai bahan fungsional untuk membantu snack mendapatkan beberapa kriteria tekstur yang diinginkan. Untuk mendapatkan tekstur snack yang diinginkan, perbandingan amilosa/amilopektin perlu dipertimbangkan. Pati jagung beramilosa tinggi dapat digunakan untuk meningkatkan kerenyahan dan kekerasan. Sedangkan untuk memberikan kemekaran tinggi pada

snack dapat digunakan pati waxy terutama yang memiliki kandungan 100% amilopektin (Huang, 1995).

5. Kadar Abu

Kadar abu menggambarkan jumlah mineral secara kasar yang dikandung dalam bahan pangan. Mineral dalam bahan pangan berbentuk garam, baik organik maupun anorganik (Sudarmadji dkk., 2003). Berdasarkan hasil penelitian (seperti yang tampak pada Gambar 4.5 Kadar Abu Tortila Jagung-Jali), semakin banyak konsentrasi jali yang ditambahkan, maka semakin menurun kadar abu yang didapatkan.


(49)

commit to user

0.174 0.218

0.26 0.313

0.463

0 1 2 3 4

100/0 75/25 50/50 25/75 0/100

rasio jagung/jali

kadar

abu

(%)

a b

c d

e

Gambar 4.5 Kadar Abu Tortila Jagung-Jali

Menurut Center New Crops and Plants Products (1996), kadar abu jagung sebesar 1,3% dan menurut Leung (1972) kadar abu jali sedikit lebih besar yaitu 1,4%. Namun, menurut hasil penelitian kadar abu tortila dominan jagung ternyata lebih tinggi dari tortila dominan jali. Perbedaan ini diduga disebabkan karena banyaknya bagian lembaga dan tip cap yang kaya mineral (Suarni dan Widowati, 2007) terikut dan menempel pada beras jagung. Sehingga tortila dominan jagung menjadi mempunyai kadar abu yang lebih tinggi dari tortila dominan jali.

Menurut USDA National Nutrient Database for Standard Reference, 2009), mineral-mineral utama pada jagung (kadar air 10,4%) beserta persentasenya adalah: kalium (287mg/ 100g), fosfor (210mg/ 100g), magnesium (127mg/ 100 g), natrium (35mg/ 100g), dan kalsium (7mg/ 100g). Sedangkan pada tepung jali (kadar air 10,37%), fosfor 415mg/ 100g, kalium 319mg/ 100g, natrium 121mg/ 100g, kalsium 42 mg/ 100g, dan besi 5,4 mg/ 100g (Leung, 1972).

Berdasarkan data pada Gambar 4.5 Kadar Abu Tortila Jagung-Jali di atas, kadar abu pada semua sampel berkisar antara 0,5% hingga 0,2%. Sebagai pembanding, sebenarnya pada SNI makanan ringan ekstrudat (SNI 01-2886-2000) angka minimum atau maksimum kadar abu tidak dipersyaratkan (Oktavia, 2007). Namun, untuk keripik lain, keripik umbi gadung (SNI 01-4302-1996) kadar abu (tanpa garam) dipersyaratkan


(50)

commit to user

sebesar 0,1-1% (Widaningrum dan Nurdi, 2009). Dengan demikian, kadar abu pada semua sampel memenuhi persyaratan ini. Sedangkan pada SNI keripik ubi jalar dan keripik singkong, kadar abu dipersyaratkan secara urut tidak lebih dari 2% dan 2,5% karena pada kedua produk tersebut kadar abu dihitung beserta garam (bumbu) (Widaningrum dan Nurdi, 2009). Maka, sebagai pembanding, SNI keripik umbi gadung tanpa garam lebih mendekati.

