perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 11
`
ekonomi telah menyatakan proporsi pendapatan yang dibelanjakan untuk
makanan sebagai suatu indikator kemiskinan Nicholson, 2002.
Secara garis besar alokasi pengeluaran konsumsi digolongkan ke dalam dua kelompok penggunaan yaitu konsumsi untuk makanan dan
konsumsi untuk bukan makanan. Orang desa dan orang kota berbeda dalam hal besarnya pengeluaran. Pengeluaran rata-rata orang kota hampir selalu dua
kali lipat pengeluaran orang desa. Alokasi pengeluaran untuk makanan di kalangan orang desa lebih besar dibandingkan di kalangan orang kota
Dumairy, 1997. Peningkatan proporsi pengeluaran untuk kelompok makanan dapat
menjadi indikator menurunnya kesejahteraan penduduk dan meluasnya kemiskinan karena dalam kondisi pendapatan yang terbatas, seseorang akan
mendahulukan pemenuhan kebutuhan makanan sehingga pendapatan yang terbatas
sebagian besar
dibelanjakan untuk
konsumsi makanan
Marwanti, 2002.
3. Kemiskinan
Hasan dan Saputra 2005 menyatakan bahwa secara tidak langsung kemiskinan menjadi indikasi akan lemahnya tahap penggunaan pangan akibat
dampak tidak meratanya distribusi pendapatan dan seterusnya menjadikan mereka sebagai komunitas yang rawan pangan. Hal ini diperburuk dengan
krisis ekonomi sejak 1997 dan kenaikan harga minyak serta lonjakan harga pangan internasional menambah jumlah angka kemiskinan karena kondisi
tersebut telah memicu meningkatnya harga pangan di pasaran dalam negeri. Kondisi ini diperkuat oleh data Susenas 2002, dimana 80 dari total
pengeluaran rumah tangga miskin digunakan untuk membeli bahan makanan dan 60 diantaranya untuk membeli beras.
Salah satu penyebab utama lemahnya ketahanan pangan keluarga adalah kemiskinan. Menurut Sumarwan dan Sukandar 1998 kemiskinan
sangat terkait dengan kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, yaitu pangan. Mereka yang dikategorikan miskin adalah keluarga
yang rawan pangan atau tidak tahan pangan karena tidak mengkonsumsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 12
`
pangan yang cukup. Selain karena daya beli yang rendah, pengetahuan tentang gizi rumah tangga miskin rendah, sehingga dalam mengkonsumsi
makanan mereka kurang mempertimbangkan kandungan gizi pada makanan.
4. Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan menurut Undang-Undang No.7 Tahun 1996 adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan rumah tangga dicerminkan oleh beberapa
indikator, antara lain : 1 tingkat kerusakan tanaman, ternak, dan perikanan, 2 penurunan produksi pangan, 3 tingkat ketersediaan pangan di rumah
tangga, 4 proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total, 5 fluktuasi harga pangan utama yang umum dikonsumsi rumah tangga,
6 perubahan kehidupan sosial seperti migrasi, menjualmenggadaikan asset, 7 keadaan konsumsi pangan seperti kebiasaan makan, kuantitas dan kualitas
pangan, dan 8 keadaan gizi masyarakat Suhardjo dalam Rachman dan Ariani, 2002.
Kerawanan pangan tidak dilihat lagi secara sederhana sebagai kegagalan dari pertanian untuk menghasilkan pangan yang cukup pada
tingkat nasional, tetapi juga sebagai kegagalan dari mata pencaharian untuk menjamin akses pangan yang cukup pada level rumah tangga. Pada tahun
1996 di Roma dalam Deklarasi Ketahanan Pangan Dunia, ketahanan pangan didefinisikan sebagai : Pangan yang tersedia di setiap waktu, dimana semua
orang mempunyai akses yang sama, yang secara nutrisi mencukupi dalam kuantitas, kualitas dan keragaman, serta dapat diterima di semua kalangan
masyarakat Clover, 2003. Ketahanan pangan pada tingkat Nasional diartikan sebagai
kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak, aman, yang didasarkan pada
optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumberdaya lokal. Ketahanan pangan disamping sebagai prasyarat untuk memenuhi hak azasi
pangan masyarakat, juga merupakan pilar bagi eksistensi dan kedaulatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 13
`
suatu bangsa. Oleh sebab itu, seluruh komponen bangsa yaitu pemerintah dan masyarakat sepakat untuk bersama-sama membangun ketahanan pangan
Nasional Nainggolan, 2008.
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah