commit to user
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran umum sejarah dan perkembangan PT. KAI
Meskipun alat angkut kereta api saat ini dapat dijumpai di Sumatera, namun keberadaanya tidak bisa terlepas dengan andil raja di
Pulau Jawa diperkirakan Raja Mataram tanggal 28 Mei 1842 mengusulkan agar pemerintah Hindia-Belanda membangun jaringan jalan
kereta api. Memang dalam surat itu usulan lebih ditujukan pada pembangunan kawasan Semarang, Kedu serta wilayah yang menjadi
kekuasaan Raja Jawa. Argo Bromo, Argo Gede, Parahyangan dan sebagainya tidak mungkin menjadi sebutan bagi sejumlah kereta api di
Indonesia. Setelah melalui proses panjang, akhirnya usulan itu dikabulkan juga
oleh pemerintah Hindia-Belanda. Tepatnya pada tahun 1871, Gubernur Jendral Hindia Belanda Bose, yang tadinya merupakan salah seorang
penentang dibangunnya jaringan rel kereta api di Jawa menyusun rancangan undang-undang pembangunan jalan kereta api pemerintah di
Jawa. Selanjutnya, tanggal 6 April 1875, undang-undang jalan rel disetujui oleh pemerintah Hindia-Belanda. Tetapi momentum ini hanya merupakan
landasan de jure pembangunan jaringan jalan kereta api di Jawa. Sebab beberapa tahun sebelumnya, N. V. Nederlandsch Indische Spoorwerg Mij
commit to user NISM sebuah perusahaan kereta api swasta telah membangun jalan rel
sepanjang 26 kilometer pada lintas Kemijen-Tanggung yang secara de facto telah menghadirkan KA di Indonesia.
Pada waktu itu kereta api telah digunakan oleh kolonialisme Hindia Belanda untuk mengangkut rempah-rempah hasil bumi. Kemudian
diantarkan ke pelabuhan dan tujuan akhirnya ke negeri mereka sendiri. Oleh karena negeri kincir angin ini, rempah-rempah dijadikan barang
dagangan yang dijual di pasar-pasar Eropa. Tanggal 17 Juni 1864, pembangunan rel antara stasiun Kemijen-Tanggung lintas Semarang-Solo
selesai dilakukan yang ditandai dengan pembuatan tubuh jalan rel oleh Gubernur Jendral Belanda Mr.L.A.J Baroen Sloet van de Beele. Empat
tahun kemudian, tepatnya tanggal 17 Juni 1868, pengoperasian perjalanan kereta api antara stasiun Kemijen-Tanggung diresmikan.
Kurang dari dua tahun kemudian tepatnya pada tanggal 18 Februari 1870, ruas jalan KA ini diteruskan pembangunannya, sehingga hubungan
dengan kereta api lintas Semarang-Solo dapat dilakukan. Selanjutnya, perkembangan jaringan rel KA tidak hanya dilakukan di Jawa, tetapi juga
di Sumatra Aceh dan Riau, bahkan Sulawesi, yang kemudian dibongkar lagi pada masa pendudukan Jepang yang digunakan untuk pembangunan
rel di Burma. Meskipun pada mulanya pembangunan kereta api di Indonesia lebih dimaksudkan untuk kelancaran pengangkutan barang
ekspor dari pedalaman ke pelabuhan, namun semasa perjuangan melawan penjajah, kereta api banyak digunakan untuk kegiatan perjuangan. Tidak
commit to user hanya sebagai mobilitas para pejuang, tetapi juga untuk memblokade
tentara lawan ke daerah pertahanan para pejuang Indonesia. Seirama dengan proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945,
tepatnya pada tanggal 28 September 1945 kekuasaan perkeretaapian daimbil alih oleh Angkatan Moeda Kereta Api AMKA, yang didukung
oleh angkatan pejuang kemerdekaan. Pengambilan kekuasaan secara terintergrasi dilakukan atas Balai Besar Kereta Api yang berkedudukan di
Jl Gereja No. 1 kini Jl. Perintis Kemerdekaan no. 1 Bandung. Dua hari setelah pengambilan kekuasaan tepatnya pada tanggal 30 september 1945,
diselenggarakan “Musyawarah Pimpinan DKARI se-Jawa dan Sumatra dipimpin oleh Mr. Soewahcjo Soemodilogo yang kemudian dipilih
menjadi kepala DKARI dan SS VS digabungkan menjadi satu perusahaan dengan nama Djawatan Kereta Api yang kemudian dikukuhkan dengan SK
Menteri Perhubungan, Tenaga Kerja, dan Pekerjaan Umum tanggal 6 Januari 1950.