B. Aktivitas Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mampu menghambat proses autooksidasi. Antioksidan menghambat pembentukkan radikal bebas dengan bertindak sebagai donor H terhadap radikal bebas sehingga radikal bebas berubah menjadi bentuk yang lebih stabil (Aini dkk., 2007). Aktivitas antioksidan pada bahan pangan selain tergantung pada senyawa antioksidan yang dikandung, juga sangat dipengaruhi oleh tipe pengolahan yang dipakai. Dan menurut data pada Tabel 4.2 Aktivitas Antioksidan Tortila Jagung-Jali dan Gambar 4.9 Aktivitas Antioksidan Tortila Jagung-Jali, substitusi jagung dengan jali ternyata menurunkan aktivitas antioksidan tortila.

Tabel 4.2 Aktivitas Antioksidan Tortila Jagung-Jali Jagung/Jali

Parameter

100/0 75/25 50/50 25/75 0/100

Aktivitas Antioksidan (%) 26,190 c 23,469 b 21,768 b 22,789 b 17,687 a Ket: Angka dengan notasi sama dalam satu baris menunjukkan tidak beda nyata pada


(51)

commit to user 23.469 21.768 22.789 26.19 17.687 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

100/0 75/25 50/50 25/75 0/100 rasio jagung/jali akt ivi ta s ant ioks ida n (% ) c b b b a

Gambar 4.6 Aktivitas Antioksidan Tortila Jagung-Jali

Berdasarkan Gambar 4.6 Aktivitas Antioksidan Tortila Jagung-Jali, dapat diketahui bahwa tortila berbahan 100% jagung memiliki kandungan antioksidan tertinggi dan berbeda nyata dengan empat sampel lainnya, yaitu sebesar 26,190%. Sedangkan aktivitas antioksidan sampel tortila jagung/jali = 75/25, 50/50, dan 25/75 tidak berbeda nyata satu dengan yang lain. Dan tortila berbahan 100% memiliki kandungan antioksidan terendah, yaitu sebesar 17,687%. Dengan demikian, menurut pengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH didapatkan bahwa substitusi jali pada pembuatan tortila dapat menurunkan aktivitas penangkalan radikal bebas.

Aktivitas antioksidan jagung diperoleh dari pigmen karotenoid, senyawa fenolat, dan vitamin E (Anonim, 2007; Hodzic et al., 2009; Suarni dan Widowati, 2007). Jagung kuning mengandung pigmen karotenoid, terutama dari jenis β-kriptoxantin, lutein, dan zeaxantin. β-kriptoxantin merupakan jenis karotenoid provitamin A. Sebanyak 24 µg β-kriptoxantin dibutuhkan untuk membentuk 1 µg retinol. Sedangkan lutein dan zeaxantin tidak memiliki aktivitas vitamin A (Anonim, 2007). Menurut hasil penelitian Hodzic et al. (2009), total fenol jagung lebih tinggi dari beras dan gandum. Sedangkan pada jali, senyawa antioksidan diperoleh dari 6 senyawa fenolat, yaitu: koniferil alkohol, asam siringat, asam ferulat, siringaresinol, 4-ketopinoresinol, dan mayuenolida (Kuo et al., 2001 dalam Khongjeamsiri et al., 2009). Dan telah banyak dilaporkan bahwa kontribusi senyawa fenolat terhadap aktivitas


(1)

commit to user

sampel tortila tidak berbeda nyata. Sehingga pengaruh kadar air terhadap tekstur dalam penelitian ini dapat ditiadakan.

b. Kandungan kalsium

Kandungan kalsium jali yang tinggi diduga salah satu penyebab meningkatnya kekerasan tortila yang disubstitusi jali. Menurut DKBM (2003) dalam Suyatno (2010) kadar kalsium jali mencapai 213 mg/100gr, sedangkan menurut Center New Crops and Plants Products (1996) dan Leung (1972) kadar kalsium jali sebesar 25 dan 46 mg/100gr. Ketiga sumber ini mencantumkan kadar kalsium yang lebih tinggi dari jagung, yaitu 7-10 mg/100gr (DKBM, 2003 dalam Suyatno, 2010; USDA National Nutrient Database for Standard Reference, 2009; Center New Crops and Plants Products, 1996).

