Responsiveness responsivitasdaya tanggap PEMBAHASAN

commit to user Prameks beroperasi selama 12 kali dalam sehari. Sehingga sering terjadi kereta mogok di tengah jalan akibat kurangnya jumlah dan perawatan kereta api. Namun, untuk segi sarana dan prasarana yang lain seperti lokasi dan kondisi stasiunnya sendiri sudah cukup baik dan terawat. Pedagang kaki lima yang berada di depan deretan restoran, ruang Kepala Stasiun hingga ruang PPKA juga sudah tidak ada sehingga tidak mengganggu pemandangan dan diganti dengan kursi untuk menunggu kereta datang. Namun masih ada kios-kios dan kafe atau lounge resmi yang berada di sebelah kiri pintu masuk. Sehingga penumpang yang menunggu kereta datang masih dapat memanfaatkan fasilitas tersebut. Maka dari itu untuk menunjang kinerja pegawai yang baik sekaligus menciptakan kualitas pelayanan prima sehingga tercipta kepuasan pelanggan, harus didukung pula dengan dengan perbaikan sarana dan prasarana. Maka sekiranya memang perlu dilakukan perbaikan sarana dan prasarana yang kurang memadai karena hal itu sangat berpengaruh dalam menciptakan kepuasan pelanggan yang menggunakan jasa layanan angkut kereta api.

2. Responsiveness responsivitasdaya tanggap

Secara singkat responsivitas atau daya tanggap di sini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. commit to user Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa responsivitas berarti kemampuan dari PT. KAI dalam merespon dan menanggapi apa yang menjadi permasalahan dan keinginan dari penumpang, artinya indikator ini menekankan pada seberapa besar daya tanggap pegawai atau petugas pada stasiun Solo Balapan dalam menanggapi dan membantu penumpang atau calon penumpang yang mengalami kesulitan. Hal ini juga bermanfaat bagi penyedia jasa yaitu: a. Untuk mengetahui dengan baik bagaimana bekerjanya proses bisnis. b. Untuk mengetahui dimana harus melakukan perubahan dalam upaya perbaikan secara terus-menerus untuk memuaskan pelanggan, terutama hal-hal yang penting untuk pelanggan. c. Untuk mengetahui apakah perubahan yang dilakukan mengarah ke arah perbaikan improvement. Dalam setiap aktivitas apapun juga terutama yang menyangkut dengan pelayanan kepada umum pastilah banyak kesulitan yang dihadapi. Tidak mudah untuk memberikan commit to user pelayanan yang memuaskan. Dalam proses pelayanan yang diberikan tersebut banyak keluhan yang diberikan akibat kurang maksimalnya pelayanan yang diberikan. Dalam hal ini petugas yang ada harus senantiasa siap untuk mengatasi persoalan yang timbul. Mereka harus segera tanggap dengan apa yang dibutuhkan oleh pelanggan. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah sikap petugas dalam menghadapi pelanggan. Dari hasil observasi dan wawancara terlihat bahwa petugas selama ini cukup responsif terhadap pelanggan. Mereka kelihatan terbuka, ramah, dan bersahabat. Seperti yang diungkapkan oleh saudari Afifah sebagai berikut: “...menurut saya sih udah cukup ramahlah Mbak, paling kan berhubungan dengan petugasnya cuma pas beli karcis aja mbak. Tapi ya kalau misalnya ada kesulitan ya saya tanya ke petugasnya atau ke customer service, Mbak..” wawancara tanggal 4 Februari 2011. Sedangkan saudari Ine menuturkan sebagai berikut: “...ya udah cukup sih menurut saya. Sejauh ini belum nemuin petugas yang judes juga sih Mbak. Biasanya kalau ada apa-apa ya saya tanya satpam atau petugas yang ada atau tanya ke customer service ya biasanya dibantu...” wawancara tanggal 4 Februari 2011. commit to user Dari petikan wawancara di atas maka dapat diketahui bahwa sikap responsif yang ditunjukkan oleh petugas kepada penumpang sudah cukup baik. Jika ada penumpang yang merasa menemui kesulitan maka petugas membantu sebisa dan semaksimal mungkin. Mengenai hal yang sama, Bapak Eko memberikan tanggapannya sebagai berikut: “...ya kami usahakan memenuhi kebutuhan penumpang seramah mungkin ya Mbak. Apalagi kan ini sifatnya public service, jadi ya memang harus