Berikutnya pada tanggal 6 September 1951 dengan Surat Keputusan Menteri Perhubungan no. 32312, pemerintah menetapkan Ir. Moh. Effendi
Saleh sebagai Direktur Jendral Djawatan Kereta Api DDKA, kemudian berdasarkan peraturan pemerintah no. 22 1963 status DDKA berubah
menjadi Perusahaan Negara Kereta Api PNKA dengan Ir. R. Aboe prajitno sebagai Direktur Djendral Perusahaan Negara Kereta Api.
Perkembangan selanjutnya, pada tanggal 21 Mei 1964 PNKA dipimpin oleh Dewan Direksi PNKA dengan Hartono Wiriodinoto SH, sebagai
commit to user Direktur Utama, yang kmeudian digantikan oleh Ir. The Lian Thong.
Tanggal 2 Juli 1966, Ir. The Liang Thong digantikan oleh Ir. Moh Effendy Saleh. Kemudian tanggal 19 Agustus 1966 digantikan oleh H. Iman
Soebarkah. Sejalan dengan situasi politik pasca G30 SPKI, dimana perusahaan
vital harus dikuasai oleh PangKompKamtib, maka H. Iman Soebarkah digantikan oleh Brigjen Sentot Iskandardinata selaku Direksi Interim
dengan Jabatan Direktur Utama disamping jabatan beliau sebagai Dirjen Perhubungan Darat sampai Juni 1968 saat jabatan direktur utama
diserahkan kepada Ir. Soemali, yang kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 611971 tentang perubahan status perusahaan dari PNKA
menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api PJKA, pada tahun 1975 dilantik menjadi Direktur Utama PJKA. Tahun 1978, jabatan dirut PJKA
diserahterimakan dari Ir. Somali kepada Ir. Pantiarso dan pada Oktober 1981 digantikan oleh Ir. Soedjono Kramadibrata. Desember 1986
digantikan oleh Ir. Soeharso dan tahun 1988 digantikan oleh Ir. A. Harbani.
Sejalan dengan tibanya era globalisasi, ketika pemerintah kain mengaharapkan efisiensi pada sejumlah BUMN, tahun 1990 dengan
Peraturan Pemerintah No 571990, tanggal 1 Oktober 1990 status perusahaan dirubah menjadi Perum. Pengukuhan status perusahaan ini
dilaksanakan tanggal 2 Januari 1991 ditandai dengan pembacaan ikrar oleh seluruh karyawankaryawati Perumka di berbagai daerah. Pada tahun ini
commit to user juga jabatan Dirut diserahkan dari Ir. A. Harbani kepada Drs. Anwar
Suprijadi, yang pada tahun 1995 digantikan oleh Soemino Eko Saputra. Kamudian tanggal 1 Juni 1999 Perumka diubah statusnya menjadi PT.
Kereta Api Indonesia Persero. Ini didasarkan pada peraturan pemerintah No. 191998 tanggal 3 Februari 1998 tentang pengalihan bentuk
Perusahaan Umum Kereta Api menjadi Perusahaan Perseroan. Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah No 191998,
perubahan status ini menetapkan BUMN Persero Kereta Api sebagai penyelenggara usaha angkutan orang dan barang dengan kereta api,
melaksanakan perawatan prasarana kereta api, serta pengusahaan usaha penunjang sarana dan prasarana kereta api.
2. Sejarah dan Perkembangan Daerah Operasi VI Yogyakarta