Ion Calcium membentuk crosslinking dengan pektin pada dinding sel. Akibatnya, fleksibilitas dinding sel menurun dan menjadi kaku. Kekakuan dinding sel inilah menyebabkan tekstur yang didapatkan menjadi lebih keras (Sham et al., 2001). Hal serupa pernah dilakukan pada penelitian sebelumnya untuk memperbaiki tekstur tortila, yaitu dengan penambahan zat kapur (CaO) (Darmajana, 2010). c. Kandungan protein

Berdasarkan Tabel 4.1 Kandungan Proksimat Tortila Jagung-Jali, kandungan protein tortila meningkat seiring peningkatan konsentrasi substitusi. Dan diduga hal ini terdapat korelasi positif dengan semakin meningkatnya tingkat kesukaan terhadap tekstur tortila. Sebagaimana hasil penelitian Chaiyakul et al. (2008) terhadap

snack ekstrusi kaya protein berbahan dasar beras ketan yang

menunjukkan bahwa peningkatan protein dari 20% ke 30% berpengaruh signifikan (α = 5%) terhadap kenaikan kekerasan, kerenyahan, dan intensitas suara "kriuk".

Tekstur keras yang dihasilkan protein disebabkan karena protein yang terdenaturasi menghasilkan jel yang kokoh. Jel protein mempunyai tekstur yang kompak dan selama pemanasan menjadi lebih


(2)

commit to user

tahan terhadap penyusutan (Zayas, 1997). Sehingga semakin tinggi kadar protein, akan semakin keras tekstur tortila yang dihasilkan. d. Kandungan lemak

Berdasarkan Tabel 4.1 Kandungan Proksimat Tortila Jagung-Jali, kandungan lemak tortila menurun karena penambahan jali. Dan diduga hal ini terdapat korelasi negatif dengan semakin meningkatnya tingkat kesukaan pada tekstur tortila. Tekstur tortila jagung/jali = 100/0 (yang memiliki kandungan lemak paling tinggi dan berbeda nyata dari yang lain) memiliki tekstur yang paling rapuh dan mudah patah sehingga tingkat kesukaannya paling rendah.

Menurut Kita et al. (2007) dalam Kita dan Adam (2008), keripik yang mengandung lemak lebih rendah memiliki tekstur yang lebih keras (Kita et al., 2007 dalam Kita dan Adam, 2008). Lemak yang terdistribusi dalam sel membatasi molekul-molekul protein sehingga mencegah penyusutan protein selama proses denaturasi dan mengurangi kekompakan protein (Zayas, 1997).

e. Kandungan amilosa dan amilopektin

Pati beramilosa tinggi dapat digunakan untuk meningkatkan kerenyahan dan kekerasan snack. Sedangkan pati amilopektin digunakan untuk menaikkan pemekaran (Huang, 1995). Pemekaran yang tinggi menghasilkan tekstur yang berlubang-lubang (porous). Maka kombinasi yang tepat antara keduanya yang dapat menghasilkan tekstur yang disukai.

Tekstur yang rapuh dan mudah patah didapatkan pada tortila jagung/jali = 100/0, dan kekerasan tortila meningkat setelah jali ditambahkan. Menurut Tabel 4.3 Karakteristik Sensori Tortila Jagung-Jali, tekstur yang rapuh dan mudah patah kurang disukai panelis. Selain itu, tekstur yang demikian kurang menguntungkan apabila tortila perlu disimpan dalam waktu yang lama, terbentur, tertekan, atau dipindahkan berulang kali, karena akan banyak tortila yang hancur. Sehingga tortila dikehendaki memiliki tekstur yang keras sampai pada batas tertentu


(3)

commit to user

kekerasan tersebut diterima. Dan berdasarkan Tabel 4.3 Karakteristik Sensori Tortila Jagung-Jali, bahwa subsitusi total dengan 100% jali memberikan tekstur yang masih dikehendaki bahkan tingkat kesukaannya paling tinggi.