begitu. Nanti kalau mbaknya ketemu petugas yang nggak ramah, laporkan saja ke sini, karena kami kan nggak bisa memantau secara langsung. Nanti akan kami tindaklanjuti pegawainya, catat saja namanya siapa kan ada nama dadanya to itu? Kemudian kerjanya di mana, nanti kami tegur pegawainya...” wawancara tanggal 17 Maret 2011 Keluhan-keluhan dari masyarakat pengguna jasa ditampung oleh pihak penyedia jasa yakni PT. KAI sendiri. Hal ini nantinya digunakan untuk mengukur sejauh mana kinerja berjalan dan sejauh mana pula kepuasan penumpang yang menggunakan jasa angkutan kereta api, dalam hal ini Bapak Agus mengatakan : “...keluhan-keluhan dari masyarakat tentunya kami tampung biar nantinya jadi refleksi dan evaluasi buat kami Mbak, apa yang mestinya ditingkatkan, dan mana yang harus segera diperbaiki, supaya nantinya pelanggan commit to user merasa puas. Keluhannya itu bisa disampaikan langsung kepada staff kami, misalnya saya, atau pegawai yang sedang bertugas. Bisa juga melalui customer service yang sudah ada di depan itu, atau bisa juga ditulis dan dimasukkan di kotak saran yang sudah tersedia di depan. Sehingga kami bisa mengetahui letak kekurangannya dimana...” wawancara tanggal 31 Januari 2011. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap pegawai PT. KAI Persero baik yang berada di Daop VI Yogyakarta maupun di Stasiun Solo Balapan tersebut, terlihat adanya keinginan dari PT. KAI Persero untuk bersikap tanggap untuk membantu customer yang mengalami kesulitan dalam hal pelayanan kereta api. Agar masyarakat mengetahui keberadaan dan fungsi dari gerbong khusus wanita ini, maka diadakan sosialisasi pada saat peluncuran perdananya, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Agus sebagai berikut : “...dulu pada saat peluncuran perdananya itu diresmikan oleh anggota DPD GKR Hemas, yang sekaligus juga merupakan Ratu Keraton Yogyakarta dan didampingi walikota Yogyakarta juga, kita ajak rekan-rekan wartawan untuk ikut melihat dan sekaligus bisa disosialisasikan lewat media massa atau media elektronik. Selain itu juga kan di gerbongnya sendiri sudah ada gambar dan tulisan yang menunjukkan bahwa itu gerbong khusus wanita...” wawancara tanggal 31 Januari 2011. commit to user Hal yang sama diungkapkan pula oleh Bapak Eko seperti berikut ini: “...iya dulu itu diresmikan oleh GKR Hemas, permaisuri Sultan HB X itu dulu beliau yang gunting pita pada saat pemberangkatan pertamanya sama Pak Walikota juga. Kalau sosialisasinya ya lewat media-media massa, koran misalnya. Lewat radio ataupun televisi baik lokal maupun nasional. Jadi kan masyarakat bisa tau kalau ada gerbong yang dikhususkan buat wanita...” wawancara tanggal 17 Maret 2011 Berdasarkan penjelasan dari kedua pegawai PT. KAI tersebut di atas, baik Bapak Agus maupun Bapak Eko mengatakan hal senada, pada saat peluncuran perdana Gerbong Khusus Wanita yang diresmikan oleh GKR Hemas yang merupakan Ratu Keraton Yogyakarta juga oleh Bapak Walikota Yogyakarta Herry Zudianto, sosialisasi dilakukan lewat media massa maupun media elektronik seperti radio dan televisi. Diberlakukannya gerbong khusus wanita ini merupakan sikap responsif dari PT. KAI atas masuknya keluhan-keluhan dari penumpang wanita khususnya yang menggunakan jasa kereta api untuk jarak dekat seperti kereta api Prameks sebagai bentuk pelayanan, keamanan dan kenyaman bagi penumpang yang membutuhkan perhatian khusus seperti para wanita atau ibu yang menyusui serta lansia, untuk menghindari adanya tindak commit to user pelecehan dari penumpang lainnya, seperti yang diungkapkan Bapak Agus seperti berikut: “...adanya gerbong khusus wanita ini kan juga sebagai tindak lanjut dari PT.KAI atas masuknya keluhan dari penumpang wanita yang merasa risih atau tidak nyaman jika berada di gerbong biasa, atau juga dari para lansia dan ibu yang menyusui. Karena di Jakarta banyak sekali kasus pelecehan yang dialami oleh para wanita yang menggunakan jasa angkutan