perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 7
II. LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Marwanti 2002 dalam penelitiannya yang berjudul Pola Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan Gizi Penduduk Indonesia Analisis Data Susenas 1999
menyatakan bahwa pengeluaran untuk kelompok makanan masih lebih besar daripada pengeluaran untuk kelompok bukan makanan. Proporsi pengeluaran
untuk kelompok makanan terhadap pengeluaran total pada tahun 1993 sebesar 56,86 dan pada tahun 1996 menurun menjadi 55,27. Hasil ini menunjukkan
adanya perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat yang akan berimplikasi pada perbaikan konsumsi gizi. Rata-rata konsumsi kalori pada tahun 1993 sebesar
1.879 kalkapitahari dan pada tahun 1996 meningkat menjadi 2.020 kalkapitahari.
Dengan angka
kecukupan konsumsi
energi yang
direkomendasikan oleh WHO sebesar 2.100 kalkapitahari, maka konsumsi kalori penduduk Indonesia belum memenuhi angka kecukupan.
Penelitian Rachman, dkk 2003 yang berjudul Distribusi Provinsi di Indonesia Menurut Derajat Ketahanan Pangan Rumah Tangga menyatakan
bahwa secara nasional pada tahun 1999 lebih dari 30 rumah tangga di Indonesia tergolong rawan pangan, di daerah kota sekitar 27 dan di pedesaan
sekitar 33. Dari 26 provinsi di Indonesia 5 provinsi yang memiliki proporsi rumah tangga rawan pangan tertinggi adalah Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur,
Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari sisi ekonomi rumah tangga rawan pangan diindikasikan oleh pangsa pengeluaran pangan yang tinggi dan
dari tingkat konsumsi energinya kurang. Hal ini membuktikan bahwa aspek pendapatan untuk meningkatkan akses terhadap pangan merupakan faktor
penting dalam peningkatan ketahanan pangan rumah tangga. Penelitian Hasan dan Saputra 2005 yang berjudul Ketahanan Pangan dan
Kemiskinan : Implementasi dan Kebijakan Penyesuaian menunjukkan bahwa 1 masih lemahnya sistem ketahanan pangan pada masyarakat miskin di Sumatra
Barat, 2 lemahnya sistem ini memberikan dampak yang besar terhadap kondisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 8
`
gizi masyarakat, 3 muncul fenomena bahwa kemiskinan cenderung berimplikasi terhadap kerawanan pangan, 4 evaluasi terhadap program raskin
menunjukkan bahwa program ini sering tidak tepat sasaran, 5 kelompok yang paling rentan terhadap kebutuhan pangan terutama beras muncul pada komunitas
miskin perkotaan dan miskin nelayan. Diperlukan sebuah kebijakan penyesuaian terhadap sistem ketahanan pangan masyarakat miskin terutama pada aspek
konsumsi. Nuryani 2007 dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Hubungan
Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di Kabupaten Sukoharjo, menunjukkan bahwa proporsi
pengeluaran untuk pangan rumah tangga petani di Kabupaten Sukoharjo lebih besar dibanding bukan pangan yaitu sebesar 42,87 konsumsi energi dan protein
rumah tangga petani di Kabupaten Sukoharjo mempunyai tingkat kecukupan gizi sebesar 137,95 untuk energi dan 182,71 untuk protein. Semakin rendah
proporsi pengeluaran konsumsi pangan, maka akan semakin tinggi kecukupan konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di Kabupaten Sukoharjo.
Ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten Sukoharjo sebagian besar termasuk tahan pangan.
Keempat penelitian diatas digunakan sebagai bahan referensi dalam penelitian ini dengan alasan bahwa penelitian tersebut memiliki kesamaan dalam
metode analisisnya yaitu menganalisis besarnya proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap total pengeluaran dan besarnya tingkat konsumsi energi yang
merupakan indikator ketahanan pangan rumah tangga. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
pengeluaran konsumsi pangan masih mengambil bagian terbesar dari total pengeluaran rumah tangga. Tingginya proporsi pengeluaran
konsumsi pangan dapat menjadi indikator menurunnya kesejahteraan rumah tangga dan meluasnya kemiskinan yang akan berdampak pada ketahanan pangan
rumah tangga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 9
`
B. Tinjauan Pustaka