5. Pemekaran

Berdasarkan Tabel 4.3 Karakteristik Sensori Tortila Jagung-Jali, dapat diketahui bahwa substitusi jagung dengan jali pada pembuatan tortila mempengaruhi kesukaan panelis terhadap pemekaran tortila yang dihasilkan. Pemekaran sampel tortila 100% jagung kurang disukai dari keempat sampel lain dengan perbedaan yang nyata. Sedangkan keempat sampel yang telah disubstitusi dengan jali memiliki tingkat kesukaan terhadap pemekaran yang tidak berbeda nyata satu dengan yang lain.

100/0 75/25 50/50 25/75 0/100

Seperti tampak pada Pemekaran Gambar 4.8 Ukuran Pemekaran Tortila, tortila dari 100% jali memiliki ukuran pemekaran tertinggi (panjang hingga "2,5 cm). Tortila dengan formulasi 25/75 dan 50/50 memiliki panjang sekitar 1,8-1,9 cm. Dan tortila jagung/jali = 75/25 dan 100/0 memiliki panjang sekitar 1,6-1,7 cm).

Pemekaran tortila dominan jali yang lebih besar dari jagung diduga terkait amilopektin yang sedikit lebih tinggi pada jali. Menurut Huang (1995), untuk memberikan pemekaran tinggi pada snack dapat digunakan pati jagung waxy terutama yang memiliki kandungan 100% amilopektin. Namun, penggunaan pati dengan kandungan 100% amilopektin (sama dengan 0% amilosa) dapat memberikan kekerasan dan kerenyahan yang buruk pada tortila. Hal ini disebabkan karena pati beramilosa tinggi digunakan untuk menghasilkan snack yang renyah dan keras (Huang,


(4)

commit to user

1995). Menurut hasil percobaan pendahuluan, kandungan amilosa jagung dan jali secara urut sebesar 27,733% dan 27,538%. Sehingga kandungan amilopektin jagung dan jali secara urut sebesar 72,267% dan 72,463%.

Dalam proses pengolahan melibatkan suhu dan tekanan tinggi seperti ekstrusi dan penggorengan, molekul amilopektin pati mudah putus. Maka, hal ini menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat mekar seperti yang diinginkan. Untuk mencegah putusnnya rantai molekul amilopektin selama proses pemanasan dan tekanan tinggi, agen

crosslinking ditambahkan dalam bahan. Agen crosslinking mengendalikan

pemekaran dengan cara meningkatkan amilopektin yang resisten terhadap pemutusan (Huang, 1995). Dan jali secara alami mengandung arabinoxylan (Apirattananusorn, 2007) yang berperan sebagai agen

crosslinking. Gugus pentosan dalam arabinoxylan meningkatkan

pemekaran dengan membentuk crosslinking dengan arabonoxylan dengan protein (Sarker et al., 1998). Diduga agen crosslinking arabinoxylan ini berperan dalam menaikkan pemekaran tortila dominan jali dengan mencegah putusnya rantai molekul amilopektin.

Selain memberikan tingkat kesukaan yang lebih, kenaikan pemekaran dapat memberikan keuntungan berupa nilai densitas kamba yang lebih kecil, sehingga produk yang dihasilkan tampak lebih meruah. Hal ini ditimbulkan oleh karena dengan massa yang sama, produk dengan pemekaran yang lebih dapat memberikan volum yang lebih besar.