kereta api setiap harinya...” wawancara tanggal 31 Januari 2011. Ibu Asih selaku staff bagian komersial di Daop VI Yogyakarta juga mengatakan hal yang sama seperti petikan wawancara berikut: “...gerbong khusus wanita ini kan kami dapat perintah dari EVP kami untuk mengkhususkan gerbong buat wanita ya Mbak. Kan itu salah satu bentuk sikap responsif dari kami Daop VI Yogyakarta kepada pengguna jasa kami terutama untuk kenyamanan penumpang wanita yang naik KA Prameks...” wawancara tanggal 9 Maret 2011. Hal senada diungkapakan oleh saudari Afifah selaku pengguna KA Prameks terutama Gerbong Khusus Wanita: “...saya mewakili para perempuan, khususnya yang sering memanfaatkan jasa prameks tampaknya harus banyak berterima kasih kepada PT Kereta Api. Memang gerbong khusus wanita bukan hal yang baru. Di negara lain, seperti India, sudah lama beroperasi kereta khusus wanita. Bagaimanapun, bercampur baur dengan lelaki bejibun mudharatnya, mulai dari ancaman seksual, kekerasan, memang perempuan dengan perempuan juga mungkin commit to user terjadi kekerasan, tapi secara umum kekerasan dilakukan oleh kaum lelaki terhadap perempuan, setuju nggak? juga kriminal. Coba deh cek di kantor polisi, bandingkan pencopet lelaki dengan pencopet perempuan, banyak yang mana?laki-laki kan?jadi ya menurut saya gerbong ini bermanfaat banget Mbak buat saya pribadi...” wawancara tanggal 4 Februari 2011. Saudari Ine pun berpendapat sama dengan saudari Afifah seperti berikut ini: “...menurut aku adanya gerbong khusus wanita ini bermanfaat banget buat kaum perempuan. Kadang kan kalau pas kereta lagi penuh gitu kan nggak enak juga desek-desekan sama laki-laki ya Mbak. Kalau disini kan isinya perempuan semua, jadi lebih nyaman...” wawancara tanggal 4 Februari 2011. Berdasarkan wawancara dengan beberapa responden di atas maka dapat diketahui bahwa para penumpang wanita menyetujui dan mendukung keberadaan gerbong khusus wanita karena dianggap sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat sekarang ini. Sejauh ini belum ada keluhan yang berarti yang muncul dari para penumpang wanita yang menggunakan fasilitas gerbong khusus wanita. Saudari Afifah mengatakan tanggapannya mengenai keluhan sebagai berikut: commit to user “...sejauh ini sih nggak ada ya Mbak. Cukup nyaman dan amanlah naik gerbong ini, apalagi hampir tiap hari saya pake gerbong khusus wanita ini. Kan ada petugas dan satpam yang jaga juga jadi ya saya rasa cukup bagus buat ukuran kereta jarak dekat...” wawancara tanggal 4 Februari 2011. Sedangkan saudari Ine berpendapat sebagai berikut: “...kalau keluhannya apa ya..mungkin kadang suka telat aja gitu datengnya. Ya mungkin itu aja sih, kalau keluhan yang lain sih kayaknya nggak ada Mbak...” wawancara tanggal 4 Februari 2011. Hasil wawancara terhadap penumpang di Gerbong Khusus Wanita di atas menunjukkan bahwa selama ini keluhan yang muncul dari pengoperasian Gerbong Khusus Wanita masih relatif sedikit. Keluhan yang muncul biasanya soal keterlambatan kereta saja. sementara hal yang lain dirasa sudah tidak ada keluhan lagi. Bapak Agus menjelaskan sebagai berikut: “…sejauh ini belum ada keluhan-keluhan yang begitu berarti dari para penumpang wanita yang menggunakan fasilitas gerbong khusus wanita Mbak, karena mungkin ya keadaannya tidak separah di Jakarta, jadi di wilayah sini masih termasuk cukup aman...” wawancara tanggal 31 Januari 2011. Ibu Asih selaku staff bagian komersial Daop VI Yogyakarta mengungkapkan sebagai berikut: commit to user “...mengenai komplain dari masyarakat ya Mbak..sejauh ini kalau komplain soal Gerbong Khusus Wanita kayaknya sih masih minim. Kalau misalnya lagi ada rapat atau ada pertemuan-pertemuan dari manajer humas pasti memberi tahu ya Mbak. Di share dan dicari solusinya begitu. Tapi selama ini sih nggak ada keluhan yang berat dari penumpang Prameks, mungkin karena keretanya juga jarak dekat ya Mbak...” wawancara tanggal 9 Maret 2011. Selain itu, Bapak Agus juga menambahkan sebagai berikut: “...jadi kebijakan diadakannya gerbong khusus wanita di wilayah Daop VI Yogyakarta, termasuk di stasiun Solo Balapan ini hanya sebatas meneruskan program yang ada dari atas dan bersifat antisipasi saja agar hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang ada di Jakarta tidak terjadi atau sebisa mungkin dihindari mengingat di wilayah Daop VI Yogyakarta ini kasus pelecehannya tidak separah di Jakarta yang notabene memang kota besar. Dan juga kebijakan ini sifatnya kan sementara, jadi nanti kita lihat kalau sekiranya kurang efektif ya kenapa tidak dikembalikan seperti dulu saja, tidak perlu ada gerbong khusus wanita.Tapi sejauh ini tidak ada niatan untuk ke arah situ...” wawancara tanggal 31 Januari 2011. Bapak Eko selaku Manajer Humas bertanggapan sebagai berikut: “...kalau dulu ada, jadi awal pertama diluncurkan Gerbong Khusus Wanita ini, yang perempuan ngeluh, kok ini ada laki-laki masuk di sini, terus ada juga dari kaum laki- lakinya, ngeluhnya mbok ini nggak usah ada pembatasan laki-laki dan perempuan, wong di sana ada kursi yang kosong masak saya nggak boleh masuk, begitu. Jadi dari dua pihak. Tapi dalam prakteknya di lapangan sekarang commit to user ini, seiring intensitas kita memantau Gerbong Khusus Wanita tadi kita awasi sekarang ini total dari hari ke hari sudah tau diri semuanya. Yan Yang laki-laki kalau dia duduk di Gerbong Khusus Wanita dia malu sendiri, awalnya juga kita ikut ngoprak-oprak gitu lho. Tapi sepertinya sekarang sudah ada komitmen dengan sendirinya kalau khusus wanita ya khusus wanita, nggak boleh ada laki-lakinya. Jadi sudah jalan seperti semestinya...” wawancara tanggal 17 Maret 2011. Berdasarkan kutipan wawancara di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan dari diadakannya gerbong khusus wanita ini merupakan feedback dari PT. KAI atas munculnya keluhan-keluhan dari penumpang wanita yang banyak mengalami pelecehan di atas gerbong kereta api terutama pada saat gerbong penuh, para penumpang wanita merasa tidak nyaman saat harus berdesak-desakan dengan penumpang pria. Namun, di wilayah Daop VI Yogyakarta termasuk juga stasiun Solo Balapan hanya sebatas meneruskan program yang ada dari pusat dan hanya bersifat antisipatif saja untuk mencegah tindak pelecehan kepada kaum hawa. Selain itu, karena kebijakan pengadaan gerbong khusus wanita ini hanya bersifat sementara, maka jika sekiranya pengadaan gerbong khusus wanita ini kurang efektif nantinya dapat ditiadakan dan kembali menjadi gerbong biasa. Namun hingga saat ini tidak ada niat dari PT. KAI Persero Daop VI Yogyakarta untuk mencabut kebijakan tersebut, melihat dari commit to user respon masyarakat yang mendukung keberadaan Gerbong Khusus Wanita tersebut. Keluhan yang ada hanya terjadi pada saat awal kemunculan Gerbong Khusus Wanita baik dari laki-laki maupun perempuan. Para laki-laki mengeluhkan mengapa harus ada pembatasan antara laki-laki dan perempuan, sedangkan kaum wanita mengeluhkan masuknya laki-laki ke gerbong khusus wanita. Namun seiring berjalannya waktu, kerena diadakan pula pemantauan, hal tersebut kini sudah relatif tidak ada. Semuanya sudah mematuhi peraturan semestinya, para laki-laki pun sekarang merasa malu jika duduk di Gerbong Khusus Wanita. Dari hasil wawancara yang dilakukan baik kepada pegawai maupun penumpang dapat disimpulkan bahwa untuk indikator resposiveness atau daya tanggap yang dimiliki oleh petugas di Stasiun Solo Balapan sudah cukup baik. Para petugas membantu semaksimal mungkin bila ada penumpang yang merasa kesulitan ataupun menemui masalah. Namun, stakeholder dan regulator terkait dengan masalah perkeretaapian seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN dan pemerintah tetap harus memantau dan mengukur sejauh mana kinerja PT. KAI agar terlihat apakah terjadi peningkatan atau justru malah penurunan kualitas pelayanan. commit to user

3. Responsibility responsibilitas