6. Overall

Berdasarkan Tabel 4.3 Karakteristik Sensori Tortila Jagung-Jali, dapat diketahui bahwa substitusi jagung dengan jali pada pembuatan tortila mempengaruhi kesukaan panelis terhadap parameter tortila secara keseluruhan. Sampel tortila dari 100% jagung memiliki tingkat kesukaan yang paling rendah dari semua sampel tortila dengan perbedaan yang nyata. Sedangkan kesukaan tertinggi terdapat pada sampel tortila jagung/jali = 75/25, walaupun tingkat kesukaannya tidak berbeda nyata


(5)

commit to user

sampel tortila jagung/jali = 50/50, 25/75, dan 0/100. Dengan demikian, subsitusi jagung dengan jali pada pembuatan tortila menaikkan tingkat kesukaan panelis.

D. Perbandingan Kadar Protein, Aktivitas Antioksidan, dan Kesukaan

Overall

Dengan demikian, berdasarkan perbandingan data pada Tabel 4.1 Kandungan Proksimat Tortila Jagung-Jali, Tabel 4.2 Aktivitas Antioksidan Tortila Jagung-Jali, dan Tabel 4.3 Karakteristik Sensori Tortila Jagung-Jali, maka dapat disusun Tabel 4.4 Perbandingan Kadar Protein, Aktivitas Antioksidan, dan Kesukaan Overall Tortila Jagung-Jali berikut:

Tabel 4.4 Kadar Protein, Aktivitas Antioksidan, dan Skor Kesukaan Overall Tortila Jagung-Jali

Jagung/Jali

Parameter 100/0 75/25 50/50 25/75 0/100

Kadar Protein (%) 8,264 a 10,463 b 11,754 c 13,060 d 14,403 e

Aktivitas Antioksidan (%) 26,190 c 23,469 b 21,768 b 22,789 b 17,687 a

Overall (Skor) 4,095a

5,333 b 5,095 b 5,333 b 4,810 b

Ket: Angka dengan notasi sama dalam satu baris menunjukkan tidak beda nyata pada

α = 5%

Berdasarkan Tabel 4.4 Perbandingan Kadar Protein, Aktivitas Antioksidan, dan Kesukaan Overall Tortila Jagung-Jali, dapat diketahui bahwa seiring bertambahnya persentase substitusi, kadar protein semakin bertambah dengan perbedaan nyata pada setiap perlakuan substitusi, aktivitas antioksidan semakin menurun dengan perbedaan yang tidak nyata pada substitusi 75/25, 50/50, dan 25,75, dan kesukaan overall semakin meningkat dengan perbedaan yang tidak nyata pada substitusi 75/25, 50/50, 25,75 dan 0/100. Dengan kecenderungan ini, maka didapatkan kesimpulan bahwa substitusi jagung dengan jali yang memberikan kombinasi kandungan proksimat, aktivitas antioksidan, dan karakteristik sensori terbaik adalah substitusi jagung/jali = 25/75.


(6)

commit to user

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain:

1. Substitusi jagung dengan jali meningkatkan kadar protein tortila, yaitu dari 8,264% hingga 14,403%.

2. Substitusi jagung dengan jali menurunkan kadar lemak, karbohidrat, dan abu, yaitu berturut-turut dari 3,554% hingga 1,751%, dari 84,669% hingga 80,395%, dan dari 0,463% hingga 0,174%.

3. Substitusi jagung dengan jali menurunkan aktivitas antioksidan, yaitu dari 26,190% hingga 17,687%.

4. Pada karakteristik sensori, nilai kesukaan meningkat pada formulasi jagung/jali = 75/25, khususnya untuk parameter warna, tekstur, pemekaran dan overall.

5. Persentase substitusi yang memberikan kandungan proksimat, aktivitas antioksidan, dan karakteristik sensori terbaik adalah substitusi jagung/jali = 25/75 dengan kadar protein sebesar 13,060%, aktivitas antioksidan sebesar 22,789%, dan panelis memberikan skor 5,333 (sedikit lebih suka) terhadap parameter overall.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian tentang umur simpan tortila yang dibuat dengan variasi substitusi jagung dengan jali.